Cari Blog Ini

Senin, 30 April 2018

Konsep Guru


A.    Konsep Guru
  1. Pengertian guru
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau, mushalla, rumah dan sebagainya.
Karena itu, tepatlah apa yang dikatakan N.A Amentabun bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.[1]
Sementara itu Dzakiyah Darajat mempunyai pandangan yang berbeda tentang pengertian guru, yaitu guru adalah orang yang mampu merelakan dirinya dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpukul di pundak orang tua.[2]
Dari pengertian di atas, jelaslah bahwa tugas guru di sekolah adalah mengemban sebagian tugas atau tanggung jawab orang tua anak didik dalam masalah pendidikan, jadi di sini terlihat bahwa guru merupakan pemegang amanat dari orang tua, dan guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Firman Allah QS. Al-Nisa’: 58 yang berbunyi:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً
(النساء: 58)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. 4: 58)
Jadi predikat guru yang melekat pada seseorang didasarkan pada amanat yang diserahkan kepadanya.
Selanjutnya dapat pula dilihat beberapa pengertian guru yang dirumuskan para ahli, di antaranya:
Sutari Imam Barnadid mengemukakan bahwa pendidik adalah tiap-tiap orang yang dengan sengaja mempegaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan.
Ahmad D. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik.[3]
Dari semua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sebagai guru tentunya sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak didik ke tujuan. Di sini tentu saja tugas guru berusaha menciptakan suasana belajar yang megairahkan dan menyenangkan.[4]
Guru menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat kewibawaan yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru, masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Agar cita-cita dari orang tua tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka seorang guru harus memiliki sifat-sifat yang dapat menjadi contoh bagi anak didik serta dengan adanya sifat-sifat tersebut guru dapat menjalankan tugas dan kewajibannya yang mulia itu dengan baik, adapun sifat-sifat tersebut antara lain:

a.       Guru harus menjadi orang tua murid-muridnya,
b.      Ada hubungan yang baik antara guru dan murid
c.       Guru hendaklah mempunyai pengetahuan tentang anak
d.      Guru harus merasa berkewajiban kepada masyarakat
e.       Guru hendaklah bersikap adil dan jujur.
f.       Guru harus bersifat ikhlas
g.      Guru harus menjadi teladan bagi murid-muridnya
h.      Guru hendaklah berpengetahuan luas
i.        Guru harus periang
j.        Guru harus gesit
k.      Guru harus sehat jasmaninya.[5]
Guru yang sehat jasmaninya, pendengaran dan penglihatan serta jauh dari berbagai penyakit, sehingga ia dapat menunaikan misi ilmiahnya dengan baik. Guru harus benar-benar memperhatikan kesehatannya, makan minumnya, istirahatnya, tidurnya dan yang tidak kalah pentingnya adalah olah raga.
Dapat ditambahkan bahwa sebagai seorang guru yang baik harus memiliki sifat-sifat positif sebagai berikut:

a.       Harus seorang Pancasilais
b.      Memiliki rasa tanggung jawab
c.       Cita terhadap anak didik dan terhadap pekerjaannya
d.      Kerelaan hati
e.       Manusia sebenarnya
f.       Lebih tinggi dalam segala hal
g.      Kesabaran [6]
Sedangkan menurut Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh M. Arifin menyatakan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, sebagai berikut:

a.       Guru harus mencintai muridnya
b.      Guru tidak usah mengharapkan upah yang berlebihan terhadap tugas dan pekerjaannya dalam mendidik dan mengajar.
c.       Guru harus memberikan dorongan kepada muridnya untuk menuntut ilmu
d.      Guru harus dapat memberikan contoh dan teladan yang baik.
e.       guru harus memahami jiwa anak didik.
f.       guru harus mendidik keimanan dalam diri anak.[7]
Jadi, untuk menjadi guru yang baik dan tetap guru yang baik, harus bisa memperbaiki diri secara terus menerus selalu memerangi kekurangan-kekurangan yang ada pada kita, anak-anak berhak mendapat bimbingan dari laki-laki dan perempuan yang baik.
  1. Peranan guru
Guru merupakan figur sentral dalam dunia pendidikan khususnya saat terjalinnya proses belajar mengajar. Oleh karenanya, guru harus memiliki karakteristik kepribadian yang ideal. Disamping itu guru harus memiliki kemampuan untu menciptakan lingkungan belajar yang efektif sehingga dapat mencapai hasil y6ang optimal dan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Jika guru bertugas sebagai seorang pengajar, maka ia memiliki peran yang sangat penting yang harus dijalankannya. Sehubungan dengan hal itu Sardiman A.M mengungkapkan bahwa peran guru dalam proses belajar mengajar ada beberapa macam yaitu : sebagai informator, organisator, motivator, direktor, inisiator, transmittor, fasilitator, mediator dan evaluator.[8]
Guru hendaknya mampu membantu setiap siswa secara efektif dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai sumber serta media belajar. Hal ini berarti bahwa guru hendaknya dapat mengembangkan cara dan kebebasan belajar yang sebaik-baiknya.
 Menurut Uzer Usman, menjelaskan bahwa peranan guru dalam proses belajar mengajar yang dianggap paling dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
b.      Guru sebagai pengelola kelas
Guru hendaknya mengelola kelas lingkungannya belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu di organisasi lingkungan ini di atur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.
c.       Guru sebagai moderator dan fasilitator
Sebagai moderator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar sebagai fasilitas.
d.      Guru sebagai evaluator
Guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apa tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat semua ini akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.[9]
Sementara itu, Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan beberapa peranan guru dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
a.       Korektor, sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk, koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan.
b.      Inspirator, sebagai inspirator guru harus memberikan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik.
c.       Informator, sebagai informatory, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pekerjaan untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum.
d.      Organisator, sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru, dalam bidang ini guru memiliki kegiatan, pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya.
e.       Motivator, sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar, dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak didik.
f.       Inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan pendidikan dan pengajaran. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbaharui sesuai kemajuan media komunikasi dan informasi abad ini.
g.      Fasilitator, sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh sebab itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.
h.      Pembimbing, tanpa bimbingan dari guru, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap.
i.        Demonstrator, dalam interaksi educative, tidak semua bahan pelajaran dapat dipahami anak didik untuk bahan pelajaran yang dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didactic, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik tidak terjadi salah pengertian antara guru dan anak didik.
j.        Pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat terhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru, maksud dari pengelolaan kelas adalah agar anak didik betah tinggal di kelas dan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya.
k.      Mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun material, media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi globatif keterampilan menggunakan semua media itu diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan pengajaran sebagai mediator, guru dapat diartikan sebagai penengah dalam proses belajar mengajar anak didik.
l.        Supervisor, guru hendaknya membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran, teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat meletakkan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik.
m.    Evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh pada aspek ekstrinsik dan instrinsik. Guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran).[10]
Jadi dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada :

a.       Mendidik dengan titik berat memberikan arahan dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b.       Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
c.       Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri.[11]
Dari uraian di atas jelaslah bahwa peranan guru telah meningkat dari sebagai pengajar menjadi sumber direktur pengarah belajar, sebagai direktur belajar, tugas dan tanggung jawab guru menjadi lebih meningkat yang ke dalamnya termasuk fungsi guru sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, sebagai motivator belajar dan sebagai pembimbing.
Selanjutnya dalam peranannya sebagai direktur belajar hendaknya guru senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
  1. Kompetensi guru
Kompetensi menurut bahasa competence: ordinarily is defined as adequacy for a task” or as possession or require knowledge, skill, and abilities.[12] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi berarti cakap (mengetahui). Kompetensi adalah kekuasaan. Kecakapan, kewenangan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal.[13]
Sedangkan menurut istilah kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Piet A. Sahertian mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dalam melakukan tugas mengajar dan mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.[14]
Dari pengertian kompetensi di atas dapat dipahami bahwa kompetensi adalah segala kemampuan, pengetahuan, keterampilan untuk mengajar, mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan serta sebagainya.
Zakiyah Daradjat mengemukakan bahwa kompetensi guru agama adalah kewenangan atau kecakapan guru untuk menentukan pendidikan agama yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di sekolah tempat dia mengajar.[15] Dengan demikian persyaratan yang harus dimiliki oleh guru agama adalah kewenangan formal, yaitu
a.       Memahami kurikulum;
b.      Penguasaan metode pengajaran;
c.       Memahami psikologi.[16]
Dimaksud dengan kewenangan formal adalah ijazah guru agama yang menentukan di mana jenjang sekolah tempat dia mengajar. Guru agama harus memahami betul kurikulum pendidikan agama pada jenjang pendidikan tempat dia mengajar, SD, SMP atau SLTA.
Metode merupakan sistem teknik dalam interaksi dan komunikasi siswa dengan guru. Guru agama harus dapat menentukan metode yang tepat dalam penyampaian bahan pengajaran. Guru agama harus memahami keadaan jiwa anak tingkatan sekolah di tempat dia mengajar.
Kompetensi sebagai bagian yang integral, tidak dapat dipisahkan dengan diri guru sebagai pendidik. Memang suatu hal yang mutlak harus dimiliki dan dikuasai oleh guru. Walaupun saat ini masih ada guru yang belum menguasai semua kompetensi secara baik, apakah guru yang profesional maupun guru biasa, namun ia harus meningkatkan kompetensi tersebut.
Guru sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, selain memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual ia juga harus memahami dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Dalam interaksi belajar mengajar guru harus mempunyai dua kemampuan dasar, yaitu kemampuan mendesain dan keterampilan mengkomunikasikannya dengan siswa. Masih ada lagi kemampuan lainnya yang harus dikuasai guru, semuanya saling mengisi dalam pencapaian tujuan dan pengajaran.
Terampil atau tidaknya guru dalam mengelola interaksi belajar mengajar, akan banyak dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar. Pengalaman mengajar merupakan modal yang cukup berguna bagi guru untuk mengembangkan kemampuannya mengelola interaksi belajar mengajar. Guru itu harus memahami kompetensi dengan segala seluk-beluknya.
Sehubungan dengan kompetensi tersebut pendapat para ahli. Menurut Cooper ada empat kompetensi guru:

a.       Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia;
b.      Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibina;
c.       Mempunyai sikap yang tepat terhadap diri sendiri, teman sejawat dan bidang yang dibinanya;
d.      Mempunyai keterampilan teknik mengajar.[17]
Glasser mengemukakan empat macam kompetensi:
a.       Menguasai bahan pelajaran;
b.      Kemampuan mendignosa tingkah laku siswa;
c.       Kemampuan melaksanakan proses pengajaran;
d.      Kemampuan mengukur hasil belajar siswa.[18]
Berdasarkan pada pendapat ahli di atas dapat dipahami bahwa seorang guru itu dituntut untuk memiliki kemampuan dalam tiga bidang yaitu dalam bidang kognitif, bidang sikap dan bidang keterampilan.
Mengingat begitu pentingnya kompetensi bagi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya, maka ia harus meningkatkan kompetensinya demi keberhasilan dan peningkatan pendidikan serta pengajaran yang dilaksanakan terutama bagi guru agama. Sebab guru agama mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan berat dibandingkan dengan guru-guru bidang studi lainnya. Di samping bertanggung jawab terhadap moral siswanya. Untuk itu guru agama harus memiliki bermacam-macam kompetensi yang harus dikuasai, dalam rangka menjalankan tugas sebagai pengabdi kepada agama, nusa dan bangsa di bidang pendidikan. Untuk mengetahui macam-macam kompetensi tersebut, penulis akan membahas satu persatu dalam pembahasan berikut ini:
a.       Kepribadian
Kepribadian adalah masalah abstrak, hanya dapat dilihat melalui sikap, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan cara menghadapi masalah. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa:

Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi) sukar untuk dilihat atau diketahui secara nyata yang dapat diketahui hanyalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek pendidikan. Misalnya dalam tindakannya, ucapakan caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat.[19]
Kepribadian merupakan keseluruhan dan individu yang terdiri dari fisik dan psikis. Keseluruhan sikap dan perbuatan seseorang merupakan gambaran dari kepribadian itu. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki sikap dan perbuatan yang baik, dia dikatakan sebagai orang yang memiliki kepribadian yang baik atau sebaliknya. Jadi, baik buruknya seseorang ditentukan oleh kepribadiannya.
Zakiyah Daradjat mengemukakan bahwa faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia akan menjadi pendidik atau pembina yang baik bagi anak didiknya, apakah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik yang masih kecil (tingkat SD) dan mereka yang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).[20]
Seorang guru harus menampilkan sikap yang baik tidak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah. Ia harus menjaga citra dan wibawanya sebagai pendidik yang selalu digugu dan ditiru oleh siswa dan masyarakat. Dan jangan sampai melakukan amoral atau asusila yang menjadi sorotan masyarakat luas, seharusnya menjadi contoh teladan.
b.      Penguasaan bahan
Guru sebelum tampil di depan kelas, terlebih dahulu ia harus menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkannya. Supaya ia dapat mengelola interaksi belajar mengajar dengan baik, jika tidak ia akan kewalahan. Dengan penguasaan materi pelajaran guru akan lebih dinamis dalam menyampaikannya.
Guru sebagai pendidik profesional medium dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian ia akan menjadi penghubung antara anak dengan ilmu pengetahuan, antara guru dengan teman/guru lainnya dan antara guru dengan masyarakat dalam setiap segi kehidupan.
A.G. Soejono menyatakan bahwa:

Sebagai pejabat guru atau yang menentukan pengabdiannya kepada sekolah pembangunan, guru adalah seorang medium atau penghubung. Penghubung antara murid dengan masyarakat dalam segala segi kehidupan dan situasi lingkungan hidupnya. Ia adalah penghubung antara murid dengan pengetahuan atau ilmu, antara murid dan haluan negara, antara para pendidik sama lainnya antara murid dan para pendidik. Dan perlu ditegaskan bahwa guru bukannya medium pasif, tetapi medium aktif. Karena itu ia berhadapan dengan manusia muda yang masih sedikit pengalamannya dan sedang berkembang menuju kedewasaan.[21]
Meskipun guru sebagai medium, namun dia tidak akan dapat melaksanakan tugas dan peranannya jika tidak menguasai bahan pelajaran.
c.       Mengelola program belajar mengajar
Dalam mengelola program belajar mengajar guru harus mampu menyusun satuan pelajaran dengan melakukan langkah berikut:
1)      Merumuskan tujuan instruksional
Tujuan instruksional ini menggambarkan tingkah laku yang mesti dicapai siswa setelah mengikuti program belajar. Tujuan instruksional ada dua yaitu Tujuan Instruksional Umum (TPU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TPK). Di dalam TPK tercakup 3 ranah yaitu kognitif, efektif dan psikomotor.
2)      Mengenal dan menggunakan proses instruksional dengan tepat
Dalam instruksional ini penjabaran bahan atau materi yang akan diajarkan disesuaikan dengan taraf perkembangan siswa dan relevan dengan tujuan instruksional khusus.
3)      Melaksanakan program belajar-mengajar.
4)      Mengenal kemampuan (potensi) anak didik.
5)      Merencanakan dan melaksanakan program remedial.
d.      Penguasaan metode
Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam interaksi belajar mengajar sebaiknya guru mempergunakan metode yang bervariasi supaya tidak membosankan dan guru tidak akan berhasil jika tidak menggunakan metode. Suatu metode sulit untuk digolongkan efektivitasnya, sebab suatu metode cocok di tangan seorang guru tapi belum tentu cocok bagi guru yang lainnya. Oleh sebab itu, guru harus memperhatikan beberapa faktor dalam memilih metode yaitu:
1)      Tujuan;
2)      Materi;
3)      Anak Didik;
4)      Guru; dan
5)      Waktu.
Supaya pemakaian metode tepat, maka guru harus memperhatikan beberapa hal tersebut. Berikut ini metode pengajaran menurut Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya adalah:

1)      Metode ceramah;
2)      Metode latihan siap (drama);
3)      Metode tanya jawab;
4)      Metode diskusi;
5)      Metode demonstrasi dan eksperimen;
6)      Metode pembagian tugas;
7)      Metode karyawisata;
8)      Metode Karya kelompok;
9)      Metode sistem regu;
10)  Metode sosiodrama dan bermain peranan;
11)  Metode peragaan.[22]
Kemampuan guru dalam penguasaan metode merupakan aspek yang tidak dapat diabaikan oleh guru. Penggunaan metode yang tepat akan menciptakan interaksi yang baik dalam proses belajar mengajar. Masing-masing metode punya kelebihan dan kekurangan, sehingga dengan menggunakan metode yang bervariasi dapat menutupi kelemahan metode lainnya.
e.       Kemampuan penggunaan media
Media adalah seperangkat alat bantu atau pelengkap yang dipergunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik.[23] Alat yang dipergunakan sebagai media itu banyak dan bervariasi.
Kemampuan mengelola dan menggunakan media merupakan kemampuan untuk menciptakan kondisi belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar berjalan dengan efektif dan efisien. Melalui media dapat menyalurkan pesan pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di bawah ini penulis akan mengemukakan pendapat beberapa ahli tentang media. Menurut Brown di dalam buku kemampuan dasar guru dalam proses belajar mengajar berpendapat bahwa Media adalah segala yang dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat mempengaruhi keefektifan program instruksional.[24]
Sebagai sumber media dapat dipergunakan media buatan guru, pemanfaatan kekayaan alam, labor, pustaka dan sumber lainnya. Untuk memahami media dan sumber belajar ada enam kemampuan yaitu:

1)      Kemampuan mengenal, memilih dan mempergunakan media dan sumber;
2)      Kemampuan membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana;
3)      Kemampuan mempergunakan dan mengelola laboratorium;
4)      Kemampuan mengembangkan laboratorium;
5)      Kemampuan mempergunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar;
6)      Kemampuan menggunakan mikro-teaching dalam PPL.[25]
Dengan memahami media dan sumber belajar, maka guru dapat memilih dan menggunakan media yang cocok dengan pelajaran dan dapat menyalurkan informasi dengan tepat.
f.       Menguasai landasan pendidikan
Rumusan pendidikan nasional diuraikan Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai landasan konstitusional dan GBHN sebagai landasan operasional. Guru harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan nasional tentang dasar, arah/tujuan dan kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaannya. Dengan demikian guru akan memiliki landasan berpijak dan mendorong cara berfikir dan bertindak edukatif. Di samping itu juga harus menguasai dasar kependidikan, seperti psikologi, ilmu pendidikan, filsafat pendidikan dan sejenisnya.
g.      Mampu menilai prestasi belajar mengajar
Guru harus mampu menilai prestasi belajar mengajar yaitu kemampuan untuk mengukur perubahan tingkah laku siswa dan mengukur kemahiran dirinya dalam mengajar dan membuat program. Penilaian merupakan bagian yang integral dari sistem pengajaran.[26] Dengan mengetahui prestasi belajar apalagi secara induvidual, maka guru akan dapat mengambil langkah-langkah instruksional yang konstruktif. Bagi guru yang memahami karakteristik siswa akan menciptakan kegiatan belajar mengajar yang bervariasi serta memberikan kegiatan belajar yang berbeda antara siswa yang berprestasi tinggi dengan siswa yang berprestasi rendah. Bagi siswa yang berprestasi tinggi akan diberikan pengayaan, sedangkan siswa yang berprestasi rendah akan diberikan remedial.
Untuk mengevaluasi hasil belajar guru dapat melakukan beberapa langkah:
1)      Mengumpulkan data hasil belajar siswa
a)      Setiap kali ada usaha mengevaluasi selama pelajaran berlangsung;
b)      Pada akhir pelajaran.
2)      Menganalisa data hasil belajar anak didik. Dengan langkah ini guru mengetahui:
a)      Anak didik yang menemukan pola-pola belajar lain;
b)      Keberhasilan atau tidaknya anak didik dalam belajar.
3)      Menggunakan data hasil belajar anak didik. Dalam hal ini menyangkut:
a)      Lahirnya feed back untuk masing-masing anak didik dan ini perlu diketahui oleh guru;
b)      Adanya feed beck itu, maka guru akan menganalisa dengan tepat follow up atau kegiatan berikutnya.[27]
Keahlian guru dalam mengukur serta penilaian hasil belajar anak didik memberikan dampak yang luas, data yang akurat sangat membantu untuk menentukan arah perkembangan diri anak didik, dapat memandu usaha optimalisasi dan integrasi perkembangan anak didik serta dapat memberikan petunjuk dan penempatan tenaga kerja yang menjamin produktivitas kerja. Keputusan kerja secara nyata memegang peranan dalam pembangunan masyarakatnya dan dalam pembinaan kesehatan mental anak didik.
h.      Mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan
Guru dalam tugas dan peranannya berfungsi sebagai konselor atau pembimbing/penyuluh. Oleh sebab itu, ia harus mengenal fungsi serta program bimbingan dan penyuluhan serta harus melaksanakannya di sekolah supaya interaksi belajar berjalan dengan lebih baik tepat dan produktif.
Bimbingan dan penyuluhan merupakan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang menghadapi persoalan-persoalan yang timbul dalam hidupnya. Bantuan tersebut perlu diberikan di sekolah untuk mengatasi persoalan baik masalah akademis maupun pribadi. Pelayanan bimbingan di sekolah bukannya untuk mengobati anak didik yang mengalami gangguan mental atau kelainan jiwa. Akan tetapi, pelayanan bimbingan dan penyuluhan diberikan kepada anak didik dalam rangka menjaga kesehatan mentalnya guna mencegah timbulnya gangguan mental yang serius.
Fungsi utama bimbingan dan penyuluhan adalah membantu anak didik untuk menentukan pilihan yang tepat dalam hidupnya (nilai hidup, jurusan, bidang kerja, teman hidup dan sebagainya), membantu anak didik berani mengatasi masalah hidup secara bertanggung jawab dan secara keseluruhan membantu anak didik agar menikmati kebahagiaan hidupnya.
Tujuan program bimbingan dan penyuluhan supaya anak didik setelah mengikuti layanan bimbingan dan penyuluhan dapat mengembangkan kemampuannya untuk:

1)      Mengatasi kesulitan dalam memahami diri sendiri;
2)      Mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya yang meliputi sekolah, keluarga dan kehidupan masyarakat yang lebih luas;
3)      Mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi;
4)      Mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan minat dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan kemungkinan pekerjaan yang tepat.[28]


[1] Syaiful Djamarah, Guru dan anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. 32
[2] Dzakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. ke-5,
h. 29
[3] Herry Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), Cet ke-1,
h. 18
[4] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), Cet. Ke-1, h. 44
[5] Sriyono, Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-1, h. 46-54
[6] Ibid., h. 55-57
[7] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-5, h. 102
[8] Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: CV Rajawali Pers, 1990), Cet. Ke-2, h. 142-144
[9] Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, [t.th]), Cet. ke-6, h. 9-11
[10] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Educative, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet Ke- 2, h. 44
[11] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), Cet. Ke-3, h. 97
[12] Rostiyah NK., Masalah-masalah Ilmu Agama, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), Cet. Ke-2, h. 26
[13] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1993), Edisi. II, h. 516
[14] Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Islam, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), Cet. Ke-1, h. 26
[15] Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1993), h. 95
[16] Ibid., h. 95-97
[17] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar-Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), Cet. Ke-12, h. 16
[18] Ibid., h. 17
[19] Zakiyah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. Ke-8, h. 16
[20] Ibid.
[21] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha nasional, 1994), Cet. Ke-1, h. 67
[22] Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), Cet. ke-5, h. 41-79
[23] Sudarman Danim, Media Komunikasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Cet. ke-1, h. 7
[24] Cece Wijaya, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), Cet. ke-1, h. 137
[25] Ibid., h. 136
[26] Samana, Profesionalisme Keguruan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), Cet. Ke-1, h. 66
[27] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), Cet. Ke-4, h. 172-173
[28] Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., h. 116

Tidak ada komentar: