A. Orang Tua
1. Pengertian Orang Tua
Lingkungan pertama dijumpai
oleh anak adalah orangtua dan keluarga. Disinilah anak dibesarkan, belajar dan
berinteraksi, sehingga lingkungan ini disebut lingkungan primer yang bersifat
fundamental dan menentukan jati diri seorang anak. Keluarga sebagai lembaga
sosial yang paling primer dan penentu karakter diri seseorang. Orangtua umumnya
dan ibu atau bapak khususnya serta adik kakak dan/atau sanak keluarga amat
menentukan karakter dasar seseorang. Oleh sebab itu. Keluarga dan kehidupannya
tidak boleh disepelekan dan diabaikan kaitannya dengan pendidikan dan pembinaan
karakter anak.
Bagaimanapun canggihnya dan
globalnya kehidupan dunia ini peranan orangtua tetap merupakan faktor penting
dalam pembinaan karakter anak-anaknya. Keberadaan pengasuh ataupun sekolah
sekalipun tidak cukup diserahkan untuk pembinaan nilai dan karakter keluarga.[1] Keluarga merupakan pusat
ketenangan hidup dan pangkalan yang paling vital. Keluarga sebagai pusat
pendidikan dan pusat kebudayaan serta pusat agama, maka hubungan antar anggota
keluarga harus selalu harmonis dan terpadu serta penuh kegotong-royongan.
Setiap anggota keluarga harus merasakan ketenangan, kegembiraan, kenyamanan,
dan keamanan dalam keluarga itu. Sebaliknya bila keluarga mulai retak, apalagi broken
home maka disitulah sumber dari kenakalan anak.[2]
Orangtua dalam lingkungan
keluarga memiliki kewajiban mendidik anak sehingga terbentuk karakter yang
baik. Orangtua secara kodrati, langsung menjadi pemimpin dalam rumah tangga,
tugasnya sebagai pemimpin diantaranya ialah membina karakter anak menjadi lebih
baik.[3]
2.
Tugas Orang Tua
Menurut Amirsyahruddin dalam mendidik anak, orang tua harus
mengetahui tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu. Sehingga pendidikan anak
akan lebih terarah kedepannya. Orang tua yang terlebih dahulu menjadi teladan,
berakhlak baik, beriman, dan berbuat amal shaleh serta memperhatikan anaknya,
hal tersebut adalah kunci utama keberhasilan dalam melaksanakan pendidikan
Islam dalam keluarga.[4] Oleh karena anak merupakan
amanah bagi orang tuanya yang
nanti amanah tersebut akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anak
sehingga berakhlak sesuai dengan yang diajarkan di dalam Al-Qur’an dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana
Allah berfirman dalam surat al Ahzab ayat 21;
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur
tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.” (Al-ahzab: 21)[5]
Menurut Yusuf Bin Abdillah At Turky bahwa mendidik anak
meluputi mengesakan Allah, menjaga fitrah mereka dari noda-noda syirik dan
dosa, mengajarkan rukun iman, rukun Islam, dan ihsan, sehingga mereka menjadi
teladan dan contoh hidup untuk seorang muslim dan muslimah.[6] Sejalan
dengan hal itu Abdullah Nashih Ulwan juga menegaskan bahwa tugas dan tanggung
jawab orang tua terhadap anak adalah mengajarkan anak akan tiga hal. Yaitu
mencintai Allah dan Rasulnya, mengajarkan akhlakul karimah serta mencintai ahli
baitnya.[7] Maka
untuk mewujudkan hal tersebut seharusnya orang tua memasukkan anak mereka ke
sekolah yang baik, memilihkan pergaulan yang baik agar anak memperoleh
pendidikan iman, moral, jasmani, psikis dan intelektual yang Islami.
Pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam itu akan
mampu mengantarkan anak sampai kepada akidah yang mantap, akhlak yang mulia,
fisik yang kuat dan memiliki pemikiran serta pengetahuan yang matang. Yang
akhirnya anak akan mengembalikan kewajiban orang tua yang telah didapatkan
semasa kecil menjadi hal yang layak didapatkan oleh orang tua dari anaknya yaitu
dengan membalas kebaikan orang tuanya dengan berbuat baik kepada orang tuanya.
Maka dapat dipahami
bahwa sangat pentingnya perhatian dan dukungan orang tua kepada anaknya.
Terutama dalam hal mendidik anak, bukan hanya sekedar memberi motivasi dan
apresiasi saja, tapi sudah menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua untuk
menjaga kelangsungan pendidikan anak. Bagi anak pun akan menambah semangat yang
luar biasa dalam mengikuti pembelajaran ini jika orang tuanya bangga dengan apa
yang dipelajarinya dan selalu memperhatikan proses pembelajarannya.
Maka semangat yang luar biasa itu akan timbul dari jiwa anak
karena motivasi pertama yang didapatinya adalah dari orang tua di rumahnya. Ketika
anak telah dimasukkan ke sekolah, orang tua tidak berlepas tangan begitu saja,
banyak kewajiban yang mesti dilakukan, seperti memperhatikan kelancaran proses
belajar mengajar anaknya, menanyai pelajaran apa yang telah didapatkan dari
sekolah, memberikan motivasi dengan reward dan funisman yang manusiawi,
menunaikan kewajiban SPP dan lain-lain.
Begitu juga di sekolah tempat anak sebagai peserta didik
menimba ilmu dari gurunya, haruslah memperhatikan pendidikan dan pengetahuan
sesuai dengan kebutuhannya. Memperhatikan kelancaran PBM, sarana prasarana dan
sebagainya. Maka sangat diperlukan kerjasama yang baik untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Keseimbangan antara semua elemen tersebut akan menciptakan output yang berkualitas.
3.
Kewajiban Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Salah satu kewajiban orangtua
terhadap anak yang tak kalah pentingnya adalah memberi tuntunan moral atau adab
(budi pekerti) yang baik. Rasulullah selalu menekankan tentang keutamaan
mendidik anak dengan pendidikan budi pekerti (akhlak) yang terpuji. Hasbi Ash
Syiddiq menjelaskan bahwa “Islam menuntut supaya ibu bapak mendidik anak-anaknya
dengan pendidikan keagamaan dan keluhuran budi serta kecerdasan akal dan otak
dengan berbagai ilmu pengetahuan”.[8]
Dari kutipan diatas jelaslah
bahwa di samping orangtua berkewajiban mendidik anaknya agar memiliki akhlak
yang terpuji orangtua juga mendidik anak agar memiliki ilmu pengetahuan agama (Islam)
serta mengamalkannya. Perbaikan karakter melalui pendidikan agama yang
diberikan di lingkungan keluarga, bertujuan untuk menanamkan dasar-dasar
kepribadian muslim dan mempunyai keimanan yang kokoh, yang menunjukkan ketaatan
dalam melaksanakan perintah Tuhan serta menghentikan larangan-Nya sehingga
terbentuk karakter yang baik dan tangguh. Maka perlu dibimbing dan dibina
dengan memperhatikan contoh teladan yang baik kepadanya, sehingga anak melihat
gambaran yang benar secara nyata.
Orangtua berkewajiban mendidik
anaknya sehingga terbentuk karakter yang sesuai dengan norma agama. Tetapi apabila
orangtua merasa kurang mampu dalam melakukan pembinaan karakter anak, maka
dalam hal ini antara orangtua dan sekolah perlu adanya kerjasama yang baik.
Hasan Langgulung menyatakan: “Orangtua bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain
dalam masyarakat yang berusaha menyadarkan dan memelihara anak-anaknya”.[9] Kutipan diatas menyatakan
bahwa untuk menyadarkan dan memelihara anak dari penyimpangan norma-norma, maka
orangtua wajib menyerahkan anak-anak belajar berbagai ilmu pengetahuan dari
gurunya agar cakrawala berpikir anak semakin luas dan berkembang. Hal ini
sesuai dengan penjelasan M. Arifin: “Wajiblah atas ayah mendidik anak dan
menyerahkannya kepada guru, maka bila tidak mau ataupun menetapkan anaknya
dibawah asuhan guru, maka akan timbullah kerusakan pada semua anggota terutama
pada lisannya”.[10]
Jadi orangtua berkewajiban untuk
menyerahkan anaknya belajar berbagai ilmu pengetahuan dari guru-gurunya untuk
pembentukan lidahnya supaya pasif berbicara baik sehingga membawa kepada
karakter baik dalam dirinya. Walaupun orangtua telah menyerahkan anaknya kepada
guru, namun bukan terlepas semua tanggung jawab orangtua terhadap anaknya,
karena waktu anak di sekolah bersama dengan guru sungguh sangat terbatas, maka
disini sangat besar arti dalam pengontrolan anak-anaknya, lebih-lebih lagi
dalam masalah penguasaan dan pengamalan agama bagi anak. Bahkan dia harus
didorong aktif untuk dapat sesuai dengan pengetahuannya.
Dalam melaksanakan tugas
orangtua sebagai pemimpin dalam keluarga membentuk anak dapat dilakukan
melalui:
a. Keteladanan
Secara umum, pakar kejiwaan
berpendapat bahwa pada masa-masa usia awal seorang anak cenderung meniru dan
mencontoh apa yang ditangkap oleh indera jasmaninya. Orangtua sebagai
lingkungan pertama menjadi sumber rujukan seorang dalam bertindak. Anak banyak
meniru apa yang ia tangkap dari perilaku orangtua. Oleh sebab itu, orangtua
harus memperagakan perbuatan, perkataan maupun sikap yang baik didepan anaknya.
Zakiah Daradjat menjelaskan
bahwa orangtua adalah Pembina pribadi pertama terhadap anak. Pribadi disini
merupakan sebuah karakter dari orangtua seperti sikap, watak, cara hidup, dan
perkataannya secara tidak langsung merupakan unsur pendidikan yang dengan
sendirinya akan masuk ke dalam diri anak sehingga menjadi sebuah karakter.
Perlakuan orangtua terhadap anaknya merupakan unsur pembinaan karakter anak.[11]
b.
Pembiasaan
Para sosiolog dan psikolog
berpendapat bahwa upaya yang paling sulit adalah membiasakan yang tidak biasa
dan meninggalkan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan. Berangkat dari teori itu
untuk membina karakter anak dilakukan melalui pembiasaan yang berkesinambungan
dan secara serius. Kebiasaan baik yang dilakukan orangtua dalam rangka mendidik
anak akan mempengaruhi karakternya sampai dewasa sehingga karakternya yang baik
menjadi kokoh melalui pembiasaan yang dilakukannya. Pembiasaan yang dilatih orangtua
pada anaknya menjadi berbudi pekerti baik dengan menyayangi teman, membantu
teman, berterima kasih kepada setiap yang menolongnya, mengucap salam dan
berjabat tangan dengan sesama, menghormati orang yang lebih tua, dan
sebagainya.
c.
Bersikap adil kepada anak-anak
Setiap anak membutuhkan belaian
kasih dari orangtua. Jika kasih sayang yang diberikan orangtua kepada anaknya
tidak sama, maka akan terjadi kecemburuan antara sesama anak yang akhirnya
menimbulkan sikap nakal, pembangkang, pelawan terhadap orangtua. Keadaan
lingkungan anak seperti ini jika terus dibiarkan menimbulkan dampak negative
bagi ketenteraman keluarga. Hasil pengamatan dan analisis para ahli kejiwaan,
menginformasikan bahwa di antara penyebab maraknya kenakalan remaja adalah
ketidaksenangan si anak melihat sikap ketidakadilan orangtua dalam memberikan
perhatian terhadap anaknya. Tujuan yang diharapkan dengan keadilan ini adalah
agar anak-anak ke depan menjadi anak yang jujur dan berbakti kepada orangtuanya
dan kepada masyarakat dimana ia hidup.
d.
Mengajari dan menyuruh anak
beribadah
Anak yang shaleh menjadi
dambaan yang paling tinggi setiap orangtua. Di antara kriteria anak yang shaleh
adalah beribadah secara benar dan teratur. Meskipun beribadah kepada Allah baru
diwajibkan bagi setiap muslim setelah ia dewasa namun sejak dini ia sudah
dipersiapkan untuk itu. Dengan demikian karakter yang sempurna akan terbina
sejak dini.
e.
Memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan anak
Kewajiban orangtua dalam
memelihara pertumbuhan dan perkembangan jasmani anak adalah agar orangtua
melakukan kewajibannya yang seimbang antara pendidikan jasmani dan rohani.
Mulai dari pertumbuhan dan perkembangan sperma dan ovum sampai masa kelahiran,
dan sampai anak dewasa orangtua harus selalu menjaga dan mengontrol pertumbuhan
dan perkembangan anak demi menuju karakter yang baik.[12] Secara rinci, sesuai fungsi
serta tanggung jawab orangtua, peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknya
adalah:
1) Sumber dan pemberi rasa kasih
sayang
2) Pengasuh dan pemelihara
3) Tempat mencurahkan isi hati
4) Pengatur kehidupan dalam rumah
tangga
5) Pembimbing hubungan pribadi
6) Pendidik dalam segi-segi
emosional
Sedangkan peranan ayah dalam
pendidikan anak-anaknya yang lebih dominan adalah:
1) Sumber kekuasaan di dalam
keluarga
2) Penghubung intern keluarga
dengan masyarakat
atau dunia luar
3) Pemberi perasaan aman bagi
seluruh anggota keluarga
4) Pelindung terhadap ancaman dari
luar
5) Hakim atau yang mengadili jika
terjadi perselisihan
Banyaknya masalah yang muncul
dikalangan remaja dan anak-anak saat ini perlu rekonstruksi pendidikan nilai
secara dini dilakukan dalam keluarga terutama orangtua. Kemudian sekolah secara
formal oleh guru, maka perlu rekontruksi peran orangtua dan guru. Pendidikan
nilai dan spiritual di lingkungan keluarga dan sekolah memang diperlukan
berbagai inovasi guna mengatasi masalah yang dihadapi dan mengantisipasi
masalah yang mungkin muncul dimasa yang akan datang. Karena masalah besar hanya
mungkin dapat diatasi secara bersama-sama dan dengan koordinasi yang bagus,
maka perlu dipikirkan kemungkinan diciptakannya suatu bentuk kerjasama antara
sekolah dan keluarga dalam melaksanakan pendidikan nilai dan spiritual, yang
secara relative sesuai dengan tantangan masa kini dan masa yang akan dating.[14] Dengan demikian betapa pentingnya arti orangtua
dengan lembaga pendidikan dalam rangka tercapainya cita-cita yang diinginkan.
1.
Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Menurut kamus sosiologi dan kependudukan, peran
serta adalah partisipasi atau ikut andil dalam suatu kegiatan bersama.[15]
Artinya: Suatu yang menjadi bagian atau
memegang peran utama (dalam terjadinya suatu peristiwa). Sedangkan maksud
peranan dari judul di atas adalah suatu bagian yang diambil atau diperankan
oleh orang tua dan pengelola dalam pelaksanaan pendidikan anaknya untuk
memperoleh pengalaman agama dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Sebagaimana dinyatakan Tim Penulis Paket
Pelatihan Awal MBS untuk Sekolah dan Masyarakat. Para pakar sepakat bahwa ada
tujuh jenis peran serta orang tua dalam pembelajaran.
1.
Hanya sekedar
pengguna jasa pelayanan pendidikan yang tersedia. Misalnya, orang tua hanya
memasukkan anak ke sekolah dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah.
2.
Memberikan
kontribusi dana, bahan, dan tenaga, misalnya dalam pembangunan gedung sekolah.
3.
Menerima secara
pasif apa pun yang diputuskan oleh pihak yang terkait dengan sekolah, misalnya
komite sekolah.
4.
Menerima
konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan kepentingan sekolah. Misalnya,
kepala sekolah berkonsultasi dengan komite sekolah dan orang tua murid mengenai
masalah pendidikan, masalah pembelajaran matematika, dll. Dalam konsep MBS hal
yang keempat ini harus selalu terjadi.
5.
Memberikan
pelayanan tertentu. Misalnya, sekolah bekerja sama dengan mitra tertentu
seperti Komite Sekolah dan orang tua murid mewakili sekolah bekerjasama dengan
Puskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang perlunya sarapan pagi sebelum
sekolah, atau makanan yang bergizi bagi anak-anak.
6.
Melaksanakan kegiatan
yang telah didelegasikan atau dilimpahkan sekolah. Sekolah, misalnya, meminta
komite sekolah dan orang tua murid tertentu untuk memberikan penyuluhan kepada
masyarakat umum tentang pentingnya pendidikan atau hal-hal penting lainnya
untuk kemajuan bersama.
7.
Mengambil peran
dalam pengambilan keutusan pada berbagai jenjang. Misalnya orang tua siswa ikut
serta membicarakan dan mengambil keputusan tentang rencana kegiatan
pembelajaran di sekolah, baik dalam pendanaan, pengembangan dan pengadaan alat
bantu pembelajarannya.[16]
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
beberapa peranan bisa saja dilakukan oleh orang tua. Adapun peranan orang tua
secara garis besar dalam pendidikan anak adalah:
a. Peran serta orang tua sebagai
fasilitator
Adalah
suatu kenyataan bahwa orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya. Apabila
anak telah masuk sekolah, orang tua adalah mitra kerja yang utama bagi guru
anaknya. Bahkan sebagai orang tua mereka mempunyai berbagai peran pilihan yaitu
: orang tua sebagai pelajar, orang tua sebagai relawan, orang tua sebagai
pembuat keputusan, orang tua sebagai anggota tim kerjasama
guru-orang tua.[17]
Melalui
peran-peran tersebut memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka . Narasumber menyarankan agar orang tua
senantiasa berusaha menjadi advokat yang tangguh bagi anak. Bila sang anak
merasa terbebani atau tidak menyukai program yang dijalani, upayakan untuk
membicarakan hal tersebut pada guru dan pihak sekolah. Dengan menjadi advokat
yang tangguh bagi anak-anaknya, maka secara tidak langsung orang tua sudah
berperan aktif secara global. Mengapa ? karena orang tua sudah ikut membantu
meredam dengan kekritisan anak dalam memilih informasi-informasi dan hal-hal
baru dari luar, khususnya yang berhubungan dengan tumbuh kembang anak.[18]
b.
Peran serta orang tua dalam
meningkatkan program Sekolah
Hubungan
antara sekolah dan orang tua atau masyarakat pada hakekatnya adalah sarana yang
cukup mempunyai peranan yang menentukan dalam rangka usaha mengadakan pembinaan
pertumbuhan dan pengembangan murid-murid di sekolah. Ada suatu kebutuhan yang
sama antara keduanya, baik dilihat dari segi edukatif, maupun dilihat dari segi
psikologi. Hubungan antara sekolah dan orang tua lebih dibutuhkan dan lebih
terasa fungsinya, karena adanya kecendrungan perubahan dalam pendidikan yang
menekankan perkembangan pribadi dan sosial anak melalului pengalaman-pengalaman
anak di bawah bimbingan guru, baik di luar maupun di dalam sekolah. Perubahan
dalam pendidikan ini mengharuskan sekolah mengintegrasikan diri dengan orang
tua dan masyarakat.
Elsbree
menyatakan, bahwa ada tiga faktor sekolah harus melakukan hubungan dengan orang
dan masyarakat:
1.
Faktor perubahan sifat, tujuan dan
metode mengajar di sekolah
2.
Faktor masyarakat yang menuntut
adanya perubahan-perubahan dalam pendidikan di sekolah dan perlunya bantuan
masyarakat terhadap sekolah
3.
Faktor perkembangan ide demokrasi
bagi masyarakat terhadap pendidikan.
c.
Peran orang tua sebagai motivator
Diantara akhlak
seorang mukmin adalah berbicara dengan baik, mendengarkan pembicaraan dengan
tekun, bila berjumpa orang dia menyambut dengan wajah ceria dan bila berjanji
dia menepati. (HR. Adailami). Dalam pendidikan sosial, orang tua sangat
berperan untuk mengajarkan anak betapa pentingnya hidup dalam bermasyarakat dan
menjadikan anak itu adalah anak yang berjiwa sosial.
Penanaman jiwa
social pada anak tidak bisa dilakukan dalam waktu yang sebentar. Membutuhkan
waktu yang panjang untuk membangkitkan kesadaran anak untuk bisa bersimpati
terhadap orang lain. Hal yang paling mudah dilakukan oleh orang tua adalah
memberikan teladan kepada anaknya agar anak dengan mudah menirunya.
[3] A Rahman Ritonga, Akhlak Merakit
Hubungan Dengan Sesama Manusia, (Surabaya: PT Amelia, 2005), h. 25
[4]Amirsyahruddin,
Pola Pembinaan Pribadi, Keluarga Dan Umat Dalam Al Quran,(Padang,
Syamza offset, 1999), hal 55
[5]
Kementerian Agama RI, Al-quran dan terjmahnya, (CV penerbit diponegoro
2006), hal 334.
[6]Yusuf
Bin Abdillah At Turky, Beberapa Nasehat Untuk Keluarga Muslim,
(Riyadh:Islamic Propagation office in Rabwah, tt), hal. 22
[7]Abdullah
Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam (Kaidah-Kaidah Dasar),
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hal. 39-40
[10] M. Arifin, Hubungan Timbal Balik
Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), h. 7
[11] Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental dan
Peranannya dalam Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: IAIN Syahid Jakarta,
1984), h. 25
[13] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h 82
[17] Sutari Imam Barnadib, Pengantar
Ilmu Pendidikan Sistematis. Yokyakarta. 1989. Bumi Aksara. h 61
[18] Agnes
Tri Harjaninggrum, Peran Orang Tua dalam Membantu Tumbuh Kembang Anak
Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan. Jakarta. 2007.
Prenada. h 82
Tidak ada komentar:
Posting Komentar