A.
Metode
Pembelajaran Modern di Sekolah
Institusi sekolah pertamakali
diperkenalkan di Indonesia
oleh bangsa Portugis pada permulaan abad ke-16.[1]
Se-abad kemudian VOC mendirikan sekolah pertamanya untuk anak-anak Indonesia di
Ambon.[2]
Pada saat itu belum ada pengajaran klasikal, mengajar tetap berdasarkan
pengajaran individual murid-murid datang seorang demi seorang ke meja guru dan
menerima bantuan individual.[3]
Sistem klasikal baru di terapkan di
sekolah Belanda pada abad ke-19.[4]
Metode klasikal adalah metode dimana para pelajar di pisah-pisah dalam beberapa
tingkatan.[5]
Tingkatan-tingkatan tersebut disusun berdasarkan usia dan kapasitas intelektual
siswa. Metode ini mempermudah penyusunan silabi dan sistem evaluasi. Dalam metode
individual guru dituntut untuk menyusun silabi bagi tiap-tiap siswa, sedangkan
dalam metode klasikal guru hanya menyusun satu silabi untuk beberapa anak dalam
satu kelas. Evaluasi pun tidak dilakukan siswa persiswa melainkan
bersama-bersama. Metode ini cukup efisien dalam pembelajaran dengan siswa dalam
jumlah besar, namun disisi lain secara psikologis guru semakin jauh dari siswa,
ini membuat pembelajaran terasa kaku dan siswa merasa tidak nyaman.
Bergesernya metode individual menjadi
klasikal memunculkan metode pembelajaran baru di sekolah, diantaranya ceramah.
Yang dimaksud dengan metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan
pengajaran dimana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran
kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas.[6]
Metode ini memerlukan keahlian guru dalam berolah kata, pada prinsipnya metode
ini kurang cocok bagi guru dengan karakter pendiam, akan tetapi hal ini dapat
diatasi dengan memanfaatkan alat-alat pembantu seperti gambar-gambar, peta,
film, slide dan lain sebagainya.[7]
Metode ini berpusat kepada guru, ini
membuat siswa menjadi pasif karena tidak mendapat peran strategis selama proses
pembelajaran, siswa diarahkan untuk mengikuti fikiran guru, sehingga terkadang
siswa asyik membuat acara sendiri. Selain itu guru tidak dapat mengukur
pemahaman siswa terhadap materi yang di sampaikannya, terkesan guru ngebut
dalam menyampaikan materi, tanpa memperdulikan sejauh mana materi itu difahami
siswa.
Kekurangan
dari metode ceramah dapat diatasi dengan menerapkan metode tanya jawab. Metode
tanya jawab adalah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran di mana guru
bertanya sedangkan murid-murid menjawab tentang bahan materi yang ingin
diperolehnya.[8]
Selain menjawab siswa juga diperbolehkan untuk memberi komentar dan saran.[9]
Namun dalam kesempatan tertentu dapat juga seorang murid bertanya kepada
gurunya.[10]
Metode ini
membuat siswa aktif berfikir dan mengeluarkann pendapat, namun terdapat
kemungkinan guru terjebak pada pembahasan berlarut-larut mengenai topik yang
tidak berhubungan langsung dengan bab yang sedang dibahas, hal ini bersumber
dari jawaban siswa yang kurang tepat, atau ketika pertanyaan guru tidak dapat
dijawab oleh dua sampai tiga siswa sehingga menjadikan metode ini tidak
efisien.
Jika guru
menginginkan siswa-siswinya lebih aktif lagi dalam proses pembelajaran guru
dapat menggunakan metode diskusi. Diskusi adalah proses yang melibatkan dua
individu atau lebih, berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan, saling
tukar informasi (information sharing), saling mempertahankan pendapat(self
maintenance) dalam memecahkan sebuah masalah tertentu (problem solving).[11]
Metode ini
dapat melatih siswa untuk berfikir kritis, sistematis, demokratis dan toleran.
Kesimpulan hasil diskusipun lebih mudah diterima siswa, karena siswa bukan
hanya terlibat, tapi juga menjadi pusat dalam proses pengambilan kesimpulan. Karena
berpusat pada siswa maka arah dan hasil pembahasan tergantung pada siswa, hal
ini efektif ketika pembahasan melaju kearah yang sesuai dengan target yang
telah ditetapkan, namun menjadi tidak efektif ketika arah pembahasan tidak
jelas. Metode ini tidak cocok untuk siswa tertentu yang memiliki gaya belajar lain,
misalnya siswa kinestik, siswa jenis ini akan terlihat pasif selama diskusi
berlangsung.
Metode lain yang sering diterapkan
adalah pemberian tugas. Metode tugas adalah suatu cara mengajar yang dicirikan
oleh adanya kegiatan perencanaan antara murid dengan guru mengenai suatu
persoalan atau problem yang harus diselesaikan dan dikuasai oleh murid dalam
jangka waktu tertentu yang disepakati bersama antara murid dan guru.[12]
Bentuk dari metode ini bisa berupa mengerjakan soal, menerjemahkan teks
berbahasa asing, melakukan wawancara, melakukan penelitian, menghafal, membuat
kliping, membuat resume dan lain-lain.
Dengan metode ini kemandirian dan kreatifitas
siswa dapat ditumbuhkan, kondisi ini mungkin terjadi ketika siswa betul-betul
mengerjakan sendiri tugas tersebut, namun karena lemahnya pengawasan guru,
sangat berpotensi tugas tersebut dikerjakan oleh orang lain ketika tugas itu
berbentuk pekerjaan rumah/PR dan jika merupakan tugas sekolah, bisa jadi siswa
menyelesaikannya dengan menyontek hasil pekerjaan teman.
Metode simulasi sering diterapkan
pada pendidikan tingkat dasar. Simulasi adalah metode yang menekankan kemampuan
siswa untuk dapat berimitasi sesuai dengan objek yang diperankan, pada akhirnya
di harapkan siswa mampu mendapatkan kecakapan dalam bersiakap dan bertindak
sesuai dengan situasi sebenarnya.[13]
Metode ini menuntut guru untuk memilih situasi-situasi tertentu yang sangat
mungkin dialami siswa, misalnya simulasi penyelamatan dalam bencana gempa, bagi
siswa yang bermukim di wilayah rawan gempa, Pemilihan situasi sebagai objek
simulasi dengan asal-asalan mengakibatkan simulasi tidak banyak berguna.
Metode latihan siap (drill)
sebagai salah satu metode interaksi edukatif dalam pendidikan dan pengajaran
dilaksanakan dengan jalan melatih anak-anak (murid) terhadap bahan-bahan
pelajaran yang diberikan. Penggunaanya biasanya pada bahan-bahan pelajaran yang
bersifat motoris dan keterampilan. Dengan melakukan latihan berkali-kali,
terus-menerus secara tertib dan teratur, pengetahuann dan pemahaman dapat diperoleh
dan disempurnakan oleh murid.[14]
Metode ini bertujuan untuk memperkuat
(reinforcement) pemahaman siswa terhadap teori yang telah dipelajarinya,
biasanya metode ini diterapan untuk melatih ketrampilan-ketrampilan tertentu
yang tidak bisa dikusai hanya dengan sekali berlatih, misalnya ketrampilan
membaca dan menulis. Namun pelaksanaanya lebih banyak bersifat mekanis,
sehingga menimbulkan verbalisme pengetahuan murid, kebiasaan menghafal secara
mekanis, tanpa pengertian dan pemahaman.[15]
Semakin besar peran yang diberikan
kepada siswa dalam suatu pembelajaran, maka pembelajaran itu akan semakin
berkesan bagi siswa untuk itulah diterapkan metode demosntrasi. Yang dimaksud
dengan metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan peragaan
untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana
berjalannya suatu proses pembentukan tertentu kepada siswa.[16]
Dalam metode demonstrasi peragaan dilakukan oleh guru terlebih dahulu, baru
diikuti oleh siswa.
Metode demonstrasi cukup efektif
dalam penguasaan materi yang mengadung proses fisik, dengan didemonstrasikan
suatu materi tampak nyata dimata siswa. Siswa dapat terhindar dari kesalahan
pengambilan kesimpulan yang disebabkan oleh interpretasi yang keliru terhadap
keterangan lisan guru. Siswa juga mampu mengingat materi pembelajaran dalam
waktu yang lebih lama, karena siswa tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat
bahkan mempraktekkan secara langsung. Selain itu siswa akan mendapatkan
keterampilan tangan/skill yang semakin jarang di dapat di tengah-tengah
pembelajaran yang bersifat verbalitas.
Keberadaan metode demonstrasi yang
cukup bagus ini, tidak membuatnya selalu menjadi pilihan utama bagi sekolah,
mengingat sifat metode ini yang individual dan mendetail, sehingga membutuhkan
waktu lebih lama. Penerapan metode ini terlalu sering dikhawatirkan menyebabkan
materi tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Metode lain yang hampir sama adalah
eksperimen, metode eksperimen adalah cara pembelajaran dimana guru dan murid
bersama-sama melakukan suatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh
atau akibat dari suatu aksi.[17]
Sekilas metode ini tidak berbeda dengan demonstrasi, namun sebenarnya terdapat
perbedaan yang mendasar. Jika demostrasi titik tekannya adalah memperagakan
suatu proses, eksperimen bergerak lebih jauh dengan berusaha menciptakan, merekayasa
kondisi baru sambil mengamati perubahan atau pengaruh yang terjadi secara
kontinu, metode ini lebih sulit karena hasilnya tidak bisa sepenuhnya
diprediksi.
Metode ini menantang siswa untuk
memaksimalkan nalar kritis, kreativitas dan ketelitian siswa sebagai bekal
menjadi saintis. Kompleksitas metode ini membuatnya membutuhkan fasilitas
canggih dan beragam dengan harga relativ mahal, bagi sekolah-sekolah tertentu
yang sedang dalam taraf perkembangan, penerapan metode ini adalah sebentuk
pemborosan.
Metode yang paling digemari siswa
adalah karyawisata, metode karyawisata adalah pembelajaran yang dilaksanakan
dengan mengajak siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa atau
tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan.[18]
Ini sekaligus menjadi ajang bagi para siswa untuk refreshing, setelah
selama beberapa waktu belajar di kelas, sehingga selepas berkaryawisata siswa
benar-benar merasa fresh dan siap kembali untuk belajar di dalam kelas.
Namun perlu diingat bahwa dalam
konteks ini karyawisata diperankan sebagai salah satu metode pembelajaran,
bukan alternatif kegiatan untuk mengisi liburan. Sehingga perlu betul-betul
dipertimbangkan keseimbangan aspek rekreasi dengan aspek studinya, untuk itu
diperlukan perencanaan yang matang. Metode ini akan gagal ketika obyek yang
dikunjungi kurang sesuai dengan tujuan yang telah diprogramkan. Selain itu
karyawisata juga menyita waktu pelajaran dan dana yang cukup besar.
Sementara untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam bekerjasama dengan siswa lain sekolah mulai menerapkan
metode kerja kelompok. Metode kerja kelompok adalah penyajian materi pelajaran
dimana guru mengelompokkan siswa kedalam beberapa kelompok atau grup tertentu
untuk menyelesaikan tugas yang telah ditetapkan dengan cara bersama-sama dan
bergotong-royong.[19]
Metode ini bermanfaat bagi siswa
untuk menghadapi kehidupan bermasyarakat, karena suatu saat seseorang pasti
akan bekerjasama dengan orang lain dalam masyarakat sebagai perwujudan dari
naluri manusia selaku makhluk sosial. Metode ini membekali siswa dengan
kemampuan berfikir kritis, penghargaan akan kemampuan orang lain dan disiplin.
Metode ini juga fleksibel sehingga dapat dipadukan dengan metode-metode lain,
misalnya siswa berkerja kelompok dalam mengerjakan tugas, berdiskusi atau
melakukan eksperimen. Kerja kelompok menjadi tidak efektif jika terdapat gap
yang cukup jauh antara kemampuan seorang anggota dengan anggota lain, kondisi
ini berpotensi menimbulkan dominasi dari segelintir siswa.
Pendidikan yang bersifat intelektualistik
membuat siswa melayang ke menara gading, terasing dari realitas sosial
masyarakatnya sendiri, dalam konteks inilah kita memahami urgensi metode
sosiodrama. Metode sosiodrama adalah suatu metode pembelajaran dimana guru
memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan memainkan peran
tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (sosial). Dengan
demikian, bahwa metode sosiodrama adalah bentuk metode dengan mendramakan atau
memerankan tingkah laku di dalam hubungan masyarakat.[20]
Sosiodrama menawarkan sesuatu yang
berbeda dengan metode lain, dengan menyentuh sisi emosional siswa, siswa
dilatih untuk menghayati peristiwa serta karakter tokoh yang diperankan, hal
ini diharapkan mampu menumbuhkan sensibilitas siswa terhadap
ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di lingkungannya. Kerapkali metode ini
tidak sukses dikarenakan siswa merasa malu atau canggung tampil di depan
khalayak, namun jika hal ini dapat diatasi. Sosiodrama bisa menjadi alternatif
untuk menumbuhkan keberanian siswa.
Metode baru yang cukup populer saat
ini adalah metode jigsaw, metode jigsaw adalah teknik
pembelajaran kooperatif dimana siswa, bukan guru yang memiliki tanggung jawab
lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan daru jigsaw ini
adalah mengembangkan kerja tim, kerampilan belajar kooperatif, dan menguasai
pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba
untuk mempelajari semua materi sendirian.[21]
Metode ini dijalankan dengan cara
membagi siswa kedalam beberapa kelompok, masing-masing diberi satu topik untuk
dibahas, setelah itu berpindah ke “kelompok jigsaw” dimana anggotanya
berasal dari kelompok lain yang telah membahas topik-topik yang berlainan.
Terakhir setiap siswa kembali ke kelompok asal untuk membahas topik baru yang
didapat dari kelompok jigsaw. Metode ini membuat siswa mampu menelaah
satu materi dengan mendalam, baik dari kelompok sendiri maupun kelompok jigsaw,
waktu yang diperlukan pun tidak banyak, jika berjalan maksimal satu bab
diselesaikan dalam satu pertemuan saja.
Metode Snow Balling adalah
bentuk modifikasi dari metode diskusi, metode ini dijalankan dengan memberikan
pertanyaan yang memerlukan refleksi dan pemikiran, kemudian meminta siswa untuk
menjawab secara individu, setelah itu siswa mendiskusikan jawaban itu dalam
kelompok kecil lalu dalam kelompok besar dan terakhir mendiskusikan dalam kelas
besar.[22]
Dalam metode ini semua siswa terlibat aktif, siswa yang kurang tertarik pada
metode diskusipun setidaknya memiliki kontribusi dengan memberikan jawaban
individu. Berjalannya Snow Balling menjadi tidak menarik ketikak
pembahasan di tiap tingkatan tidak menemukan sesuatu yang baru.
Debat merupakan suatu metode untuk
mempromosikan pemikiran dan refleksi, khususnya bila siswa dihadapkan pada
posisi yang bertentangan dengan keyakinannya.[23]
Metode ini dimulai dengan pemberian pertanyaan seputar isu-isu kontroversial,
dilanjutkan dengan membagi kelas menajdi 2 kelompok besar yaitu kelompok PRO
dan kelompok KONTRA, kemudian mempersilahkan kedua kelompok untuk berdebat. Dengan
berdebat siswa dilatih untuk mampu berfikir cepat, sistematis, dan argumentatif
serta mengemukakan pendapatnya dengan santun.
[1]Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, (Jakarta : Bumi
Aksara, 2008), h.4
[4]Barnadib, Sejarah…, h.21
[5]Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi
untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1998), h.57-58
[6]Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, SBM
Strategi Belajar Mengajar: Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, (Bandung : Pustaka Setia,
2005), h. 53
[7]Achmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama
Islam, (Jakarta :
Bina Ilmu, 2004), h.110-111
[8]Ahmadi, SBM…, h. 56
[9]Patoni, Metodologi…, h.177
[10] Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam,
(Jakarta :Ciputat
Pers, 2002), h.141
[11] Arief, Pengantar …, h. 57
[12]Patoni, Metodologi…, h. 119
[13]Nurhayati, Inovasi…, h.61
[14]Patoni, Metodologi… h.122
[17]Bayarudin Usman, Metodologi Pembelajaran
Agama Islam, (Jakarta :
Ciputat Pers,2002),
h. 45
[20]Nurhayati, Inovasi…, h. 60-61
[21]Sunarto, Metode Belajar
Siswa, http://sunartombs.wordpress.com/2010/3/6/ metode-belajar
–siswa, diakses pada 6 Maret 2010
[22]Sulthon dan Khusnu Ridlo, ManajemenPondok
Pesantren dalam Perspektif Global, (Yogyakarta :
Laks Bang Pressindo, 2006), h.173-174
Tidak ada komentar:
Posting Komentar