A. Rumah Tangga Sebagai Tempat Pembentukan Anak Berkarakter
Anak lahir dalam pemeliharan orang tua dan
dibesarkan di dalam keluarga. Orang tua tanpa ada yang memerintah langsung
memikul tugas sebagai pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, sebagai
pengasuh, sebagai pembimbing, sebagai pembina mapun sebagai guru dan pemimpin
terhadap anak-anaknya, ini adalah tugas kodrati tiap-tiap manusia.
Anak mengisap norma-norma pada anggota keluarga,
baik ayah ibu maupun kakak-kakaknya. Maka orang tua di dalam keluarga harus dan
merupakan kewajiban kodrati untuk memperhatikan anak-anaknya serta mendidiknya,
sejak anak-anak itu kecil, bahkan sejak anak itu dalam kandungan.
Suatu kehidupan keluarga yang baik, sesuai dan
tetap menjalankan agama yang di anutnya merupakan persiapan yang baik untuk
memasuki pendidikan sekolah. Keseresian yang pokok harus terbina adalah
keserasian antara ayah dan ibu yang merupakan komponen pokok dalam setiap
keluarga. Untuk pembentukan keluarga yang sesuai dengan syari’at Islam yang
terdapat dalam Al-qur’an dah Al-hadits.
Abdul
ar-Rahaman
an-Nahlawi
menyimpulkan pembentukan keluarga yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits
yaitu;
1. Mendirikan syari’at Allah dalam segala permasalahan rumah tangga.
Artinya, tujuan berkeluarga adalah mendirikan rumah tangga muslim yang
mendasarkan kehidupannya pada perwujudan penghambaan pada Allah S.W.T.
demikianlah anak-anak tumbuh dan dibesarkan di dalam rumah tangga yang dibangun
dengan dasar ketakwaan kepada Allah, ketaatan pada syari’at Allah, dan
keinginan menegakkan syari’at Allah. Dengan sangat mudah,anak-anak akan meniru
kebiasaan orang tua dan akhirnya terbiasa hidup
Islami.
2. Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis
uqèd Ï%©!$# Nä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur @yèy_ur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry z`ä3ó¡uÏ9 $pkös9Î) () الاعراف/۷:
۱۸۹(
Arinya; Dialah
yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan
isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya (Al-A’raf /7 :189 )[1]
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î) @yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B ºpyJômuur 4 (الروم/۳۰ : ۲۱)
Artinya; Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. ( Q.S Ar-Ruum /30 ; 21 )[2]
Jika
suami istri bersatu di atas landasan kasih sayang dan ketentraman psikologis yang interaktif, anak-anak tumbuh
dalam suasana bahagia, percaya diri, tentram, kasih sayang, serta jauh dari
kekacauan, kesulitan dan penyakit batin dan melemahkan keprabadian anak.
3.
Mewujudkan sunnah Rasulullah SAW.
Dengan
melahirkan anak-anak saleh sehingga ummat manusia merasa bangga dengan
kehadirannya. Ini mengisyaratkan kewajiban rumah tangga muslim dalam mendidik
putra putrinya melalui pendidikan yang dapat mewujudkan tujuan Islam dan itu
terpatri dalam jiwa mereka.
4.
Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak.
Naluri
menyayangi anak merupakan potensi yang diciptakan bersamaan dengan penciptaan
manusia dan binatang menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan
kehidupan alamiah, psikologis dan sosial mayoritas makhluk hidup, keluarga,
terutama orang tua bertanggung jawab untuk memberikan kasih sayang kepada
anak-anaknya karena kasih sayang merupakan landasan terpenting dalam
pertumbuhan dan perkembangan psikologis dan sosial anak.
5.
Manjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan
penyimpangan-penyimpangan.
Dalam
konsep Islam, keluarga adalah penanggung jawab utama terpeliharanya fitrah
anak. Dengan demikian, penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan anak-anak lebih disebabkan oleh ketidak waspadaan orang tua atau pendidik terhadap perkembangan
anak
Pada
hakikatnya anak dilahirkan dalam kondisi bersih sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Ar-Ruum ayat 30
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ( الروم /۳۰: ۳۰)
Artinya; Maka
hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. (Ar-Ruum/30 ; 30 )[3]
Orang
tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka karena dari
merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama pendidikan terhadap
anak dalam kehidupan
keluarga.[4]
Tim
Dosen IKIP Malang dalam bukunya, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan,
menyimpulkan dasar-dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan anaknya
meliputi ;
a. Dorongan/motivasi
cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Cinta kasih ini
mendorong sikap dan tindakan rela menerima tanggung jawab, dan mengabdikan
hidupnya untuk sang anak.
b. Dorongan/motivasi
kejiwaan moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya.
Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spritual, yang dijiwai
Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing disamping didorong oleh
kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
c. Tanggung
jawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang gilirannya juga menjadi bagian
dari masyarakat, bangsa dan negara, bahkan kemanusiaan. tanggung jawab sosial
ini merupakan prwujudan kesadaran tanggung jawab kekeluargaaan.[5]
Pada
umumnya situasi pendidikan terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan
pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua anak. Sehingga para
orang tua umumnya merasa bertanggung jawab atas segalannya dan kelangsungan
hidup anak-anak mereka.
Selain
itu pangkal ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga. Mengingat
pentingnya kehidupan keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup terkecil
saja, melainkan lebih dari itu, yaitu sebagai lembaga hidup manusia yang
memberi peluang kepada para anggotanya untuk hidup celaka atau bahagia di dunia
dan akhirat.
Pertama-tama yang diperintahkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad dalam mengembangkan agama Islam adalah untuk mengajarkan
agama itu kepada keluarganya, baru kemudian kepada masyarakat luas. Hal ini
terkandung makna bahwa keselamatan keluarga harus lebih dahulu mendapat
perhatian atau harus didahulukan ketimbang keselamatan masyarkat yang pada
hakikatnya bertumpu pada keselamatan keluarga.
Firman
Allah Q.S Asy-syuara ayat/26
; 214
öÉRr&ur y7s?uϱtã úüÎ/tø%F{$# (الشعر اء/ ۲۶ :
۲۱۴)
Artinya ;. Dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, (Q.S Asy-syuara / 26: 214 )[6]
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR .....( التحريم /۶
۶: ۶)
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka.....(Q.S. At-tahriim/66 : 6 )[7]
Dapat
dipahami dari kedua ayat di atas bahwa tanggung jawab yang diemban oleh orang
tua tidak hanya sebatas kehidupan di dunia saja, akan tetapi juga untuk
kehidupan akhirat yang lebih abadi.
B.
Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak
Orang
tua merupakan orang pertama yang memikul beban pendidikan bagi anak-anaknya.
Orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya dan ia adalah penguasa pertama
bagi anak-anaknya yang harus dipertanggung jawabkan di-hadapan Allah swt kelak.
Manifestasi dari pelaksanaan tanggung jawab yang memang harus ditunaikan
oleh keluarga kepada anak antara lain seperti yang diungkapkan syahminan zaini
beruikut: [8]
Ada dua macam tanggung
jawab, yaitu tanggung jawab kodrati dan tanggung jawab keagamaan, yang dimaksud tanggung jawab kodrati
adalah tanggung jawab yang disebabkan oleh orang tuanya yang telah melahirkan
anak-anak tersebut. Sedangkan tanggung jawab keagamaan adalah tanggung jawab
adanya kewajiban dalam agama Islam bagi orang tua terhadap anaknya dan harus
dipenuhi.
Berdasarkan pendapat di atas,
kita dapat menyimpulkan bahwa orang tua berkewajiban untuk mendidik dan
memperhatikan anaknya tersebut terutama dalam bidang pendidikan agama dan
sosial. Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an maupun Hadis Nabi yang menegaskan
dengan jelas bagaimana kedudukan orang tua dalam pendidikan anaknya.
Orang tua yang bertanggung jawab terhadap keluarganya
dalam memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani, dengan cara merawat, membimbing,
membina bagi keluarga, sehingga anak diperlakukan sebagaimana mestinya dari
orang tua. Ajaran Islam menjelaskan bahwa tanggung jawab orang tua berat sekali
dalam keluarga, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam surat
at-Tahriim ayat 6 yaitu:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã (التحريم/ ۶۶: ۶(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.( At-tahriim/66 : 6)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa tanggung jawab
orang tua dalam keluarga tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan materil saja,
akan tetepi orang tua juga bertanggung jawab terhadap aspek lain seperti yang
dikemukakan oleh Abdullah
Nashih Ulwan dalam buku “Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam ”tanggung
jawab orang tua terhadap pendidikan agama anak meliputi:
1.
Tanggung jawab pendidikan iman
2.
Tanggung jawab pendidikan akhlak
3.
Tanggung jawab pendidikan fisik
4.
Tanggung jawab pendidikan intelektual
5.
Tanggung jawab pendidikan psikis
6.
Tanggung jawab pendidikan sosial.[9]
Kewajiban
orang tua adalah
menumbuhkan dasar pemahaman dan dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam
sejak masa pertumbuhan, sehingga anak terkait dalam Islam, baik akidah maupun
ibadah keseluruhan. Tentang pendidikan akhlak dalam keluarga terdapat
beberapa cara yang Raulullah SAW, dan
sering dilakukan oleh umat Islam, yaitu
1. Membuka
kehidupan anak dengan menyampaikan kalimat laa ilahaa llallah,
Mengenai
anak yang baru lahir Rasulullah juga menegaskan “Barang siapa diberi karunia
seorang anak hendaklah dibacakan azan pada telinga kanan bagi laki-laki dan
iqamah dibacakan di telinga kiri bagi perempuan, maka anak yang baru dilahirkan
itu akan selamat dari golongan syeitan. Syaih Ibnu Qayyim Al-jauzi,
memberikan komentar rahasia yang tersimpan di balik suara azan pada telinga
bayi yang baru lahir pada hakikatnya adalah kalimat seruan mulia yang
mengandung kebesaran Tuhan dan mentalkinkan syiar Islam.[10]
Jika
kita cermati lebih dalam, ada beberapa hikmah dari azan yang dilakukan pada
anak setelah dilahirkan yaitu:
a. Azan
merupakan syariat Islam
b. Memberi
kabar kepada anak tentang agama Nabi Muhammad saw
c. Agar suara
yang pertama kali didengar oleh seorang bayi adalah kalimat-kalimat yang
mengagungkan Allah.
2.
Mengenalkan hukum-hukum halal dan haram kepada anak
3.
Menyuruh anak untuk beribadah pada usia 7 tahun.
Mendidik
anak melakukan salat sejak kecil adalah kewajiban bagi setiap orang tua. Dalam
pendidikan anak yang digariskan Alquran maka ibadah salat lebih awal diajarkan
sebagai mana Luqman mengajar anaknya terlebih dahulu adalah salat dan tauhid
kepada Allah. Yang di temukan pada Q.S. Lukman: 17
¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# ÷É9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºs ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ) لقمان/٣١ :١٧(
Artinya: Hai
anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan ber-sabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah). (QS. Luqman/31:17)
Jadi
kewajiban mendidik anak melakukan salat itu harus dilakukan sejak dini. Jangan
anak yang sudah berumur 10 tahun belum bisa melakukan salat. Ibadah salat
merupakan perintah Allah kepada manusia, sesuai dengan tujuan penciptaan
manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya, maka salat merupakan satu pendidikan
bagi anak yang bersifat kerohanian. Pendidikan ini harus di-lakukan sedini
mungkin di rumah atau di luar rumah, formal maupun nonformal. Ibadah itulah
yang menenteramkannya. Pendidikan ibadah bagi anak mengandung tiga aspek pokok
mendasar dalam perkembangan anak yaitu:
a. Memahami dan
mengetahui secara intelektual hal ihwal yang berhubungan dengan salat (aspek
kognitif)
b. Menghayati
dan merasakan arti makna serta manfaat dan hikmah salat baginya (aspek afektif)
c. Melaksanakan
amalan salat secara fisik dan menjalankan salat lima waktu terpantul dalam
sikap sehari-hari dalam masyarakat (aspek psikomotor)
4.
Mendidik anak untuk mencintai Rasul, ahli baitNya
dan menbaca Alquran
Rahasia
mendidik anak untuk mencintai Rasulullah dan ahlil baitnya dan membaca Alquran
adalah agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup orang-orang terdahulu,
baik mengenai gerakan kepahlawanan dan jihad. Di samping itu agar anak terikat
kepada sejarah baik perasaan maupun kejayaan, termasuk keterkaitan anak-anak
terhadap Alquran.
Tentang
membaca Alquran para sarjana muslim seperti al-Ghazali berpendapat dalam
kitabnya “Ihya Ulumuddin” sebagaimana yang dikutip Asneli Ilyas, bahwa
hendaklah anak kecil diajari Alquran, hadis dan biografi tokoh serta hukum
Islam. Ibnu Khalman mengemukakan bahwa mengajarkan Alquran merupakan dasar
pengajaran dalam semua sistem pengajaran dari berbagai negara Islam, karena itu
merupakan syiar agama yang akan berpengaruh terhadap proses peman-tapan aqidah
dan meresapnya iman.[11]
Sehubungan
dengan hal itu, Rasulullah sangat memperhatikan pengajaran dasar-dasar rukun
Iman, rukun Islam, rukun syari’ah cinta kepada Allah, keluarga para sahabat dan
pemimpin serta Alquran kepada anak semenjak masa partum-buhannya. Dengan
demikian anak akan terdidik dengan iman secara sempurna. Dengan aqidah yang
mendalam, jika ia tumbuh dewasa maka ia tidak akan ter-goyahkan oleh dajjal dan
tidak akan terpengaruh oleh propaganda kaum kafir dan sesat.[12]Islam
menggariskan agar orang tua membimbing anaknya agar memiliki akhlak yang baik
termasuk akhlak kepada Tuhan dan sesama manusia. Seperti yang dicontohkan oleh
Luqman dalam QS. Luqman dari ayat 11 sampai 17.
Dalam ayat itu dapat diambil kesimpulan kandungan
wasiat Luqman bahwa ayat-ayat ini
mengandung dasar-dasar pendidikan bagi setiap muslim. Ayat itu dapat menjadi
inspirasi mengatur pokok-pokok pendidikan anak-anak kaum muslim, ayat itu
mengandung pokok pembahasan tentang Aqidah dan Tauhid kepada Tuhan yang
menyebabkan timbulnya jiwa merdeka dan bebas dari pengaruh benda dan alam.
Sesudah itu ialah dasar utama dari tegaknya rumah tangga muslim yaitu sikap
hormat penuh cinta dan kasih sayang dari anak kepada ibu bapak[13]
sedangkan Nur Uhbiyati mengambil kesimpulan bahwa di dalam ayat itu terdapat
nilai-nilai religius, seperti:[14]
a.
Keyakinan Agama
Dalam
menanamkan keyakinan agama pesan Luqman menekankan tiga aspek penting, yaitu:
1)
Keyakinan tauhid yang sebersih-bersihnya
2)
Kesadaran akan kemakhlukan yang wajib mensyukuri
segala karunia Tuhan
3)
Kesadaran bahwa segala gerak-gerik yang nampak
maupun tersembunyi tidak lepas dari pengetahuan dan pengawasan Tuhan
Pendidikan
agama dan spiritual adalah fondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan
agama meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal haram, memerintahkan
anak beribadah salat sejak umur tujuh tahun, men-didik anak untuk mencintai
keluarganya, teman sejawat dan yang ada di sekeliling anak berada. Dengan agama
semua aktivitas kependidikan jadi bermakna dan bernilai ibadah oleh karena itu
dasar operasional pendidikan Islam perlu ditambahkan dasar yang ketujuh yaitu
agama.[15]
b. Kesadaran Moral
Pembangkitan
kesadaran moral dalam diri anak, dicontohkan oleh Luqman berpangkal kepada
kemampuan membedakan antara yang ma’ruf, dan mungkar yang bertentangan dengan
nilai-nilai moral. Yang mungkar yakni hal-hal yang mengganggu dan menimbulkan
kerusakan pada kehidupan manusia.
c. Tanggung Jawab Sosial
Adapun
yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar
bergaul di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’at
Islam. Di antara prinsip syari’at Islam yang sangat erat berkaitan dengan
pendidikan sosial ini adalah prinsip ukhuwwah Islamiyah. Rasa ukhuwwah yang
benar akan melahirkan perasaan luhur dan sikap positif untuk saling menolong
tidak mementingkan diri sendiri. Islam telah menjadikan ukhuwwah Islamiyah
sebagai kewajiban yang sangat fundamental dan mengibaratkan kasih sayang sesama
muslim dengan sebatang tubuh. Apabila satu anggota badannya sakit, maka yang
lain ikut merasakannya. Tanggung jawab sosial pertama-tama diwujudkan dalam
bentuk:
1) Berbuat baik
dan hormat kepada orang lain, lebih-lebih mereka yang berjasa kepada kita
seperti orang tua kita sendiri
2) Bergaul
secara baik walaupun dengan orang tua yang berbeda keyakinan dengan kita
3) Tidak
berlagak angkuh dan sombong kepada orang lain.[16]
Seluruh
aspek pendidikan ini akan berjalan maksimal apabila orang tua dapat dijadikan
teladan bagi anak-anaknya. Di samping harus itu ia berusaha secara maksimal
agar setiap dia melakukan pekerjaan yang baik bagi keluarganya. Begitulah
kewajiban orang tua yang harus dilaksanakan dalam keluarga dan dapat
dipertanggung jawabkan nantinya di hadapan Allah swt. Orang tua harus menyadari bahwa anak merupakan amanah
atau titipan Allah kepada kedua orang tua, baik kebutuhan makanan, tempat
tinggal, kesehatan, pendidikan dan se-bagainya.
Berdasarkan
uraian di atas dapat dipahami bahwa orang tua tidak hanya berkewajiban
memberikan pendidikan iman tapi juga pendidikan akhlak. Ada keterkaitan erat
antara keduanya dalam mewujudkan generasi yang berkualitas bertakwa kepada
Allah sehingga mampu melaksanakan fungsi dan tugas sebagai khalifah di muka
bumi ini.
d. Pendidikan Jasmani
Islam
memberi petunjuk kepada pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan berkembang
secara sehat dan bersemangat. yang terdapat dalam surat Al-a’raf ayat 31
ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ
Artinya: “wahai
anak cucu Adam pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid
makanlah dan minumlah kamu tetapi jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah
tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.” (QS.Al-A’raf:31).
Ayat
ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli kesehatan bahwa agar tubuh sehat
dan kuat, dianjurkan untuk tidak makan dan minum secara berlebih-lebihan.
Dengan tubuh bugar dan segar pelajaran dapat diserap maksimal. Pe-kerjaan dapat
diselesaikan sampai tuntas. Peran orang tua termasuk menjaga ke-sehatan anak.
e. Pendidikan Akhlak
Pendidikan
Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab
tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak. Supaya
akhlak yang dimiliki anak sesuai dengan yang diperintahkan Allah swt, dan anak
bisa mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari akhlak yang baik tersebut.
f. Pendidikan Akal
Adapun
yang dimaksud dengan pendidikan akal adalah meningkatkan kema-mpuan
intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu
menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menja-lankan
fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai
dengan konsep yang ditetapkan Allah. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah
dengan proses penciptaan nabi Adam a.s di mana sebelum ia diturunkan ke bumi,
Allah mengajarkan nama-nama (asma) yang tidak diajarkan kepada para Malaikat.
C.
Tanggung jawab pendidikan yang menjadi beban orang
tua
Tanggung
jawab pendidikan yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus
dilaksanakan dalam rangka sebagai berikut:
1. Memelihara
dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung
jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan
kelangsungan hidup manusia.
2. Melindungi
dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai gangguan
penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan
falsafat hidup dan agama yang dianutnya.
3. Memberi pengajaran
dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki
pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
4. Membahagiakan
anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup
muslim.[17]
Di samping itu peran keluarga sangat dibutuhkan
dalam mewujudkan tujuan pendidikan, karena keluarga merupakan tempat pertama
dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Sesuai dengan firman Allah SWT
sebagai berikut:
يَاأيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَ اَهْلِيْكُمْ نَارًا....
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api
neraka…(QS. Al-tahrim/66: 6)[18]
Adapun
asbabun nuzul ayat tersebut yaitu “diriwayatkan bahwa Umar berkata “wahai
Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?”
Rasulullah menjawab “Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang
mengerjakannya dan perintahkan mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan
kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka.”[19]
Dari penjelasan di atas dapat
kita ambil kesimpulan bahwa pendidikan itu harus dimulai dari keluarga.
Keluarga dikepalai oleh orang tua, dialah yang paling bertanggung jawab dalam
mendidik anak, apakah berakhlak, bermoral dan berkarakter. Orang tua juga harus
menjadi contoh bagi sang anak, sebab pembinaan itu harus dimulai dari diri
orang tua kemudian menanamkannya kepada anak.
Adapun metode yang efektif dalam
mendidik anak menjadi orang yang shaleh dan berakhlak menurut Abdullah Nashih
Ulwan adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan
dengan keteladanan, sebagaimana yang tertulis dalam surat Al-ahzab ayat 21.
2. Pendidikan
dengan adat kebiasaan, sebagaimana tercantum dalam surat Ar Rum ayat 30.
3. Pendidikan
dengan nasihat sebagaimana tertulis dalam surat Luqman ayat 13– 17 dan surat
Saba’ ayat 46 – 49 serta surat Hud 32 – 34.
4. Pendidikan
dengan memberikan perhatian sebagaimana tertulis dalam surat At- Tahrim ayat 6
dan surat Thoha ayat 132.
5. Pendidikan
dengan memberikan hukuman sebagaimana tertulis dalam surat Al Baqarah ayat 178
dan Al Maidah ayat 38 serta An Nur ayat 2 dan 4.[20]
Prinsip pendidikan yang
ditanamkan dalam al-Qur’an seperti yang dijelaskan oleh Abdullah Nasih Ulwan di
atas akan memberikan pendidikan dari berbagai arah kepada seorang anak dan
bertujuan untuk menanamkan karakter yang baik dalam diri seorang anak, berbagai
metode juga bisa kita lihat seperti: keteladanan, pembiasaan, nasehat,
perhatian, dan juga pemberian hukuman akan menuntun akhlak yang baik serta
kepribadian yang baik pula.
Lebih lanjut dijelaskan Zakiyah
Darajat, menurutnya dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak yang perlu
ditanamkan yaitu:
1. Pembinaan
iman dan tauhid.
Dalam surat Luqman
ayat 13, Luqman menggunakan kata pencegahan dalam menasehati anaknya agar ia
tidak menyekutukan Allah.
2. Pembinaan
akhlak.
Akhlak adalah
implementasi dari iman dan ibadah dalam segala bentuk perilaku. Di antara
contoh akhlak yang dicontohkan oleh Luqman kepada anaknya adalah : (a) akhlak
kepada ibu dan bapak, (b) akhlak terhadap orang lain, (c) akhlak dalam
penampilan diri. Sebagaimana yang tertulis dalam surat Luqman ayat 14, 15, 18,
dan 19.
3. Pembinaan
ibadah dan agama.
Anak yang masih
kecil, kegiatan ibadah yang lebih menarik baginya adalah yang mengandung gerak.
Sedangkan, pengertian ajaran agama belum tentu dapat dipahaminya. Karena itu,
ajaran agama yang abstrak tidak menarik perhatiannya. Hal ini, sesuai dengan
yang terkandung dalam surat Luqman ayat 17.
4. Pembinaan
kepribadian dan sosial anak.
Secara umum para
pakar berpendapat, bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang
mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Apabila
kepribadiannya kuat maka, sikapnya tegas dan bertanggung jawab serta istiqomah.
Dan sebaliknya jika kepribadiannya lemah maka, ia mudah terpengaruh dan terombang-ambing
oleh berbagai faktor. Seperti yang dicontohkan Luqman dalam mendidik anaknya
(Luqman ayat 16).[21]
Di samping itu Allah SWT mengigatkan orang tua agar
tidak meninggalkan generasi yang lemah dikemudian hari baik lemah phisik, ekonomi,
wawasan apalagi lemah akhlak, moral dan karakter. Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi :
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ
خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوْا عَلَيْهِمْ...
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah,yang
mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka…(QS.al-Nisa/4: 9)[22]
Pendidikan dan keluarga adalah suatu istilah
yang tidak bisa dipisahkan. Keluarga
adalah awal pendidikan. Orang tua adalah pendidik pertama bagi anak.
Proses yang demikian disebut pendidikan keluarga. Istilah
"pendidikan keluarga" yakni pendidikan yang berlangsung dalam keluaga
yang dilakukan oleh orang tua sebagai tugas dan tanggung jawabnya dalam
mendidik anak dalam keluarga.
Dalam pengertian psikologis,
keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal
bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga
terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.[23] Keluarga
merupakan lingkungan yang pertama dan utama yang meletakkan dasar-dasar pertama
bagi perkembangan anak. Alasannya, institusi terkecil dalam masyarakat ini
telah mempengaruhi perkembangan individu anggota-anggotanya, termasuk sang
anak. Di dalam keluarga, anak lahir, tumbuh dan berkembang dan pertama kali
mengenal orang lain melalui hubungan dengan orang tuanya dan melahirkan
individu dengan berbagai bentuk kepribadiannya di masyarakat.
Oleh karena itu tidaklah dapat dipungkiri bahwa
sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas sebagai penerus
keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai kepribadian seseorang yang
dapat dianut dari keluarga.[24] Pentingnya
pendidikan anak dalam keluarga seperti yang tertulis dalam hadits :
عن أبى هريرة رضى اللّه عنه قال : أَنَّ
رَسُوْلُ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ, فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَـــصِّرَانِـهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ
( رواه المسلم )
Artinya :“Dari Abi Hurairah ra: Bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda: Setiap anak yang baru dilahirkan itu suci dan bersih, maka kedua
orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi atau Nasrani atau Majusi ”(H.R.
Muslim)[25]
Kata
fitrah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim di atas akan lebih mudah
dipahami jika diselaraskan dengan firman Allah dalam surat ar-Ruum ayat 30:
óOÏ%r'sù
y7ygô_ur
ÈûïÏe$#Ï9
$ZÿÏZym
4
|NtôÜÏù
«!$#
ÓÉL©9$#
tsÜsù
}¨$¨Z9$#
$pkön=tæ
4
w
@Ïö7s?
È,ù=yÜÏ9
«!$#
4
Ï9ºs
ÚúïÏe$!$#
ÞOÍhs)ø9$#
ÆÅ3»s9ur
usYò2r&
Ĩ$¨Z9$#
w
tbqßJn=ôèt
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak
ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui (Ar-Ruum: 30)[26]
Kata fitrah yang tercantum dalam
firman Allah dan Hadis Rasulullah di atas mengandung makna bahwa manusia
ciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid, “kalau ada manusia tidak beragama tauhid,
Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara
pengaruh lingkungan”[27].oleh
karena itu peran orang tua merupakan penentu pertama bagi anak untuk menjadi
seperti seseorang yang baik atau yang buruk. Eksistensi orang tua jelas dapat langsung dirasakan anak
dari semenjak dilahirkan ke duania, baik dari segi pendidikan, pembiasaan, kasih sayang serta binaan akhlak dan moral
yang kelak akan menentukan karakternya.
“Begitu
juga yang diungkap oleh Benyamin S. Bloom
bahwa: Lingkungan keluarga dan faktor-faktor luar sekolah yang
telah secara luas berpengaruh terhadap siswa. Siswa-siswa hidup di kelas pada
suatu sekolah relatif singkat, sebagian besar waktunya dipergunakan di rumah.
Keluarga telah mengajarkan anak berbahasa, kemampuan untuk belajar dari orang
dewasa dan beberapa kualitas dan kebutuhan berprestasi, kebiasaan bekerja dan
perhatian terhadap tugas yang merupakan dasar terhadap pekerjaan di sekolah.
Kecakapan-kecakapan dan kebiasaan di rumah merupakan dasar bagi studi anak di
sekolah”.[28]
Jika dilihat di Indonesia secara
yuridis, konsep pendidikan yang dituangkan dalam UUD SISDIKNAS Pasal 13 ayat 1
tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan dinyatakan bahwa:
“jalur
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya.”Pendidikan formal adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan
diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan.[29]
Konsep pendidikan dalam UUD di
atas menjelaskan bahwa ketiga jenis pendidikan yang disebutkan dapat
mempengaruhi pembentukan karakter anak. Salah satunya adalah pendidikan
informal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan dalam
keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak dan akan
menentukan perilakunya dimasa mendatang.
Secara
lebih rinci, “Karakter yang dimiliki oleh seseorang merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.”[30]
Dapat dipahami bahwa karakter yang dimiliki seseorang itu adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai kepada seorang yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi manusia insan kamil.
Dampak pendidikan
karakter yang terlaksana secara utuh dan menyeluruh itu tidak hanya sekedar
membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga
membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri,
yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial
kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi. Secara lebih
jelas klasifikasi karakter yang dimiliki oleh anak itu dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Karakter
yang bersumber dari olahan hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur,
amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani
mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban dan berjiwa patriotik.
2. Karakter
yang bersumber dari olahan pikir, antara lain, cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi iptek dan reflektif.
3. Karakter
yang bersumber dari olah raga, antara lain, bersih dan sehat, sportif, tangguh,
handal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, kompititif, ceria, dan gigih.
4. Karakter dari
olah rasa dan karsa, antara lain, kemanusiaan, saling menghargai, gotong
royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, mengutamakan
kepentingan umum, bangga dengan bangsa sendiri, dinamis, kerja keras, dan
beretos kerja.[31]
[1] Departeman Agama RI, op, cit h. 175
[2] Ibid., h. 803
[5] Lihat dalam Tesis Muchidin, Pendidikan Seumur Hidup
Dalam Masyarakat Pedagang di Areal Makam Sunan Ampel Surabaya, 2007, h. 105
[9] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman
Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: CV. Ary syira, tth), Jilid I cet.
III. H. 141
[10] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan
Anak-anak dalam Islam, (Singapura: Pustaka Nasional PT ELDT, 2001), Jilid I
cet X H.146
[11] Asnelly Ilyas, Mendambakan
Anak Shaleh Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung: Al mizan, 1996), h. 7
[12] Rehani, Keluarga Sebagai Institusi Pendidikan dalam Perspektif
Alqur’an, (Padang: Baitul Hikmah Press. 2000)
[13] Hamka, Tafsir Al Azhar
Juz I-II, (Jakarta: PT. Pusaka Panji Mas, 1982). h. 161
[14] Nur Uhbiyati Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997), h. 101
[15] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 44s
[16] Nur Uhbiyati Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997), h. 101
[17] Ibid., h. 38
[18] Kementrian Agama RI, Al-Quran
dan terjemahannya, ( Bandung: CV. Fukus Maidiya) h. 560
[19] Ahmad Musthafa al-Maaraghi, Terjemahan
Tafsir al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, Jilid xxviii), h. 272
[20] Nashih Ulwan, Abdullah, Pendidikan
Anak dalam Islam Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 1
[21] Daradjat, Zakiah dkk, op. cit h. 52
[22] Kementrian Agama RI, op.
cit., h. 78
[23] Moh. Shochib, Pola Asuh Orang
Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000) , h. 54
[24] Mardiya, Kiat-kiat Khusus
Membangun Keluarga Sejahtera, (Jakarta : BKKBN Pusat, 2000), h. 62
[25] Abu al-Husain Muslim ibn
al-Hallaj an-Naisaburi y, Sahahih Muslim ( ttp: al-Qanaah, t.t, ), jilid
1 h,40
[28] Mardiya, op. cit., h. 58
[29] Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Departemen Agama, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI, (Jakarta:
2006), h. 13
[30] Tim Peneliti Badan LITBANG Agama
Jakarta, Pendidikan Berkarakter, (
Jakarta: Balai Penelitian Dan pengembangan Agama Jakarta, 2013) h. 6
[31] Ibid., h. 25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar