Fase Perkembangan Jiwa
Beragama Remaja
1) Fase
perkembangan remaja secara umum
Sebagai manusia biasa remaja dalam
pertumbuhannya juga mengalami perkembangan dalam berbagai hal. Mengenai
perkembangan ini dapat dilihat pada karakteristik berikut:
a) Karaktersitik perkembangan Psikologis
Masa peralihan dari kanak-kanak
menuju dewasa, remaja mengalami berbagai persoalan psikologis. Dalam masa ini
remaja mulai mempersiapkan dirinya untuk menjadi bertindak dan berperilaku
sebagai seorang dewasa. Dia akan mencari-cari sesuatu yang bisa membuat dia
diterima oleh orang dewasa, termasuk mengidentikkan orang lain dengan dirinya.[1]
Namun terkadang terjadi benturan dalam kehidupannya, yang diakibatkan oleh
ketidakmampuannya bersikap seperti layaknya orang dewasa. Karena itulah para
remaja membutuhkan pengakuan dari orang dewasa tentang eksistensinya.[2]
Sumadi Surya Broto mengistilahkan perilaku remaja ini sebagai merindu puja,[3]
dimana para remaja pada masa itu sangat merindukan pujian dari orang-orang
disekelilingnya.
Di antara sisi negatif yang
dirasakan oleh para remaja perempuan adalah
terjadinya sikap tidak tenang, kurang suka bekerja, suasana hati tidak baik,
murung, Menarik diri dari masyarakat dan agresif terhadap masyarakat. Sedangkan
pada laki-laki ciri-cirinya kurang suka bergerak, lekas letih, kebutuhan untuk
tidur besar, suasana hati tidak tetap dan pesimistik[4]
b) Karaktersistik Perkembangan Emosi Pada Masa
Remaja
Pertumbuhan fisik terutama
organ-organ seksual mempengaruhi perkembangan emosi[5]
atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan yang dialami sebelumnya. Seperti
rasa cinta, rindu marah dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan
jenis.[6]
Rasa sosial mulai tertanam dalam kepribadiannya. Meskipun demikian terkadang
sikap untuk memberontak terhadap hal-hal yang tidak disukainya tetap ada. Hal
ini dapat dipahami karena pada masa ini mereka sedang dalam proses pencarian
keyakinan dan kepercayaan diri. Iklim
lingkungan yang tidak kondusif seperti ketidak stabilan dalam kehidupan sosial
politik, krisi ekonomi, perceraian orang tua, sikap dan perlakuan orang tua
yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai
moral atau agama dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Iklim lingkungan
yang tidak sehat tersebut, cendrung memberikan dampak yang kurang baik bagi
perkembangan remaja dan sangat mungkin mereka akan mengalami kehidupan yang
tidak nyaman, stress atau depresi.[7]
Dalam
Kondisi di atas banyak remaja yang meresponnya dengan sikap dan perilaku yang
kurang wajar bahkan amoral seperti: (1) kenakalan yang menimbulkan korban fisik
pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain,
(2) kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian pemerasan
dan lain-lain, (3) kenakalan sosial yang menimbulkan korban dipihak orang lain:
pelacuran, penyalahgunaan obat, seks sebelum menikah, dan (4) kenakalan yang
melawan status misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara
membolos, membantah pemerintah. Gejala-gejala kenakalan yang ditunjukkan oleh
remaja perlu mendapat perhatian baik dari orang tua maupun masyarakat sekitar.
Mengenai hal ini dalam al-Quran Allah berfirman:
وَإِذَا بَلَغَ
الْأَطْفَالُ مِنكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا
اسْتَأْذَنَ
الَّذِينَ مِن
قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ
يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (النور: ٥٩)
Artinya: “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur
balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum
mereka meminta izin . Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
Makna
dari ayat di atas adalah bahwa jika seorang anak sudah beranjak memasuki akil
baligh, dia mestilah meminta izin kepada orang tuanya terhadap aktivitasnya
dalam kehidupan sehari-hari yang tidak diketahui. Diketahui pula bahwa dengan
jelas bahwa Allah mengisyaratkan kepada para orang tua agar memperhatikan
perilaku anak-anak mereka yang memasuki masa remaja, sebab masa itu rawan
dengan kegiatan coba-coba anak yang barangkali menyeleweng atau melanggar
ketentuan norma-norma agama.[8]
c) Karaktersistik Perkembangan Sosial
Desmita
mengutip pendapat Dacey dan Kenny yang menyatakan bahwa perkembangan sosial
adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan
internasional, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman, serta
berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi
dengan mereka.[9] Pada masa ini remaja memahami orang lain
sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat,
nilai-nilai maupun perasaannya. Hal ini akan mendorong mereka untuk menjalin
hubungan sosial yang lebih akrab dengan teman sebaya, baik melalui jalinan
persahabatan atau percintaan. Selain itu secara sosial menurut Andi Mappiare[10] remaja merasa takut dan
khawatir jika dikucilkan atau terisolir dari kelompoknya.
2) Fase
perkembangan agama remaja
Perkembangan
jiwa beragama pada remaja sejalan dengan perkembangan jasmaninya, intelektual
dan ruhaniahnya. Zakiah Daradjat[11] berpendapat remaja
mendapatkan pendidikan agama dengan cara memberikan kesempatan pada remaja
untuk berfikir logis dan mengritik pendapat-pendapat yang tidak masuk akal,
disertai oleh kehidupan lingkungan dan orang tua yang menganut agama yang sama
dan taat dalam menjalankan agamnya, maka kebimbangan beragama pada masa remaja
itu agak berkurang. Menurut W. Strabuck dikutip oleh
Zulkarnaini[12],
perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan
rohani dan jasmaninya yaitu:
a) Perkembangan pikiran dan mental
Ide dasar keyakinan
agama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik
bagi mereka. Sikap kritis terhadap agama mulai timbul. Oleh karena itu, bagi
mereka agama yang ajarannya kurang konservatif, dogmatis dan agak liberal akan
mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga mereka
banyak meninggalkan ajaran agamanya.
b) Perkembangan Perasaan Keagamaan
Gambaran remaja tentang Tuhan dengan
sifat- sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan
lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu
sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan
lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya
pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada Tuhan, termasuk
persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak
adilan, penderitaan, kezaliman, persengkataan, penyelewengan dan sebagainya
yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada tuhan,
bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan tuhan sama
sekali.
Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah
tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang tergantung pada perubahan-
perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan
akan Allah misalnya, kadang- kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan
aman, tentram dan tenang.
Pada masa remaja berbagai perasaan
telah berkembang, seperti perasaan sosial, kritis, etis, estetis yang semuanya
itu mendorong mereka untuk menghayati kehidupan dan lingkungannya. Kehidupan
religius akan cendrung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup religius
pula. Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapatkan pendidikan dan siraman
ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual, sehingga mereka
lebih mudah terperosok kea rah tindakan seksual negatif.
Corak keagaaman para remaja juga
ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Sehingga terjadi konflik dalam diri
mereka antara pertimbangan moral dan material, mereka sangat bingung untuk
menentukan pilihan. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan
materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya bersikap materialis.
d)
Perkembangan Pikiran dan Moral
Perkembangan moral pada remaja
bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Jika
dikategorikan, maka tipe moral yang terlihat pada masa remaja mencakup: (a) self
directive, taat kepada agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi,
(b) adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik, (c) submissive,
merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama, (d) unadjusted,
belum menyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral, dan (e) deviant, menolak
dasar hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.
e)
Sikap dan Minat
Sikap[14]
dan minat[15]
remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini
sangat tergantung kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi
mereka. Selanjutnya tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja
sebenarnya tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik
bathin yang terjadi dalam diri.
[1]Erikson meyakini bahwa perkembangan identity pada masa remaja
berkaitan dengan komitmennya terhadap okupasi masa depan peran-peran masa
dewasa dan system keyakinan pribadi. Lihat Nancy J. Cobb, Adolescence.
(California: Mayfield Publishing Company, 1992) h. 75
[2]Bandingkan dengan Lustin Pikunas, Human Depelopment, (Tokyo:
McGraw-Hill Kogakusha Ltd, 1976), h. 257-259
[3]Sumadi Suryo Broto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rake
Press, 1984), h. 132
[5]Dimaknai oleh Daniel Goleman sebagai suatu perasaan dan fikiran,
suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Daniel Goleman, Emosional Inttellegence (kecerdasan Emosional), (Jakarta : Gramedia, 199),
h. 411. oleh James Drever emosi diartikan sebagai keadaan yang kompleks dari
organisme yang menyangkut perubahan jasmani yang luas sifatnya dalam bentuk pernafasan,
denyut jantung, sekresi kelenjar dan lain-lain.
Dan pada sisi kejiwaan suatu keadaan terangsang atau pertubusi
(gusar atau terganggu), ditandai oleh perasaan yang kuat dan biasanya suatu
dorongan ke arah suatu bentuk tingkah-laku tertentu. Lihat: James Drever, Kamus
Psikologi, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 133
[6]Bandingkan dengan Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1982), h. 60
[7]Syamsu Yusuf, Op.Cit., h.
210
[8]Coleman menenentukan tingkah-laku tidak normal yang biasa dilakukan
oleh remaja, yang tidak hanya terbatas pada penyakit-penyakit psikologis dan
penyakit-penyakit syaraf tetapi meliputi jenis-jenis penyelewengan yang lain
seperti ketagihan minuman keras dan candu, tingkahlaku tidak bermoral, fanatik
membabi buta. Lihat J. Coleman and Broen, W., Abnormal Psychologi and Modern
Life, (London: Scott Foresman and Co, 1972), h. 17
[9]S. Desmita, Loc.Cit..
[10]Andi Mappiiare, Psikologi Remaja,
Op.cit., h. 59
[11]Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta:
Ruhama, 1976), h. 52-53
[12]Zulkarnaini, dkk, Dampak Wirid Remaja Terhadap Perbaikan Perilaku
Ubudiyah dan Sosial Generasi Muda di Kota Padang ,
(Padang :
Puslit IAIN IB Padang, 2007), h. 17-19
[13]Moral merupakan bagian yang sangat penting
dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral bisa mengendalikan
tingkah laku anak yang beranjak dewasa sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang
merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di sisi
lain tiadanya moral seringkali dituding sebagai faktor meningkatnya kenakalan
remaja. Untuk remaja moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri, karena mereka
sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari
jalannya sendiri.
[14]Adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespon (respon tendency) dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang,
barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), h. 135
[15]Ramayulis mengutip pendapat Crow and Crow memberikan batasan minat
yaitu kekuatan pendorong yang menyebabkan individu memberikan perhatian kepada
seseorang, sesuatu, atau kepada aktivitas-aktivitas tertentu. Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 175
Tidak ada komentar:
Posting Komentar