Cari Blog Ini

Selasa, 10 Juli 2018

Rumah Tangga Sebagai Tempat Pembentukan Anak Berkarakter


A.    Rumah Tangga Sebagai Tempat Pembentukan Anak Berkarakter
Anak lahir dalam pemeliharan orang tua dan dibesarkan di dalam keluarga. Orang tua tanpa ada yang memerintah langsung memikul tugas sebagai pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, sebagai pengasuh, sebagai pembimbing, sebagai pembina mapun sebagai guru dan pemimpin terhadap anak-anaknya, ini adalah tugas kodrati tiap-tiap manusia.
Anak mengisap norma-norma pada anggota keluarga, baik ayah ibu maupun kakak-kakaknya. Maka orang tua di dalam keluarga harus dan merupakan kewajiban kodrati untuk memperhatikan anak-anaknya serta mendidiknya, sejak anak-anak itu kecil, bahkan sejak anak itu dalam kandungan.
Suatu kehidupan keluarga yang baik, sesuai dan tetap menjalankan agama yang di anutnya merupakan persiapan yang baik untuk memasuki pendidikan sekolah. Keseresian yang pokok harus terbina adalah keserasian antara ayah dan ibu yang merupakan komponen pokok dalam setiap keluarga. Untuk pembentukan keluarga yang sesuai dengan syari’at Islam yang terdapat dalam Al-qur’an dah Al-hadits.
Abdul ar-Rahaman an-Nahlawi menyimpulkan pembentukan keluarga yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits yaitu;
1.      Mendirikan syari’at Allah dalam segala permasalahan rumah tangga. Artinya, tujuan berkeluarga adalah mendirikan rumah tangga muslim yang mendasarkan kehidupannya pada perwujudan penghambaan pada Allah S.W.T. demikianlah anak-anak tumbuh dan dibesarkan di dalam rumah tangga yang dibangun dengan dasar ketakwaan kepada Allah, ketaatan pada syari’at Allah, dan keinginan menegakkan syari’at Allah. Dengan sangat mudah,anak-anak akan meniru kebiasaan orang tua dan akhirnya terbiasa hidup  Islami.
2.      Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis
uqèd Ï%©!$# Nä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur Ÿ@yèy_ur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry z`ä3ó¡uŠÏ9 $pköŽs9Î) () الاعراف/۷: ۱۸۹(
Arinya; Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya (Al-A’raf /7 :189 )[1]

ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 (الروم/۳۰ : ۲۱)
Artinya;  Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. ( Q.S Ar-Ruum /30 ; 21 )[2]

Jika suami istri bersatu di atas landasan kasih sayang dan ketentraman  psikologis yang interaktif, anak-anak tumbuh dalam suasana bahagia, percaya diri, tentram, kasih sayang, serta jauh dari kekacauan, kesulitan dan penyakit batin dan melemahkan keprabadian anak.
3.    Mewujudkan sunnah Rasulullah SAW.
Dengan melahirkan anak-anak saleh sehingga ummat manusia merasa bangga dengan kehadirannya. Ini mengisyaratkan kewajiban rumah tangga muslim dalam mendidik putra putrinya melalui pendidikan yang dapat mewujudkan tujuan Islam dan itu terpatri dalam jiwa mereka.
4.    Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak.
Naluri menyayangi anak merupakan potensi yang diciptakan bersamaan dengan penciptaan manusia dan binatang menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan kehidupan alamiah, psikologis dan sosial mayoritas makhluk hidup, keluarga, terutama orang tua bertanggung jawab untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya karena kasih sayang merupakan landasan terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan psikologis dan sosial anak.
5.    Manjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan.
Dalam konsep Islam, keluarga adalah penanggung jawab utama terpeliharanya fitrah anak. Dengan demikian, penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan anak-anak lebih disebabkan oleh ketidak waspadaan  orang tua atau pendidik terhadap perkembangan anak
Pada hakikatnya anak dilahirkan dalam kondisi bersih sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Ruum ayat 30
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ   ( الروم /۳۰: ۳۰)
Artinya; Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.  (Ar-Ruum/30 ; 30 )[3]

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk  pertama pendidikan terhadap anak dalam kehidupan keluarga.[4]
Tim Dosen IKIP Malang dalam bukunya, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, menyimpulkan dasar-dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan anaknya meliputi ;
a.       Dorongan/motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Cinta kasih ini mendorong sikap dan tindakan rela menerima tanggung jawab, dan mengabdikan hidupnya untuk sang anak.
b.      Dorongan/motivasi kejiwaan moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spritual, yang dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing disamping didorong oleh kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
c.       Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang gilirannya juga menjadi bagian dari masyarakat, bangsa dan negara, bahkan kemanusiaan. tanggung jawab sosial ini merupakan prwujudan kesadaran tanggung jawab kekeluargaaan.[5]
Pada umumnya situasi pendidikan terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua anak. Sehingga para orang tua umumnya merasa bertanggung jawab atas segalannya dan kelangsungan hidup anak-anak mereka.
Selain itu pangkal ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga. Mengingat pentingnya kehidupan keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, melainkan lebih dari itu, yaitu sebagai lembaga hidup manusia yang memberi peluang kepada para anggotanya untuk hidup celaka atau bahagia di dunia dan akhirat.
 Pertama-tama yang diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad dalam mengembangkan agama Islam adalah untuk mengajarkan agama itu kepada keluarganya, baru kemudian kepada masyarakat luas. Hal ini terkandung makna bahwa keselamatan keluarga harus lebih dahulu mendapat perhatian atau harus didahulukan ketimbang keselamatan masyarkat yang pada hakikatnya bertumpu pada keselamatan keluarga.
Firman Allah Q.S Asy-syuara ayat/26 ; 214
öÉRr&ur y7s?uŽÏ±tã šúüÎ/tø%F{$#    (الشعر اء/ ۲۶  : ۲۱۴)
Artinya ;. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,  (Q.S Asy-syuara / 26: 214 )[6]
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR .....( التحريم /۶ ۶: ۶)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.....(Q.S. At-tahriim/66 : 6 )[7]

Dapat dipahami dari kedua ayat di atas bahwa tanggung jawab yang diemban oleh orang tua tidak hanya sebatas kehidupan di dunia saja, akan tetapi juga untuk kehidupan akhirat yang lebih abadi.
B.     Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak
Orang tua merupakan orang pertama yang memikul beban pendidikan bagi anak-anaknya. Orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya dan ia adalah penguasa pertama bagi anak-anaknya yang harus dipertanggung jawabkan di-hadapan Allah swt kelak. Manifestasi dari pelaksanaan tanggung jawab yang memang harus ditunaikan oleh keluarga kepada anak antara lain seperti yang diungkapkan syahminan zaini beruikut: [8]
Ada dua macam tanggung jawab, yaitu tanggung jawab kodrati dan tanggung jawab keagamaan, yang dimaksud tanggung jawab kodrati adalah tanggung jawab yang disebabkan oleh orang tuanya yang telah melahirkan anak-anak tersebut. Sedangkan tanggung jawab keagamaan adalah tanggung jawab adanya kewajiban dalam agama Islam bagi orang tua terhadap anaknya dan harus dipenuhi.
Berdasarkan pendapat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa orang tua berkewajiban untuk mendidik dan memperhatikan anaknya tersebut terutama dalam bidang pendidikan agama dan sosial. Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an maupun Hadis Nabi yang menegaskan dengan jelas bagaimana kedudukan orang tua dalam pendidikan anaknya.
Orang tua yang bertanggung jawab terhadap keluarganya dalam memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani, dengan cara merawat, membimbing, membina bagi keluarga, sehingga anak diperlakukan sebagaimana mestinya dari orang tua. Ajaran Islam menjelaskan bahwa tanggung jawab orang tua berat sekali dalam keluarga, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam surat at-Tahriim ayat 6 yaitu:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sム(التحريم/ ۶۶: ۶(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.( At-tahriim/66 : 6)

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa tanggung jawab orang tua dalam keluarga tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan materil saja, akan tetepi orang tua juga bertanggung jawab terhadap aspek lain seperti yang dikemukakan oleh Abdullah Nashih Ulwan dalam buku “Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam ”tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan agama anak meliputi:
1.         Tanggung jawab pendidikan iman
2.         Tanggung jawab pendidikan akhlak
3.         Tanggung jawab pendidikan fisik
4.         Tanggung jawab pendidikan intelektual
5.         Tanggung jawab pendidikan psikis
6.         Tanggung jawab pendidikan sosial.[9]

Kewajiban orang tua adalah menumbuhkan dasar pemahaman dan dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak masa pertumbuhan, sehingga anak terkait dalam Islam, baik akidah maupun ibadah keseluruhan. Tentang pendidikan akhlak dalam keluarga terdapat beberapa  cara yang Raulullah SAW, dan sering dilakukan oleh umat Islam, yaitu
1.      Membuka kehidupan anak dengan menyampaikan kalimat laa ilahaa llallah,
Mengenai anak yang baru lahir Rasulullah juga menegaskan “Barang siapa diberi karunia seorang anak hendaklah dibacakan azan pada telinga kanan bagi laki-laki dan iqamah dibacakan di telinga kiri bagi perempuan, maka anak yang baru dilahirkan itu akan selamat dari golongan syeitan. Syaih Ibnu Qayyim Al-jauzi, memberikan komentar rahasia yang tersimpan di balik suara azan pada telinga bayi yang baru lahir pada hakikatnya adalah kalimat seruan mulia yang mengandung kebesaran Tuhan dan mentalkinkan syiar Islam.[10]
Jika kita cermati lebih dalam, ada beberapa hikmah dari azan yang dilakukan pada anak setelah dilahirkan yaitu:
a.    Azan merupakan syariat Islam
b.    Memberi kabar kepada anak tentang agama Nabi Muhammad saw
c.    Agar suara yang pertama kali didengar oleh seorang bayi adalah kalimat-kalimat yang mengagungkan Allah.
2.      Mengenalkan hukum-hukum halal dan haram kepada anak
3.      Menyuruh anak untuk beribadah pada usia 7 tahun.
Mendidik anak melakukan salat sejak kecil adalah kewajiban bagi setiap orang tua. Dalam pendidikan anak yang digariskan Alquran maka ibadah salat lebih awal diajarkan sebagai mana Luqman mengajar anaknya terlebih dahulu adalah salat dan tauhid kepada Allah. Yang di temukan pada Q.S. Lukman: 17
¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ) لقمان/٣١ :١٧(
Artinya: Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan ber-sabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqman/31:17)

Jadi kewajiban mendidik anak melakukan salat itu harus dilakukan sejak dini. Jangan anak yang sudah berumur 10 tahun belum bisa melakukan salat. Ibadah salat merupakan perintah Allah kepada manusia, sesuai dengan tujuan penciptaan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya, maka salat merupakan satu pendidikan bagi anak yang bersifat kerohanian. Pendidikan ini harus di-lakukan sedini mungkin di rumah atau di luar rumah, formal maupun nonformal. Ibadah itulah yang menenteramkannya. Pendidikan ibadah bagi anak mengandung tiga aspek pokok mendasar dalam perkembangan anak yaitu:
a.    Memahami dan mengetahui secara intelektual hal ihwal yang berhubungan dengan salat (aspek kognitif)
b.    Menghayati dan merasakan arti makna serta manfaat dan hikmah salat baginya (aspek afektif)
c.    Melaksanakan amalan salat secara fisik dan menjalankan salat lima waktu terpantul dalam sikap sehari-hari dalam masyarakat (aspek psikomotor)
4.      Mendidik anak untuk mencintai Rasul, ahli baitNya dan menbaca Alquran
Rahasia mendidik anak untuk mencintai Rasulullah dan ahlil baitnya dan membaca Alquran adalah agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup orang-orang terdahulu, baik mengenai gerakan kepahlawanan dan jihad. Di samping itu agar anak terikat kepada sejarah baik perasaan maupun kejayaan, termasuk keterkaitan anak-anak terhadap Alquran.
Tentang membaca Alquran para sarjana muslim seperti al-Ghazali berpendapat dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” sebagaimana yang dikutip Asneli Ilyas, bahwa hendaklah anak kecil diajari Alquran, hadis dan biografi tokoh serta hukum Islam. Ibnu Khalman mengemukakan bahwa mengajarkan Alquran merupakan dasar pengajaran dalam semua sistem pengajaran dari berbagai negara Islam, karena itu merupakan syiar agama yang akan berpengaruh terhadap proses peman-tapan aqidah dan meresapnya iman.[11]
Sehubungan dengan hal itu, Rasulullah sangat memperhatikan pengajaran dasar-dasar rukun Iman, rukun Islam, rukun syari’ah cinta kepada Allah, keluarga para sahabat dan pemimpin serta Alquran kepada anak semenjak masa partum-buhannya. Dengan demikian anak akan terdidik dengan iman secara sempurna. Dengan aqidah yang mendalam, jika ia tumbuh dewasa maka ia tidak akan ter-goyahkan oleh dajjal dan tidak akan terpengaruh oleh propaganda kaum kafir dan sesat.[12]Islam menggariskan agar orang tua membimbing anaknya agar memiliki akhlak yang baik termasuk akhlak kepada Tuhan dan sesama manusia. Seperti yang dicontohkan oleh Luqman dalam QS. Luqman dari ayat 11 sampai 17.
Dalam  ayat itu dapat diambil kesimpulan kandungan wasiat Luqman  bahwa ayat-ayat ini mengandung dasar-dasar pendidikan bagi setiap muslim. Ayat itu dapat menjadi inspirasi mengatur pokok-pokok pendidikan anak-anak kaum muslim, ayat itu mengandung pokok pembahasan tentang Aqidah dan Tauhid kepada Tuhan yang menyebabkan timbulnya jiwa merdeka dan bebas dari pengaruh benda dan alam. Sesudah itu ialah dasar utama dari tegaknya rumah tangga muslim yaitu sikap hormat penuh cinta dan kasih sayang dari anak kepada ibu bapak[13] sedangkan Nur Uhbiyati mengambil kesimpulan bahwa di dalam ayat itu terdapat nilai-nilai religius, seperti:[14]

a.       Keyakinan Agama

Dalam menanamkan keyakinan agama pesan Luqman menekankan tiga aspek penting, yaitu:
1)      Keyakinan tauhid yang sebersih-bersihnya
2)      Kesadaran akan kemakhlukan yang wajib mensyukuri segala karunia Tuhan
3)      Kesadaran bahwa segala gerak-gerik yang nampak maupun tersembunyi tidak lepas dari pengetahuan dan pengawasan Tuhan
Pendidikan agama dan spiritual adalah fondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan agama meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal haram, memerintahkan anak beribadah salat sejak umur tujuh tahun, men-didik anak untuk mencintai keluarganya, teman sejawat dan yang ada di sekeliling anak berada. Dengan agama semua aktivitas kependidikan jadi bermakna dan bernilai ibadah oleh karena itu dasar operasional pendidikan Islam perlu ditambahkan dasar yang ketujuh yaitu agama.[15]

b.      Kesadaran Moral

Pembangkitan kesadaran moral dalam diri anak, dicontohkan oleh Luqman berpangkal kepada kemampuan membedakan antara yang ma’ruf, dan mungkar yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Yang mungkar yakni hal-hal yang mengganggu dan menimbulkan kerusakan pada kehidupan manusia.

c.       Tanggung Jawab Sosial
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar bergaul di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’at Islam.  Di antara prinsip syari’at Islam yang sangat erat berkaitan dengan pendidikan sosial ini adalah prinsip ukhuwwah Islamiyah. Rasa ukhuwwah yang benar akan melahirkan perasaan luhur dan sikap positif untuk saling menolong tidak mementingkan diri sendiri. Islam telah menjadikan ukhuwwah Islamiyah sebagai kewajiban yang sangat fundamental dan mengibaratkan kasih sayang sesama muslim dengan sebatang tubuh. Apabila satu anggota badannya sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Tanggung jawab sosial pertama-tama diwujudkan dalam bentuk:
1)   Berbuat baik dan hormat kepada orang lain, lebih-lebih mereka yang berjasa kepada kita seperti orang tua kita sendiri
2)   Bergaul secara baik walaupun dengan orang tua yang berbeda keyakinan dengan kita
3)   Tidak berlagak angkuh dan sombong kepada orang lain.[16]
Seluruh aspek pendidikan ini akan berjalan maksimal apabila orang tua dapat dijadikan teladan bagi anak-anaknya. Di samping harus itu ia berusaha secara maksimal agar setiap dia melakukan pekerjaan yang baik bagi keluarganya. Begitulah kewajiban orang tua yang harus dilaksanakan dalam keluarga dan dapat dipertanggung jawabkan nantinya di hadapan Allah swt. Orang tua  harus menyadari bahwa anak merupakan amanah atau titipan Allah kepada kedua orang tua, baik kebutuhan makanan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan se-bagainya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa orang tua tidak hanya berkewajiban memberikan pendidikan iman tapi juga pendidikan akhlak. Ada keterkaitan erat antara keduanya dalam mewujudkan generasi yang berkualitas bertakwa kepada Allah sehingga mampu melaksanakan fungsi dan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini.
d.   Pendidikan Jasmani
Islam memberi petunjuk kepada pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan bersemangat. yang terdapat dalam surat Al-a’raf ayat 31
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä (#räè{ ö/ä3tGt^ƒÎ yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uŽõ°$#ur Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä tûüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÌÊÈ    
Artinya: “wahai anak cucu Adam pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid makanlah dan minumlah kamu tetapi jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.” (QS.Al-A’raf:31).

Ayat ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli kesehatan bahwa agar tubuh sehat dan kuat, dianjurkan untuk tidak makan dan minum secara berlebih-lebihan. Dengan tubuh bugar dan segar pelajaran dapat diserap maksimal. Pe-kerjaan dapat diselesaikan sampai tuntas. Peran orang tua termasuk menjaga ke-sehatan anak.
e.    Pendidikan Akhlak
Pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak. Supaya akhlak yang dimiliki anak sesuai dengan yang diperintahkan Allah swt, dan anak bisa mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari akhlak yang baik tersebut.
f.       Pendidikan Akal

Adapun yang dimaksud  dengan pendidikan akal adalah meningkatkan kema-mpuan intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menja-lankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah dengan proses penciptaan nabi Adam a.s di mana sebelum ia diturunkan ke bumi, Allah mengajarkan nama-nama (asma) yang tidak diajarkan kepada para Malaikat.
C.     Tanggung jawab pendidikan yang menjadi beban orang tua
Tanggung jawab pendidikan yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka sebagai berikut:
1.      Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
2.      Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafat hidup dan agama yang dianutnya.
3.      Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
4.      Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.[17]

Di samping itu peran keluarga sangat dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan pendidikan, karena keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
يَاأيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَ اَهْلِيْكُمْ نَارًا....
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka…(QS. Al-tahrim/66: 6)[18]

Adapun asbabun nuzul ayat tersebut yaitu “diriwayatkan bahwa Umar berkata “wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah menjawab “Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkan mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka.”[19]

Dari penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pendidikan itu harus dimulai dari keluarga. Keluarga dikepalai oleh orang tua, dialah yang paling bertanggung jawab dalam mendidik anak, apakah berakhlak, bermoral dan berkarakter. Orang tua juga harus menjadi contoh bagi sang anak, sebab pembinaan itu harus dimulai dari diri orang tua kemudian menanamkannya kepada anak.
Adapun metode yang efektif dalam mendidik anak menjadi orang yang shaleh dan berakhlak menurut Abdullah Nashih Ulwan adalah sebagai berikut:
1.      Pendidikan dengan keteladanan, sebagaimana yang tertulis dalam surat Al-ahzab ayat 21.
2.      Pendidikan dengan adat kebiasaan, sebagaimana tercantum dalam surat Ar Rum ayat 30.
3.      Pendidikan dengan nasihat sebagaimana tertulis dalam surat Luqman ayat 13– 17 dan surat Saba’ ayat 46 – 49 serta surat Hud 32 – 34.
4.      Pendidikan dengan memberikan perhatian sebagaimana tertulis dalam surat At- Tahrim ayat 6 dan surat Thoha ayat 132.
5.      Pendidikan dengan memberikan hukuman sebagaimana tertulis dalam surat Al Baqarah ayat 178 dan Al Maidah ayat 38 serta An Nur ayat 2 dan 4.[20]

Prinsip pendidikan yang ditanamkan dalam al-Qur’an seperti yang dijelaskan oleh Abdullah Nasih Ulwan di atas akan memberikan pendidikan dari berbagai arah kepada seorang anak dan bertujuan untuk menanamkan karakter yang baik dalam diri seorang anak, berbagai metode juga bisa kita lihat seperti: keteladanan, pembiasaan, nasehat, perhatian, dan juga pemberian hukuman akan menuntun akhlak yang baik serta kepribadian yang baik pula.
Lebih lanjut dijelaskan Zakiyah Darajat, menurutnya dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak yang perlu ditanamkan yaitu:
1.      Pembinaan iman dan tauhid.
Dalam surat Luqman ayat 13, Luqman menggunakan kata pencegahan dalam menasehati anaknya agar ia tidak menyekutukan Allah.
2.      Pembinaan akhlak.
Akhlak adalah implementasi dari iman dan ibadah dalam segala bentuk perilaku. Di antara contoh akhlak yang dicontohkan oleh Luqman kepada anaknya adalah : (a) akhlak kepada ibu dan bapak, (b) akhlak terhadap orang lain, (c) akhlak dalam penampilan diri. Sebagaimana yang tertulis dalam surat Luqman ayat 14, 15, 18, dan 19.
3.      Pembinaan ibadah dan agama.
Anak yang masih kecil, kegiatan ibadah yang lebih menarik baginya adalah yang mengandung gerak. Sedangkan, pengertian ajaran agama belum tentu dapat dipahaminya. Karena itu, ajaran agama yang abstrak tidak menarik perhatiannya. Hal ini, sesuai dengan yang terkandung dalam surat Luqman ayat 17.
4.      Pembinaan kepribadian dan sosial anak.
Secara umum para pakar berpendapat, bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Apabila kepribadiannya kuat maka, sikapnya tegas dan bertanggung jawab serta istiqomah. Dan sebaliknya jika kepribadiannya lemah maka, ia mudah terpengaruh dan terombang-ambing oleh berbagai faktor. Seperti yang dicontohkan Luqman dalam mendidik anaknya (Luqman ayat 16).[21]

Di samping itu Allah SWT mengigatkan orang tua agar tidak meninggalkan generasi yang lemah dikemudian hari baik lemah phisik, ekonomi, wawasan apalagi lemah akhlak, moral dan karakter. Sesuai dengan firman Allah  yang berbunyi :
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوْا عَلَيْهِمْ...
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah,yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka…(QS.al-Nisa/4: 9)[22]
 Pendidikan dan keluarga adalah suatu istilah yang tidak bisa dipisahkan.  Keluarga adalah awal pendidikan. Orang tua adalah pendidik pertama bagi  anak.  Proses yang demikian disebut pendidikan keluarga. Istilah "pendidikan keluarga" yakni pendidikan yang berlangsung dalam keluaga yang dilakukan oleh orang tua sebagai tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik anak dalam keluarga.
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.[23] Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama yang meletakkan dasar-dasar pertama bagi perkembangan anak. Alasannya, institusi terkecil dalam masyarakat ini telah mempengaruhi perkembangan individu anggota-anggotanya, termasuk sang anak. Di dalam keluarga, anak lahir, tumbuh dan berkembang dan pertama kali mengenal orang lain melalui hubungan dengan orang tuanya dan melahirkan individu dengan berbagai bentuk kepribadiannya di masyarakat.
Oleh karena itu tidaklah dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai kepribadian seseorang yang dapat dianut dari keluarga.[24] Pentingnya pendidikan anak dalam keluarga seperti yang tertulis dalam hadits :
عن أبى هريرة رضى اللّه عنه قال : أَنَّ رَسُوْلُ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ, فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَـــصِّرَانِـهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ ( رواه المسلم )
Artinya :“Dari Abi Hurairah ra: Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak yang baru dilahirkan itu suci dan bersih, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi atau Nasrani atau Majusi ”(H.R. Muslim)[25]

Kata fitrah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim di atas akan lebih mudah dipahami jika diselaraskan dengan firman Allah dalam surat ar-Ruum ayat 30:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ    
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Ar-Ruum: 30)[26]
Kata fitrah yang tercantum dalam firman Allah dan Hadis Rasulullah di atas mengandung makna bahwa manusia ciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid, “kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan”[27].oleh karena itu peran orang tua merupakan penentu pertama bagi anak untuk menjadi seperti seseorang yang baik atau yang buruk. Eksistensi  orang tua jelas dapat langsung dirasakan anak dari semenjak dilahirkan ke duania, baik dari segi pendidikan, pembiasaan,  kasih sayang serta binaan akhlak dan moral yang kelak akan menentukan karakternya. 
“Begitu juga yang diungkap oleh Benyamin S. Bloom  bahwa: Lingkungan keluarga dan faktor-faktor luar sekolah yang telah secara luas berpengaruh terhadap siswa. Siswa-siswa hidup di kelas pada suatu sekolah relatif singkat, sebagian besar waktunya dipergunakan di rumah. Keluarga telah mengajarkan anak berbahasa, kemampuan untuk belajar dari orang dewasa dan beberapa kualitas dan kebutuhan berprestasi, kebiasaan bekerja dan perhatian terhadap tugas yang merupakan dasar terhadap pekerjaan di sekolah. Kecakapan-kecakapan dan kebiasaan di rumah merupakan dasar bagi studi anak di sekolah”.[28]

Jika dilihat di Indonesia secara yuridis, konsep pendidikan yang dituangkan dalam UUD SISDIKNAS Pasal 13 ayat 1 tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan dinyatakan bahwa:
“jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.”Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.[29]

Konsep pendidikan dalam UUD di atas menjelaskan bahwa ketiga jenis pendidikan yang disebutkan dapat mempengaruhi pembentukan karakter anak. Salah satunya adalah pendidikan informal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak dan akan menentukan perilakunya dimasa mendatang.
Secara lebih rinci, “Karakter yang dimiliki oleh seseorang merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.”[30]

Dapat dipahami bahwa  karakter yang dimiliki seseorang itu adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai kepada seorang yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. 
Dampak pendidikan karakter yang terlaksana secara utuh dan menyeluruh itu tidak hanya sekedar membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi. Secara lebih jelas klasifikasi karakter yang dimiliki oleh anak itu dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.      Karakter yang bersumber dari olahan hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban dan berjiwa patriotik.
2.      Karakter yang bersumber dari olahan pikir, antara lain, cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi iptek dan reflektif.
3.      Karakter yang bersumber dari olah raga, antara lain, bersih dan sehat, sportif, tangguh, handal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, kompititif, ceria, dan gigih.
4.      Karakter dari olah rasa dan karsa, antara lain, kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, mengutamakan kepentingan umum, bangga dengan bangsa sendiri, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.[31]

Pada dasarnya peran orang tua sangat penting dalam membimbing anak hingga mempunyai karakter yang baik, sebab orang tua merupakan lingkungan pertama bagi perkembangannya, setelah usia anak semakin tinggi maka kebutuhannya akan semakin banyak, hingga ia dilepaskan dalam lingkungan sekolah untuk memenuhi kebutuhannya, namun selepas dari lingkungan sekolah maka seorang anak akan kembali kepada lingkungannya yang pertama yaitu orang tua.  sehingga pendidikan karakter yang pertama yang dirasakan seorang anak ialah pemberian dari orang tua, dan akan memberikan dampak positif dalam membangun keperibadian yang baik dalam kehidupan sehari-hari bersama lingkungan sekitarnya


[1] Departeman Agama RI,  op, cit h. 175
[2] Ibid.,  h. 803
[3] Ibid., h. 805
[4] Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Bumi Aksara 1992), h. 35
[5] Lihat dalam  Tesis Muchidin, Pendidikan Seumur Hidup Dalam Masyarakat Pedagang di Areal Makam Sunan Ampel  Surabaya, 2007, h. 105
[6] Departemen Agama... op, cit., h.742
[7] Ibid., h. 1147
                [8] Syahminan Zaini,  Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam,( Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 33
[9] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: CV. Ary syira, tth), Jilid I cet. III. H. 141
[10] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak-anak dalam Islam, (Singapura: Pustaka Nasional PT ELDT, 2001), Jilid I cet X H.146
[11] Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Shaleh Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung:  Al mizan, 1996), h. 7
[12] Rehani, Keluarga  Sebagai Institusi Pendidikan dalam Perspektif Alqur’an, (Padang: Baitul Hikmah Press. 2000)
[13] Hamka, Tafsir Al Azhar Juz I-II, (Jakarta: PT. Pusaka Panji Mas, 1982). h. 161
[14] Nur Uhbiyati Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997), h. 101
[15] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 44s
[16] Nur Uhbiyati Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997), h. 101
[17] Ibid., h. 38
[18] Kementrian Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya, ( Bandung: CV. Fukus Maidiya) h. 560
[19] Ahmad Musthafa al-Maaraghi, Terjemahan Tafsir al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, Jilid xxviii), h. 272
[20] Nashih Ulwan, Abdullah, Pendidikan Anak dalam Islam Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995),  h. 1
[21] Daradjat, Zakiah dkk, op. cit  h. 52
[22] Kementrian Agama RI, op. cit., h. 78
[23] Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) , h. 54
[24] Mardiya, Kiat-kiat Khusus Membangun Keluarga Sejahtera, (Jakarta : BKKBN Pusat, 2000), h. 62
[25] Abu al-Husain Muslim ibn al-Hallaj an-Naisaburi y, Sahahih Muslim ( ttp: al-Qanaah, t.t, ), jilid 1 h,40
                [26] Al-qur’an dan Terjemahan, op, cit., h. 416
                [27] Ibid.
[28] Mardiya, op. cit., h. 58
[29] Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI, (Jakarta: 2006), h. 13
[30] Tim Peneliti Badan LITBANG Agama Jakarta, Pendidikan Berkarakter, ( Jakarta: Balai Penelitian Dan pengembangan Agama Jakarta, 2013)  h. 6
[31] Ibid., h. 25

Tidak ada komentar: