A.
Peningkatan Kualitas Pendidikan
Peningkatan kualias pendidikan sangat terkait dengan pembinaan yang
dilakukan terhadap kompetensi guru. Kepala sekolah dituntut untuk berusaha
semaksimal mungkin meningkatkan kualitas guru melalui berbagai bentuk pembinaan
kompetensi guru. Hal ini disebabkan, kualitas guru sangat menentukan terhadap
kualitas siswa.
Jalur-jalur peningkatan
kualitas guru di antaranya:
1.
Penyetaraan
D. II dan D.III bagi guru agama Islam SD dan MI serta SLTP dan MTs yang
dilaksanakan di daerah-daerah seluruh Indonesia
2.
Penataran
guru pendidikan agama Islam pada tingkat TK, SD, SLTP dan
SMU/SMA dengan dana APBN
SMU/SMA dengan dana APBN
3.
Penataran
peningkatan wawasan kependidikan guru agama (PWKGA)
yang dilaksanakan secara koordinat antara Diknas dan Depag.
yang dilaksanakan secara koordinat antara Diknas dan Depag.
4.
Penataran
Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama Islam (KKGPAI)
tingkat SD
tingkat SD
5.
Penataran
Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
(MGMPPAI) tingkat SLTP dan SMA/SMK
(MGMPPAI) tingkat SLTP dan SMA/SMK
6.
Orientasi
KKG dan MGMP Pendidikan Agama Islam tingkat pusat
7.
Penataran
instruktur pesantren kilat SD, SLTP dan SMA/SMK tingkat pusat.
8.
Penataran Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) bagi guru pendidikan agama Islam SD, SLTP dan
SMA/SMK seluruh Indonesia.
9.
Pembinaan
lainnya yang diberikan di wilayah masing-masing baik oleh pengawas,
kabidpendais, kasipendais kabupaten dan kota maupun oleh pejabat lain yang
terkait.
10.
Pemberian
tugas/izin belajar dari instansi yang berwenang dalam rangka meningkatkan pendidikan formal guru pendidikan
agama Islam.[16]
Di samping peningkatan
kualitas terhadap guru pendidikan agama Islam baik yang dilakukan oleh
Departemen Agama maupun pihak terkait lainnya, guru pendidikan agama Islam juga
dapat mengikuti/diikutsertakan dalam berbagai kegiatan pembinaan yang dilakukan
oleh instansi lain misalnya pembinaan dari Depdagri atau pemerintah daerah
setempat, dan instansi lainnya yang ada kaitannya dengan pendidikan dalam
rangka menambah pengalaman guru agama yang bersangkutan.
Peningkatan kualitas guru
pendidikan agama Islam dapat dilakukan dengan cara berikut:
1.
Pembinaan guru
pendidikan agama Islam
dengan cara pendidikan prajabatan (pra service training)
Pembinaan guru
pendidikan agama Islam dengan cara pendidikan prajabatan (pra service
training) memerlukan pertimbangan berikut:
a.
Peningkatan
mutu pelayanan akademik pada lembaga perguruan tinggi kependidikan yang
meliputi prasarana dan sarana SDM-nya.
b. Seleksi calon
yang ketat dalam hal intelegence, latar belakang sifat dan sikap pribadi
c. Pendidikan guru yang dapat menjamin mutu
penguasaan ilmu-ilmu pendidikan, keguruan, psikologi dan ilmu bidang khusus
yang menjadi spesialisasinya serta penguasaan praktek mengajar.
d. Calon guru harus menguasai ilmu keterampilan
tentang meneliti, menulis, membaca, sosial, budaya dan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
e.
Calon guru
harus mampu menguasai komputer, pengelolaan pustaka, olah raga dan kesenian.
f. Calon guru minimal satu tahun mengalami hidup
dalam asrama untuk membina pemahaman kerjasama, sikap hidup bersama dan
terutama mampu menyelami dan menghargai sifat dan wataj yang berbeda.
2. Pembinaan
guru pendidikan agama Islam dengan cara pendidikan dalam jabatan (in service
training)
Pembinaan guru pendidikan
agama Islam melalui program dalam jabatan yang diberikan oleh lembaga-lembaga
pendidikan yang dilaksanakan Kantor Departemen Agama, pemerintah daerah dan
organisasi profesi keguruan PGRI, kepala sekolah dan kelompok masyarakat
dikembangkan melalui:
a.
Pelatihan-pelatihan
jangka pendek yang baik dan praktis mengenai metode manajemen sekolah dan
kepemimpinan, pengembangan bidang ilmu, keterampilan baru yang dikuasai guru
agama, penelitian dan penulisan.
b.
Setiap enam
bulan atau satu tahun diadakan evaluasi kinerja guru agama, dan hasil evaluasi
itu ditindak lanjuti dengan mengembangkan pelatihan dalam jabatan dengan
menebarkan peningkatan mutu berbasis sekolah.
c.
Adanya
dukungan dari pusat dandaerah dalam setiap kegiatan peningkatan mutu guru
pendidikan agama Islam. Dan diadakannya program pembinaan dalam jabatan yang
kontinu baik di sekolah, maupun luar sekolah.
3. Pembinaan guru pendidikan
agama Islam dengan cara pendidikan akta mengajar
Pembinaan guru pendidikan agama Islam melalui
program akta IV dilakukan dengan menyeleksi sebelum
guru mengikuti program akta IV sehingga
profesi guru bukan pelarian untuk mencari kerja.[17]
Selain melalui
program di atas, pembinaan guru pendidikan agama Islam juga dilakukan melalui:
1.
Memotivasi
guru pendidikan agama Islam dan meningkatkan semangat kerja guru yang terdiri
dari:
a.
Mengamati
bermacam-macam motivasi guru yang hasilnya disimpan dan dimanfaatkan dalam
perencanaan
b. Menyalurkan motivasi-motivasi yang positif
dalam aktivitas yang bermanfaat bagi sekolah
c.
Membuat
program yang sesuai agar motivasi guru berkembang di antaranya:
1)
Kesempatan
menunjukkan prestasi pada orang lain baik di sekolah maupun di masyarakat umum
2)
Memberikan
kesempatan mempelajari program kerja sampai guru memahaminya
3)
Mengusahakan
agar guru dapat kesempatan menikmati pekerjaan mereka sampai puas
4)
Memberikan tanggung jawab akan pekerjaan
masing-masing
5)
Memberikan kesempatan bagi guru pendidikan agama
Islam mengembangkan diri
sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing
d.
Mengapelkan semangat kerja dengan cara sebagai
berikut:
1)
Memberikan ceramah tentang dedikasi para pendidik
nasional sebagai pejuang lewat pendidikan
2)
Memberi ceramah tentang nilai-nilai 45 yang patut
dicontoh oleh guru dalam melaksanakan tugasnya.
e.
Memberikan insentif bagi
guru yang berdedikasi tinggi dengan
prestasi yang memadai berupa:
prestasi yang memadai berupa:
1)
Kesempatan belajar lebih lanjut
2)
Mengikuti penataran-penataran yang sesuai dengan
tugas
3)
Memberikan tawaran kedudukan jabatan yang lebih
menarik
4)
Memberikan kenaikan pangkat sebagaimana mestinya
2. Menegakkan disiplin dengan
memberikan sanksi terdiri dari :
1) Membahas etika jabatan guru yang mencakup :
a)
Berbakti membimbing anak didik
b)
Kejujuran profesional
c)
Mengadakan komunikasi demi anak didik
d)
Menciptakan kehidupan sekolah yang baik
e)
Memelihara
hubungan yang baik dengan masyarakat
f)
Memelihara hubungan
antar guru dan
meningkatkan mutu organisasi
profesional
2) Membahas dan meningkatkan akan sumpah pegawai
negeri sipil
3)
Ceramah disiplin
kerja bagi orang-orang yang berprestasi tingkat internasional, regional dan
nasional.
4) Meningkatkan
ajaran agama yang mengharuskan orang bekerja dengan disiplin
dan giat bahwa buah yang dipetik ditentukan oleh cara bekerja seseorang.
5)
Memberikan
hukuman bagi guru yang melanggar disiplin.
3. Memberikan konsultasi, diskusi dan membantu
pemecahan masalah yang terdiri dari:
1) Menyediakan waktu sebagai
konsultan, untuk masalah-masalah
a) Konflik antar individu dan antar kelompok
b) Kesulitan pribadi normal yang masih ringan
c) Ketidakseimbangan tugas dengan guru-guru lain
d) Rasa ketidakpuasan yang berhubungan dengan
kesejahteraan
2) Membantu memecahkan masalah, bila guru-guru
tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri.
3) Mengadakan diskusi-diskusi secara formal maupun
non formal yang menyangkut masalah berikut:
a)
Komunikasi, antar hubungan dan pergaulan sekolah
b)
Kerjasama guru dan hubungan guru dengan siswa
4) Memberi contoh berperilaku
terhadap personalia sekolah
pada umumnya dan
terhadap guru khsusnya cara berfikir dalam berkarya dan berperilaku sehari-hari.
Pembinaan
guru pendidikan agama Islam juga dapat dilakukan dengan cara berikut:
a.
Belajar lebih lanjut, dengan cara :
1) Tugas dalam negeri
yang dibiayai pemerintah
2)
Izin belajar di kota terdekat, bekerja sambil
belajar
3)
Mengikuti program universitas terbuka
b. Mengusahakan sarana dan fasilitas pemantapan
kerja guru agar tambah
banyak jenis dan jumlahnya
banyak jenis dan jumlahnya
c. Ikut mencarikan jalan keluar agar guru-guru
mendapatkan kesempatan
lebih besar mengikuti penataran-penataran dan pendidikan
lebih besar mengikuti penataran-penataran dan pendidikan
d. Ikut memperluas kesempatan agar guru-guru dapat mengikuti seminar-
seminar pendidikan sesuai dengan minat dan profesi mata pelajaran agama
yang diasuhnya dalam usaha mengembangkan profesinya
seminar pendidikan sesuai dengan minat dan profesi mata pelajaran agama
yang diasuhnya dalam usaha mengembangkan profesinya
e. Mengadakan
diskusi ilmiah secara berkala tentang pendidikan agama
Islam di sekolah
Islam di sekolah
f. Mengembangkan
cara belajar kerja kelompok untuk memonitor serta
memanfaatkan hasilnya sebagai umpan balik. Memberikan kesempatan
kepada guru-guru mengaran bahan pengajaran sendiri sebagai buku
tambahan bagi siswa
memanfaatkan hasilnya sebagai umpan balik. Memberikan kesempatan
kepada guru-guru mengaran bahan pengajaran sendiri sebagai buku
tambahan bagi siswa
g. Membantu
guru merealisasikan kredit point sebagai persayaratan naik
pangkat.[18]
pangkat.[18]
Sedangkan peningkatan
kualitas siswa sangat berkaitan dengan peningkatan kualitas guru, di mana tingginya
kualitas guru sangat menentukan bagaimana kualitas siswa karena gurulah yang
terlibat secara langsung dalam peningkatan kualitas siswa melalui kegiatan
proses pembelajaran.
B.
Kegiatan Pembelajaran
1.
Pengertian Pembelajaran
Sebelum membahas tentang tujuan pembelajaran hal yang terpenting
harus tahu tujuan itu sendiri. dari kamus bahasa Indonesia Tujuan adalah . arah, haluan (jurusan), yang dituju, maksud, tuntutan yang dituntut.[19]
Menurut Zakiyah Daradjat tujuan adalah . sesuatu yang di
harapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai.[20] Menurut Drs. Oemar Hamalik tujuan (goals) adalah .rumusan yang luas
mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan.[21]Sedangkan
pembelajaran .adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran.[22]
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksuddengan tujuan pembelajaran adalah tujuan yang hendak dicapai setelah
selesai diselenggarakan suatu proses pembelajaran. Dalam rangka menentukan
tujuan pembelajaran hal yang terpenting adalah kebutuhan siswa, mata ajaran,
dan guru itu sendiri.
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran kita harus mengambil suatu
rumusan tujuan dan menentukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu ke
tujuan tersebut. Suatu tujuan pembelajaran menurut Dr. Oemar Hamalik dapat
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.
Tujuan itu
menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya : dalam situasi bermain peran
b.
Tujuan
mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat di ukur dan dapat di amati
c.
Tujuan
mengatakan tingkat minimal perilaku yang di hendaki, misalnya pada peta pulau jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi
label pada sekurangkurangnya tiga gunung utama.[23]
1.
Faktor-Faktor Pencapaian Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran atau pengajaran sebagai suatu sistem proses merupakan
satu kesatuan komponen yang saling berinteraksi secara fungsional untuk
mencapai suatu tujuan. Tujuan inilah yang merupakan hasil yang diharapkan
setelah pengajaran itu berakhir. Adapun tercapai tidaknya tujuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh jalannya proses pembelajaran serta pengajaran itu
sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tujuan pembelajaran yaitu :
a.
Faktor Kompetensi Guru
Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini begitu cepat. Sejalan
dengan kemajuan teknologi dan globalisasi - (semakin merapatnya dunia menjadi
satu, tanpa batas dan tanpa sekat waktu). Perkembangan cepat itu perlu
diimbangi kemampuan pelaku utama pendidikan dalam hal ini Guru. Kemampuan
professional dan ketrampilan mereka perlu ditingkatkan.
Bagi sementara guru, menghadapi perubahan yang cepat dalam
pendidikan dapat membawa dampak kecemasan dan ketakutan. Perubahan dan
pembaharuan pada umumnya membawa banyak kecemasan dan ketidak-nyamanan.
Implikasi perubahan dalam dunia pendidikan, bukan perkara mudah, karena
mengandung konsekwensi teknis dan praksis, serta psikologis bagi guru. Misalnya
perubahan kurikulum, atau perubahan kebijakan pendidikan. Perubahan itu tidak
sekedar perubahan struktur dan isi kurikulum. Atau sekedar perubahan isi
pembelajaran. Tetapi perubahan yang menuntut perubahan sikap dan perilaku dari
para guru. Misalnya perubahan karakter, mental, metode, dan strategi dalam
pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran di kelas menyangkut metodologi dan strategi.
Bagaimana seorang guru menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang
efektif dan menyenangkan; ditentukan oleh kemampuan dan ketrampilan guru.
Pembelajaran yang menyenangkan dapat mewujudkan pembelajaran yang dinamis, dan demokratis.
Penggunaan teknologi pembelajaran berbasis computer menjadi
keharusan. Para guru seharusnya cepat untuk beradaptasi. Seorang guru yang
gagap teknologi, menjadi suatu keniscayaan untuk menggunakan teknologi computer
dalam proses pembelajaran di kelas. Dan komputer menjadi barang asing baginya.
Kemajuan teknologi (computer) mestinya dapat mempermudah bagi guru dalam
melaksanakan tugas kependidikan yang diemban. Pembelajaran di kelas pun menjadi
hidup, menarik, dan menyenangkan. Situasi kelas yang menyenangkan, dan
pengelolaan kelas yang dinamis, dapat mempermudah pencapaian tujuan
pembelajaran.
Sebagaimana dikenal istilah quantum teaching, quatum learing, dan
enjoy learning dalam praktek pembelajaran di sekolah, hakekatnya mengembangkan
suatu model dan strategi pembelajaran yang efektif dalam suasana menyenangkan
dan penuh makna.
Guru efektif berarti guru demokratis. Guru demokratis biasanya
memilih metode pembelajaran dialogis. Guru dan murid secara bersama-sama sebagai
subyek dalam proses belajar. Proses belajar menjadi proses pencarian bersama.
Proses itu dalam kelas dilaksanakan dengan suasana menyenangkan dan saling
membutuhkan. Untuk mencapai kondisi pembelajaran seperti itu, membutuhkan
adanya gerakan pembaharuan pembelajaran. Dari pembelajaran
tradisional-statis/monoton ke pembelajaran aktif-kreatif dan menyenangkan.
Menurut Paulo Freire pembelajaran statis dan tradisional berupa pembelajaran "gaya
bank". Secara sederhana Freire menyusun antagonisme pembelajaran "gaya
bank" seperti ini: guru mengajar - murid belajar; guru tahu segalanya
- murid tidak tahu apa-apa; guru berpikir - murid dipikirkan; guru bicara -
murid mendengarkan; guru mengatur - murid diatur; guru memilih dan memaksakan
pilihannya - murid menuruti; guru bertindak - murid membayangkan bagaimana
bertindak sesuai dengan tindakan guru; guru memilih apa yang akan diajarkan -
murid menyesuaikan diri. Dalam pandangan Paulo Freire, pendidikan "gaya
bank", murid menjadi obyek penindasan pendidikan. Pendidikan di mana
guru tidak memerdekakan peserta didik.
Tujuh Dosa guru
Dalam konteks pendidikan di negara kita, pendidikan "gaya
bank"sebagaimana dikemukakan Paulo Freire menjelma dalam bentuk 7 (tujuh)
dosa besar yang sering dilakukan oleh para guru.[24]
1)
Mengambil
jalan pintas dalam mengajar, menunggu peserta didik berperilaku negative baru
ditegur.
2)
menggunakan
destructive discipline saat membina siswa.
3)
mengabaikan
keunikan peserta didik saat mengajar (siswa kurang mampu dan siswa mampu diperlakukan
sama saja dalam KBM).
4)
malas
belajar dan meningkatkan ketrampilan karena merasa paling pandai dan tahu.
5)
tidak adil
(deskriminatif).
6)
memaksa hak peserta didik.
Guru sebagai faktor menentukan mutu pendidikan. Karena guru
berhadapan langsung dengan para peserta didik dalam proses pembelajaran di
kelas. Di tangan guru mutu kepribadian mereka dibentuk. Karena itu, perlu sosok
guru kompeten, tanggung jawab, terampil, dan berdedikasi tinggi.
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu
pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman
dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan
anak didik menjadi orang yang cerdas. Setiap
guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan
sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak
bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk
mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian.
Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan
ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas.
Latar belakang pedidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek
yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran.
Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat
teori sebagai pendukung pengabdiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada
aspekaspek tertentu. Hal itu adalah suatu hal yang wajar. Jangankan bagi guru
pemula, bagi guru yang berpengalaman pun tidak akan pernah dapat menghindarkan
diri dari berbagai masalah di sekolah. Hanya yang membedakannya adalah tingkat
kesulitan yang ditemukan. Tingka kesulitan yang ditemukan guru semakin hari
semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalam
sebagai guru.
Guru yang bukan latar belakang pendidikan keguruan dan ditambah
tidak berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun
menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan
dan keguruan. Seperti kebanyakan guru pemula, jiwanya juga labil, emosinya
mudah terangsang dalam bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya, tetapi
dengan semangat dan penuh ide untuk suatu tugas.
Kepribadian guru dapat ditandai dengan sikap antusias, kecintaan
terhadap mata pelajaran dan siswa serta lainnya. Pengetahuan harus dikuasai
oleh guru secara mendalam seperti pengetahuan tentang perkembangan anak didik
dan sistem intruksi serta pengetahuan lainnya. Ia juga harus banyak mengadakan
latihan yang sesuai dengan tugasnya, agar dapat semakin terampil melaksanakan
tugasnya. Jika kualitas yang dimiliki guru itu bagus, maka ia akan dapat
menciptakan situasi belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa akan
semakin banyak terlibat aktif dalam pengajaran. Hal ini seperti dikemukakan Moh.
Uzer Usman bahwa kualitas
dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung
pada banyak faktor antara lain masalah guru, hubungan pribadi antara siswa di
dalam kelas, kondisi dan situasi di dalam kelas.[25]
Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa guru merupakan faktor
utama dan modal dasar bagi
keberhasilannya dalam pengembangan pengetahuan, keterampilan pembentukan
kepribadian siswa di sekolah. Guru merupakan salah satu faktor yang dapat
mencapai tujuan pembelajaran.
b. Faktor Siswa
Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang kesekolah. Orang tuanyalah
yang memasukannya untuk dididik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di
kemudian hari. Kepercayaan orang tua anak diterima oleh guru dengan kesadaran
dan penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban tanggung jawab yang diserahkan itu. Tanggung
jawab guru tidak hanya terhadap seorang anak, tetapi dalam jumlah yang cukup
banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari latar
belakang kehidupan social keluarga dan masyarakat yang berlainan. Karenanya,anak-anak
berkumpul di sekolah pun mempunyai karakteristik yang bermacam-macam. Kepribadian
mereke ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suka bicara, ada yang
kreatif, ada yang keras kepala, ada yang manja dan sebagainya. itelektual
mereka juga dengan tingkat kecerdasan yang bervarisi. Biologis mereka dengan
struktur atau keadaan tubuh yang tidak selalu sama. Karena itu, perbedaan anak
pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis ini mempengaruhi kegiatan
belajar mengajar. Sederetan angka yang terdapat di buku rapor adalah bukti
nyata dari keberhasilan belajar-mengajar. Angka -angka itu bervariasi dari
angka lima sampai angka sembilan. Hal itu sebagai penguasaan anak terhadap bahan
pelajaran berlainan untuk setiap bidang
studi. Daya serap anak bermacam-macam untuk dapat menguasai setiap bahan
pelajaran yang diberikan oleg guru. Karena itu dikenallah tingkat keberhasilan
yang maksimal (istimewa),optimal (baik sekali), minimal (baik) dan kurang untuk
setiap bahan yang dikuasai oleh anak didik. Dengan demikian, dapat diyakini
bahwa anak didik adalah unsur manusiawi yang mempengaruhi kegiatan belajar
mengajar berikut hasil dari kegiatan itu, yaitu keberhasilan belajar mengajar.
c.
Faktor
Metode Pengajaran
Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara
guru dengan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar.
Anak didik yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan lingkungan
belajar bagi kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang
digiring kedalam lingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya
mengajar guru berusaha mempengaruhi gaya belajar anak didik. Tetapi di sini
gaya mengajar guru lebih dominan mempengaruhi gaya belajar anak didik.
Gaya-gaya mengajar, .menurut Muhammad Ali (1992; 59) yang dikutip oleh Drs. Syaiful Bahri
Djamarah dan Drs.Aswani Zain gaya mengajar dapat dibedakan ke dalam empat
macam, yaitu gaya mengajar teknologis, gaya mengajar pesonalisasi, gaya belajat
klasik, dan gaya mengajar interaksional.[26]
Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan
kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan
individual, misalnya, berusaha memeahami anak didik sebagai mahluk individual
denga segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan
kelompok berusaha memahami anak didik sebagai mahluk social. Dari kedua pendekataan tersebut lahirlah kegiatan
belajar mengajar yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar
yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan
menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.
Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil
belajar mengajar. Hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode
ceramah tidak sama dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan
metode tanya jawab atau metode diskusi. Demikian juga halnya dengan hasil
pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode resitasi.
Jarang ditemukan guru hanya menggunakan satu metode dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabakan rumusan tujuan yang
guru buat tidak hanya satu, tapi bias lebih dari dua rumusan tujuan. Itu
berarti menghendaki penggunaan metode mengajar harus lebih dari satu metode. Dengan
demikian,kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar.
d.
Faktor
Media/Alat Yang Digunakan
Media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan
dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Dalam proses belajar mengajar
kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karrena dalam kegiatan
tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan
dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan
bahan yang akan disampaikan kapada anak didik dapat disederhanakan dangan
bantuan media. Madia dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapakan melalui
kata-kata atau kalimat tertentu. Namun
perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan telihat bila penggunaanya tidak
sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah dirumuskan.
Karena itu, tujuan pengjaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan
untuk menggunakan media. Manakala diabaikan, maka media bukan lagi sebagai alat
bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara
efektif dan efisien.
3.
Hambatan-Hambatan Dalam Pencapaian Tujuan Pembelajaran
Adapun hambatan-hambatan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar
siswa disekolah menurut Drs. H. Alisuf Sabri anatara lain :
a.
Faktor
lingkungan yaitu faktor lingkungan alam atau non social dan faktorlingkungan sosial.
b.
Faktor-faktor
instrumental
c.
Faktor-faktor
kondisi internal siswa yaitu kondisi fisiologis siswa dan kondisi psikologis
siswa.[27]
Yang termasuk factor non sosial ini adalah seperti: keadaan suhu,
kelembaban udara, tempat atau letak gedung sekolah dan lain-lain. Faktor
instrumental seperti gedung, kelas, media pengajaran, guru dan kurikulum dan
sebagainya. Adapun factor kondisi fisikologis siswa terdiri dari kondisi
kesehatan fisik dan kondisi panca inderanya terutama penglihatan dan
pendengaran. Dan kondisi psikologis adalah minat, bakat, intelegensi, motivasi,
ingatan dan kemampuan dasar pengetahuan yang dimiliki siswa.
Dengan demikian dapatlah diambil kesimpulan bahwa yang dapat
mengikuti proses belajar mengajar dengan
baik atau mencapai hasil belajar yang baik itu dipengaruhi oleh faktor kondisi
siswa itu sendiri seperti sehat penglihatannya, dapat mendengar dengan baik,
memiliki intelegensi yang tinggi, minat dan bakat dalam belajar. Selain itu
dapat dipengaruhi juga oleh faktor eksternal siswa itu seperti lingkungan, suhu
udara, keadaan gedung, keadan kelas, guru, alat atau sarana pengajaran dan
lain-lain. Kesemua faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa tersebut
merupakan salah satu komponen yang saling berkaitan dan mendukung. Dari ke
semua uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran itu dipengaruhi kemampuan guru dalam mengajar, kondisi siswa itu
sendiri. Antara faktor yang satu dengan yang lainnya itu saling mempengaruhi. Bila
salah atu faktor tersebut tidak terpenuhi, maka dapat menghambat
tercapainyatujuan pembelajaran.
[16] Departemen Agama RI., Pembinaan
Guru Agama, (Jakarta : Depag RI., 1998), h. 32
[17] Ibid, h. 76
[18] Ibid., h. 98
[19] 19 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
BahasaIndonesia , Jakarta, Balai Pustaka. 1988. cet Ke-1. hal. 965
[20] Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta Bumi Aksara 1996. Cet. Ke- 3. hal. 86
[21] 21 .Oemar Hamalik ,Kurikulum dan
Pembelajaran, Jakarta. Bumi Aksara. Cet ke-5. hal. 76
[22] 22 Oemar Hamalik. Op. Cit .hal. 57
[24] Anton Sunarto, Membangun Kompetebnsi, Makalah
disampaikan Tanggal: 16
September 2008 Mantan Kepala SMA Swasta, di Jakarta Mantan Kepala SMA Swasta,
di Jakarta
[25] Moh.
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung : PT Remakaja Rosdakarya.
1999. Cet Ke-5, hal. 8
[26] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,Strategi
Belajar Mengajar,Jakarta : Renika Cipta.2002, Cet Ke-2. h. 130.
[27] M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan,
Jakarta : CV.Pedomana Ilmu Jiwa, 1996, Cet Ke-1.hal.59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar