A.
Motivasi
Belajar
1.
Pengertian Motivasi
Motivasi
adalah suatu proses dalam individu. Pengetahuan tentang proses ini membantu
kita untuk menerangkan
tingkah laku yang kita amati dan meramalkan tingkah laku-tingkah laku orang
lain.[1]
Menurut
Mc. Donald motivasi adalah sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi
seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha
mencapai tujuan. [2] Ada kecendrungan pada sebagian anak bahwa
motivasi belajar menurun dengan meningkatnya usia, karena tumbuhnya kesadaran
tentang kemampuan sebenarnya yang dimilikinya. Keadaan ini merupakan tantangan
bagi guru untuk mengatasinya. Untuk itu guru perlu memahami bahwa penetapan
struktur pembelajaran yang tepat atau penggabungan beberapa komponen struktur
pembelajaran secara tepat, akan dapat menumbuhkan motivasi belajar. Selain itu
guru juga harus memahami teknik – teknik mengajar untuk menumbuhkan motivasi
belajar.
Motivasi berasal dari kata motif. Motif berarti suatu perangsang
atau dorongan dari dalam (inner drive) yang menyebabkan seseorang membuat
sesuatu. [3]. Payaman J. Simanjuntak
(2001:199) mengatakan bahwa, motivasi dalam sekolah merupakan proses bagaimana
menumbuhkan dan menimbulkan dorongan supaya seseorang berbuat atau belajar.
Motivasi dapat juga
dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia
tidak suka, maka berusaha untuk meniadakan atau mengelakan perasaan tidak
suka tersebut. Jadi motivasi itu dapat dirangkai oleh factor dari luar
tetapi motivasi adalah tumbuh di dalam
diri seseorang.[4]”
Berdasarkan analisis
teori-teori motivasi yang telah dipaparkan di muka dalam penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu kondisi internal yang mampu
menimbulkan dorongan dalam diri manusia
yang menggerakkan dan mengarahkan untuk melakukan suatu perilaku atau
aktivitas tertentu guna mencapai tujuan dalam rangkamemenuhi
kebutuhan-kebutuhan.
Dengan
demikian motivasi adalah usaha atau kegiatan dari guru sekolah untuk
menimbulkan dan meningkatkan semangat dan kegairahan belajar dari para
siswanya.
Dalam usaha meningkatkan motivasi belajar
bagi anak ada 5 perilaku pendukung yang dilakukan oleh guru yaitu :
1.
Kejelasan dalam mengajar
2.
Penggunaan metode pengajaran yang bervariasi
3.
Lamanya waktu yang digunakan untuk melaksanakan
tugas
4.
Lamanya waktu yang digunakan untuk mengajarkan
suatu bahan ajar di kelas
5.
Keberhasilan guru membuat murid memahami pelajaran
dan menyelesaikan tugas – tugas dengan baik.[5]
2.
Fungsi
motivasi
Menurut Sardiman ada tiga fungsi
motivasi:
a.
Mendorong
manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan
energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan
yng akan dikerjakan.
b.
Menentukan
arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai dengan demikian
motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan
rumusnya tujuannya.
c.
Menyeleksi
perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang
serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan tersebut[6]
Disamping itu, ada juga fungsi-fungsi
lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi.
Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi dalam
suatu usaha yang sungguh-sunguh dengan terutama didasari adanya motivasi, maka
seseorang
akan mendapatkan keberhasilan.
Hamalik (2003:161) juga mengemukakan tiga fungsi motivasi, yaitu;
1.
Mendorong
timbulnya kelakuan atau sesuatu perbuatan : Tanpa motivasi maka tidak akan
timbul suatu perbuatan seperti belajar.
2.
Motivasi
berfungsi sebagai pengarah : Artinya menggerakkan perbuatan ke arah pencapaian
tujuan yang di inginkan.
3.
Motivasi
berfungsi penggerak : Motivasi ini berfungsi sebagai mesin, besar kecilnya
motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan atau perbuatan.
Jadi Fungsi motivasi secara umum adalah sebagai daya penggerak yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
3.
Jenis
Motivasi
Motivasi
sebagai kekuatan mental individu memiliki tingkat-tingkat. Para ahli ilmu jiwa
mempunyai pendapat yang berbeda tentang kekuatan tersebut. Perbedaan pendapat
tersebut umumnya didasarkan pada penelitian tentang perilaku belajar pada
hewan.
1)
Motivasi primer
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada
motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi
biologis atau jasmani manusia. Manusia adalah makhluk yang berjasmani sehingga
perilakunya
terpengaruh oleh insting atau kebutuhan jasmaninya. Freud berpendapat bahwa
insting memiliki empat ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek dan sumber. Tekanan
adalah kekuatan yang memotivasi individu untuk bertingkah laku. Semakin besar
energi dalam insting, maka tekanan terhadap individu semakin besar sasaran
insting adalah kepuasan atau kesenangan. Objek insting adalah hal-hal yang
memuaskan insting.
2)
Motivasi sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal
ini berbeda dengan motivasi primer. Sebagai ilustrasi, orang yang lapar akan
tertarik pada makanan tanpa belajar. Untuk memperoleh makanan tersebut baik,
orang harus bekerja terlebih dahulu.
Agar dapat bekerja dengan baik, orang harus belajar bekerja. “ bekerja
dengan baik merupakan motivasi sekunder.
Menurut beberapa ahli manusia adalah
makhluk sosial. Perilakunya tidak hanya terpengaruh oleh faktor biologis saja, tetapi
juga faktor-faktor sosial. Perilaku manusia terpengaruh oleh tiga komponen penting seperti afektif, kognitif
dan konatif.[7]
Komponen afektif adalah aspek emosional,
komponen ini terdiri dari motif sosial sikap dan emosi. Komponen kognitif
adalah aspek intelektual yang terkait dengan pengetahuan. Komponenkonatif
adalah terkait dengan kemauan dan kebiasaan bertindak. (Jalaluddin Rakhmat,
1991; Sumadi Suryabrata, 1991).
Motivasi sosial atau motivasi sekunder memegang peranan penting bagi
kehidupan manusia. Para ahli membagi motivasi sekunder tersebut menurut menurut
pandanagan yang berbeda-beda. Thomas dan Znaniecki mengolong-golongkan motivasi
sekunder keinginan-keinginan: (a) memperoleh pengalaman baru (b) untuk mendapat
respon (c) memperoleh pengakuan (d) memperoleh rasa aman.[8]
4.
Pengertian
Motivasi Belajar
Bagi siswa motivasi belajar berfungsi untuk
menyadarkan kedudukan pada awal belajar dan hasil akhir, menginformasikan
tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya,
mengarahkan kegiatan belajar, memberikan semangat belajar, dan menyadarkan
tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja secara bersinambungan.
Motivasi belajar juga penting diketahui
oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada
siswa bermanfaat bagi guru untuk :
1.
Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara
semangat siswa untuk belajar sampai berhasil.
2.
Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa
dikelas bermacam ragam.
3.
Meningkatkan dan menyadarkan guru sebagai
pendidik.
4.
Memberi peluang guru untuk memotivasi siswa untuk
belajar sampai berhasil, dengan mengubah siswa tak berminat menjadi bersemangat
belajar.
5.
Dengan adanya motivasi yang kuat dapat mendorong
siswa melakukan usaha untuk meningkatkan prestasi belajarnya disekolah. Karena
dengan motivasi itu dapat membuat seseorang siswa melakukan kegiatan belajar
secara aktif dan penuh konsentrasi.[9]
Dalam kegiatan belajar-mengajar, apabila seorang
siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka
perlu diselidiki sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu biasanya bermacam-macam,
mungkin ia tidak senang, mungkin sakit, lapar, ada problema pribadi dan
lain-lain. Hal ini berarti pada diri anak tidak terjadi perubahan energi, tidak
terangsang untuk melakukan sesuatu, karena
tidak memiliki tujuan atau kebutuhan belajar. Keadaan semacam ini perlu
dilakukan daya upaya yang dapat menemukan sebab-sebabnya dan kemudian mendorong
seorang siswa itu untuk mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan,
yakni belajar. Dengan kata lain siswa itu perlu diberikan rangsangan agar
tumbuh motivasi pada dirinya.
Dalam kegiatan belajar siswa, motivasi
dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang
melakukan usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar
akan menunjukkan hasil belajar yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya
usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang
belajar itu akan menghasilkan prestasi yang baik.
Hadari Nawawi menyatakan bahwa motivasi
belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk
mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk
mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut[10].
Dalam aktivitas belajar terdapat motivasi belajar. Aktivitas belajar yang
megandung motivasi belajar adalah sebagai berikut:
a.
Guru
adalah pendidik yang berperan dalam rekayasa pedagogis. Ia menyusun desain
pembelajaran dan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.
b.
Siswa
adalah pebelajar yang paling berkepentingan dalam menghayati belajar.
c.
Dalam
proses belajar mengajar guru melakukan tindakan mendidik seperti memberi
hadiah, memuji, menegur, menghukum, atau memberi nasehat.
d.
Dengan
belajar yang bermotivasi siswa memperoleh hasil belajar.
1)
Unsur-unsur
yang mempengaruhi motivasi belajar:
(a) cita-cita atau aspirasi siswa
(b) kemampuan siswa
(c) kondisi siswa
(d) kondisi lingkungan siswa
(e) unsur-unsur dinamis dalam belajar
dan pembelajaran
(f) upaya guru dalam membelajarkan siswa.
2)
Upaya
meningkatkan motivasi belajar:
(a) Optimalisasi penerapan
prinsip belajar
(b) Optimalisasi unsur dinamis
belajar dan pembelajaran
(c) Optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa
Dalam kegiatan belajar, motivasi diartikan sebagai
keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah
pada kegiatan belajar sehingga tujuan dapat tercapai.
Dengan motivasi yang ada pada diri siswa, maka
sikap disiplin dalam belajar dapat mempengaruhi motivasi siswa sehingga dapat
meningkatkan keberhasilan dalam belajar. Semakin tinggi motivasi belajar siswa,
maka dengan sendirinya siswa juga akan memiliki sikap disiplin belajar yang
tinggi pula. Namum apabila dalam diri siswa kurang memiliki motivasi belajar,
maka sikap disiplin belajar juga akan rendah, bahkan sama sekali tidak ada. Ini
semua dikarenakan adanya interaksi antara motivasi belajar dan sikap disiplin
siswa dalam belajar yang berhubungan antara keduanya yang dapat meningkatkan
belajar siswa lebih aktif[12]
5.
Keberhasilan
Belajar
Hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku yang
terjadi karena suatu usaha. Perubahan tingkah laku itu meliputi pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang diperoleh peserta didik dari suatu proses belajar.
Belajar dan penilaian hasil belajar memilki hubungan timbal balik yang sangat
erat. Baik tidaknya proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil penilaian
belajar yang diperoleh siswa. Sebaliknya tinggi rendahnya hasil penilaian yang
didapatkan siswa merupakan cerminan dari kualitas pembelajaran yang dilakukan.
Antara pengajaran dan penilaian terdapat pengaruh timbal balik, prosedur
penilaian tertentu menurut terselenggaranya program pengajaran yang sesuai,
sebaliknya suatu pendekatan pengajaran dengan kekhususan[13]
Orang yang bermotivasi untuk
berhasil motivated to succeed bekerja lebih keras dari pada orang yang
bermotivasi untuk tidak gagal.[14]
B.
Pendidik
dan Peserta didik (Siswa)
Pada hakekatnya proses belajar mengajar
berkaitan dengan empat unsur yaitu guru (pendidik), murid (peserta didik),
materi pelajaran, dan sistem pengajaran. Dalam mencapai tujuan pendidikan pendidik dan
peserta didik merupakan dua unsur yang saling berkaitan. Keduanya harus dapat
menjadi kode etik pendidikan agar ilmu yang diperoleh berbuah baik serta dapat
diterapkan di lapangan.
Pendidikan
atau tarbiyah dalam pengertiannya yang paling sederhana, berarti
membahas tiga pokok yakni, peserta didik, kurikulum dan guru.[15]
Dalam semua tahapan keberadaan anak tersebut, dari janin atau bahkan sejak
azali sampai usia dewasa, sebenarnya ada kurikulum dan gurunya sendiri, yang
secara khas mencerdaskan dan mendewasakannya.[16]
1.
Pengertian
Pendidik (Guru)
Guru secara bahasa (etimologi) dalam kamus bahasa Indonesia diartikan orang
yang pekerjaannya (mata pencariannya/profesi) mengajar[17]. Guru secara bahasa
mempunyai pengertian yang terbatas. Guru diartikan sebagai suatu pekerjaan yang
mesti diberi upah atau gaji. Sedangkan guru menurut istilah (terminologi) yaitu
menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003, guru adalah tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[18]
Menurut Departemen Agama RI pengertian guru agama adalah seseorang yang
telah mengkhususkan dirinya untuk menyampaikan ajaran agama kepada orang lain.[19] Menurut defenisi
tersebut, arti guru mencakup juru dakwah, ustadz atau muballigh karena
juga mengkhususkan dirinya untuk menyampaikan ajaran agama kepada orang lain.
Berdasarkan penjelasan tersebut guru agama adalah seorang pendidik yang
mengajarkan anak didiknya dalam hal keagamaan, yang bertujuan untuk membina,
mendidik serta menjadikan peserta didik berpengetahuan yang tinggi dan
berakhlakul karimah.
2.
Syarat-syarat Pendidik (Guru)
Secara teori seseorang yang mempunyai
kemampuan dan keinginan untuk menjadi guru yang profesional, idealnya harus
memperhatikan dan mempertimbangkan persyaratan tertentu. Pada dasarnya semua
orang mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu, tetapi belum tentu setiap
orang juga bisa untuk melakukanya, karena pada masing-masing orang memilki
kompetensi bidang yang berbeda. Adapun syarat-syarat seseorang menjadi guru
menurut Sardiman sebagai berikut:
a.
Persyaratan administrasi
Persyaratan adminitrasi adalah hal-hal
yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan menjadi guru, seperti umur,
kewarganegaraan, berkelakuan baik yang akan dibuktikan dengan dukumen tertulis dan lain
sebagainya.
b.
Persyaratan teknis bersifat formal
Persyaratan teknis
yang dimaksud adalah hal-hal yang bersifat formal yang diarahkan kepada
profesional seseorang untuk menjadi seorang guru, seperti memiliki ijazah
keguruan, menguasai teknik dan metode mendidik secara teoritis dan praktis.
c.
Persyaratan psikis
Persyaratan psikis yang dimaksud adalah
kondisi batiniah seseorang untuk bisa mengemban tugas bagi seorang
guru, meliputi sehat rohani, dewasa dalam berfikir dan bertindak, mampu
mengendalikan emosi dan bertanggung jawab dan lain sebagainya.
d.
Persyaratan fisik
Persyaratan fisik
yang dimaksud adalah kondisi lahir seseorang seperti sehat jasmani, tidak
cacat, rapi, bersih, dan lain sebagainya[20]
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa syarat-syarat yang harus
dipenuhi seorang guru agar usahanya dalam mendidik berhasil dengan baik adalah
bertaqwa kepada Allah SWT adalah memiliki akhlak yang baik, harus mengerti ilmu
mendidik sebaik-baiknya, sehingga segala tindakannya dapat berjalan dengan
baik. Di samping itu juga harus bisa berbahasa dengan baik, agar dapat menarik
minat dan menimbulkan perasaan halus pada anak, harus mencintai anak didiknya
sebab cinta mengandung arti menghilangkan kepentingan diri sendiri untuk
kepentingan orang lain.
3. Pengertian Peserta Didik
(Siswa)
Peserta didik
secara formal adalah orang yang sedang berada dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan baik secara fisik maupun psikis. Pertumbuhan dan perkembangan baik
secara fisik merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu bimbingan
dari seorang pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik dan perkembangan menyengkut
psikis.
Menurut UU
SISDIKNAS RI, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.[21]
Peserta didik
disebut juga dengan murid. Kata murid berasal dari bahasa Arab yaitu yuridu,
iradan, muridan, yang berarti orang yang menginginkan dan menjadi salah
satu sifat Allah SWT yang berarti Maha Menghendaki. Seorang murid adalah orang
yang menghendaki agar mendapat ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan
keterampilan yang baik untuk bekal hidupnya agar berharga di dunia dan akhirat
dengan jalan belajar yang sungguh-sungguh.[22]
4. Kebutuhan Peserta Didik
(Siswa)
Suatu hal yang
sangat perlu juga diperhatikan oleh seorang pendidik dalam membimbing peserta
didik yaitu kebutuhan mereka. Adapun menurut Sasminelwati dalam bukunya
Dasar-dasasr Kependidikan, membagi kebutuhan pesserta didik terbagi atas empat:
a. Kebutuhan jasmani
Tiap peserta didik ingin bergerak dan
mengunakan badannya untuk aktivitas jasmaniah, kebutuhan ini dipenuhi dengan
memberikan pendidikan jasmani, dalam arti modern pendidik jasmani bertujuan
untuk mendidik manusia yakni mewujudkan tujuan pendidikan dengan mengunakan
kejasmanian sebagai titik tolak, akan tetapi tujuan khusus yaitu menentukan
manusia yang sehat dan kuat.[23]
b. Kebutuhan pribadi
Anak didik mempunyai dorongan untuk
memuaskan keinginan untuk mengetahui sesuatu, untuk menyatakan pikiran dan
perasaan dengan jalan bahasa, pekerjaan, lukisan, seni suara, dan lain-lain.
c. Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan
untuk berinteraksi antar sesama, seperti kebutuhan untuk diterima oleh
teman-teman sebaya secara wajar, supaya dapat diterima oleh orang lebih tinggi
dari dia seperti orang tua, guru-gurunya, dan pemimpin-peminpinnya, seperti
kebutuhan untuk memperoleh prestasi dan posisi.
d. Kebutuhan psikologi
Adapun kebutuhan yang dimaksud yaitu
kebutuhan akan sesuatu yang menyangkut kejiwaan. Sasminelwati membagi kebutuhan
psikologi terdiri atas:
1)
Kebutuhan akan kasih sayang
2)
Kebutuhan akan rasa aman
3)
Kebutuhan akan penghargaan
4)
Kebutuhan akan rasa bebas
5)
Kebutuhan akan rasa sukses
6)
Kebutuhan akan rasa ingin tahu.[24]
- Pertumbuhan
dan perkembangan Peserta didik (Siswa)
Pertumbuhan
merupakan perubahan ukuran atau bentuk tubuh dari muda menjadi lebih matang.
Sedangkan perkembangan yaitu perubahan pola pemikiran, sudut pandang, sikap dan
aktivitas dari suatu hal yang bersifat sederhana menjadi lebih luas dan
terbuka.
Pertumbuhan dan
perkembangan pesrta didik dapat dilihat dari berbagai dimensi kehidupan. Zakiah
Daradjat membagi manusia kepada tujuh dimensi pokok yang masing-masingnya dapat
dibagi kepada dimensi-dimensi kecil. Adapun dimensi-dimensi yang dimaksud
tersebut yaitu:
a) Dimensi fisik
Dimensi fisik merupakan perkembangan
pertumbuhan tubuh secara normal. Pada dimensi ini, proses penciptaan manusia
memiliki kesamaan dengan hewan atau tumbuhan, sebab semuanya termasuk bagian
dari alam.[25]
Pada anak memasuki puberitas, yang
ditandai dengan mensturasi pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara
pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar.
Puberitas merupakan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan jiwa peserta didik.[26]
b) Dimensi akal (kognitif)
Dalam dunia pendidikan fungsi
intelektual atau pendidikan manusia atau anak didik dikenal dengan kognitif.
Istilah kognitif berasal dari kata cognition berarti mengetahui. Dalam
arti yang luas kognisi adalah peroleh, penataan dan pengunaan pengetahuan.
Kognitf sebagai salah satu peranan psikologis yang berpusat diotak meliputi
setiap prilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan.[27]
Menurut Ramayulis
fungsi akal terbagi kepada enam fungsi:
(a) Akal adalah penahan nafsu.
Dengan akal manusia mengetahui apa yang tidak dikehendaki oleh amanat yang
dibebankan kepadanya sebagai kewajiban.
(b) Akal adalah pengertian dan
pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik yang tanpak jelas
maupun yang tidak jelas.
(c) Akal adalah petunjuk yang
dapat membedakan hidayah dan kesesatan.
(d) Akal adalah kesadaran batin
dan pengetahuan.
(e) Akal adalah pandangan yang
berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
(f) Akal adalah daya ingat mengambil dari yang
telah lampau untuk masa yang akan dihadapi.
Mendidik
akal adalah mengaktualkan potensi dasarnya. Potensi dasar itu sudah ada sejak
lahir, tetapi masih berada dalam alternatif berkembang untuk menjadi akal yang
lebih baik, atau sebaliknya tidak berkembang sebagaimana mestinya. Dengan
pendidikan yang baik akal yang masih berupa potensi akhirnya menjadi akal yang
siap dipergunakan. Sebaliknya membiarkan potensi akal tanpa pengaruh yang
positif akibatnya bisa fatal.
c)
Dimensi keberagamaan
Manusia adalah makhluk yang
berketuhanan atau disebut homodivianuous (makhlauk yang percaya pada
Tuhan) atau disebut juga homorelegius artinya makhluk yang beragama.
Berdasrakan hasil riset atau observasi, hampir seluruh ahli jiwa sependapat
bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan-kebutuhan
lainnya, bahkan mengatasi akan kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan
kekuasaan merupakan akan kebutuhan kodrati berupa keinginan untuk mencintai dan
dicintai Tuhan.
d) Dimensi akhlak
Salah
satu dimensi manusia yang diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak.
Pendidikan akhlak dalam Islam adalah suatu yang tidak dapat dipisahkan dari
pendidikan agama. Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari
iman dan ibadah, karena iman dan ibadah manusia tidak sempurna kecuali muncul
akhlak mulia. Dalam Islam akhlak bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai
tujuan langsung, yang dekat yaitu harga diri dan tujuan jauh yaitu Ridha Allah
Swt.[28]
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab
jama’ dari bentuk mufradnya “khuluqun” diartikan: budi pekerti,
perangai, tingkah laku dan tabiat. “Dalam bahasa Yunani akhlak dikenal dengan
istilah ethos atau etikhos
yang mengandung arti etika adalah suatu usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirannya
untuk memecahkan masalah bagaimana ia untuk hidup kalau ia mau menjadi baik”.[29]
“Akhlak adalah segala sifat manusia yang terdidik”.[30]
Akhlak adalah suatu sifat yang berurat- berakar pada diri seseorang
yang terbit dari padanya perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir-pikir.[31]
Sumber akhlak adalah penjelasan
Rasulullah SAW tentang sifat-sifat akhlak yang mulia itu antara lain[32]:
1.
Budi
pekerti yang baik.
2.
Bermuka
manis
3. Menghargai nikmat
Allah SWT.
4.
Jangan
berbisik-bisik dengan meninggalkan teman.
5.
Jangan
mengusir orang yang sedang duduk karena kita hendak duduk di tempat itu.
6.
Cara
memberi salam
7.
Benar
Firman Allah SWT Qs. At-Taubah: 119.
$pkr'¯»t
úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$#
©!$#
(#qçRqä.ur
yìtB
úüÏ%Ï»¢Á9$#
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah kamu bersama orang yang benar”.[33]
e) Dimensi rohani
Penciptaan manusia mengalami
kesempurnaan setelah Allah meniupkan ciptaan-Nya. Al-Ghazali membagi roh
menjadi dua bentuk:
(a). Al-Ruh yaitu daya manusia untuk mengenal
dirinya sendiri, mengenal Tuhannya dan mencapai ilmu pengetahuan, sehingga
dapat menentukan manusia berkepribadaian, berakhlak mulia menjadi motivator
sekaligus pengerak bagi manusia dalam melaksanakan perintah Allah Swt.
(b). An-Nafs yaitu panas alam yang mengalir pada
pembuluh-pembuluh nadi dan syaraf manusia, sebagai tanda adanya kehidupan pada
diri manusia.
[1] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 203
[3] Sardiman, A.M, Interaksi
dan Motivasi belajar Mengajar (Jakarta: PT Rapigrafindo Persada, 2000) h.75
[4] Ngaliman Purwanto,Psikologi Pendidikan, (Bandung,
PT.Remaja Rosdakarya, 1996) h.60
[5] Borich, J.G, Effective Teaching Methods, New Jersey 1994, 45
[7] Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2006), h. 88
[8] Ibid., h. 88
[13] Syaiful Bacri, Prestasi belajar dan kompetensi guru,
Surabaya Usaha, 1999, hal 67
[15]Suharsono, Mencerdaskan Anak (melejitkan intelektual dan
spiritual memperkaya hasanah batin kesalehan serta kreativitas anak (IQ, EQ
& SQ)), (Depok: Inisiasi Press, 2005), h. 107
[17] Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), Edisi ke-2, cet.ke-3, h.
330
[18] Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003) h. 40
[20] Sardiman, A.M, Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru, (Jakarta:
Rajawali, 1986), h. 125
[21]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia:
2006), h. 77
[27]Ramayulis, op.cit., h. 111
[28]Ramayulis, op.cit.,
[29] Zahruddin AR ,
Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT.
Gradafindo Persada, 2004), h. 3
[30] Abd. Hamid Yunus, Diratul
Ma’arif, asy-Syab, (Kairo, t.t), h. 436
[31] Muhammad Natsir, Fiqhul Da’wah, (Jakarta: Dewan Dewah
Islamiyah Indonesia, 1997), h. 239
[32] Azwir Ma’ruf, Peranan Akhlak dalam Menunjang Pembangunan Manusia
Seutuhnya, (Padang: IAIN-IB Press,
2003), h.17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar