Cari Blog Ini

Selasa, 01 Mei 2018

Pendekatan Pembiasaan


A.    Pendekatan Pembiasaan
1.      Pengertian Pendekatan Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan terdiri dari dua kata yaitu pendekatan dan pembiasaan. Dua kata yang mempunyai perbedaan makna dan setelah penggabungan, maka melahirkan salah satu bentuk pendekatan dalam proses pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendekatan diartikan usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian atau juga disebut dengan ancangan.[1] Sedangkan dalam kajian pendidikan, pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum. Oleh karena itu, strategi dan metode yang digunakan dapat bersumber atau bergantung dari pendekatan tertentu.[2]
Pengertian pembiasaan secara bahasa diartikan dengan suatu perilaku sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.[3] Dalam kajian pendidikan, pembiasaan diartikan dengan suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi.[4] Sedangkan pengertian pendekatan pembiasaan sebagaimana diungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah bahwa pendekatan pembiasaan merupakan bentuk pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran dalam upaya membimbing peserta didik untuk mempraktekkan kebiasaan-kebiasaan positif, agar menjadi karakter yang baik bagi peserta didik.[5]
Berdasarkan penjelasan di atas penulis memahami bahwa pendekatan pembiasaan merupakan salah satu bentuk pendekatan dalam proses pembelajaran yang menekankan kepada keterampilan peserta didik dalam perilaku kehidupan sehari-hari, sesuai dengan materi yang diajarkan dalam mata pelajaran PAI.
2.      Bentuk-bentuk Pendekatan Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan merupakan sebuah program yang dijalankan oleh guru baik di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah. Hal ini bertujuan agar pembiasaan-pembiasaan yang baik dan positif bisa menjadi habit dalam lingkungan sekolah. Ada beberapa bentuk yang digunakan dalam penerapan pendekatan pembiasaan, yaitu;
a.       Keteladanan
Keteladanan atau uswatun hasanah di sini adalah upaya oleh setiap orang untuk memberikan contoh akhlak karimah kepada orang lain tentang apa dan bagimana melakuakan sesuatu dan bagaimana memperlakukan orang lain.  Keteladanan merupakan inti dari semua bentuk pelaksanaan pendekatan pembiasaan. Prinsip yang harus dipegang dalam memberikan tauladan agar mempunyai pengaruh kepada peserta didik dengan prinsip mulai diri sendiri, mulai dari yang kecil dan biasa, mulai sekarang juga.[6]
Keteladanan diarahkan untuk memberiokan contoh baik kepada murid. Sebagaimana dimaklumi pendekatan pembiasaan beroreantasi adalah untuk menyentuh pada aspek afektif peserta didik. Aspek afektif murid akan mudah tersentuh dengan pembelajaran prilaku, penerapan langsung dengan percontohan ini.
Dalam penerapan pembiasaan dengan keteladanan dapat dilaksanakan dalam beberapa cara, yaitu;[7]
1)      Semua guru, pegawai dan kepala sekolah harus menampilkan prilaku penuh nilai  akhlak karimah kepada peserta didik, tentang bagaimana berjalan yang berakhlak, bagaimana menyapa, salam, berjabat tangan, bicara, menegur, menyuruh, menasehati, bahkan bagaimana marah dan memarahi yang berakhlak dan lain sebagainya.
2)      Memperlakukan peserta didik dengan akhlak karimah, sehingga peserta didik bisa respek dan menerima apa yang dikatakan dan dianjurkan.
3)      Berkomitmen untuk saling mengingatkan. Untuk mencapai komitmen ini perlu diadakan kesepakatan bersama tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilaksanakan . Hal ini tentu terkait dengan bagaimana memberi pemahaman danpengertian kepada peserta didik.
b.      Pembelajaran
Pembelajaran yang dimaksud di sini adalah pembelajaran dengan bagaimana memberikan pemahaman, keyakinan dan konsep serta teori tentang pembiasaan yang positif. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembiasaan dapat dilakukan secara khusus maupun secara umum. Secara khusus berarti memberikan materi khusus tentang pembiasan dengan akhlak karimah. Sedangkan pembelajaran secara umum berarti memasukkan , menghubungkan dan
mengaitkan nilai-nilai akhlak karimah ke dalam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah baik kurikuler maupon ekstra-kurikuler. 
Dalam pembelajaran adanya program untuk mengarahkan peserta didik berprilaku akhlak karimah, melalui pemberian pemahaman dan pengertian tentang akhlak mulia. Prinsip yang digunakan adalah dengan merubah pemahaman dan mengisi aspek kognitif diharapkan dapat merubah prilaku, yaitu menuju prilaku yang berakhlak mulia. 
Adapun pelaksanaannya dapat dengan melakukan usaha-usaha antara lain :[8] 
1)      Pengajaran akidah-akhlak, lebih dioptimalkan.
2)      Memasukkan materi akhlak pada semua mata pelajaran
3)      Menggalakkan kegiatan-kegiatan peringatan hari besar Islam dan lainnya, serta mengisinya dengan ceramah-ceramah tentang akhlak. 
4)      Memberdayakan penyelenggaraan sholat jum'at di sekolah.
5)      Penampilan kata-kata hikmah di tempat-tempat umum secara permanen ataupun temporer secara berkala dan terencana . Berkala berarti menuntut adanya pergantian materi dan penampilan sehingga menarik dan menimbulkan suasana baru. 
6)      Pemberdayaan pertemuan wali kelas dan guru bidang studi
7)      Memberikan panduan praktis tentang sopan-santun murid dalam setiap aktifitas dan setiap interaksi dengan orang lain / siapapun.
c.       Pengontrolan
Pengontrolan adalah program bagaimana pengawasan dilakukan, untuk  menjamin  diterapkannya  pembiasaan agar menjadi kebiasaan yang mencerminkan prilaku akhlak mulia dalam setiap tindakan sesuai dengan rencana dan aturan yang ada. Dalam hal ini para guru membuat program bagaimana setiap pribadi peka untuk mengingatkan dan menegur lalu menunjukkan terhadap prilaku yang tidak berakhlak yang terjadi dihadapannya, di manapun dan kapanpun berada. 
Pengontrolan diharapkan menimbulkan hukuman sosial bagi prilaku yang tidak membiasakan berakhlak mulia. Pelanggar akan malu sendiri tanpa ditegur/diingatkan. Pengontrolan ini diarahkan untuk mengarahkan dan meluruskan prilaku menyimpang yang dilakuan oleh semua unsur; guru, murid, karyawan maupun para pimpinan. Yaitu masing masing individu menjadi pemgontrol bagi dirinya sendiri, temannya, mitra kerjanya dan bahkan atasannya. Semua diciptakan dalam suasana semangat  amar makruf nahi munkar, yakni mencegah tindakan yang tidak berakhlak dan menganjurkan, mengajak serta mendorong kepada prikau yang sesuai dengan akhlak mulia. Untuk itu semua diperluakan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan bersifat mengikat . 
Pelaksanaan pengontrolan ini dengan melakukan usaha antara lain:[9]
1)      Memberikan teguran, memberi tahu, mengingatkan dan menasehati kepada orang lain yang jelas-jelas berprilaku yang tidak berakhlak, dengan cara yang bijak.
2)      Mendorong peserta didik untuk mau melakukan hal yang sebagaimana disepakati bersama.
3)      Mendorong orang lain untuk mengkoreksi/mengingatkan diri kita jika ada kekurangan. 
Dalam memberikan nasehat atau mengingatkan agar pembiasaan yang positif dalam teraplikasikan bagi peserta didik dan warga sekolah harus didasari tujuan yang baik , ikhlas karena Allah. Di samping itu tidak mempermalukan kepada yang diingatkan atau dinasehati. Selanjutnya pelaksanaan pengontrolan juga dimaksudkan untuk pengawasan terhadap pelaksanaan program itu sendiri. Sehingga dengan ini keistiqomahan jalannya program dapat tercapai. Dengan demikian diharapkan budaya sekolah mennjadi terwujud.
Proses pembelajaran merupakan rangkaian pembiasaan. Mulai dari masuk kelas sampai keluar kelas merupakan bentuk-bentuk kegiatan pembiasaan dalam pembelajaran. Guru yang profesional dalam membentuk berbagai kebiasaan yang baik dalam kelas akan membentuk peserta didik yang berkualitas.
Selanjutnya menurut Dewi Salma Prawiradilaga mengatakan bahwa ada beberapa bentuk pembiasaan dalam kelas adalah membaca, mendengar, melihat dan sebagainya. Guru yang bisa memanfaatkan beberapa pembiasaan ini dengan maskimal, akan mempengaruhi kepada prestasi belajar siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Magnesen yang disitir dari Dewil Salma Prawiradilaga bahwa bentuk-bentuk pembiasaan tersebut dalam pembelajaran mempunyai porsi-porsi tertentu. Sehingga proses pembelajaran terjadi dengan ;
1)      Membaca sebanyak 10%
2)      Mendengar 20%
3)      Melihat 30%
4)      Melihat dan mendengar sebanyak 50%
5)      Mengatakan 70%
6)      Mengatakan sambil mengerjakan 90%.[10]
Dengan demikian beberapa bentuk pembiasaan tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh pendidik. Sedangkan pembiasaan dalam pendidikan Islam dapat dilakukan dengan berbagai materi, yaitu ;
1)      Akhlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik, baik di sekolah maupun di luar sekolah, seperti berbicara sopan.
2)      Ibadah, berupa pembiasaan shalat berjemaah di Masjid/Mushalla sekolah, mengucapkan salam sewaktu masuk kelass, membaca basmalah dan hamdalah tatkala memulia dan selesai belajar.
3)      Keimanan, berupa pembiasaan agar anak beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya, dengan membawa anak-anak memperlihatkan alam semesta, memikirkan dan merenungkan ciptaan langit dan bumi dengan berpindah secara bertahap dari alam natural ke alam super natural.
4)      Sejarah, berupa pembiasaan agar anak membaca dan mendengarkan sejarah kehidupan Rasulullah SAW, para sahabat dan para pembesar dan mujahid Islam, agar anak-anak mempunyai semangat jihad dan mengikuti perjuangan merek
3.      Strategi Penerapan Pembiasaan di Sekolah
Pada awalnya agar suatu perbuatan menjadi kebiasaan perlu di paksakan, sedikit demi sedikit kemudian menjadi kebiasaan. Berikutnya kalau aktifitas itu sudah menjadi kebiasaan, ia akan menjadi  habit,  yaitu kebiasaan yang sudah dengan sendirinya, dan bahkan sulit untuk dihindari. Ketika menjadi habit ia akan selalu menjadi aktifitas rutin yang selanjutnya menjadi budaya.[11] Dengan demikian kebiasaan tidak begitu saja terjadi, perlu usaha keras dan menerapkan strategi yang tepat. Oleh karena guru perlu mengetahu strategi agar bisa menjadi kebiasaan itu sebagai habit bagi peserta didik, yaitu;[12]
a.       Pengunaan pendekatan sistem.
Pembiasaan dengan menggunakan pendekatan sistem merupakan gerakan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dari semua  sub-sub sistem yang saling berkait dan bergantung, untuk mencapai tujuan bersama. Menyeluruh, berarti harus menyentuh pada semua aspek kehidupan dan kegiatan, baik aspek pribadi, sosial dan keagamaan. Terpadu, berarti harus dilakukan oleh semua unsur yang terkait pada semua lini serta mencakup semua sub system . Berkesinambungan  berarti dilakukan secara terus menerus, istiqomah, tidak sekali gebrakan. Semuanya melakukan dengan perbaikan dan evaluasi secara terus menerus sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang dipertahankan terus akhirnya menjadi budaya.
b.      Penciptaan komitmen bersama
Strategi ini diperlukan untuk memastikan adanya kebersamaan warga sekolah. Adalah sangat sulit merubah atau membuat kebiasaan baru pada suatu lembaga tanpa adanya komitmen bersama. Adanya komitmen bersama diawali dengan adanya pengertian, pengetahuan dan keyakinan individu-individu warga sekolah terhadap tujuan bersama. Untuk itu diperlukan transformasi tidak sekedar sosialisasi terhadap visi-misi dan tujuan bersama.
c.       Pengelolahan dengan program yang jelas
Pengelolahan proses pembiasaan agar menjadi perilaku akhlak mulia disuatu lembaga diperlukan untuk mencapai tujuan bersama yaitu membudayakan akhlak mulia. Pengelolahan tersebut dilakukan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Diawali dengan perencanaan yang dituangkan dalam program-program yang baik, lalu pengorganisasian terhadap semua sumberdaya yang ada di sekolah, dan selanjutnya dilakukan penggerakan terhadap semua sumberdaya, dan kemudian pengontrolan. Semua fungsi tersebut dijalankan sebagai siklus yang berputar. Dengan demikian hasil pengontrolan dijadikan sebagai umpan balik untuk memperbaiki program/ rencana selanjutnya, dan demikian seterusnya.
d.      Perbaikan berkesinambungan
Perbaikan yang berkesinambungan merupakan  unsur yang fundamental dalam pencitaan pembiasaan di sekolah. Perbaikan berkesinambungan merupakan usaha konstan untuk mengubah dan membuat sesuatu tidakan lebih baik secara terus menerus. Perbaikan berkesinambungan menuntut pimpinan atau kepala sekolah memperbaiki setiap aspek dalam system organisasi sekolah pada setiap  kesempatan. Pelaksanaannya  antara lain dengan menciptakan: a) komunikasi yang baik, untuk memberikan informasi mebelum, selama, dan sesudah perbaikan. b) perbaikan pada masalah yang tampak nyata/jelas, c) pandangan ke hulu, maksudnya mencari suatu penyebab masalah sesungguhnya dan yang mendasar bukan pada gejalanya. Untuk itu perlu menggunakan teknik dan alat tersendiri secara ilmiah bukan dugaan dan prasangka. d) Pendokumentasian kemajuan dan masalah, hal ini dilakukan agar apabila terjadi masalah yang sama, maka pemecahnnya dapat dilakukan dengan cepat.
4.      Penerapan Pendekatan Pembiasaan dalam Mata Pelajaran PAI
Pembiasaan merupakan proses pendidikan.[13] Pendidikan yang  instant berarti melupaka dan meniadakan pembiasaan. Tradisi dan bahkan juga karakter (prilaku) dapat diciptakan melalui latihan dan pembiasan. Ketika suatu praktek sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini, maka akan menjadi habit bagi yang melakukanya, kemudian akan menjadi ketagihan, dan pada waktunya akan menjadi tradisi  yang sulit untuk ditinggalkan. Hal ini berlaku untuk hampir semua hal, meliputi nilai-nilai yang buruk maupun yang baik. 
Pada awalnya, demi pembiasaan suatu perbuatan perlu dipaksakan, sedikit demi sedikit kemudian menjadi kebiasaan. Berikutnya kalau aktifitas itu sudah menjadi kebiasaan, ia akan menjadi  habit,  yaitu kebiasaan yang sudah dengan sendirinya, dan bahkan sulit untuk dihindari. Ketika menjadi habit ia akan selalu menjadi aktifitas rutin.[14]
Kebiasaan menurut Zubair adalah ulangan perbuatan yang sama. Sedangkan menurut Sholihin dan Anwar kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah mengerjakannya. [15]
Konsekuensi riil dari pembiasaan ini adalah, bahwa sekolah harus mewujudkan praktek pembiasaan ini, baik untuk hal-hal yang berkaitan dengan ritual (seperti sholat jama'ah, sholat sunat, tadarus, dan sebagainya), praktek etika sosial, nilai-nilai, seperti kebersihan, kedisiplinan, perlakuan menghormati sesama, saling membantu, kedermawanan, menulis, membaca, rajin, melakukan ekperimen, dan lain-lain. Sebaiknya perlu ada keseimbangan antara keharusan (kewajiban) yang diterapkan di sekolah dan rangsangan / dorongan dengan hadiah bagi yang menjalankan.[16]
Pendekatan atau cara yang dapat mewujudkan kesenangan  untuk dijalankan oleh anak didik sangat diperlukan sehingga mereka menjalankannya tidak semata-mata karena terpaksa. Sebelum menjadi sesuatu yang disenangi, dalam rangka pembiasan itu kepala sekolah perlu membuat aturan atau ketentuan untuk praktek keseharian, meskipun tidak secara tegas masuk dalam kurikulum. Jadi dengan demikian, pembiasaan harus tetap dilakuan, meskipun berawal dari paksaan, oleh karena dipaksa oleh guru atau oleh aturan. Di samping itu upaya pendekatan yang menyenangkan harus tetap pula di ujicobakan.
Proses  pembelajaran pendekatan pembiasaan dalam mata pelajaran PAI dikembangkan  dengan memberikan peran terhadap lingkungan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dalam membangun sikap mental dan membangun masyarakat yang sesuai dengan Al-Qur’an  dan  Hadits,  dengan melihat  kesanggupan  siswa  dalam mengamalkan dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
Lingkungan belajar diusahakan dan dibentuk sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat merasakan kenyamanan dalam mempraktekkan hasil-hasil pembelajaran Al-Qur’an Hadits. Semacam siswa tidak hanya  tahu  cara melafalkan  surat Al-Fatihah,  tetapi  ia  juga  gemar  untuk melafalkannya dalam berbagai kesempatan. Ataupun siswa telah belajar mengenai hadits tentang kebersihan, maka ia dapat membiasakan untuk mempraktekkan kandungan hadits tersebut.[17]
Pendidikan agama Islam lebih luas dari pada pengajaran agama. Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat mengajar dalam arti menyampaikan ilmu pengetahuan tentang agama kepada peserta didik, melainkan melakukan pembinaan mental spiritual yang sesuai dengan ajaran agama. Bahkan dalam arti luas dapat disamakan dengan pembinaan pribadi, yang dalam pelaksanaannya tidak hanya bisa terjadi melalui pelajaran yang diberikan dengan sengaja saja, melainkan menyangkut semua pengalaman yang dilalui anak sejak lahir dan berlaku untuk semua lingkungan hidup anak, mulai dari lingkungan keluarga, kemudian lingkungan sekolah dan sampai lingkungan masyarakat.
Dengan demikian, guru Pendidikan Agama Islam selain harus seorang Muslim yang taat mengamalkan ajaran agamanya, mengetahui dan memahami, meresapi dan menghayati soal-soal yang berkaitan dengan pengetahuan agama Islam, juga dituntut untuk menguasai metodologi pendidikan agama, baik teori maupun aplikasinya.
Dengan demikian, dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru memerlukan wawasan yang luas dan utuh tentang kegiatan pembelajaran. Seorang guru harus mengetahui dan memiliki gambaran secara menyeluruh mengenai bagaimana proses pembelajaran itu terjadi serta langkah-langkah apa yang diperlukan sehingga tugas-tugas kependidikannya bisa dilakukan dengan baik dan memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Salah satu pendekatan pendidikan yang diisyaratkan Allah di dalam Al Quran surah Al-Alaq adalah metode pembiasaan dan pengulangan. Latihan dan pengulangan yang merupakan metode praktis untuk menghafalkan atau menguasai suatu materi pelajaran termasuk ke dalam metode ini.[18]
Dengan demikian, pendekatan pembiasaan dan pengulangan yang digunakan Allah dalam mengajar Rasul-Nya amat efektif sehingga apa yang disampaikan kepadanya langsung tertanam dengan kuat di dalam kalbunya.
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pendidikan dan pembinaan anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan seorang pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didiknya. ”Kebiasaan itu adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan dulu, serta berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi.[19] Seorang anak yang terbiasa mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam lebih dapat diharapkan dalam kehidupannya nanti akan menjadi seorang Muslim yang saleh.
Dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu sangat penting, karena banyak orang yang berbuat atau bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata- mata. Tanpa itu hidup seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu ia harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. Kalau seseorang sudah terbiasa shalat berjamaah, ia tak akan berpikir panjang ketika mendengar kumandang adzan, langsung akan pergi ke masjid untuk shalat berjamaah.
Pembiasaan ini akan memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.
Pembiasaan shalat, misalnya, hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah SAW. memerintahkan kepada para orang tua dan pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan shalat, ketika berumur tujuh tahun, sebagimana sabdanya yang diriwayatkan Tirmidzi :
عن عمروابن شعيب, عن أبيه, عن جده, قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين وضربوهم عليها وهم أبناء عشروفرقوا بينهم فى المضاجع.
“Dari Umar Ibn Syua’ib, dari Bapaknya, dari Kakeknya berkata; Telah bersabda Rasulullah SAW; “Perintahkan anak-anakmu șalat ketika berumur tujuh tahun, pukullah mereka karena meninggalkan șalat pada waktunya, mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah mereka dari tempat tidurmu (putra/putri)”.[20]

Berawal dari pembiasaan sejak kecil itulah, peserta didik membiasakan dirinya melakukan sesuatu yang lebih baik. Menumbuhkan kebiasaan yang baik ini tidaklah mudah, akan memakan waktu yang panjang. Tetapi bila sudah menjadi kebiasaan , akan sulit pula untuk berubah dari kebiasaan tersebut.
Penanaman kebiasaan yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas, sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak. Agama Islam sangat mementingkan pendidikan kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan. Beberapa metode dapat diaplikasikan dalam pembiasaan ini. ”Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan untuk dipilih dan digunakan dalam pendekatan pembiasaan antara lain : metode Latihan (Drill), Metode Pemberian Tugas, Metode Demonstrasi dan Metode Eksperimen.[21]


[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001), h. 246
[2]  Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2008), Cet. Ke-5, h. 127
[3]  Ibid., h. 146
[4] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), h. 70
[5] Ibid., h. 72
[6] Imam Bukhori, Proses Pendidikan Akhlak Mulia Melalui Pembiasaan di Sekolah,  (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2002), h. 13
[7]  Ibid., h. 15
[8] Ibid., h. 17
[9]  Ibid., h. 19
[10] Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 25
[11] Imam Bukhori, Proses Pendidikan Akhlak Mulia Melalui Pembiasaan di Sekolah,  (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2001), h.19
[12]  Ibid
[13]  Qodri Azizi, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial,  (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), h.146
[14]  Ibid, h.147
[15] Ah.Haris Zubair, Kuliah Etika,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995), h. 63
[16] Qodri Azizi, op. cit., h.153
[17]  Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits di Madrasah  Ibtidaiyah, (Jakarta : 2008), h. 63
[18] Edi Suardi, Pedagogik 2,  (Bandung : Angkasa. tt ), Cetakan ke- 2, h. 81
[19] Ibid., h. 123
[20]Husein Bahreisy, Hadits Sahih Bukhori Muslim, (Surabaya: Karya Utama, tt), h. 65
[21]  Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2005), h. 129

Tidak ada komentar: