Cari Blog Ini

Kamis, 31 Mei 2018

Orang Tua


A.    Orang Tua
1.      Pengertian Orang Tua
Lingkungan pertama dijumpai oleh anak adalah orangtua dan keluarga. Disinilah anak dibesarkan, belajar dan berinteraksi, sehingga lingkungan ini disebut lingkungan primer yang bersifat fundamental dan menentukan jati diri seorang anak. Keluarga sebagai lembaga sosial yang paling primer dan penentu karakter diri seseorang. Orangtua umumnya dan ibu atau bapak khususnya serta adik kakak dan/atau sanak keluarga amat menentukan karakter dasar seseorang. Oleh sebab itu. Keluarga dan kehidupannya tidak boleh disepelekan dan diabaikan kaitannya dengan pendidikan dan pembinaan karakter anak.
Bagaimanapun canggihnya dan globalnya kehidupan dunia ini peranan orangtua tetap merupakan faktor penting dalam pembinaan karakter anak-anaknya. Keberadaan pengasuh ataupun sekolah sekalipun tidak cukup diserahkan untuk pembinaan nilai dan karakter keluarga.[1] Keluarga merupakan pusat ketenangan hidup dan pangkalan yang paling vital. Keluarga sebagai pusat pendidikan dan pusat kebudayaan serta pusat agama, maka hubungan antar anggota keluarga harus selalu harmonis dan terpadu serta penuh kegotong-royongan. Setiap anggota keluarga harus merasakan ketenangan, kegembiraan, kenyamanan, dan keamanan dalam keluarga itu. Sebaliknya bila keluarga mulai retak, apalagi broken home maka disitulah sumber dari kenakalan anak.[2]
Orangtua dalam lingkungan keluarga memiliki kewajiban mendidik anak sehingga terbentuk karakter yang baik. Orangtua secara kodrati, langsung menjadi pemimpin dalam rumah tangga, tugasnya sebagai pemimpin diantaranya ialah membina karakter anak menjadi lebih baik.[3]
2.      Tugas Orang  Tua
Menurut Amirsyahruddin dalam mendidik anak, orang tua harus mengetahui tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu. Sehingga pendidikan anak akan lebih terarah kedepannya. Orang tua yang terlebih dahulu menjadi teladan, berakhlak baik, beriman, dan berbuat amal shaleh serta memperhatikan anaknya, hal tersebut adalah kunci utama keberhasilan dalam melaksanakan pendidikan Islam dalam keluarga.[4] Oleh karena anak merupakan  amanah bagi orang tuanya  yang nanti amanah tersebut akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anak sehingga berakhlak sesuai dengan yang diajarkan di dalam Al-Qur’an dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana Allah berfirman  dalam surat al Ahzab ayat 21;
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur
 tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-ahzab: 21)[5]

Menurut Yusuf Bin Abdillah At Turky bahwa mendidik anak meluputi mengesakan Allah, menjaga fitrah mereka dari noda-noda syirik dan dosa, mengajarkan rukun iman, rukun Islam, dan ihsan, sehingga mereka menjadi teladan dan contoh hidup untuk seorang muslim dan muslimah.[6] Sejalan dengan hal itu Abdullah Nashih Ulwan juga menegaskan bahwa tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anak adalah mengajarkan anak akan tiga hal. Yaitu mencintai Allah dan Rasulnya, mengajarkan akhlakul karimah serta mencintai ahli baitnya.[7] Maka untuk mewujudkan hal tersebut seharusnya orang tua memasukkan anak mereka ke sekolah yang baik, memilihkan pergaulan yang baik agar anak memperoleh pendidikan iman, moral, jasmani, psikis dan intelektual yang Islami.
Pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam itu akan mampu mengantarkan anak sampai kepada akidah yang mantap, akhlak yang mulia, fisik yang kuat dan memiliki pemikiran serta pengetahuan yang matang. Yang akhirnya anak akan mengembalikan kewajiban orang tua yang telah didapatkan semasa kecil menjadi hal yang layak didapatkan oleh orang tua dari anaknya yaitu dengan membalas kebaikan orang tuanya dengan berbuat baik kepada orang tuanya.
 Maka dapat dipahami bahwa sangat pentingnya perhatian dan dukungan orang tua kepada anaknya. Terutama dalam hal mendidik anak, bukan hanya sekedar memberi motivasi dan apresiasi saja, tapi sudah menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua untuk menjaga kelangsungan pendidikan anak. Bagi anak pun akan menambah semangat yang luar biasa dalam mengikuti pembelajaran ini jika orang tuanya bangga dengan apa yang dipelajarinya dan selalu memperhatikan proses pembelajarannya.

Maka semangat yang luar biasa itu akan timbul dari jiwa anak karena motivasi pertama yang didapatinya adalah dari orang tua di rumahnya. Ketika anak telah dimasukkan ke sekolah, orang tua tidak berlepas tangan begitu saja, banyak kewajiban yang mesti dilakukan, seperti memperhatikan kelancaran proses belajar mengajar anaknya, menanyai pelajaran apa yang telah didapatkan dari sekolah, memberikan motivasi dengan reward dan funisman yang manusiawi, menunaikan kewajiban SPP dan lain-lain.
Begitu juga di sekolah tempat anak sebagai peserta didik menimba ilmu dari gurunya, haruslah memperhatikan pendidikan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhannya. Memperhatikan kelancaran PBM, sarana prasarana dan sebagainya. Maka sangat diperlukan kerjasama yang baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Keseimbangan antara semua elemen tersebut akan  menciptakan output yang  berkualitas.
3.      Kewajiban Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Salah satu kewajiban orangtua terhadap anak yang tak kalah pentingnya adalah memberi tuntunan moral atau adab (budi pekerti) yang baik. Rasulullah selalu menekankan tentang keutamaan mendidik anak dengan pendidikan budi pekerti (akhlak) yang terpuji. Hasbi Ash Syiddiq menjelaskan bahwa “Islam menuntut supaya ibu bapak mendidik anak-anaknya dengan pendidikan keagamaan dan keluhuran budi serta kecerdasan akal dan otak dengan berbagai ilmu pengetahuan”.[8]
Dari kutipan diatas jelaslah bahwa di samping orangtua berkewajiban mendidik anaknya agar memiliki akhlak yang terpuji orangtua juga mendidik anak agar memiliki ilmu pengetahuan agama (Islam) serta mengamalkannya. Perbaikan karakter melalui pendidikan agama yang diberikan di lingkungan keluarga, bertujuan untuk menanamkan dasar-dasar kepribadian muslim dan mempunyai keimanan yang kokoh, yang menunjukkan ketaatan dalam melaksanakan perintah Tuhan serta menghentikan larangan-Nya sehingga terbentuk karakter yang baik dan tangguh. Maka perlu dibimbing dan dibina dengan memperhatikan contoh teladan yang baik kepadanya, sehingga anak melihat gambaran yang benar secara nyata.
Orangtua berkewajiban mendidik anaknya sehingga terbentuk karakter yang sesuai dengan norma agama. Tetapi apabila orangtua merasa kurang mampu dalam melakukan pembinaan karakter anak, maka dalam hal ini antara orangtua dan sekolah perlu adanya kerjasama yang baik. Hasan Langgulung menyatakan: “Orangtua bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat yang berusaha menyadarkan dan memelihara anak-anaknya”.[9] Kutipan diatas menyatakan bahwa untuk menyadarkan dan memelihara anak dari penyimpangan norma-norma, maka orangtua wajib menyerahkan anak-anak belajar berbagai ilmu pengetahuan dari gurunya agar cakrawala berpikir anak semakin luas dan berkembang. Hal ini sesuai dengan penjelasan M. Arifin: “Wajiblah atas ayah mendidik anak dan menyerahkannya kepada guru, maka bila tidak mau ataupun menetapkan anaknya dibawah asuhan guru, maka akan timbullah kerusakan pada semua anggota terutama pada lisannya”.[10]
Jadi orangtua berkewajiban untuk menyerahkan anaknya belajar berbagai ilmu pengetahuan dari guru-gurunya untuk pembentukan lidahnya supaya pasif berbicara baik sehingga membawa kepada karakter baik dalam dirinya. Walaupun orangtua telah menyerahkan anaknya kepada guru, namun bukan terlepas semua tanggung jawab orangtua terhadap anaknya, karena waktu anak di sekolah bersama dengan guru sungguh sangat terbatas, maka disini sangat besar arti dalam pengontrolan anak-anaknya, lebih-lebih lagi dalam masalah penguasaan dan pengamalan agama bagi anak. Bahkan dia harus didorong aktif untuk dapat sesuai dengan pengetahuannya.
Dalam melaksanakan tugas orangtua sebagai pemimpin dalam keluarga membentuk anak dapat dilakukan melalui:
a.       Keteladanan
Secara umum, pakar kejiwaan berpendapat bahwa pada masa-masa usia awal seorang anak cenderung meniru dan mencontoh apa yang ditangkap oleh indera jasmaninya. Orangtua sebagai lingkungan pertama menjadi sumber rujukan seorang dalam bertindak. Anak banyak meniru apa yang ia tangkap dari perilaku orangtua. Oleh sebab itu, orangtua harus memperagakan perbuatan, perkataan maupun sikap yang baik didepan anaknya.
Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa orangtua adalah Pembina pribadi pertama terhadap anak. Pribadi disini merupakan sebuah karakter dari orangtua seperti sikap, watak, cara hidup, dan perkataannya secara tidak langsung merupakan unsur pendidikan yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam diri anak sehingga menjadi sebuah karakter. Perlakuan orangtua terhadap anaknya merupakan unsur pembinaan karakter anak.[11]
b.        Pembiasaan
Para sosiolog dan psikolog berpendapat bahwa upaya yang paling sulit adalah membiasakan yang tidak biasa dan meninggalkan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan. Berangkat dari teori itu untuk membina karakter anak dilakukan melalui pembiasaan yang berkesinambungan dan secara serius. Kebiasaan baik yang dilakukan orangtua dalam rangka mendidik anak akan mempengaruhi karakternya sampai dewasa sehingga karakternya yang baik menjadi kokoh melalui pembiasaan yang dilakukannya. Pembiasaan yang dilatih orangtua pada anaknya menjadi berbudi pekerti baik dengan menyayangi teman, membantu teman, berterima kasih kepada setiap yang menolongnya, mengucap salam dan berjabat tangan dengan sesama, menghormati orang yang lebih tua, dan sebagainya.
c.         Bersikap adil kepada anak-anak
Setiap anak membutuhkan belaian kasih dari orangtua. Jika kasih sayang yang diberikan orangtua kepada anaknya tidak sama, maka akan terjadi kecemburuan antara sesama anak yang akhirnya menimbulkan sikap nakal, pembangkang, pelawan terhadap orangtua. Keadaan lingkungan anak seperti ini jika terus dibiarkan menimbulkan dampak negative bagi ketenteraman keluarga. Hasil pengamatan dan analisis para ahli kejiwaan, menginformasikan bahwa di antara penyebab maraknya kenakalan remaja adalah ketidaksenangan si anak melihat sikap ketidakadilan orangtua dalam memberikan perhatian terhadap anaknya. Tujuan yang diharapkan dengan keadilan ini adalah agar anak-anak ke depan menjadi anak yang jujur dan berbakti kepada orangtuanya dan kepada masyarakat dimana ia hidup.
d.        Mengajari dan menyuruh anak beribadah
Anak yang shaleh menjadi dambaan yang paling tinggi setiap orangtua. Di antara kriteria anak yang shaleh adalah beribadah secara benar dan teratur. Meskipun beribadah kepada Allah baru diwajibkan bagi setiap muslim setelah ia dewasa namun sejak dini ia sudah dipersiapkan untuk itu. Dengan demikian karakter yang sempurna akan terbina sejak dini.
e.         Memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak
Kewajiban orangtua dalam memelihara pertumbuhan dan perkembangan jasmani anak adalah agar orangtua melakukan kewajibannya yang seimbang antara pendidikan jasmani dan rohani. Mulai dari pertumbuhan dan perkembangan sperma dan ovum sampai masa kelahiran, dan sampai anak dewasa orangtua harus selalu menjaga dan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan anak demi menuju karakter yang baik.[12] Secara rinci, sesuai fungsi serta tanggung jawab orangtua, peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknya adalah:
1)      Sumber dan pemberi rasa kasih sayang
2)      Pengasuh dan pemelihara
3)      Tempat mencurahkan isi hati
4)      Pengatur kehidupan dalam rumah tangga
5)      Pembimbing hubungan pribadi
6)      Pendidik dalam segi-segi emosional
Sedangkan peranan ayah dalam pendidikan anak-anaknya yang lebih dominan adalah:
1)      Sumber kekuasaan di dalam keluarga
2)      Penghubung intern keluarga dengan masyarakat
        atau dunia luar
3)      Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga
4)      Pelindung terhadap ancaman dari luar
5)      Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan
6)      Pendidik dalam segi-segi rasional[13]
Banyaknya masalah yang muncul dikalangan remaja dan anak-anak saat ini perlu rekonstruksi pendidikan nilai secara dini dilakukan dalam keluarga terutama orangtua. Kemudian sekolah secara formal oleh guru, maka perlu rekontruksi peran orangtua dan guru. Pendidikan nilai dan spiritual di lingkungan keluarga dan sekolah memang diperlukan berbagai inovasi guna mengatasi masalah yang dihadapi dan mengantisipasi masalah yang mungkin muncul dimasa yang akan datang. Karena masalah besar hanya mungkin dapat diatasi secara bersama-sama dan dengan koordinasi yang bagus, maka perlu dipikirkan kemungkinan diciptakannya suatu bentuk kerjasama antara sekolah dan keluarga dalam melaksanakan pendidikan nilai dan spiritual, yang secara relative sesuai dengan tantangan masa kini dan masa yang akan dating.[14]  Dengan demikian betapa pentingnya arti orangtua dengan lembaga pendidikan dalam rangka tercapainya cita-cita yang diinginkan.
1.      Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Menurut kamus sosiologi dan kependudukan, peran serta adalah partisipasi atau ikut andil dalam suatu kegiatan bersama.[15]  Artinya: Suatu yang menjadi bagian atau memegang peran utama (dalam terjadinya suatu peristiwa). Sedangkan maksud peranan dari judul di atas adalah suatu bagian yang diambil atau diperankan oleh orang tua dan pengelola dalam pelaksanaan pendidikan anaknya untuk memperoleh pengalaman agama dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana dinyatakan Tim Penulis Paket Pelatihan Awal MBS untuk Sekolah dan Masyarakat. Para pakar sepakat bahwa ada tujuh jenis peran serta orang tua dalam pembelajaran.
1.      Hanya sekedar pengguna jasa pelayanan pendidikan yang tersedia. Misalnya, orang tua hanya memasukkan anak ke sekolah dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah.
2.      Memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga, misalnya dalam pembangunan gedung sekolah.
3.      Menerima secara pasif apa pun yang diputuskan oleh pihak yang terkait dengan sekolah, misalnya komite sekolah.
4.      Menerima konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan kepentingan sekolah. Misalnya, kepala sekolah berkonsultasi dengan komite sekolah dan orang tua murid mengenai masalah pendidikan, masalah pembelajaran matematika, dll. Dalam konsep MBS hal yang keempat ini harus selalu terjadi.
5.      Memberikan pelayanan tertentu. Misalnya, sekolah bekerja sama dengan mitra tertentu seperti Komite Sekolah dan orang tua murid mewakili sekolah bekerjasama dengan Puskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang perlunya sarapan pagi sebelum sekolah, atau makanan yang bergizi bagi anak-anak.
6.      Melaksanakan kegiatan yang telah didelegasikan atau dilimpahkan sekolah. Sekolah, misalnya, meminta komite sekolah dan orang tua murid tertentu untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat umum tentang pentingnya pendidikan atau hal-hal penting lainnya untuk kemajuan bersama.
7.      Mengambil peran dalam pengambilan keutusan pada berbagai jenjang. Misalnya orang tua siswa ikut serta membicarakan dan mengambil keputusan tentang rencana kegiatan pembelajaran di sekolah, baik dalam pendanaan, pengembangan dan pengadaan alat bantu pembelajarannya.[16]
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa peranan bisa saja dilakukan oleh orang tua. Adapun peranan orang tua secara garis besar dalam pendidikan anak adalah:
a.       Peran serta orang tua sebagai fasilitator
Adalah suatu kenyataan bahwa orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya. Apabila anak telah masuk sekolah, orang tua adalah mitra kerja yang utama bagi guru anaknya. Bahkan sebagai orang tua mereka mempunyai berbagai peran pilihan yaitu : orang tua sebagai pelajar, orang tua sebagai relawan, orang tua sebagai pembuat keputusan, orang tua sebagai anggota tim kerjasama guru-orang tua.[17]
Melalui peran-peran tersebut memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka . Narasumber menyarankan agar orang tua senantiasa berusaha menjadi advokat yang tangguh bagi anak. Bila sang anak merasa terbebani atau tidak menyukai program yang dijalani, upayakan untuk membicarakan hal tersebut pada guru dan pihak sekolah. Dengan menjadi advokat yang tangguh bagi anak-anaknya, maka secara tidak langsung orang tua sudah berperan aktif secara global. Mengapa ? karena orang tua sudah ikut membantu meredam dengan kekritisan anak dalam memilih informasi-informasi dan hal-hal baru dari luar, khususnya yang berhubungan dengan tumbuh kembang anak.[18]
b.      Peran serta orang tua dalam meningkatkan program Sekolah
Hubungan antara sekolah dan orang tua atau masyarakat pada hakekatnya adalah sarana yang cukup mempunyai peranan yang menentukan dalam rangka usaha mengadakan pembinaan pertumbuhan dan pengembangan murid-murid di sekolah. Ada suatu kebutuhan yang sama antara keduanya, baik dilihat dari segi edukatif, maupun dilihat dari segi psikologi. Hubungan antara sekolah dan orang tua lebih dibutuhkan dan lebih terasa fungsinya, karena adanya kecendrungan perubahan dalam pendidikan yang menekankan perkembangan pribadi dan sosial anak melalului pengalaman-pengalaman anak di bawah bimbingan guru, baik di luar maupun di dalam sekolah. Perubahan dalam pendidikan ini mengharuskan sekolah mengintegrasikan diri dengan orang tua dan masyarakat.
Elsbree menyatakan, bahwa ada tiga faktor sekolah harus melakukan hubungan dengan orang dan masyarakat:
1.      Faktor perubahan sifat, tujuan dan metode mengajar di sekolah
2.      Faktor masyarakat yang menuntut adanya perubahan-perubahan dalam pendidikan di sekolah dan perlunya bantuan masyarakat terhadap sekolah
3.      Faktor perkembangan ide demokrasi bagi masyarakat terhadap pendidikan.
c.       Peran orang tua sebagai motivator
Diantara akhlak seorang mukmin adalah berbicara dengan baik, mendengarkan pembicaraan dengan tekun, bila berjumpa orang dia menyambut dengan wajah ceria dan bila berjanji dia menepati. (HR. Adailami). Dalam pendidikan sosial, orang tua sangat berperan untuk mengajarkan anak betapa pentingnya hidup dalam bermasyarakat dan menjadikan anak itu adalah anak yang berjiwa sosial.





Penanaman jiwa social pada anak tidak bisa dilakukan dalam waktu yang sebentar. Membutuhkan waktu yang panjang untuk membangkitkan kesadaran anak untuk bisa bersimpati terhadap orang lain. Hal yang paling mudah dilakukan oleh orang tua adalah memberikan teladan kepada anaknya agar anak dengan mudah menirunya.


[1] Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral, (Bandung: PT Alfabeta, 2007), h. 131
[2]  Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), h. 16
[3] A Rahman Ritonga, Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia, (Surabaya: PT Amelia, 2005), h. 25
[4]Amirsyahruddin, Pola Pembinaan Pribadi, Keluarga Dan Umat Dalam Al Quran,(Padang, Syamza offset, 1999), hal 55
[5] Kementerian Agama RI, Al-quran dan terjmahnya, (CV penerbit diponegoro 2006), hal 334.
[6]Yusuf Bin Abdillah At Turky, Beberapa Nasehat Untuk Keluarga Muslim, (Riyadh:Islamic Propagation office in Rabwah, tt), hal. 22
[7]Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam (Kaidah-Kaidah Dasar), (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hal. 39-40
[8] Hasbi Ash Syiddiqy, Koleksi Hadis-hadis Hukum, (Bandung: Al-Ma’arif, 1979), jilid ke-2, h. 386
[9] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), h.88
[10] M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 7
[11]  Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental dan Peranannya dalam Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: IAIN Syahid Jakarta, 1984), h. 25
[12]  A. Rahman Ritongan, Op.cit, h. 40
[13] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h 82
             [14] Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 133
[15] G. Saputra Karto & Hartini. Kamus Sosiologi dan Kependudukan. Jakarta 1992. Bumi Aksara. h 296

[16] Tim Penulis Paket Pelatihan Awal MBS untuk Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta:2003), hal 1-2
[17] Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yokyakarta. 1989. Bumi Aksara. h 61
[18] Agnes Tri Harjaninggrum, Peran Orang Tua dalam Membantu Tumbuh Kembang Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan. Jakarta. 2007. Prenada. h 82


Tidak ada komentar: