A. Pendekatan
Pembiasaan
1. Pengertian Pendekatan
Pembiasaan
Pendekatan
pembiasaan terdiri dari dua kata yaitu pendekatan dan pembiasaan. Dua kata yang
mempunyai perbedaan makna dan setelah penggabungan, maka melahirkan salah satu
bentuk pendekatan dalam proses pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pendekatan diartikan usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk
mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai
pengertian tentang masalah penelitian atau juga disebut dengan ancangan.[1] Sedangkan dalam kajian
pendidikan, pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum. Oleh karena itu, strategi
dan metode yang digunakan dapat bersumber atau bergantung dari pendekatan
tertentu.[2]
Pengertian
pembiasaan secara bahasa diartikan dengan suatu perilaku sudah merupakan hal
yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.[3] Dalam kajian pendidikan,
pembiasaan diartikan dengan suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis
tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan
lagi.[4] Sedangkan pengertian
pendekatan pembiasaan sebagaimana diungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah bahwa
pendekatan pembiasaan merupakan bentuk pendekatan yang digunakan dalam proses
pembelajaran dalam upaya membimbing peserta didik untuk mempraktekkan
kebiasaan-kebiasaan positif, agar menjadi karakter yang baik bagi peserta
didik.[5]
Berdasarkan
penjelasan di atas penulis memahami bahwa pendekatan pembiasaan merupakan salah
satu bentuk pendekatan dalam proses pembelajaran yang menekankan kepada keterampilan
peserta didik dalam perilaku kehidupan sehari-hari, sesuai dengan materi yang diajarkan
dalam mata pelajaran PAI.
2. Bentuk-bentuk
Pendekatan Pembiasaan
Pendekatan
pembiasaan merupakan sebuah program yang dijalankan oleh guru baik di dalam
kelas maupun di lingkungan sekolah. Hal ini bertujuan agar
pembiasaan-pembiasaan yang baik dan positif bisa menjadi habit dalam
lingkungan sekolah. Ada beberapa bentuk yang digunakan dalam penerapan
pendekatan pembiasaan, yaitu;
a.
Keteladanan
Keteladanan atau uswatun hasanah di sini adalah
upaya oleh setiap orang untuk memberikan contoh akhlak karimah kepada orang
lain tentang apa dan bagimana melakuakan sesuatu dan bagaimana memperlakukan
orang lain. Keteladanan merupakan inti
dari semua bentuk pelaksanaan pendekatan pembiasaan. Prinsip yang harus
dipegang dalam memberikan tauladan agar mempunyai pengaruh kepada peserta didik
dengan prinsip mulai diri sendiri, mulai dari yang kecil dan biasa, mulai sekarang
juga.[6]
Keteladanan diarahkan untuk memberiokan contoh
baik kepada murid. Sebagaimana dimaklumi pendekatan pembiasaan beroreantasi adalah
untuk menyentuh pada aspek afektif peserta didik. Aspek afektif murid akan
mudah tersentuh dengan pembelajaran prilaku, penerapan langsung dengan
percontohan ini.
Dalam penerapan pembiasaan dengan keteladanan dapat
dilaksanakan dalam beberapa cara, yaitu;[7]
1) Semua guru, pegawai
dan kepala sekolah harus menampilkan prilaku penuh nilai akhlak karimah kepada peserta didik, tentang
bagaimana berjalan yang berakhlak, bagaimana menyapa, salam, berjabat tangan, bicara,
menegur, menyuruh, menasehati, bahkan bagaimana marah dan memarahi yang
berakhlak dan lain sebagainya.
2) Memperlakukan peserta
didik dengan akhlak karimah, sehingga peserta didik bisa respek dan menerima
apa yang dikatakan dan dianjurkan.
3) Berkomitmen untuk
saling mengingatkan. Untuk mencapai komitmen ini perlu diadakan kesepakatan
bersama tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilaksanakan . Hal ini
tentu terkait dengan bagaimana memberi pemahaman danpengertian kepada peserta
didik.
b.
Pembelajaran
Pembelajaran yang dimaksud di sini adalah
pembelajaran dengan bagaimana memberikan pemahaman, keyakinan dan konsep serta
teori tentang pembiasaan yang positif. Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan pembiasaan dapat dilakukan secara khusus maupun secara umum. Secara
khusus berarti memberikan materi khusus tentang pembiasan dengan akhlak karimah.
Sedangkan pembelajaran secara umum berarti memasukkan , menghubungkan dan
mengaitkan nilai-nilai akhlak karimah ke dalam semua materi pelajaran yang
diajarkan di sekolah baik kurikuler maupon ekstra-kurikuler.
Dalam pembelajaran adanya program untuk
mengarahkan peserta didik berprilaku akhlak karimah, melalui pemberian
pemahaman dan pengertian tentang akhlak mulia. Prinsip yang digunakan adalah
dengan merubah pemahaman dan mengisi aspek kognitif diharapkan dapat merubah prilaku,
yaitu menuju prilaku yang berakhlak mulia.
Adapun pelaksanaannya dapat dengan melakukan
usaha-usaha antara lain :[8]
1) Pengajaran
akidah-akhlak, lebih dioptimalkan.
2) Memasukkan materi
akhlak pada semua mata pelajaran
3) Menggalakkan
kegiatan-kegiatan peringatan hari besar Islam dan lainnya, serta mengisinya
dengan ceramah-ceramah tentang akhlak.
4) Memberdayakan
penyelenggaraan sholat jum'at di sekolah.
5) Penampilan kata-kata
hikmah di tempat-tempat umum secara permanen ataupun temporer secara berkala dan
terencana . Berkala berarti menuntut adanya pergantian materi dan penampilan sehingga
menarik dan menimbulkan suasana baru.
6) Pemberdayaan
pertemuan wali kelas dan guru bidang studi
7) Memberikan panduan
praktis tentang sopan-santun murid dalam setiap aktifitas dan setiap interaksi
dengan orang lain / siapapun.
c.
Pengontrolan
Pengontrolan adalah program bagaimana pengawasan
dilakukan, untuk menjamin diterapkannya
pembiasaan agar menjadi kebiasaan yang mencerminkan prilaku akhlak mulia
dalam setiap tindakan sesuai dengan rencana dan aturan yang ada. Dalam hal ini
para guru membuat program bagaimana setiap pribadi peka untuk mengingatkan dan
menegur lalu menunjukkan terhadap prilaku yang tidak berakhlak yang terjadi
dihadapannya, di manapun dan kapanpun berada.
Pengontrolan diharapkan menimbulkan hukuman sosial
bagi prilaku yang tidak membiasakan berakhlak mulia. Pelanggar akan malu
sendiri tanpa ditegur/diingatkan. Pengontrolan ini diarahkan untuk mengarahkan
dan meluruskan prilaku menyimpang yang dilakuan oleh semua unsur; guru, murid,
karyawan maupun para pimpinan. Yaitu masing masing individu menjadi pemgontrol
bagi dirinya sendiri, temannya, mitra kerjanya dan bahkan atasannya. Semua
diciptakan dalam suasana semangat amar
makruf nahi munkar, yakni mencegah tindakan yang tidak berakhlak dan
menganjurkan, mengajak serta mendorong kepada prikau yang sesuai dengan akhlak
mulia. Untuk itu semua diperluakan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama
dan bersifat mengikat .
Pelaksanaan pengontrolan ini dengan melakukan
usaha antara lain:[9]
1) Memberikan teguran,
memberi tahu, mengingatkan dan menasehati kepada orang lain yang jelas-jelas
berprilaku yang tidak berakhlak, dengan cara yang bijak.
2) Mendorong peserta
didik untuk mau melakukan hal yang sebagaimana disepakati bersama.
3) Mendorong orang lain
untuk mengkoreksi/mengingatkan diri kita jika ada kekurangan.
Dalam memberikan nasehat atau mengingatkan agar
pembiasaan yang positif dalam teraplikasikan bagi peserta didik dan warga
sekolah harus didasari tujuan yang baik , ikhlas karena Allah. Di samping itu tidak
mempermalukan kepada yang diingatkan atau dinasehati. Selanjutnya pelaksanaan pengontrolan
juga dimaksudkan untuk pengawasan terhadap pelaksanaan program itu sendiri.
Sehingga dengan ini keistiqomahan jalannya program dapat tercapai. Dengan
demikian diharapkan budaya sekolah mennjadi terwujud.
Proses pembelajaran
merupakan rangkaian pembiasaan. Mulai dari masuk kelas sampai keluar kelas
merupakan bentuk-bentuk kegiatan pembiasaan dalam pembelajaran. Guru yang
profesional dalam membentuk berbagai kebiasaan yang baik dalam kelas akan
membentuk peserta didik yang berkualitas.
Selanjutnya menurut Dewi
Salma Prawiradilaga mengatakan bahwa ada beberapa bentuk pembiasaan dalam kelas
adalah membaca, mendengar, melihat dan sebagainya. Guru yang bisa memanfaatkan
beberapa pembiasaan ini dengan maskimal, akan mempengaruhi kepada prestasi
belajar siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Magnesen yang disitir dari Dewil
Salma Prawiradilaga bahwa bentuk-bentuk pembiasaan tersebut dalam pembelajaran
mempunyai porsi-porsi tertentu. Sehingga proses pembelajaran terjadi dengan ;
1)
Membaca sebanyak 10%
2)
Mendengar 20%
3)
Melihat 30%
4)
Melihat dan mendengar sebanyak 50%
5)
Mengatakan 70%
6)
Mengatakan sambil mengerjakan 90%.[10]
Dengan demikian beberapa
bentuk pembiasaan tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh pendidik. Sedangkan
pembiasaan dalam pendidikan Islam dapat dilakukan dengan berbagai materi, yaitu
;
1)
Akhlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik, baik
di sekolah maupun di luar sekolah, seperti berbicara sopan.
2)
Ibadah, berupa pembiasaan shalat berjemaah di
Masjid/Mushalla sekolah, mengucapkan salam sewaktu masuk kelass, membaca basmalah
dan hamdalah tatkala memulia dan selesai belajar.
3)
Keimanan, berupa pembiasaan agar anak beriman dengan
sepenuh jiwa dan hatinya, dengan membawa anak-anak memperlihatkan alam semesta,
memikirkan dan merenungkan ciptaan langit dan bumi dengan berpindah secara
bertahap dari alam natural ke alam super natural.
4)
Sejarah, berupa pembiasaan agar anak membaca dan
mendengarkan sejarah kehidupan Rasulullah SAW, para sahabat dan para pembesar
dan mujahid Islam, agar anak-anak mempunyai semangat jihad dan mengikuti
perjuangan merek
3. Strategi Penerapan Pembiasaan
di Sekolah
Pada awalnya agar suatu
perbuatan menjadi kebiasaan perlu di paksakan, sedikit demi sedikit kemudian
menjadi kebiasaan. Berikutnya kalau aktifitas itu sudah menjadi kebiasaan, ia
akan menjadi habit, yaitu kebiasaan yang sudah dengan sendirinya,
dan bahkan sulit untuk dihindari. Ketika menjadi habit ia akan selalu
menjadi aktifitas rutin yang selanjutnya menjadi budaya.[11] Dengan demikian kebiasaan
tidak begitu saja terjadi, perlu usaha keras dan menerapkan strategi yang tepat.
Oleh karena guru perlu mengetahu strategi agar bisa menjadi kebiasaan itu
sebagai habit bagi peserta didik, yaitu;[12]
a.
Pengunaan pendekatan sistem.
Pembiasaan
dengan menggunakan pendekatan sistem merupakan gerakan yang menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan dari semua sub-sub
sistem yang saling berkait dan bergantung, untuk mencapai tujuan bersama.
Menyeluruh, berarti harus menyentuh pada semua aspek kehidupan dan kegiatan,
baik aspek pribadi, sosial dan keagamaan. Terpadu, berarti harus dilakukan oleh
semua unsur yang terkait pada semua lini serta mencakup semua sub system .
Berkesinambungan berarti dilakukan
secara terus menerus, istiqomah, tidak sekali gebrakan. Semuanya melakukan
dengan perbaikan dan evaluasi secara terus menerus sehingga menjadi kebiasaan.
Kebiasaan yang dipertahankan terus akhirnya menjadi budaya.
b.
Penciptaan komitmen bersama
Strategi ini diperlukan untuk memastikan adanya
kebersamaan warga sekolah. Adalah sangat sulit merubah atau membuat kebiasaan
baru pada suatu lembaga tanpa adanya komitmen bersama. Adanya komitmen bersama
diawali dengan adanya pengertian, pengetahuan dan keyakinan individu-individu
warga sekolah terhadap tujuan bersama. Untuk itu diperlukan transformasi tidak
sekedar sosialisasi terhadap visi-misi dan tujuan bersama.
c.
Pengelolahan dengan program yang jelas
Pengelolahan
proses pembiasaan agar menjadi perilaku akhlak mulia disuatu lembaga diperlukan
untuk mencapai tujuan bersama yaitu membudayakan akhlak mulia. Pengelolahan
tersebut dilakukan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Diawali dengan
perencanaan yang dituangkan dalam program-program yang baik, lalu
pengorganisasian terhadap semua sumberdaya yang ada di sekolah, dan selanjutnya
dilakukan penggerakan terhadap semua sumberdaya, dan kemudian pengontrolan. Semua
fungsi tersebut dijalankan sebagai siklus yang berputar. Dengan demikian hasil
pengontrolan dijadikan sebagai umpan balik untuk memperbaiki program/ rencana
selanjutnya, dan demikian seterusnya.
d.
Perbaikan berkesinambungan
Perbaikan yang berkesinambungan merupakan unsur yang fundamental dalam pencitaan pembiasaan
di sekolah. Perbaikan berkesinambungan merupakan usaha konstan untuk mengubah
dan membuat sesuatu tidakan lebih baik secara terus menerus. Perbaikan
berkesinambungan menuntut pimpinan atau kepala sekolah memperbaiki setiap aspek
dalam system organisasi sekolah pada setiap
kesempatan. Pelaksanaannya antara
lain dengan menciptakan: a) komunikasi yang baik, untuk memberikan informasi
mebelum, selama, dan sesudah perbaikan. b) perbaikan pada masalah yang tampak
nyata/jelas, c) pandangan ke hulu, maksudnya mencari suatu penyebab masalah
sesungguhnya dan yang mendasar bukan pada gejalanya. Untuk itu perlu
menggunakan teknik dan alat tersendiri secara ilmiah bukan dugaan dan
prasangka. d) Pendokumentasian kemajuan dan masalah, hal ini dilakukan agar
apabila terjadi masalah yang sama, maka pemecahnnya dapat dilakukan dengan
cepat.
4. Penerapan Pendekatan
Pembiasaan dalam Mata Pelajaran PAI
Pembiasaan merupakan proses
pendidikan.[13]
Pendidikan yang instant berarti melupaka
dan meniadakan pembiasaan. Tradisi dan bahkan juga karakter (prilaku) dapat
diciptakan melalui latihan dan pembiasan. Ketika suatu praktek sudah terbiasa
dilakukan, berkat pembiasaan ini, maka akan menjadi habit bagi yang
melakukanya, kemudian akan menjadi ketagihan, dan pada waktunya akan menjadi
tradisi yang sulit untuk ditinggalkan.
Hal ini berlaku untuk hampir semua hal, meliputi nilai-nilai yang buruk maupun
yang baik.
Pada awalnya, demi pembiasaan suatu
perbuatan perlu dipaksakan, sedikit demi sedikit kemudian menjadi kebiasaan.
Berikutnya kalau aktifitas itu sudah menjadi kebiasaan, ia akan menjadi habit,
yaitu kebiasaan yang sudah dengan sendirinya, dan bahkan sulit untuk
dihindari. Ketika menjadi habit ia akan selalu menjadi aktifitas rutin.[14]
Kebiasaan menurut Zubair adalah
ulangan perbuatan yang sama. Sedangkan menurut Sholihin dan Anwar kebiasaan
adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah mengerjakannya. [15]
Konsekuensi riil dari pembiasaan ini
adalah, bahwa sekolah harus mewujudkan praktek pembiasaan ini, baik untuk
hal-hal yang berkaitan dengan ritual (seperti sholat jama'ah, sholat sunat,
tadarus, dan sebagainya), praktek etika sosial, nilai-nilai, seperti
kebersihan, kedisiplinan, perlakuan menghormati sesama, saling membantu,
kedermawanan, menulis, membaca, rajin, melakukan ekperimen, dan lain-lain.
Sebaiknya perlu ada keseimbangan antara keharusan (kewajiban) yang diterapkan
di sekolah dan rangsangan / dorongan dengan hadiah bagi yang menjalankan.[16]
Pendekatan atau cara yang dapat
mewujudkan kesenangan untuk dijalankan
oleh anak didik sangat diperlukan sehingga mereka menjalankannya tidak
semata-mata karena terpaksa. Sebelum menjadi sesuatu yang disenangi, dalam
rangka pembiasan itu kepala sekolah perlu membuat aturan atau ketentuan untuk
praktek keseharian, meskipun tidak secara tegas masuk dalam kurikulum. Jadi
dengan demikian, pembiasaan harus tetap dilakuan, meskipun berawal dari
paksaan, oleh karena dipaksa oleh guru atau oleh aturan. Di samping itu upaya
pendekatan yang menyenangkan harus tetap pula di ujicobakan.
Proses pembelajaran pendekatan pembiasaan dalam mata
pelajaran PAI dikembangkan dengan
memberikan peran terhadap lingkungan belajar, baik di sekolah maupun di luar
sekolah, dalam membangun sikap mental dan membangun masyarakat yang sesuai
dengan Al-Qur’an dan Hadits,
dengan melihat kesanggupan siswa
dalam mengamalkan dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
Lingkungan belajar diusahakan dan
dibentuk sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat merasakan kenyamanan
dalam mempraktekkan hasil-hasil pembelajaran Al-Qur’an Hadits. Semacam siswa
tidak hanya tahu cara melafalkan surat Al-Fatihah, tetapi
ia juga gemar
untuk melafalkannya dalam berbagai kesempatan. Ataupun siswa telah
belajar mengenai hadits tentang kebersihan, maka ia dapat membiasakan untuk
mempraktekkan kandungan hadits tersebut.[17]
Pendidikan agama Islam lebih luas
dari pada pengajaran agama. Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat
mengajar dalam arti menyampaikan ilmu pengetahuan tentang agama kepada peserta
didik, melainkan melakukan pembinaan mental spiritual yang sesuai dengan ajaran
agama. Bahkan dalam arti luas dapat disamakan dengan pembinaan pribadi, yang
dalam pelaksanaannya tidak hanya bisa terjadi melalui pelajaran yang diberikan
dengan sengaja saja, melainkan menyangkut semua pengalaman yang dilalui anak
sejak lahir dan berlaku untuk semua lingkungan hidup anak, mulai dari lingkungan
keluarga, kemudian lingkungan sekolah dan sampai lingkungan masyarakat.
Dengan demikian, guru Pendidikan
Agama Islam selain harus seorang Muslim yang taat mengamalkan ajaran agamanya,
mengetahui dan memahami, meresapi dan menghayati soal-soal yang berkaitan
dengan pengetahuan agama Islam, juga dituntut untuk menguasai metodologi
pendidikan agama, baik teori maupun aplikasinya.
Dengan demikian, dalam melaksanakan
tugasnya secara profesional, seorang guru memerlukan wawasan yang luas dan utuh
tentang kegiatan pembelajaran. Seorang guru harus mengetahui dan memiliki
gambaran secara menyeluruh mengenai bagaimana proses pembelajaran itu terjadi
serta langkah-langkah apa yang diperlukan sehingga tugas-tugas kependidikannya
bisa dilakukan dengan baik dan memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
Salah satu pendekatan pendidikan yang
diisyaratkan Allah di dalam Al Quran surah Al-Alaq adalah metode pembiasaan dan
pengulangan. Latihan dan pengulangan yang merupakan metode praktis untuk
menghafalkan atau menguasai suatu materi pelajaran termasuk ke dalam metode
ini.[18]
Dengan demikian, pendekatan
pembiasaan dan pengulangan yang digunakan Allah dalam mengajar Rasul-Nya amat
efektif sehingga apa yang disampaikan kepadanya langsung tertanam dengan kuat
di dalam kalbunya.
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam
pendidikan dan pembinaan anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan seorang
pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didiknya. ”Kebiasaan itu
adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan
dulu, serta berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi.[19] Seorang
anak yang terbiasa mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam lebih dapat diharapkan
dalam kehidupannya nanti akan menjadi seorang Muslim yang saleh.
Dalam kehidupan sehari-hari
pembiasaan itu sangat penting, karena banyak orang yang berbuat atau bertingkah
laku hanya karena kebiasaan semata- mata. Tanpa itu hidup seseorang akan
berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu ia harus memikirkan
terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. Kalau seseorang sudah terbiasa shalat
berjamaah, ia tak akan berpikir panjang ketika mendengar kumandang adzan,
langsung akan pergi ke masjid untuk shalat berjamaah.
Pembiasaan ini akan memberikan
kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik
secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.
Pembiasaan shalat, misalnya,
hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah SAW. memerintahkan kepada para
orang tua dan pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan shalat,
ketika berumur tujuh tahun, sebagimana sabdanya yang diriwayatkan Tirmidzi :
عن عمروابن شعيب, عن أبيه, عن جده, قال:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين
وضربوهم عليها وهم أبناء عشروفرقوا بينهم فى المضاجع.
“Dari Umar
Ibn Syua’ib, dari Bapaknya, dari Kakeknya berkata; Telah bersabda Rasulullah
SAW; “Perintahkan anak-anakmu șalat ketika berumur tujuh
tahun, pukullah mereka karena meninggalkan șalat pada
waktunya, mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah mereka dari tempat tidurmu
(putra/putri)”.[20]
Berawal dari pembiasaan sejak kecil
itulah, peserta didik membiasakan dirinya melakukan sesuatu yang lebih baik.
Menumbuhkan kebiasaan yang baik ini tidaklah mudah, akan memakan waktu yang
panjang. Tetapi bila sudah menjadi kebiasaan , akan sulit pula untuk berubah
dari kebiasaan tersebut.
Penanaman kebiasaan yang baik, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW di atas, sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak.
Agama Islam sangat mementingkan pendidikan kebiasaan, dengan pembiasaan itulah
diharapkan peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan.
Beberapa metode dapat diaplikasikan dalam pembiasaan ini. ”Metode mengajar yang
perlu dipertimbangkan untuk dipilih dan digunakan dalam pendekatan pembiasaan
antara lain : metode Latihan (Drill), Metode Pemberian Tugas, Metode
Demonstrasi dan Metode Eksperimen.[21]
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta
: Balai Pustaka, 2001), h. 246
[2] Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana,
2008), Cet. Ke-5, h. 127
[3] Ibid., h. 146
[4] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar
Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), h. 70
[5] Ibid., h. 72
[6] Imam Bukhori, Proses Pendidikan Akhlak Mulia Melalui Pembiasaan
di Sekolah, (Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2002), h. 13
[7] Ibid., h. 15
[8] Ibid., h. 17
[9] Ibid., h. 19
[10] Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip
Desain Pembelajaran, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 25
[11] Imam Bukhori, Proses Pendidikan Akhlak Mulia Melalui Pembiasaan
di Sekolah, (Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2001), h.19
[12] Ibid
[13]
Qodri Azizi, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), h.146
[14] Ibid, h.147
[15] Ah.Haris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995), h. 63
[16] Qodri Azizi, op. cit., h.153
[17] Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam, Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits di Madrasah Ibtidaiyah, (Jakarta : 2008), h. 63
[19] Ibid., h. 123
[20]Husein Bahreisy, Hadits Sahih Bukhori Muslim, (Surabaya:
Karya Utama, tt), h. 65
[21] Ramayulis, Metodologi
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2005), h. 129
Tidak ada komentar:
Posting Komentar