Cari Blog Ini

Minggu, 29 April 2018

Peningkatan Kualitas Pendidikan


A.       Peningkatan Kualitas Pendidikan
Peningkatan kualias pendidikan sangat terkait dengan pembinaan yang dilakukan terhadap kompetensi guru. Kepala sekolah dituntut untuk berusaha semaksimal mungkin meningkatkan kualitas guru melalui berbagai bentuk pembinaan kompetensi guru. Hal ini disebabkan, kualitas guru sangat menentukan terhadap kualitas siswa.
Jalur-jalur peningkatan kualitas guru di antaranya:
1.         Penyetaraan D. II dan D.III bagi guru agama Islam SD dan MI serta SLTP dan MTs yang dilaksanakan di daerah-daerah seluruh Indonesia
2.         Penataran guru pendidikan agama Islam pada tingkat TK, SD, SLTP dan
SMU/SMA dengan dana APBN
3.         Penataran peningkatan wawasan kependidikan guru agama (PWKGA)
yang dilaksanakan secara koordinat antara Diknas dan Depag.
4.         Penataran Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama Islam (KKGPAI)
tingkat SD
5.         Penataran Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
(MGMPPAI) tingkat SLTP dan SMA/SMK
6.         Orientasi KKG dan MGMP Pendidikan Agama Islam tingkat pusat
7.         Penataran instruktur pesantren kilat SD, SLTP dan SMA/SMK tingkat pusat.
8.         Penataran   Ilmu   Pengetahuan   dan   Teknologi   (IPTEK)   bagi   guru pendidikan agama Islam SD, SLTP dan SMA/SMK seluruh Indonesia.
9.         Pembinaan lainnya yang diberikan di wilayah masing-masing baik oleh pengawas, kabidpendais, kasipendais kabupaten dan kota maupun oleh pejabat lain yang terkait.
10.     Pemberian tugas/izin belajar dari instansi yang berwenang dalam rangka meningkatkan pendidikan formal guru pendidikan agama Islam.[16]
Di samping peningkatan kualitas terhadap guru pendidikan agama Islam baik yang dilakukan oleh Departemen Agama maupun pihak terkait lainnya, guru pendidikan agama Islam juga dapat mengikuti/diikutsertakan dalam berbagai kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh instansi lain misalnya pembinaan dari Depdagri atau pemerintah daerah setempat, dan instansi lainnya yang ada kaitannya dengan pendidikan dalam rangka menambah pengalaman guru agama yang bersangkutan.
Peningkatan kualitas guru pendidikan agama Islam dapat dilakukan dengan cara berikut:
1.      Pembinaan  guru  pendidikan  agama  Islam  dengan  cara  pendidikan prajabatan (pra service training)
Pembinaan guru pendidikan agama Islam dengan cara pendidikan prajabatan (pra service training) memerlukan pertimbangan berikut:
a.                   Peningkatan mutu pelayanan akademik pada lembaga perguruan tinggi kependidikan yang meliputi prasarana dan sarana SDM-nya.
b.      Seleksi calon yang ketat dalam hal intelegence, latar belakang sifat dan sikap pribadi
c.       Pendidikan guru yang dapat menjamin mutu penguasaan ilmu-ilmu pendidikan, keguruan, psikologi dan ilmu bidang khusus yang menjadi spesialisasinya serta penguasaan praktek mengajar.
d.      Calon guru harus menguasai ilmu keterampilan tentang meneliti, menulis, membaca, sosial, budaya dan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e.               Calon guru harus mampu menguasai komputer, pengelolaan pustaka, olah raga dan kesenian.
f.       Calon guru minimal satu tahun mengalami hidup dalam asrama untuk membina pemahaman kerjasama, sikap hidup bersama dan terutama mampu menyelami dan menghargai sifat dan wataj yang berbeda.
2.   Pembinaan guru pendidikan agama Islam dengan cara pendidikan dalam jabatan (in service training)
Pembinaan guru pendidikan agama Islam melalui program dalam jabatan yang diberikan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang dilaksanakan Kantor Departemen Agama, pemerintah daerah dan organisasi profesi keguruan PGRI, kepala sekolah dan kelompok masyarakat dikembangkan melalui:
a.                   Pelatihan-pelatihan jangka pendek yang baik dan praktis mengenai metode manajemen sekolah dan kepemimpinan, pengembangan bidang ilmu, keterampilan baru yang dikuasai guru agama, penelitian dan penulisan.
b.        Setiap enam bulan atau satu tahun diadakan evaluasi kinerja guru agama, dan hasil evaluasi itu ditindak lanjuti dengan mengembangkan pelatihan dalam jabatan dengan menebarkan peningkatan mutu berbasis sekolah.
c.         Adanya dukungan dari pusat dandaerah dalam setiap kegiatan peningkatan mutu guru pendidikan agama Islam. Dan diadakannya program pembinaan dalam jabatan yang kontinu baik di sekolah, maupun luar sekolah.
              3. Pembinaan guru pendidikan agama Islam dengan cara pendidikan akta mengajar
Pembinaan guru pendidikan agama Islam melalui program akta IV dilakukan dengan menyeleksi sebelum guru mengikuti program akta IV sehingga profesi guru bukan pelarian untuk mencari kerja.[17]
Selain melalui program di atas, pembinaan guru pendidikan agama Islam juga dilakukan melalui:
1.      Memotivasi guru pendidikan agama Islam dan meningkatkan semangat kerja guru yang terdiri dari:
a.               Mengamati bermacam-macam motivasi guru yang hasilnya disimpan dan dimanfaatkan dalam perencanaan
b.      Menyalurkan motivasi-motivasi yang positif dalam aktivitas yang bermanfaat bagi sekolah
c.               Membuat program yang sesuai agar motivasi guru berkembang di antaranya:
1)             Kesempatan menunjukkan prestasi pada orang lain baik di sekolah maupun di masyarakat umum
2)                 Memberikan kesempatan mempelajari program kerja sampai guru memahaminya
3)                 Mengusahakan agar guru dapat kesempatan menikmati pekerjaan mereka sampai puas
4)             Memberikan tanggung jawab akan pekerjaan masing-masing
5)             Memberikan kesempatan bagi guru pendidikan agama Islam mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing
d.      Mengapelkan semangat kerja dengan cara sebagai berikut:
1)                 Memberikan ceramah tentang dedikasi para pendidik nasional sebagai pejuang lewat pendidikan
2)             Memberi ceramah tentang nilai-nilai 45 yang patut dicontoh oleh guru dalam melaksanakan tugasnya.
e.         Memberikan  insentif bagi  guru yang berdedikasi  tinggi  dengan
prestasi yang memadai berupa:
1)             Kesempatan belajar lebih lanjut
2)             Mengikuti penataran-penataran yang sesuai dengan tugas
3)             Memberikan tawaran kedudukan jabatan yang lebih menarik
4)             Memberikan kenaikan pangkat sebagaimana mestinya
 2.   Menegakkan disiplin dengan memberikan sanksi terdiri dari :
1)  Membahas etika jabatan guru yang mencakup :
a)              Berbakti membimbing anak didik
b)      Kejujuran profesional
c)      Mengadakan komunikasi demi anak didik
d)     Menciptakan kehidupan sekolah yang baik
e)      Memelihara hubungan yang baik dengan masyarakat
f)       Memelihara   hubungan   antar   guru   dan   meningkatkan   mutu organisasi profesional
2)      Membahas dan meningkatkan akan sumpah pegawai negeri sipil
3)             Ceramah disiplin kerja bagi orang-orang yang berprestasi tingkat internasional, regional dan nasional.
4)      Meningkatkan ajaran agama yang mengharuskan orang bekerja dengan disiplin dan giat bahwa buah yang dipetik ditentukan oleh cara bekerja seseorang.
5)             Memberikan hukuman bagi guru yang melanggar disiplin.
3.   Memberikan konsultasi, diskusi dan membantu pemecahan masalah yang terdiri dari:
1)  Menyediakan waktu sebagai konsultan, untuk masalah-masalah
a)      Konflik antar individu dan antar kelompok
b)      Kesulitan pribadi normal yang masih ringan
c)      Ketidakseimbangan tugas dengan guru-guru lain
d)     Rasa ketidakpuasan yang berhubungan dengan kesejahteraan
2)      Membantu memecahkan masalah, bila guru-guru tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri.
3)      Mengadakan diskusi-diskusi secara formal maupun non formal yang menyangkut masalah berikut:
a)              Komunikasi, antar hubungan dan pergaulan sekolah
b)             Kerjasama guru dan hubungan guru dengan siswa
4) Memberi   contoh   berperilaku   terhadap   personalia   sekolah   pada umumnya dan terhadap guru khsusnya cara berfikir dalam berkarya dan berperilaku sehari-hari.
Pembinaan guru pendidikan agama Islam juga dapat dilakukan dengan cara berikut:
a.       Belajar lebih lanjut, dengan cara :
1)  Tugas dalam negeri yang dibiayai pemerintah
2)             Izin belajar di kota terdekat, bekerja sambil belajar
3)             Mengikuti program universitas terbuka
b.    Mengusahakan sarana dan fasilitas pemantapan kerja guru agar tambah
banyak jenis dan jumlahnya
c.    Ikut mencarikan jalan keluar agar guru-guru mendapatkan kesempatan
lebih besar mengikuti penataran-penataran dan pendidikan
d.   Ikut memperluas kesempatan agar guru-guru dapat mengikuti seminar-
seminar pendidikan sesuai dengan minat dan profesi mata pelajaran agama
yang diasuhnya dalam usaha mengembangkan profesinya
e.    Mengadakan diskusi ilmiah secara berkala tentang pendidikan agama
Islam di sekolah
f.    Mengembangkan cara belajar kerja kelompok untuk memonitor serta
memanfaatkan hasilnya sebagai umpan balik. Memberikan kesempatan
kepada guru-guru mengaran bahan pengajaran sendiri sebagai buku
tambahan bagi siswa
g.   Membantu guru merealisasikan kredit point sebagai persayaratan naik
pangkat.[18]
Sedangkan peningkatan kualitas siswa sangat berkaitan dengan peningkatan kualitas guru, di mana tingginya kualitas guru sangat menentukan bagaimana kualitas siswa karena gurulah yang terlibat secara langsung dalam peningkatan kualitas siswa melalui kegiatan proses pembelajaran.

B.       Kegiatan Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Sebelum membahas tentang tujuan pembelajaran hal yang terpenting harus tahu tujuan itu sendiri. dari kamus bahasa Indonesia Tujuan adalah . arah, haluan (jurusan), yang dituju, maksud, tuntutan yang dituntut.[19]
Menurut Zakiyah Daradjat tujuan adalah . sesuatu yang di harapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai.[20] Menurut Drs. Oemar Hamalik tujuan (goals) adalah .rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan.[21]Sedangkan pembelajaran .adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.[22]
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksuddengan tujuan pembelajaran adalah tujuan yang hendak dicapai setelah selesai diselenggarakan suatu proses pembelajaran. Dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran hal yang terpenting adalah kebutuhan siswa, mata ajaran, dan guru itu sendiri.
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran kita harus mengambil suatu rumusan tujuan dan menentukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu ke tujuan tersebut. Suatu tujuan pembelajaran menurut Dr. Oemar Hamalik dapat memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.         Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya : dalam  situasi bermain peran
b.         Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat di ukur dan dapat di amati
c.       Tujuan mengatakan tingkat minimal perilaku yang di hendaki, misalnya pada peta   pulau jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi label pada sekurangkurangnya tiga gunung utama.[23]
1.       Faktor-Faktor Pencapaian Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran atau pengajaran sebagai suatu sistem proses merupakan satu kesatuan komponen yang saling berinteraksi secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan inilah yang merupakan hasil yang diharapkan setelah pengajaran itu berakhir. Adapun tercapai tidaknya tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh jalannya proses pembelajaran serta pengajaran itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tujuan pembelajaran yaitu :
a.         Faktor Kompetensi Guru
Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini begitu cepat. Sejalan dengan kemajuan teknologi dan globalisasi - (semakin merapatnya dunia menjadi satu, tanpa batas dan tanpa sekat waktu). Perkembangan cepat itu perlu diimbangi kemampuan pelaku utama pendidikan dalam hal ini Guru. Kemampuan professional dan ketrampilan mereka perlu ditingkatkan.
Bagi sementara guru, menghadapi perubahan yang cepat dalam pendidikan dapat membawa dampak kecemasan dan ketakutan. Perubahan dan pembaharuan pada umumnya membawa banyak kecemasan dan ketidak-nyamanan. Implikasi perubahan dalam dunia pendidikan, bukan perkara mudah, karena mengandung konsekwensi teknis dan praksis, serta psikologis bagi guru. Misalnya perubahan kurikulum, atau perubahan kebijakan pendidikan. Perubahan itu tidak sekedar perubahan struktur dan isi kurikulum. Atau sekedar perubahan isi pembelajaran. Tetapi perubahan yang menuntut perubahan sikap dan perilaku dari para guru. Misalnya perubahan karakter, mental, metode, dan strategi dalam pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran di kelas menyangkut metodologi dan strategi. Bagaimana seorang guru menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang efektif dan menyenangkan; ditentukan oleh kemampuan dan ketrampilan guru. Pembelajaran yang menyenangkan dapat mewujudkan pembelajaran yang dinamis, dan demokratis.
Penggunaan teknologi pembelajaran berbasis computer menjadi keharusan. Para guru seharusnya cepat untuk beradaptasi. Seorang guru yang gagap teknologi, menjadi suatu keniscayaan untuk menggunakan teknologi computer dalam proses pembelajaran di kelas. Dan komputer menjadi barang asing baginya. Kemajuan teknologi (computer) mestinya dapat mempermudah bagi guru dalam melaksanakan tugas kependidikan yang diemban. Pembelajaran di kelas pun menjadi hidup, menarik, dan menyenangkan. Situasi kelas yang menyenangkan, dan pengelolaan kelas yang dinamis, dapat mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.
Sebagaimana dikenal istilah quantum teaching, quatum learing, dan enjoy learning dalam praktek pembelajaran di sekolah, hakekatnya mengembangkan suatu model dan strategi pembelajaran yang efektif dalam suasana menyenangkan dan penuh makna.
Guru efektif berarti guru demokratis. Guru demokratis biasanya memilih metode pembelajaran dialogis. Guru dan murid secara bersama-sama sebagai subyek dalam proses belajar. Proses belajar menjadi proses pencarian bersama. Proses itu dalam kelas dilaksanakan dengan suasana menyenangkan dan saling membutuhkan. Untuk mencapai kondisi pembelajaran seperti itu, membutuhkan adanya gerakan pembaharuan pembelajaran. Dari pembelajaran tradisional-statis/monoton ke pembelajaran aktif-kreatif dan menyenangkan. Menurut Paulo Freire pembelajaran statis dan tradisional berupa pembelajaran "gaya bank". Secara sederhana Freire menyusun antagonisme pembelajaran "gaya bank" seperti ini: guru mengajar - murid belajar; guru tahu segalanya - murid tidak tahu apa-apa; guru berpikir - murid dipikirkan; guru bicara - murid mendengarkan; guru mengatur - murid diatur; guru memilih dan memaksakan pilihannya - murid menuruti; guru bertindak - murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan guru; guru memilih apa yang akan diajarkan - murid menyesuaikan diri. Dalam pandangan Paulo Freire, pendidikan "gaya bank", murid menjadi obyek penindasan pendidikan. Pendidikan di mana guru tidak memerdekakan peserta didik.
 Tujuh  Dosa guru
Dalam konteks pendidikan di negara kita, pendidikan "gaya bank"sebagaimana dikemukakan Paulo Freire menjelma dalam bentuk 7 (tujuh) dosa besar yang sering dilakukan oleh para guru.[24]
1)        Mengambil jalan pintas dalam mengajar, menunggu peserta didik berperilaku negative baru ditegur.
2)        menggunakan destructive discipline saat membina siswa.
3)        mengabaikan keunikan peserta didik saat mengajar (siswa kurang mampu dan siswa mampu diperlakukan sama saja dalam KBM).
4)        malas belajar dan meningkatkan ketrampilan karena merasa paling pandai dan tahu.
5)        tidak adil (deskriminatif).
6)         memaksa hak peserta didik.
Guru sebagai faktor menentukan mutu pendidikan. Karena guru berhadapan langsung dengan para peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Di tangan guru mutu kepribadian mereka dibentuk. Karena itu, perlu sosok guru kompeten, tanggung jawab, terampil, dan berdedikasi tinggi.
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik  menjadi orang yang cerdas. Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian. Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas.
Latar belakang pedidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspekaspek tertentu. Hal itu adalah suatu hal yang wajar. Jangankan bagi guru pemula, bagi guru yang berpengalaman pun tidak akan pernah dapat menghindarkan diri dari berbagai masalah di sekolah. Hanya yang membedakannya adalah tingkat kesulitan yang ditemukan. Tingka kesulitan yang ditemukan guru semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalam sebagai guru.
Guru yang bukan latar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan. Seperti kebanyakan guru pemula, jiwanya juga labil, emosinya mudah terangsang dalam bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya, tetapi dengan semangat dan penuh ide untuk suatu tugas.
Kepribadian guru dapat ditandai dengan sikap antusias, kecintaan terhadap mata pelajaran dan siswa serta lainnya. Pengetahuan harus dikuasai oleh guru secara mendalam seperti pengetahuan tentang perkembangan anak didik dan sistem intruksi serta pengetahuan lainnya. Ia juga harus banyak mengadakan latihan yang sesuai dengan tugasnya, agar dapat semakin terampil melaksanakan tugasnya. Jika kualitas yang dimiliki guru itu bagus, maka ia akan dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa akan semakin banyak terlibat aktif dalam pengajaran. Hal ini seperti dikemukakan Moh. Uzer Usman bahwa kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung pada banyak faktor antara lain masalah guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas, kondisi dan situasi di dalam kelas.[25]
Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa guru merupakan faktor utama  dan modal dasar bagi keberhasilannya dalam pengembangan pengetahuan, keterampilan pembentukan kepribadian siswa di sekolah. Guru merupakan salah satu faktor yang dapat mencapai tujuan pembelajaran.
b.      Faktor Siswa
Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang kesekolah. Orang tuanyalah yang memasukannya untuk dididik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Kepercayaan orang tua anak diterima oleh guru dengan kesadaran dan penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban  tanggung jawab yang diserahkan itu. Tanggung jawab guru tidak hanya terhadap seorang anak, tetapi dalam jumlah yang cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari latar belakang kehidupan social keluarga dan masyarakat yang berlainan. Karenanya,anak-anak berkumpul di sekolah pun mempunyai karakteristik yang bermacam-macam. Kepribadian mereke ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suka bicara, ada yang kreatif, ada yang keras kepala, ada yang manja dan sebagainya. itelektual mereka juga dengan tingkat kecerdasan yang bervarisi. Biologis mereka dengan struktur atau keadaan tubuh yang tidak selalu sama. Karena itu, perbedaan anak pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis ini mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Sederetan angka yang terdapat di buku rapor adalah bukti nyata dari keberhasilan belajar-mengajar. Angka -angka itu bervariasi dari angka lima sampai angka sembilan. Hal itu sebagai penguasaan anak terhadap bahan pelajaran berlainan  untuk setiap bidang studi. Daya serap anak bermacam-macam untuk dapat menguasai setiap bahan pelajaran yang diberikan oleg guru. Karena itu dikenallah tingkat keberhasilan yang maksimal (istimewa),optimal (baik sekali), minimal (baik) dan kurang untuk setiap bahan yang dikuasai oleh anak didik. Dengan demikian, dapat diyakini bahwa anak didik adalah unsur manusiawi yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar berikut hasil dari kegiatan itu, yaitu keberhasilan belajar mengajar.
c.      Faktor Metode Pengajaran
Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar. Anak didik yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring kedalam lingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru berusaha mempengaruhi gaya belajar anak didik. Tetapi di sini gaya mengajar guru lebih dominan mempengaruhi gaya belajar anak didik. Gaya-gaya mengajar, .menurut Muhammad Ali (1992; 59) yang dikutip oleh Drs. Syaiful Bahri Djamarah dan Drs.Aswani Zain gaya mengajar dapat dibedakan ke dalam empat macam, yaitu gaya mengajar teknologis, gaya mengajar pesonalisasi, gaya belajat klasik, dan gaya mengajar interaksional.[26]
Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan individual, misalnya, berusaha memeahami anak didik sebagai mahluk individual denga segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai mahluk social. Dari  kedua pendekataan tersebut lahirlah kegiatan belajar mengajar yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.
Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar mengajar. Hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode ceramah tidak sama dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode tanya jawab atau metode diskusi. Demikian juga halnya dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode resitasi.
Jarang ditemukan guru hanya menggunakan satu metode dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabakan rumusan tujuan yang guru buat tidak hanya satu, tapi bias lebih dari dua rumusan tujuan. Itu berarti menghendaki penggunaan metode mengajar harus lebih dari satu metode. Dengan demikian,kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar.
d.     Faktor Media/Alat Yang Digunakan
Media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karrena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan  dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kapada anak didik dapat disederhanakan dangan bantuan media. Madia dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapakan melalui kata-kata atau kalimat tertentu.  Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan telihat bila penggunaanya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah dirumuskan.
Karena itu, tujuan pengjaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan, maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
3. Hambatan-Hambatan Dalam Pencapaian Tujuan Pembelajaran
Adapun hambatan-hambatan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa disekolah menurut Drs. H. Alisuf Sabri anatara lain :
a.     Faktor lingkungan yaitu faktor lingkungan alam atau non social dan faktorlingkungan sosial.
b.     Faktor-faktor instrumental
c.     Faktor-faktor kondisi internal siswa yaitu kondisi fisiologis siswa dan kondisi psikologis siswa.[27]
Yang termasuk factor non sosial ini adalah seperti: keadaan suhu, kelembaban udara, tempat atau letak gedung sekolah dan lain-lain. Faktor instrumental seperti gedung, kelas, media pengajaran, guru dan kurikulum dan sebagainya. Adapun factor kondisi fisikologis siswa terdiri dari kondisi kesehatan fisik dan kondisi panca inderanya terutama penglihatan dan pendengaran. Dan kondisi psikologis adalah minat, bakat, intelegensi, motivasi, ingatan dan kemampuan dasar pengetahuan yang dimiliki siswa.
Dengan demikian dapatlah diambil kesimpulan bahwa yang dapat mengikuti  proses belajar mengajar dengan baik atau mencapai hasil belajar yang baik itu dipengaruhi oleh faktor kondisi siswa itu sendiri seperti sehat penglihatannya, dapat mendengar dengan baik, memiliki intelegensi yang tinggi, minat dan bakat dalam belajar. Selain itu dapat dipengaruhi juga oleh faktor eksternal siswa itu seperti lingkungan, suhu udara, keadaan gedung, keadan kelas, guru, alat atau sarana pengajaran dan lain-lain. Kesemua faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa tersebut merupakan salah satu komponen yang saling berkaitan dan mendukung. Dari ke semua uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tercapai tidaknya tujuan pembelajaran itu dipengaruhi kemampuan guru dalam mengajar, kondisi siswa itu sendiri. Antara faktor yang satu dengan yang lainnya itu saling mempengaruhi. Bila salah atu faktor tersebut tidak terpenuhi, maka dapat menghambat tercapainyatujuan pembelajaran.




[16] Departemen Agama RI., Pembinaan Guru Agama, (Jakarta : Depag RI., 1998), h. 32
[17] Ibid, h. 76
[18] Ibid., h. 98
[19] 19 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar    BahasaIndonesia , Jakarta, Balai Pustaka. 1988. cet Ke-1. hal. 965

[20] Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara 1996. Cet. Ke- 3. hal. 86

[21] 21 .Oemar Hamalik ,Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta. Bumi Aksara. Cet ke-5. hal. 76

[22] 22 Oemar Hamalik. Op. Cit .hal. 57

[23] 23 Oemar Hamalik, Op.Cit. hal. 77

[24] Anton Sunarto, Membangun Kompetebnsi, Makalah  disampaikan Tanggal: 16 September 2008 Mantan Kepala SMA Swasta, di Jakarta Mantan Kepala SMA Swasta, di Jakarta
[25] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung : PT Remakaja Rosdakarya. 1999. Cet Ke-5, hal. 8
[26] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,Strategi Belajar Mengajar,Jakarta : Renika Cipta.2002, Cet Ke-2. h. 130.
[27] M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta : CV.Pedomana Ilmu Jiwa, 1996, Cet Ke-1.hal.59


Tidak ada komentar: