1. Pengertian Pengelolaan
Pengelolaan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah proses, cara dalam melakukan
kegiatan tertentu dengan menggerakkan atau menggunakan tenaga orang lain.[1] Artinya adalah
proses membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi serta memberikan
pengawasan terhadap semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan
pencapaian tujuan. Menurut buku pedoman penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah
pengelolaan didefinisikan sebagai penyelenggaran pendidikan keagamaan yang
dikelola secara terprogram.[2] Pendidik
hendaknya memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran yang sehat jasmani dan
rohani serta memiliki kemampuan dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Sedangkan
tenaga kependidikan terdiri dari kepala Madrasah
Diniyah Taklimiyah, majelis guru, tenaga administrasi (TU) dan tenaga
kepustakaan.
Perintisan, pertumbuhan dan
perkembangan dilakukan oleh pengelola, pengelola harus tetap mengakomodasi
berbagai bentuk-bentuk inovasi dari masyarakat dengan tetap memperhatikan kebutuhan,
keunggulan dan keistimewaan masing-masing. Penyelenggaraan Madrasah Takmiliyah
tidak mengharuskan adanya badan lembaga hukum resmi sebagai penyelenggara dewan
seperti SD/MI, SMP/ MTs, SMA/MA atau lembaga formal lainnya, sehingga madrasah
ini bisa dikelola oleh siapa saja baik perorangan ataupun lembaga. Jika dilihat
dari sisi pengelolanya Madrasah Diniyah Takmiliyah dikelola oleh tiga jenis
penyelenggara. Yaitu;
a. Madrasah Diniyah Takmiliyah yang delenggarakan oleh
sekumpulan orang di masyarakat yang berkompeten untuk menjalankan visi dan misi pendidikan.
b. Madrasah Diniyah Takmiliyah yang diselenggarakan di dalam
pesantren.
c. Madrasah Takmiliyah yang diselenggarakan di lingkungan
lembaga pendidikan formal, baik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan sederajat.
Ketiga jenis pengelola di atas mempunyai keleluasaan
dalam teknis pelaksanaan pendidikannya dengan tetap berpedoman pada ketentuan
dasar yang ditetapkan baik dari segi, tingkat pendidikan, kurikulum maupun
sistem administrasi dan ketatausahaannya. Ketentuan dasar yang mengikat itu
adalah tujuan pendidikan baik dari sisi agama dan juga secara nasional.
Pendidikan non formal ini dikelola secara desentralisasi oleh masyarakat yang
pertanggungjawabannya tetap dilaporkan kepada pemerintah melalui lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan seperti Kemenag dan Diknas.
Sebagaimana dijelaskan H. Fuad Hasan dalam bukunya
dasar-dasar kependidikan bahwa penanggung jawab utama pendidikan nasional
adalah presiden, sedangkan pengelolaannya diserahkan secara desentralisasi yang
diatur sebagai berikut;
a.
Pengelolaan sistem pendidikan
nasional pada umumnya deserahkan oleh presiden kepada departemen atau menteri
yang bertanggung jawab atas pendidikan.
b.
Dalam hal tertentu, pengelolaan
pendidikan nasional mengandung kekhususan, diantaranya bidang keagamaan dan
kedinasan yang merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional,
diserahkan oleh presiden kepada departemen
atau badan pemerintah lainnya.
c.
Dalam mengelolaan pendidikan
nasional presiden dibantu oleh dewan pendidikan nasional, yang anggotanya
terdiri dari waki-wakil pengelola dan unsure-unsur masyarakat. Dewan pendidikan
nasional berfungsi sebagai penasehat presiden untuk masalah-masalah penddikan
nasional, juga penasehat badan kerjasama antara pengelola pendidikan nasional.[3]
Perguruan swasta
nasional adalah lembaga yang mengabdikan
dirinya terhadap pendidikan nasional, yang didirikan dan diselenggarakan oleh
masyarakat, berhak mengatur hidupnya sendiri sejauh tidak bertentangan dengan
dasar, tujuan, dan fungsi pendidikan nasional. Perguruan swasta sejenis dan
sederajat dengan sekolah-sekolah pemerintah dengan syarat tertentu dapat diakui
sama dengan sekolah negeri. Masalah untuk pengakuan diatur dalam peraturan
akreditasi yang mencakup pembakuan dan standarisasi minimal mengenai kurikulum,
ketenagaan, sarana dan prasarana.
Hak dan kewajiban anak didik di sekolah swasta maupun
negeri adalah sama, oleh karena itu berdasarkan persyaratan yang berlaku perguruan swasta pun mendapat anggaran
pendidikan sebagai kategori subsidi dari pemerintah. Perguruan-perguruan agama
dan kedinasan juga merupakan bagian yang integral dari sistem pendidikan
nasional. Demi kelancaran proses pelaksanaan pendidikan nasional berdasarkan
Bhineka Tunggal Ika maka dilakukan secara desentralisasi.
Berdasarkan buku panduan penyelenggaraan Madrasah
Takmiliyah, setelah Madrasah Diniyah Takmiliyah didirikan, dapat melakukan
kegiatan pendidikan dengan terpenuhinya syarat izin operasional, yang secara
teknis telah diatur oleh kantor kementrian agama tingkat wilayah/ provinsi
dengan memperhatikan kebutuhan dan dinamika masyarakat. Syarat-syarat itu
adalah sebagai berikut;
a. Tersedia tenaga pengelola, yaitu kepala sekolah dan
majelis guru serta tenaga administrasi.
b. Tersedia tempat belajar dan kelengkapannya.
c. Tersedia calon santri yang sekurang-kurangnya 15 orang.
d. Bersedia dan sanggup menyelenggarakan madrasah diniya Takmiliyah
dibuktikan dengan surat penyataan dari kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah.[4]
2. Tugas Pengelola Madrasah Diniyah Takmiliyah
Awaliyah
Pengelola
Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah
(MDTA) memiliki tugas yang sangat penting
untuk terlaksananya program pendidikan yang dilakukan. Tanpa pengelolaan yang
baik lembaga tersebut akan berjalan apa adanya dan tidak membawa peningkatan
sebagaimana mestinya. Tujuan pendidikan yang akan dicapai pun jauh dari yang
diharapkan. Maka dari itu sebagai pengelola, pihak tersebut harus menyadari dan
memahami tugasnya sebagai penyelenggara. Khusus untuk pendidikan informal
Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah pengelola berasal dari masyarakat itu
sendiri yang mampu mengembaninya dan memiliki peran yang sangat penting dalam
menjalankan program pendidikan yang diamanahi oleh masyarakat secara umum.
Struktur pengelola terdiri dari yayasan, pengelola inti yang tugasnya sama
dengan dewan pendidikan atau komite dalam sekolah pemerintah, majelis guru dan
orang tua serta lingkungan sekitarya.
Menurut
undang-undang Kepmendiknas no 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 yang dikutip oleh
Hamzah B.Uno dalam bukunya Profesi Kependidikan, problema, solusi dan reformasi
pendidikan di Indonesia tentang dewan pendidikan dan komite sekolah,
menjelaskan peran pengelola sekolah/madrasah adalah sebagai advisory agency, supporting agency, controlling agency dan mediator.[5]
Uraiannya sebagai berikut;
a. Advisory agency
(pemberi pertimbangan), pengelola berperan sebagai pemberi masukan dan
pengawasan terhadap pendidikan yang akan berlangsung, yang sedang berlangsung
dan evaluasi yang didapatkan, keputusan dari pengelola akan menjadi batu loncatan
kemajuan madrasah kedepan.
b. Supporting agency
(pendukung layanan kegiatan pendidikan), pengelola memiliki tugas yang sangat
penting dalam melaksanakan amanahnya,
yaitu sebagai pendukung layanan kegiatan pendidikan. Pengelola harus membuat
rancangan dan rencana pendidikan selanjutnya, akan dibawa pendidikan yang
sedang dikelola. Menyiapkan semua kebutuhan pendidikan baik dari segi
operasional maupun dari segi kesejahteraan tenaga pendidiknya.
c. Controlling agency
(pengontrol kegiatan layanan pendidikan), selama proses pendidikan berlangsung,
pengelola bertugas mengawasi proses belajar mengajar. Melakukan penilaian dan
supervisi bagi tenaga pendidik, sehingga diketahui diantara pendidik yang
membutuhkan pelatihan dan bimbingan. Pengelola merespon dampak positif dan
negativ yang timbul dari internal madrasah dan menjadi bahan pertimbangan bagi
pengelola untuk menentukan langkah dan kualitas pendidikannya selanjutnya.
d. Mediator
(penghubung atau pengait tali silaturrahim antara masyarakat dengan lembaga dan
pemerintah), selain tugas-tugas di atas, ada tugas yang tidak kalah penting
yang harus dilakukan oleh pengelola adalah membangun hubungan baik dengan orang
tua wali peserta didik dan lingkungan masyarakat sekitar. Bagi orang tua dan
masyarakat mempercayakan pendidikan anaknya di madrasah, sebagai sarana yang
bisa membantu dan menggembleng agar searah dengan tuntunan pendidikan Islam dan
pendidikan nasional. Keterlibatan orang tua dan masyarakat tidak dapat
diabaikan karena pendidikan dari mereka dan akan kembali mengabdi ke masyarakat
kembali. Pengelola yang cakap akan memanfaatkan segala peluang pendidikan yang
bisa diambil dari orang tua dan lingkungan masyarakat. Maka dari itu membangun
kerjasama yang baik akan membantu kemajuan madrasah itu sendiri, karena adanya
kesadaran dan keikhlasan untuk memajukan pendidikan dari lingkunangan itu
sendiri.
3. Tanggung Jawab Pengelola Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA)
Untuk
dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, pihak sekolah/ madrasah dapat
dilakukan dengan metode menarik perhatian masyarakat melalui mutu pendidikan
yang dihasilkan oleh pihak lembaga. Artinya hubungan akrab tersebut dimulai dengan cara memajukan
kualitas pendidikan. Maka pihak
sekolah harus dapat membina kerjasama dengan
orang tua dan masyarakat, menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan bagi
peserta didik dan warga sekolah.
Oleh
sebab itu komponen-komponen tersebut perlu bersinergi untuk mencapai satu
tujuan, yaitu meningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan pengembangan
masyarakat. Maka perlu pengelola melaksanakan tugas-tugas sebagai tanggung
jawab yang besar yang akan dipertanggungjawabkan kepada lembaga pengawas yang ditunjuk
pemerintah, terutama kepada Allah SWT.
Adapun
peran pengelola madrasah dalam pendidikan anak didiknya adalah sebagai berikut;
a. Penyusunan rencana dan program.
Sebagai ujung tombak dalam pendidikan,
madrasah bertanggung jawab menentukan kebijakan sekolah/madrasah dalam
melaksanakan kebijakan pendidikan sesuai dengan arah, tujuan dari kebijakan
pendidikan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sebagai penyelenggara dan pengelola kebijakan
penddikan nasional, sekolah/madrasah bertugas menjabarkan kebijakan pendidikan
nasional menjadi program-program operasional penyelenggaraan pendidikan di
masing-masing lembaganya.
Program-program ini terdiri dari
penyusunan dan pelaksanaan rencana kegiatan mingguan, bulanan, semesteran dan
tahunan yang sesuai dengan arah
kebijakan serta kurikulum yang telah ditetapkan, baik tingkat pusat, provinsi, maupun
kabupaten/kota. Setiap rencana dan
program yang disusun serta dilaksanakan di sekolah harus mengacu pada standar
pelayanan minimum yang telah diterapkan untuk kabupaten/kota serta standar
teknis yang diterapkan untuk masing-masing satuan pendidikan.
Rencana yang paling utama yang akan
dirancang adalah penyususnan kurikulum sebab kurikulum merupakan unsur
elementer dalam pendidikan selain pendidik dan peserta didik. Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi, tujuan dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan. Fungsi utamanya adalah sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah
yang berlaku sekarang ini adalah kurikulum madrasah diniyah tahun 1983 yang
diadaptasikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang didasarkan
pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
dalam PP No. 19 tahun 2005
tentang Standar Pendidikan Nasional dan
PP No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Kurikulum
Madrasah Diniyah Takmiliyah disusun
sesuai dengan jenjang pendidikan yang ada. Yaitu;
1. Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah
Awaliyah (MDTA) yang ditempuh selama 4 tahun masa belajar, dari kelas 1 hingga
kelas 4 dengan jam 18 jam seminggu.
2. Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah
Wustha (MDTW) yang ditempuh selama 2 tahun masa belajar yaitu kelas 1 dan kelas
2, dengan jam pelajaran 18 jam seminggu.
3. Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah
Ulya (MDTU) yang ditempuh selama 2 tahun masa belajar, yaitu kelas 1 dan kelas
2 dengan jam pelajaran 18 jam seminggu[6].
Pembahasan ini akan dikhususkan pada
Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) agar lebih terarah kedepannya.
Penyusunan kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah
Awaliyah ini dijalankan dengan
mengembangkan prinsip-prinsip sebagai berikut;
1) Fleksibelitas, menitikberatkan pada
pengembangan materi dan metodologi yang digunakan dalam proses pembelajaran. Hal
yang perlu diperhatikan adalah bagaimana diperoleh plihan yang tepat agar
terjadi komunikasi yang baik antara guru
dan peserta didiknya, sehingga materi dapat dipahami dan mudah diserap.
2) Berorientasi pada tujuan, kegiatan
belajar mengajar harus berorientasi pada tujuan, pemilihan kegiatan dan
pengelaman belajar didasarkan pada ilmu pengetahuan dan perkembangan masyarakat yang didasarkan
pada sumber al-Quran dan Hadits serta tujuan pendidikan nasional.
3) Efektifitas dan efisiensi, struktur
Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah pada dasarnya merupakan pelengkap dari pendidikan agama
Islam yang diperoleh pserta didik dari pendidikan formal di sekolah, namun
menyelenggarakan pendidikan Madrasah Takmiliyah ini tidaklah mudah perlu
kecakapan khusus untuk mengelolanya.
4) Kontiniunitas, penyusunan kurikulum Madrasah
Diniyah Takmiliyah Awaliyah ini
dikembangkan dengan pendekatan
hubunga hirarki fungsional yang menghubungkan hingga ke tingkat atasnya. Oleh
sebab itu perencanaan belajar harus dibuat seoptimal dan sesistematis mungkin,
sehingga memungkinkan terjadinya proses peningkatan dan perluasan serta
pengalaman yang terus berkembang dari suatu pokok bahasan mata pelajaran yang
diajarkan.
5) Pendidikan seumur hidup, pendidikan
merupakan kewajiban utama bagi umat Islam, bahkan dalam ajaran Islam bahwa
pendidikan harus dialami oleh setiap orang selama masa hidupnya. Slogan
pendidikan seumur hidup pun melekat sebagai jati diri umat Islam. Oleh sebab
itu pendidikan dari usia dini, madrasah diniyah taklimiyah selain dapat
memberikan pengalaman dan pengetahuan dan pengalaman keilmuan santri, juga
harus dikembangakan sebagai pendorong
utama bagi tumbuhnya semangat belajar
tiada henti untuk semua lapisan
masyarakat.
Struktur kurikulum adalah kerangka umum
program pengejaran yang diberikan pada tiap jenjang
dan tingkat pendidikan Penyusunan kurikulum Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah yang
meliputi:
1. Satuan mata pelajaran yang diberikan
pada Madrasah Diniyah Takmiliyah, berikut dengan frekwensi dan alokasi waktunya
2. Program pengembangan diri dan akhakul
karimah santri. Mata pelajaran yang diajarkan adalah[7];
No
|
Mata Pelajaran
|
MDTA
|
|||
Keagamaan
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
|
1
|
Al Quran
|
5
|
5
|
4
|
4
|
2
|
Hadits
|
1
|
1
|
2
|
2
|
3
|
Aqidah
|
1
|
1
|
1
|
1
|
4
|
Akhlak
|
2
|
2
|
2
|
2
|
5
|
Fiqh
|
4
|
4
|
4
|
4
|
6
|
Tarikh Islam
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Bahasa
|
|||||
7
|
B.Arab
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Muatan
local
|
|||||
8
|
a.
Arab melayu
b.
Imla’
c.
Dll
|
--
|
--
|
--
|
--
|
|
|
18
|
18
|
18
|
18
|
Ketentuan alokasi waktu untuk setiap
mata pelajaran diatas dapat dikumpulkan alokasi waktu untuk perkelas. Yaitu MDTA
kelas I adalah 30 menit dan MDTA Kelas 2-4 adalah 40 menit. Adapun program
pengembangan diri dan pembiasaan akhlakul karimah diberikan melalui
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler seperti lomba dan Perayaan Hari Besar Islam.
Setelah pembelajaran selesai perlu
adanya evaluasi kenaikan kelas dan ujian akhir untuk menerima sertifikat dari
Madrasah Diniyah Taklimiyah. Sistem evaluasi yang dapat dipakai bisa dalam
bentuk ulangan harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan ujian
akhir. Peserta didik yang telah mengikuti ujian akhir berhak mendapatkan
pengakuan dari Madrasah Diniyah Taklimiyah bahwa yang bersangkutan telah lulus
dan berhak mengikuti Khatam al Quran, yaitu semacam MTQ yang diikuti oleh
peserta didik kelas 4 yang mau lulus, perayaan Khatam al Quran melibatkan semua
elemen yang ada di Madrasah Diniyah Taklimiyah dan orang tua serta masyarakat
sekitarnya.
Hal yang juga sangat penting
direncanakan oleh pengelola adalah tentang persiapan melanjutkan generasi baru
peserta didik. Yaitu penerimaan peserta didik baru. Penerimaan murid baru
merupakan salah satu kegiatan yang pertama dilakukan. Biasanya dengan
mengadakan seleksi calon murid. Pengelolaan penerimaan murid baru ini harus
dilakukan dengan sedemikian rupa, sehingga kegiatan mengajar belajar sudah
dapat dimulai pada hari pertama setiap tahun ajaran baru.
Menurut Drs. Ismet Syarif yang dikutip
oleh B. Suryosubroto menjelaskan bahwa langkah-langkah penerimaan murid baru sebagai
berikut;
1. Membentuk panitia penerimaan murid baru,
2. Menentukan syarat pendaftaran calon,
3. Menyediakan formulir pendaftaran,
4. Pengumuman pendaftaran calon,
5. Menyediakan buku pendaftaran,
6. Waktu pendaftaran,
7. Penentuan calon yang diterima.[8]
Murid
yang baru perlu dicatat segera dalam
buku besar yang biasa disebut buku induk atau buku pokok. Catatan dalam buku
induk harus lengkap meliputi data dan identitas murid, dalamhal ini sebagian
data dapat diambil dari formulir pendaftaran. Buku induk merupakan kumpulan
daftar nama murid sepanjang masa dari mulai sekolah. Dsamping identitas murid,
dalam buku induk juga berisi prestasi belajar anak (daftar nilai rapor) dari
tahun ke tahun selama ia belajar di sekolah. Catatan dalam buku induk harus
bersih dan jelas dan ini merupakan tanggung jawab kepala sekolah/madrasah yang
penggarapannya bias diserahkan kepada pegawai sekolah.
Selain
buku induk juga dibutuhkan buku Klaper, yaitu buku induk memuat data murid yang
penting. Pengisiannya dapat diambil dari buku induk tetapi tidak selengkap buku
induk. Kegunaannya adalah untuk memudahkan mencari data murid, apalagi yang
belum diketahui nomor induknya. Ketika peserta didik baru telah memulai
pelajaran maka perlu dikenalkan tata tertib murid disekolah. Menurut instruksi
menteri pendidikan dan kebudayaan tanggal 1 Mei 1974 No. 14/U/1974, tata tertib
sekolah ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan sekolah sehari-hari
dan menganung sanksi terhadap pelanggarnya. Pada MDTA tata tertib ini bias
ditentukan oleh pengelola dalam musyawarah dengan majelis guru dan kemudian
diumumkan kepada peserta didik.
b. Penyusunan rencana anggaran pendapatan
dan belanja madrasah/ sekolah (RAPBM/S).
Sebagai pelaksana pendidikan yang
otonom, madrasah berperan dalam menyusun RAPBM setiap akhir tahun ajaran yang
digunakan pada tahun ajaran berikutnya. Dapat dirincikan bentuk-bentuk
pengeluaran untuk setiap tahunnya. Dari sisi pendapatan, seluruh jenis dan
sumber pendapatan mesti ditulis dalam RAPB, baik yang bersumber dari pemerintah
maupun donatur lainnya. Adapun administrasi keuangan yang harus dilengkapi
adalah;
a. Pengelolaan keuangan,
b. Pembukuan atas penerimaan dan
pengeluaran,
c. Pelaporan keuangan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.[9]
Dari
sisi belanja, Madrasah Diniyah Takmiliyah memerlukan anggaran untuk
operasional dan gaji guru. Anggaran operasional digunakan untuk melengkapi
sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk proses pendidikan seperti kebutuhan
terhadap alat-alat tulis, papan tulis, kursi, meja dan kelayakan bangunan
madrasah. Dana juga dianggarkan untuk pelaksanaan
acara lomba dan transportasi jika ada mengikuti perlombaan ke Madrasah Diniyah Takmiliya
Awaliyah lain begitu juga dengan
insentif guru. Penetapan gaji guru disepakati oleh pengelola sesuai dengan
kesanggupan dan kebutuhan saat ini yang
kemudian disampaikan kepada tenaga pendidik yang akan mengajar. Semua rencana
anggaran ini telah lebih dahulu harus dirancang oleh pengelola, orang tua dan
masyarakat disekitarnya.
c. Pelaksanaan program pendidikan.
Pendidikan dengan asas desentralisasi
saat ini bisa melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan yang
ingin dicapai. Pengelola pendidikan memiliki keleluasaan untuk menggunakan
sistem dan pendekatan pendidikan serta menfaatkan sumber-sumber daya pendidikan
sendiri asalkan sesuai dengan kebijakan dan standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat. Oleh karena kharakteristik peserta didik berbeda-beda maka
pendekatan pendidikan yang digunakan juga berbeda-beda untuk masing-masing anak
didik yang berlainan.
Maka dengan kondisi seperti itu,
Madrasah Diniyah Taklimiyah memiliki pengawas dari Kemenag dan yayasan yang
menjadi partner dalam penyelenggaraan pendidikan dapat melaksanakan fungsinya
sebagai penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan lingkungan masing-masing.
Berperan juga dalam mengadakan sumber-sumber daya pendidikan dalam rangka
melaksanakan fungsinya sebagai patner dari kepala madrasah dapat memberikan
fasilitas bagi guru-guru dan peserta didik untuk belajar sebanyak mungkin,
sehinggapembelajaran semakin efektif.
d. Akuntabilitas pendidikan.
Era demokrasi dan partisipasi sekarang
ini, akuntabilitas pendidikan tidak hanya berada di tangan pemerintah, bahkan
harus lebih banyak masyarakat sebagai stakeholder pendidikan. Dewan
pendidikan kota/kabupaten perlu menempatkan dirinya sebagai wakil masyarakat
untuk meminta pertanggungjawaban atas hasil pendidikan untuk mencapai prestasi
belajar peserta didik pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Dalam hal ini pihak madrasah diberi kesempatan
menyampaikan permasalahan pendidikan kepada lembaga pengawas untuk mendapatkan
penyelesaiannya dan juga berhak memberitahukan kepada orang tua wali peserta
didik tentang kepuasan dan ketidakpuasan masyarakat tentang pendidikan yang
berlangsung di madrasah atau Kemenag. Maka
dari itu sangat diperlukan akuntabilitas pendidikan yang dibuat oleh peraturan
daerah kota/kabupaten masing-masing.
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional, 2009), hal. 798
[2]Direktorat
Pendidikan Diniyah, Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Taklimiyah,(Jakarta:
Dirjen Pendidikan Islam dan Pondok Pesantren, 2012), hal. 8
[3]
Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan: Komponen MKDK, ( Jakarta: PT Asadi Mahasatya,
2008) hal. 134
[4]
Direktorat Pendidikan Diniyah, Op.cit. hal. 15-16
[5]Hamzah
B.Uno, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 92
[8]
Drs. Suryosubroto, Menajemen Pendidikan Sekolah,( Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2004), hal. 74-78
[9] Direktorat Jendral, Op.Cit. hal 41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar