A.
Konsep
Guru
- Pengertian guru
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak didik, guru dalam pandangan masyarakat adalah
orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di
lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau, mushalla,
rumah dan sebagainya.
Karena itu, tepatlah apa yang dikatakan N.A Amentabun bahwa guru
adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan
murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, di sekolah maupun di luar
sekolah.[1]
Sementara itu Dzakiyah Darajat mempunyai pandangan yang berbeda
tentang pengertian guru, yaitu guru adalah orang yang mampu merelakan dirinya
dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpukul di pundak orang
tua.[2]
Dari pengertian di atas, jelaslah bahwa tugas guru di sekolah adalah
mengemban sebagian tugas atau tanggung jawab orang tua anak didik dalam masalah
pendidikan, jadi di sini terlihat bahwa guru merupakan pemegang amanat dari
orang tua, dan guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya.
Firman Allah QS. Al-Nisa’: 58 yang berbunyi:
إِنَّ اللّهَ
يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم
بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم
بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً
(النساء: 58)
(النساء: 58)
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” (Q.S. 4: 58)
Jadi predikat guru yang melekat pada seseorang didasarkan pada
amanat yang diserahkan kepadanya.
Selanjutnya dapat pula dilihat beberapa pengertian guru yang
dirumuskan para ahli, di antaranya:
Sutari Imam Barnadid mengemukakan bahwa pendidik adalah tiap-tiap
orang yang dengan sengaja mempegaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan.
Ahmad D. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul
pertanggungjawaban untuk mendidik yaitu manusia dewasa yang karena hak dan
kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik.[3]
Dari semua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa guru adalah
orang yang memikul tanggung jawab untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
Sebagai guru tentunya sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan
untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak didik
ke tujuan. Di sini tentu saja tugas guru berusaha menciptakan suasana belajar
yang megairahkan dan menyenangkan.[4]
Guru menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat kewibawaan
yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur
guru, masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar
menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Agar cita-cita dari orang tua tersebut dapat terlaksana dengan baik,
maka seorang guru harus memiliki sifat-sifat yang dapat menjadi contoh bagi
anak didik serta dengan adanya sifat-sifat tersebut guru dapat menjalankan
tugas dan kewajibannya yang mulia itu dengan baik, adapun sifat-sifat tersebut
antara lain:
a.
Guru harus
menjadi orang tua murid-muridnya,
b.
Ada
hubungan yang baik antara guru dan murid
c.
Guru
hendaklah mempunyai pengetahuan tentang anak
d.
Guru harus
merasa berkewajiban kepada masyarakat
e.
Guru
hendaklah bersikap adil dan jujur.
f.
Guru harus
bersifat ikhlas
g.
Guru harus
menjadi teladan bagi murid-muridnya
h.
Guru
hendaklah berpengetahuan luas
i.
Guru harus
periang
j.
Guru harus
gesit
k.
Guru harus
sehat jasmaninya.[5]
Guru yang sehat jasmaninya, pendengaran dan penglihatan serta jauh
dari berbagai penyakit, sehingga ia dapat menunaikan misi ilmiahnya dengan
baik. Guru harus benar-benar memperhatikan kesehatannya, makan minumnya,
istirahatnya, tidurnya dan yang tidak kalah pentingnya adalah olah raga.
Dapat ditambahkan bahwa sebagai seorang guru yang baik harus
memiliki sifat-sifat positif sebagai berikut:
a.
Harus
seorang Pancasilais
b.
Memiliki
rasa tanggung jawab
c.
Cita
terhadap anak didik dan terhadap pekerjaannya
d.
Kerelaan
hati
e.
Manusia
sebenarnya
f.
Lebih
tinggi dalam segala hal
g.
Kesabaran [6]
Sedangkan menurut Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh M. Arifin
menyatakan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, sebagai
berikut:
a.
Guru harus
mencintai muridnya
b.
Guru tidak
usah mengharapkan upah yang berlebihan terhadap tugas dan pekerjaannya dalam
mendidik dan mengajar.
c.
Guru harus
memberikan dorongan kepada muridnya untuk menuntut ilmu
d.
Guru harus
dapat memberikan contoh dan teladan yang baik.
e.
guru harus
memahami jiwa anak didik.
f.
guru harus
mendidik keimanan dalam diri anak.[7]
Jadi, untuk menjadi guru yang baik dan tetap guru yang baik, harus
bisa memperbaiki diri secara terus menerus selalu memerangi
kekurangan-kekurangan yang ada pada kita, anak-anak berhak mendapat bimbingan
dari laki-laki dan perempuan yang baik.
- Peranan guru
Guru merupakan figur sentral dalam dunia pendidikan khususnya saat
terjalinnya proses belajar mengajar. Oleh karenanya, guru harus memiliki
karakteristik kepribadian yang ideal. Disamping itu guru harus memiliki
kemampuan untu menciptakan lingkungan belajar yang efektif sehingga dapat
mencapai hasil y6ang optimal dan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Jika guru bertugas sebagai seorang pengajar, maka ia memiliki peran yang sangat
penting yang harus dijalankannya. Sehubungan dengan hal itu Sardiman A.M
mengungkapkan bahwa peran guru dalam proses belajar mengajar ada beberapa macam
yaitu : sebagai informator, organisator, motivator, direktor,
inisiator, transmittor, fasilitator, mediator dan evaluator.[8]
Guru hendaknya mampu membantu setiap siswa secara efektif dapat
mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai sumber serta media
belajar. Hal ini berarti bahwa guru hendaknya dapat mengembangkan cara dan kebebasan
belajar yang sebaik-baiknya.
Menurut Uzer Usman,
menjelaskan bahwa peranan guru dalam proses belajar mengajar yang dianggap
paling dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Guru
sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, guru hendaknya senantiasa
menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa
mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang
dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh
siswa.
b.
Guru
sebagai pengelola kelas
Guru hendaknya mengelola kelas lingkungannya belajar serta merupakan
aspek dari lingkungan sekolah yang perlu di organisasi lingkungan ini di atur
dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan
pendidikan.
c.
Guru
sebagai moderator dan fasilitator
Sebagai moderator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan karena merupakan alat komunikasi untuk
lebih mengefektifkan proses belajar mengajar sebagai fasilitas.
d.
Guru
sebagai evaluator
Guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik, kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui apa tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau
belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat semua ini akan dapat
dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.[9]
Sementara itu, Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan beberapa peranan
guru dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
a.
Korektor,
sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai
yang buruk, koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik
tidak hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan.
b.
Inspirator,
sebagai inspirator guru harus memberikan ilham yang baik bagi kemajuan anak
didik.
c.
Informator,
sebagai informatory, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pekerjaan untuk setiap mata
pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum.
d.
Organisator,
sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru,
dalam bidang ini guru memiliki kegiatan, pengelolaan kegiatan akademik,
menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya.
e.
Motivator,
sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan
aktif belajar, dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis
motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun
prestasinya di sekolah. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan
memperhatikan kebutuhan anak didik.
f.
Inisiator,
guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan pendidikan dan pengajaran.
Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan
pengajaran harus diperbaharui sesuai kemajuan media komunikasi dan informasi
abad ini.
g.
Fasilitator,
sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang
memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang
tidak menyenangkan suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang
berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas
belajar. Oleh sebab itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas,
sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.
h.
Pembimbing,
tanpa bimbingan dari guru, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi
perkembangan dirinya. Kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak
didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap.
i.
Demonstrator,
dalam interaksi educative, tidak semua bahan pelajaran dapat dipahami anak
didik untuk bahan pelajaran yang dengan cara memperagakan apa yang diajarkan
secara didactic, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak
didik tidak terjadi salah pengertian antara guru dan anak didik.
j.
Pengelola
kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah
tempat terhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan
pelajaran dari guru, maksud dari pengelolaan kelas adalah agar anak didik betah
tinggal di kelas dan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya.
k.
Mediator,
guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media
pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun
material, media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses
interaksi globatif keterampilan menggunakan semua media itu diharapkan dari
guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan pengajaran sebagai mediator,
guru dapat diartikan sebagai penengah dalam proses belajar mengajar anak didik.
l.
Supervisor,
guru hendaknya membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses
pengajaran, teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat
meletakkan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik.
m.
Evaluator,
guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan
memberikan penilaian yang menyentuh pada aspek ekstrinsik dan instrinsik. Guru
tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses
(jalannya pengajaran).[10]
Jadi dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk
mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai
tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi
dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Secara lebih terperinci
tugas guru berpusat pada :
a.
Mendidik
dengan titik berat memberikan arahan dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
b.
Memberi
fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
c.
Membantu
perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian
diri.[11]
Dari uraian di atas jelaslah bahwa peranan guru telah meningkat dari
sebagai pengajar menjadi sumber direktur pengarah belajar, sebagai direktur
belajar, tugas dan tanggung jawab guru menjadi lebih meningkat yang ke dalamnya
termasuk fungsi guru sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran,
penilai hasil belajar, sebagai motivator belajar dan sebagai pembimbing.
Selanjutnya dalam peranannya sebagai direktur belajar hendaknya guru
senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi
siswa untuk belajar.
- Kompetensi guru
Kompetensi menurut bahasa competence:
ordinarily is defined as adequacy for a task” or as possession or require
knowledge, skill, and abilities.[12] Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kompetensi berarti cakap (mengetahui). Kompetensi
adalah kekuasaan. Kecakapan, kewenangan untuk menentukan atau memutuskan suatu
hal.[13]
Sedangkan menurut istilah
kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Piet A.
Sahertian mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dalam melakukan tugas
mengajar dan mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.[14]
Dari pengertian kompetensi di
atas dapat dipahami bahwa kompetensi adalah segala kemampuan, pengetahuan,
keterampilan untuk mengajar, mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan
latihan serta sebagainya.
Zakiyah
Daradjat mengemukakan bahwa kompetensi guru agama adalah kewenangan atau
kecakapan guru untuk menentukan pendidikan agama yang akan diajarkan pada
jenjang tertentu di sekolah tempat dia mengajar.[15] Dengan
demikian persyaratan yang harus dimiliki oleh guru agama adalah kewenangan
formal, yaitu
a.
Memahami
kurikulum;
b.
Penguasaan
metode pengajaran;
c.
Memahami
psikologi.[16]
Dimaksud dengan kewenangan formal
adalah ijazah guru agama yang menentukan di mana jenjang sekolah tempat dia
mengajar. Guru agama harus memahami betul kurikulum pendidikan agama pada
jenjang pendidikan tempat dia mengajar, SD, SMP atau SLTA.
Metode merupakan sistem teknik
dalam interaksi dan komunikasi siswa dengan guru. Guru agama harus dapat
menentukan metode yang tepat dalam penyampaian bahan pengajaran. Guru agama
harus memahami keadaan jiwa anak tingkatan sekolah di tempat dia mengajar.
Kompetensi sebagai bagian yang
integral, tidak dapat dipisahkan dengan diri guru sebagai pendidik. Memang
suatu hal yang mutlak harus dimiliki dan dikuasai oleh guru. Walaupun saat ini
masih ada guru yang belum menguasai semua kompetensi secara baik, apakah guru
yang profesional maupun guru biasa, namun ia harus meningkatkan kompetensi
tersebut.
Guru sebagai tenaga profesional
di bidang pendidikan, selain memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan
konseptual ia juga harus memahami dan melaksanakan hal-hal yang bersifat
teknis. Dalam interaksi belajar mengajar guru harus mempunyai dua kemampuan
dasar, yaitu kemampuan mendesain dan keterampilan mengkomunikasikannya dengan
siswa. Masih ada lagi kemampuan lainnya yang harus dikuasai guru, semuanya
saling mengisi dalam pencapaian tujuan dan pengajaran.
Terampil atau tidaknya guru dalam
mengelola interaksi belajar mengajar, akan banyak dipengaruhi oleh latar
belakang pendidikan dan pengalaman mengajar. Pengalaman mengajar merupakan
modal yang cukup berguna bagi guru untuk mengembangkan kemampuannya mengelola
interaksi belajar mengajar. Guru itu harus memahami kompetensi dengan segala
seluk-beluknya.
Sehubungan
dengan kompetensi tersebut pendapat para ahli. Menurut Cooper ada empat
kompetensi guru:
a.
Mempunyai
pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia;
b.
Mempunyai
pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibina;
c.
Mempunyai
sikap yang tepat terhadap diri sendiri, teman sejawat dan bidang yang
dibinanya;
d.
Mempunyai
keterampilan teknik mengajar.[17]
Glasser
mengemukakan empat macam kompetensi:
a.
Menguasai
bahan pelajaran;
b.
Kemampuan
mendignosa tingkah laku siswa;
c.
Kemampuan
melaksanakan proses pengajaran;
d.
Kemampuan
mengukur hasil belajar siswa.[18]
Berdasarkan pada pendapat ahli di
atas dapat dipahami bahwa seorang guru itu dituntut untuk memiliki kemampuan
dalam tiga bidang yaitu dalam bidang kognitif, bidang sikap dan bidang
keterampilan.
Mengingat begitu pentingnya
kompetensi bagi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya, maka ia harus
meningkatkan kompetensinya demi keberhasilan dan peningkatan pendidikan serta
pengajaran yang dilaksanakan terutama bagi guru agama. Sebab guru agama
mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan berat dibandingkan dengan
guru-guru bidang studi lainnya. Di samping bertanggung jawab terhadap moral
siswanya. Untuk itu guru agama harus memiliki bermacam-macam kompetensi yang
harus dikuasai, dalam rangka menjalankan tugas sebagai pengabdi kepada agama,
nusa dan bangsa di bidang pendidikan. Untuk mengetahui macam-macam kompetensi
tersebut, penulis akan membahas satu persatu dalam pembahasan berikut ini:
a.
Kepribadian
Kepribadian adalah masalah
abstrak, hanya dapat dilihat melalui sikap, tindakan, ucapan, cara berpakaian
dan cara menghadapi masalah. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa:
Kepribadian yang
sesungguhnya adalah abstrak (maknawi) sukar untuk dilihat atau diketahui secara
nyata yang dapat diketahui hanyalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi
dan aspek pendidikan. Misalnya dalam tindakannya, ucapakan caranya bergaul,
berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan
maupun yang berat.[19]
Kepribadian merupakan keseluruhan
dan individu yang terdiri dari fisik dan psikis. Keseluruhan sikap dan
perbuatan seseorang merupakan gambaran dari kepribadian itu. Oleh karena itu,
seseorang yang memiliki sikap dan perbuatan yang baik, dia dikatakan sebagai
orang yang memiliki kepribadian yang baik atau sebaliknya. Jadi, baik buruknya
seseorang ditentukan oleh kepribadiannya.
Zakiyah Daradjat mengemukakan
bahwa faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian
itulah yang akan menentukan apakah ia akan menjadi pendidik atau pembina yang
baik bagi anak didiknya, apakah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari
depan anak didik yang masih kecil (tingkat SD) dan mereka yang mengalami
kegoncangan jiwa (tingkat menengah).[20]
Seorang guru harus menampilkan
sikap yang baik tidak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah. Ia harus
menjaga citra dan wibawanya sebagai pendidik yang selalu digugu dan ditiru oleh
siswa dan masyarakat. Dan jangan sampai melakukan amoral atau asusila yang
menjadi sorotan masyarakat luas, seharusnya menjadi contoh teladan.
b.
Penguasaan
bahan
Guru sebelum tampil di depan
kelas, terlebih dahulu ia harus menguasai bahan pelajaran yang akan
diajarkannya. Supaya ia dapat mengelola interaksi belajar mengajar dengan baik,
jika tidak ia akan kewalahan. Dengan penguasaan materi pelajaran guru akan
lebih dinamis dalam menyampaikannya.
Guru sebagai pendidik profesional
medium dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian ia akan menjadi
penghubung antara anak dengan ilmu pengetahuan, antara guru dengan teman/guru
lainnya dan antara guru dengan masyarakat dalam setiap segi kehidupan.
A.G. Soejono menyatakan bahwa:
Sebagai pejabat
guru atau yang menentukan pengabdiannya kepada sekolah pembangunan, guru adalah
seorang medium atau penghubung. Penghubung antara murid dengan masyarakat dalam
segala segi kehidupan dan situasi lingkungan hidupnya. Ia adalah penghubung
antara murid dengan pengetahuan atau ilmu, antara murid dan haluan negara,
antara para pendidik sama lainnya antara murid dan para pendidik. Dan perlu
ditegaskan bahwa guru bukannya medium pasif, tetapi medium aktif. Karena itu ia
berhadapan dengan manusia muda yang masih sedikit pengalamannya dan sedang
berkembang menuju kedewasaan.[21]
Meskipun guru sebagai medium,
namun dia tidak akan dapat melaksanakan tugas dan peranannya jika tidak
menguasai bahan pelajaran.
c.
Mengelola
program belajar mengajar
Dalam
mengelola program belajar mengajar guru harus mampu menyusun satuan pelajaran
dengan melakukan langkah berikut:
1)
Merumuskan
tujuan instruksional
Tujuan instruksional ini
menggambarkan tingkah laku yang mesti dicapai siswa setelah mengikuti program
belajar. Tujuan instruksional ada dua yaitu Tujuan Instruksional Umum (TPU) dan
Tujuan Instruksional Khusus (TPK). Di dalam TPK tercakup 3 ranah yaitu kognitif,
efektif dan psikomotor.
2)
Mengenal
dan menggunakan proses instruksional dengan tepat
Dalam instruksional ini
penjabaran bahan atau materi yang akan diajarkan disesuaikan dengan taraf
perkembangan siswa dan relevan dengan tujuan instruksional khusus.
3)
Melaksanakan
program belajar-mengajar.
4)
Mengenal
kemampuan (potensi) anak didik.
5)
Merencanakan
dan melaksanakan program remedial.
d.
Penguasaan
metode
Metode merupakan suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam interaksi
belajar mengajar sebaiknya guru mempergunakan metode yang bervariasi supaya
tidak membosankan dan guru tidak akan berhasil jika tidak menggunakan metode.
Suatu metode sulit untuk digolongkan efektivitasnya, sebab suatu metode cocok
di tangan seorang guru tapi belum tentu cocok bagi guru yang lainnya. Oleh
sebab itu, guru harus memperhatikan beberapa faktor dalam memilih metode yaitu:
1)
Tujuan;
2)
Materi;
3)
Anak
Didik;
4)
Guru; dan
5)
Waktu.
Supaya pemakaian metode tepat,
maka guru harus memperhatikan beberapa hal tersebut. Berikut ini metode
pengajaran menurut Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya adalah:
1)
Metode
ceramah;
2)
Metode
latihan siap (drama);
3)
Metode
tanya jawab;
4)
Metode
diskusi;
5)
Metode
demonstrasi dan eksperimen;
6)
Metode
pembagian tugas;
7)
Metode
karyawisata;
8)
Metode
Karya kelompok;
9)
Metode
sistem regu;
10) Metode sosiodrama dan bermain peranan;
11) Metode peragaan.[22]
Kemampuan guru dalam penguasaan
metode merupakan aspek yang tidak dapat diabaikan oleh guru. Penggunaan metode
yang tepat akan menciptakan interaksi yang baik dalam proses belajar mengajar.
Masing-masing metode punya kelebihan dan kekurangan, sehingga dengan
menggunakan metode yang bervariasi dapat menutupi kelemahan metode lainnya.
e.
Kemampuan
penggunaan media
Media adalah seperangkat alat
bantu atau pelengkap yang dipergunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka
berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik.[23] Alat
yang dipergunakan sebagai media itu banyak dan bervariasi.
Kemampuan mengelola dan
menggunakan media merupakan kemampuan untuk menciptakan kondisi belajar yang
merangsang agar proses belajar mengajar berjalan dengan efektif dan efisien.
Melalui media dapat menyalurkan pesan pengajaran baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Di bawah ini penulis akan
mengemukakan pendapat beberapa ahli tentang media. Menurut Brown di dalam buku
kemampuan dasar guru dalam proses belajar mengajar berpendapat bahwa Media
adalah segala yang dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat
mempengaruhi keefektifan program instruksional.[24]
Sebagai sumber media dapat
dipergunakan media buatan guru, pemanfaatan kekayaan alam, labor, pustaka dan
sumber lainnya. Untuk memahami media dan sumber belajar ada enam kemampuan
yaitu:
1)
Kemampuan
mengenal, memilih dan mempergunakan media dan sumber;
2)
Kemampuan
membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana;
3)
Kemampuan
mempergunakan dan mengelola laboratorium;
4)
Kemampuan
mengembangkan laboratorium;
5)
Kemampuan
mempergunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar;
6)
Kemampuan
menggunakan mikro-teaching dalam PPL.[25]
Dengan memahami media dan sumber
belajar, maka guru dapat memilih dan menggunakan media yang cocok dengan
pelajaran dan dapat menyalurkan informasi dengan tepat.
f.
Menguasai
landasan pendidikan
Rumusan pendidikan nasional
diuraikan Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
sebagai landasan konstitusional dan GBHN sebagai landasan operasional. Guru
harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan nasional tentang dasar,
arah/tujuan dan kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaannya. Dengan demikian guru
akan memiliki landasan berpijak dan mendorong cara berfikir dan bertindak
edukatif. Di samping itu juga harus menguasai dasar kependidikan, seperti
psikologi, ilmu pendidikan, filsafat pendidikan dan sejenisnya.
g.
Mampu
menilai prestasi belajar mengajar
Guru harus mampu menilai prestasi
belajar mengajar yaitu kemampuan untuk mengukur perubahan tingkah laku siswa
dan mengukur kemahiran dirinya dalam mengajar dan membuat program. Penilaian
merupakan bagian yang integral dari sistem pengajaran.[26] Dengan
mengetahui prestasi belajar apalagi secara induvidual, maka guru akan dapat
mengambil langkah-langkah instruksional yang konstruktif. Bagi guru yang
memahami karakteristik siswa akan menciptakan kegiatan belajar mengajar yang
bervariasi serta memberikan kegiatan belajar yang berbeda antara siswa yang
berprestasi tinggi dengan siswa yang berprestasi rendah. Bagi siswa yang
berprestasi tinggi akan diberikan pengayaan, sedangkan siswa yang berprestasi
rendah akan diberikan remedial.
Untuk
mengevaluasi hasil belajar guru dapat melakukan beberapa langkah:
1)
Mengumpulkan
data hasil belajar siswa
a)
Setiap
kali ada usaha mengevaluasi selama pelajaran berlangsung;
b)
Pada akhir
pelajaran.
2)
Menganalisa
data hasil belajar anak didik. Dengan langkah ini guru mengetahui:
a)
Anak didik
yang menemukan pola-pola belajar lain;
b)
Keberhasilan
atau tidaknya anak didik dalam belajar.
3)
Menggunakan
data hasil belajar anak didik. Dalam hal ini menyangkut:
a)
Lahirnya feed
back untuk masing-masing anak didik dan ini perlu diketahui oleh guru;
b)
Adanya feed
beck itu, maka guru akan menganalisa dengan tepat follow up atau
kegiatan berikutnya.[27]
Keahlian guru dalam mengukur
serta penilaian hasil belajar anak didik memberikan dampak yang luas, data yang
akurat sangat membantu untuk menentukan arah perkembangan diri anak didik,
dapat memandu usaha optimalisasi dan integrasi perkembangan anak didik serta
dapat memberikan petunjuk dan penempatan tenaga kerja yang menjamin
produktivitas kerja. Keputusan kerja secara nyata memegang peranan dalam
pembangunan masyarakatnya dan dalam pembinaan kesehatan mental anak didik.
h.
Mengenal
fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan
Guru dalam tugas dan peranannya berfungsi
sebagai konselor atau pembimbing/penyuluh. Oleh sebab itu, ia harus mengenal
fungsi serta program bimbingan dan penyuluhan serta harus melaksanakannya di
sekolah supaya interaksi belajar berjalan dengan lebih baik tepat dan
produktif.
Bimbingan dan penyuluhan
merupakan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang menghadapi
persoalan-persoalan yang timbul dalam hidupnya. Bantuan tersebut perlu
diberikan di sekolah untuk mengatasi persoalan baik masalah akademis maupun
pribadi. Pelayanan bimbingan di sekolah bukannya untuk mengobati anak didik
yang mengalami gangguan mental atau kelainan jiwa. Akan tetapi, pelayanan
bimbingan dan penyuluhan diberikan kepada anak didik dalam rangka menjaga
kesehatan mentalnya guna mencegah timbulnya gangguan mental yang serius.
Fungsi utama bimbingan dan
penyuluhan adalah membantu anak didik untuk menentukan pilihan yang tepat dalam
hidupnya (nilai hidup, jurusan, bidang kerja, teman hidup dan sebagainya),
membantu anak didik berani mengatasi masalah hidup secara bertanggung jawab dan
secara keseluruhan membantu anak didik agar menikmati kebahagiaan hidupnya.
Tujuan program bimbingan dan
penyuluhan supaya anak didik setelah mengikuti layanan bimbingan dan penyuluhan
dapat mengembangkan kemampuannya untuk:
1)
Mengatasi
kesulitan dalam memahami diri sendiri;
2)
Mengatasi
kesulitan dalam memahami lingkungannya yang meliputi sekolah, keluarga dan
kehidupan masyarakat yang lebih luas;
3)
Mengatasi
kesulitan dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi;
4)
Mengatasi
kesulitan dalam menyalurkan kemampuan minat dan bakatnya dalam bidang
pendidikan dan kemungkinan pekerjaan yang tepat.[28]
[1] Syaiful Djamarah, Guru dan anak Didik dalam Interaksi Edukatif,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. 32
[2] Dzakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1996), Cet. ke-5,
h. 29
h. 29
[3] Herry Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos,
1999), Cet ke-1,
h. 18
h. 18
[4] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar
Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), Cet. Ke-1, h. 44
[5] Sriyono, Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-1, h. 46-54
[6] Ibid., h. 55-57
[7] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1996), Cet. Ke-5, h. 102
[8] Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:
CV Rajawali Pers, 1990), Cet. Ke-2, h. 142-144
[9] Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, [t.th]), Cet. ke-6, h. 9-11
[10] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Educative, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet Ke- 2, h. 44
[11] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1995), Cet. Ke-3, h. 97
[12] Rostiyah NK., Masalah-masalah Ilmu Agama, (Jakarta: Bina Aksara,
1982), Cet. Ke-2, h. 26
[13] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1993), Edisi. II, h. 516
[14] Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Islam, (Yogyakarta: Andi
Offset, 1994), Cet. Ke-1, h. 26
[15] Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,
(Jakarta: Ruhama, 1993), h. 95
[16] Ibid., h. 95-97
[17] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar-Mengajar, (Bandung:
Sinar Baru, 1989), Cet. Ke-12, h. 16
[18] Ibid., h. 17
[19] Zakiyah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang,
1982), Cet. Ke-8, h. 16
[20] Ibid.
[21] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,
(Surabaya: Usaha nasional, 1994), Cet. Ke-1, h. 67
[22] Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar
Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993),
Cet. ke-5, h. 41-79
[23] Sudarman Danim, Media Komunikasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1994), Cet. ke-1, h. 7
[24] Cece Wijaya, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), Cet. ke-1, h. 137
[25] Ibid., h. 136
[26] Samana, Profesionalisme Keguruan, (Yogyakarta: Kanisius,
1994), Cet. Ke-1, h. 66
[27] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:
Rajawali Press, 1992), Cet. Ke-4, h. 172-173
[28] Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., h. 116
Tidak ada komentar:
Posting Komentar