Cari Blog Ini

Kamis, 04 April 2019

Metode Pembelajaran Modern di Sekolah


A.    Metode Pembelajaran Modern di Sekolah
Institusi sekolah pertamakali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Portugis pada permulaan abad ke-16.[1] Se-abad kemudian VOC mendirikan sekolah pertamanya untuk anak-anak Indonesia di Ambon.[2] Pada saat itu belum ada pengajaran klasikal, mengajar tetap berdasarkan pengajaran individual murid-murid datang seorang demi seorang ke meja guru dan menerima bantuan individual.[3]
Sistem klasikal baru di terapkan di sekolah Belanda pada abad ke-19.[4] Metode klasikal adalah metode dimana para pelajar di pisah-pisah dalam beberapa tingkatan.[5] Tingkatan-tingkatan tersebut disusun berdasarkan usia dan kapasitas intelektual siswa. Metode ini mempermudah penyusunan silabi dan sistem evaluasi. Dalam metode individual guru dituntut untuk menyusun silabi bagi tiap-tiap siswa, sedangkan dalam metode klasikal guru hanya menyusun satu silabi untuk beberapa anak dalam satu kelas. Evaluasi pun tidak dilakukan siswa persiswa melainkan bersama-bersama. Metode ini cukup efisien dalam pembelajaran dengan siswa dalam jumlah besar, namun disisi lain secara psikologis guru semakin jauh dari siswa, ini membuat pembelajaran terasa kaku dan siswa merasa tidak nyaman.
Bergesernya metode individual menjadi klasikal memunculkan metode pembelajaran baru di sekolah, diantaranya ceramah. Yang dimaksud dengan metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran dimana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas.[6] Metode ini memerlukan keahlian guru dalam berolah kata, pada prinsipnya metode ini kurang cocok bagi guru dengan karakter pendiam, akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan memanfaatkan alat-alat pembantu seperti gambar-gambar, peta, film, slide dan lain sebagainya.[7]
Metode ini berpusat kepada guru, ini membuat siswa menjadi pasif karena tidak mendapat peran strategis selama proses pembelajaran, siswa diarahkan untuk mengikuti fikiran guru, sehingga terkadang siswa asyik membuat acara sendiri. Selain itu guru tidak dapat mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang di sampaikannya, terkesan guru ngebut dalam menyampaikan materi, tanpa memperdulikan sejauh mana materi itu difahami siswa.
Kekurangan dari metode ceramah dapat diatasi dengan menerapkan metode tanya jawab. Metode tanya jawab adalah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran di mana guru bertanya sedangkan murid-murid menjawab tentang bahan materi yang ingin diperolehnya.[8] Selain menjawab siswa juga diperbolehkan untuk memberi komentar dan saran.[9] Namun dalam kesempatan tertentu dapat juga seorang murid bertanya kepada gurunya.[10]
Metode ini membuat siswa aktif berfikir dan mengeluarkann pendapat, namun terdapat kemungkinan guru terjebak pada pembahasan berlarut-larut mengenai topik yang tidak berhubungan langsung dengan bab yang sedang dibahas, hal ini bersumber dari jawaban siswa yang kurang tepat, atau ketika pertanyaan guru tidak dapat dijawab oleh dua sampai tiga siswa sehingga menjadikan metode ini tidak efisien.
Jika guru menginginkan siswa-siswinya lebih aktif lagi dalam proses pembelajaran guru dapat menggunakan metode diskusi. Diskusi adalah proses yang melibatkan dua individu atau lebih, berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan, saling tukar informasi (information sharing), saling mempertahankan pendapat(self maintenance) dalam memecahkan sebuah masalah tertentu (problem solving).[11]
Metode ini dapat melatih siswa untuk berfikir kritis, sistematis, demokratis dan toleran. Kesimpulan hasil diskusipun lebih mudah diterima siswa, karena siswa bukan hanya terlibat, tapi juga menjadi pusat dalam proses pengambilan kesimpulan. Karena berpusat pada siswa maka arah dan hasil pembahasan tergantung pada siswa, hal ini efektif ketika pembahasan melaju kearah yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan, namun menjadi tidak efektif ketika arah pembahasan tidak jelas. Metode ini tidak cocok untuk siswa tertentu yang memiliki gaya belajar lain, misalnya siswa kinestik, siswa jenis ini akan terlihat pasif selama diskusi berlangsung.
Metode lain yang sering diterapkan adalah pemberian tugas. Metode tugas adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh adanya kegiatan perencanaan antara murid dengan guru mengenai suatu persoalan atau problem yang harus diselesaikan dan dikuasai oleh murid dalam jangka waktu tertentu yang disepakati bersama antara murid dan guru.[12] Bentuk dari metode ini bisa berupa mengerjakan soal, menerjemahkan teks berbahasa asing, melakukan wawancara, melakukan penelitian, menghafal, membuat kliping, membuat resume dan lain-lain.
Dengan metode ini kemandirian dan kreatifitas siswa dapat ditumbuhkan, kondisi ini mungkin terjadi ketika siswa betul-betul mengerjakan sendiri tugas tersebut, namun karena lemahnya pengawasan guru, sangat berpotensi tugas tersebut dikerjakan oleh orang lain ketika tugas itu berbentuk pekerjaan rumah/PR dan jika merupakan tugas sekolah, bisa jadi siswa menyelesaikannya dengan menyontek hasil pekerjaan teman.
Metode simulasi sering diterapkan pada pendidikan tingkat dasar. Simulasi adalah metode yang menekankan kemampuan siswa untuk dapat berimitasi sesuai dengan objek yang diperankan, pada akhirnya di harapkan siswa mampu mendapatkan kecakapan dalam bersiakap dan bertindak sesuai dengan situasi sebenarnya.[13] Metode ini menuntut guru untuk memilih situasi-situasi tertentu yang sangat mungkin dialami siswa, misalnya simulasi penyelamatan dalam bencana gempa, bagi siswa yang bermukim di wilayah rawan gempa, Pemilihan situasi sebagai objek simulasi dengan asal-asalan mengakibatkan simulasi tidak banyak berguna.
Metode latihan siap (drill) sebagai salah satu metode interaksi edukatif dalam pendidikan dan pengajaran dilaksanakan dengan jalan melatih anak-anak (murid) terhadap bahan-bahan pelajaran yang diberikan. Penggunaanya biasanya pada bahan-bahan pelajaran yang bersifat motoris dan keterampilan. Dengan melakukan latihan berkali-kali, terus-menerus secara tertib dan teratur, pengetahuann dan pemahaman dapat diperoleh dan disempurnakan oleh murid.[14]
Metode ini bertujuan untuk memperkuat (reinforcement) pemahaman siswa terhadap teori yang telah dipelajarinya, biasanya metode ini diterapan untuk melatih ketrampilan-ketrampilan tertentu yang tidak bisa dikusai hanya dengan sekali berlatih, misalnya ketrampilan membaca dan menulis. Namun pelaksanaanya lebih banyak bersifat mekanis, sehingga menimbulkan verbalisme pengetahuan murid, kebiasaan menghafal secara mekanis, tanpa pengertian dan pemahaman.[15]
Semakin besar peran yang diberikan kepada siswa dalam suatu pembelajaran, maka pembelajaran itu akan semakin berkesan bagi siswa untuk itulah diterapkan metode demosntrasi. Yang dimaksud dengan metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu kepada siswa.[16] Dalam metode demonstrasi peragaan dilakukan oleh guru terlebih dahulu, baru diikuti oleh siswa.
Metode demonstrasi cukup efektif dalam penguasaan materi yang mengadung proses fisik, dengan didemonstrasikan suatu materi tampak nyata dimata siswa. Siswa dapat terhindar dari kesalahan pengambilan kesimpulan yang disebabkan oleh interpretasi yang keliru terhadap keterangan lisan guru. Siswa juga mampu mengingat materi pembelajaran dalam waktu yang lebih lama, karena siswa tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat bahkan mempraktekkan secara langsung. Selain itu siswa akan mendapatkan keterampilan tangan/skill yang semakin jarang di dapat di tengah-tengah pembelajaran yang bersifat verbalitas.
Keberadaan metode demonstrasi yang cukup bagus ini, tidak membuatnya selalu menjadi pilihan utama bagi sekolah, mengingat sifat metode ini yang individual dan mendetail, sehingga membutuhkan waktu lebih lama. Penerapan metode ini terlalu sering dikhawatirkan menyebabkan materi tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Metode lain yang hampir sama adalah eksperimen, metode eksperimen adalah cara pembelajaran dimana guru dan murid bersama-sama melakukan suatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh atau akibat dari suatu aksi.[17] Sekilas metode ini tidak berbeda dengan demonstrasi, namun sebenarnya terdapat perbedaan yang mendasar. Jika demostrasi titik tekannya adalah memperagakan suatu proses, eksperimen bergerak lebih jauh dengan berusaha menciptakan, merekayasa kondisi baru sambil mengamati perubahan atau pengaruh yang terjadi secara kontinu, metode ini lebih sulit karena hasilnya tidak bisa sepenuhnya diprediksi.
Metode ini menantang siswa untuk memaksimalkan nalar kritis, kreativitas dan ketelitian siswa sebagai bekal menjadi saintis. Kompleksitas metode ini membuatnya membutuhkan fasilitas canggih dan beragam dengan harga relativ mahal, bagi sekolah-sekolah tertentu yang sedang dalam taraf perkembangan, penerapan metode ini adalah sebentuk pemborosan.
Metode yang paling digemari siswa adalah karyawisata, metode karyawisata adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan mengajak siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan.[18] Ini sekaligus menjadi ajang bagi para siswa untuk refreshing, setelah selama beberapa waktu belajar di kelas, sehingga selepas berkaryawisata siswa benar-benar merasa fresh dan siap kembali untuk belajar di dalam kelas.
Namun perlu diingat bahwa dalam konteks ini karyawisata diperankan sebagai salah satu metode pembelajaran, bukan alternatif kegiatan untuk mengisi liburan. Sehingga perlu betul-betul dipertimbangkan keseimbangan aspek rekreasi dengan aspek studinya, untuk itu diperlukan perencanaan yang matang. Metode ini akan gagal ketika obyek yang dikunjungi kurang sesuai dengan tujuan yang telah diprogramkan. Selain itu karyawisata juga menyita waktu pelajaran dan dana yang cukup besar.
Sementara untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bekerjasama dengan siswa lain sekolah mulai menerapkan metode kerja kelompok. Metode kerja kelompok adalah penyajian materi pelajaran dimana guru mengelompokkan siswa kedalam beberapa kelompok atau grup tertentu untuk menyelesaikan tugas yang telah ditetapkan dengan cara bersama-sama dan bergotong-royong.[19]
Metode ini bermanfaat bagi siswa untuk menghadapi kehidupan bermasyarakat, karena suatu saat seseorang pasti akan bekerjasama dengan orang lain dalam masyarakat sebagai perwujudan dari naluri manusia selaku makhluk sosial. Metode ini membekali siswa dengan kemampuan berfikir kritis, penghargaan akan kemampuan orang lain dan disiplin. Metode ini juga fleksibel sehingga dapat dipadukan dengan metode-metode lain, misalnya siswa berkerja kelompok dalam mengerjakan tugas, berdiskusi atau melakukan eksperimen. Kerja kelompok menjadi tidak efektif jika terdapat gap yang cukup jauh antara kemampuan seorang anggota dengan anggota lain, kondisi ini berpotensi menimbulkan dominasi dari segelintir siswa.
Pendidikan yang bersifat intelektualistik membuat siswa melayang ke menara gading, terasing dari realitas sosial masyarakatnya sendiri, dalam konteks inilah kita memahami urgensi metode sosiodrama. Metode sosiodrama adalah suatu metode pembelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (sosial). Dengan demikian, bahwa metode sosiodrama adalah bentuk metode dengan mendramakan atau memerankan tingkah laku di dalam hubungan masyarakat.[20]
Sosiodrama menawarkan sesuatu yang berbeda dengan metode lain, dengan menyentuh sisi emosional siswa, siswa dilatih untuk menghayati peristiwa serta karakter tokoh yang diperankan, hal ini diharapkan mampu menumbuhkan sensibilitas siswa terhadap ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di lingkungannya. Kerapkali metode ini tidak sukses dikarenakan siswa merasa malu atau canggung tampil di depan khalayak, namun jika hal ini dapat diatasi. Sosiodrama bisa menjadi alternatif untuk menumbuhkan keberanian siswa.
Metode baru yang cukup populer saat ini adalah metode jigsaw, metode jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif dimana siswa, bukan guru yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan daru jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, kerampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.[21]
Metode ini dijalankan dengan cara membagi siswa kedalam beberapa kelompok, masing-masing diberi satu topik untuk dibahas, setelah itu berpindah ke “kelompok jigsaw” dimana anggotanya berasal dari kelompok lain yang telah membahas topik-topik yang berlainan. Terakhir setiap siswa kembali ke kelompok asal untuk membahas topik baru yang didapat dari kelompok jigsaw. Metode ini membuat siswa mampu menelaah satu materi dengan mendalam, baik dari kelompok sendiri maupun kelompok jigsaw, waktu yang diperlukan pun tidak banyak, jika berjalan maksimal satu bab diselesaikan dalam satu pertemuan saja.
Metode Snow Balling adalah bentuk modifikasi dari metode diskusi, metode ini dijalankan dengan memberikan pertanyaan yang memerlukan refleksi dan pemikiran, kemudian meminta siswa untuk menjawab secara individu, setelah itu siswa mendiskusikan jawaban itu dalam kelompok kecil lalu dalam kelompok besar dan terakhir mendiskusikan dalam kelas besar.[22] Dalam metode ini semua siswa terlibat aktif, siswa yang kurang tertarik pada metode diskusipun setidaknya memiliki kontribusi dengan memberikan jawaban individu. Berjalannya Snow Balling menjadi tidak menarik ketikak pembahasan di tiap tingkatan tidak menemukan sesuatu yang baru.
Debat merupakan suatu metode untuk mempromosikan pemikiran dan refleksi, khususnya bila siswa dihadapkan pada posisi yang bertentangan dengan keyakinannya.[23] Metode ini dimulai dengan pemberian pertanyaan seputar isu-isu kontroversial, dilanjutkan dengan membagi kelas menajdi 2 kelompok besar yaitu kelompok PRO dan kelompok KONTRA, kemudian mempersilahkan kedua kelompok untuk berdebat. Dengan berdebat siswa dilatih untuk mampu berfikir cepat, sistematis, dan argumentatif serta mengemukakan pendapatnya dengan santun.


[1]Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h.4
[2]Ibid.,h. 4
[3]Ibid., h. 6
[4]Barnadib, Sejarah…, h.21
[5]Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1998), h.57-58
[6]Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, SBM Strategi Belajar Mengajar: Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 53
[7]Achmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), h.110-111
[8]Ahmadi, SBM…, h. 56
[9]Patoni, Metodologi…, h.177
[10] Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:Ciputat Pers, 2002), h.141
[11] Arief, Pengantar …, h. 57
[12]Patoni, Metodologi…, h. 119
[13]Nurhayati, Inovasi…, h.61
[14]Patoni, Metodologi… h.122
[15]Ibid., h.122
[16] Arief, Pengantar …, h.190
[17]Bayarudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,2002),  
h. 45
[18]Ibid., h.53
[19]Arief, Pengantar …, h.196
[20]Nurhayati, Inovasi…, h. 60-61
[21]Sunarto, Metode Belajar Siswa, http://sunartombs.wordpress.com/2010/3/6/ metode-belajar –siswa, diakses pada 6 Maret 2010
[22]Sulthon dan Khusnu Ridlo, ManajemenPondok Pesantren dalam Perspektif Global, (Yogyakarta: Laks Bang Pressindo, 2006), h.173-174
[23]Ibid., h. 174-175

Tidak ada komentar: