Cari Blog Ini

Rabu, 31 Juli 2019

Fase Perkembangan Jiwa Beragama Remaja


Fase Perkembangan Jiwa Beragama Remaja
1)  Fase perkembangan remaja secara umum
Sebagai manusia biasa remaja dalam pertumbuhannya juga mengalami perkembangan dalam berbagai hal. Mengenai perkembangan ini dapat dilihat pada karakteristik berikut:
a)  Karaktersitik perkembangan Psikologis
Masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa, remaja mengalami berbagai persoalan psikologis. Dalam masa ini remaja mulai mempersiapkan dirinya untuk menjadi bertindak dan berperilaku sebagai seorang dewasa. Dia akan mencari-cari sesuatu yang bisa membuat dia diterima oleh orang dewasa, termasuk mengidentikkan orang lain dengan dirinya.[1] Namun terkadang terjadi benturan dalam kehidupannya, yang diakibatkan oleh ketidakmampuannya bersikap seperti layaknya orang dewasa. Karena itulah para remaja membutuhkan pengakuan dari orang dewasa tentang eksistensinya.[2] Sumadi Surya Broto mengistilahkan perilaku remaja ini sebagai merindu puja,[3] dimana para remaja pada masa itu sangat merindukan pujian dari orang-orang disekelilingnya.
Di antara sisi negatif yang dirasakan  oleh para remaja perempuan adalah terjadinya sikap tidak tenang, kurang suka bekerja, suasana hati tidak baik, murung, Menarik diri dari masyarakat dan agresif terhadap masyarakat. Sedangkan pada laki-laki ciri-cirinya kurang suka bergerak, lekas letih, kebutuhan untuk tidur besar, suasana hati tidak tetap dan pesimistik[4]
b)   Karaktersistik Perkembangan Emosi Pada Masa Remaja
Pertumbuhan fisik terutama organ-organ seksual mempengaruhi perkembangan emosi[5] atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan yang dialami sebelumnya. Seperti rasa cinta, rindu marah dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis.[6] Rasa sosial mulai tertanam dalam kepribadiannya. Meskipun demikian terkadang sikap untuk memberontak terhadap hal-hal yang tidak disukainya tetap ada. Hal ini dapat dipahami karena pada masa ini mereka sedang dalam proses pencarian keyakinan dan kepercayaan diri. Iklim lingkungan yang tidak kondusif seperti ketidak stabilan dalam kehidupan sosial politik, krisi ekonomi, perceraian orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Iklim lingkungan yang tidak sehat tersebut, cendrung memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan remaja dan sangat mungkin mereka akan mengalami kehidupan yang tidak nyaman, stress atau depresi.[7]
Dalam Kondisi di atas banyak remaja yang meresponnya dengan sikap dan perilaku yang kurang wajar bahkan amoral seperti: (1) kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain, (2) kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian pemerasan dan lain-lain, (3) kenakalan sosial yang menimbulkan korban dipihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, seks sebelum menikah, dan (4) kenakalan yang melawan status misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, membantah pemerintah. Gejala-gejala kenakalan yang ditunjukkan oleh remaja perlu mendapat perhatian baik dari orang tua maupun masyarakat sekitar. Mengenai hal ini dalam al-Quran Allah berfirman:

وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِن
 قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ  (النور: ٥٩)
Artinya: “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin . Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

Makna dari ayat di atas adalah bahwa jika seorang anak sudah beranjak memasuki akil baligh, dia mestilah meminta izin kepada orang tuanya terhadap aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari yang tidak diketahui. Diketahui pula bahwa dengan jelas bahwa Allah mengisyaratkan kepada para orang tua agar memperhatikan perilaku anak-anak mereka yang memasuki masa remaja, sebab masa itu rawan dengan kegiatan coba-coba anak yang barangkali menyeleweng atau melanggar ketentuan norma-norma agama.[8]
c)   Karaktersistik Perkembangan Sosial
Desmita mengutip pendapat Dacey dan Kenny yang menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan internasional, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman, serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka.[9]  Pada masa ini remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya. Hal ini akan mendorong mereka untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan teman sebaya, baik melalui jalinan persahabatan atau percintaan. Selain itu secara sosial menurut Andi Mappiare[10] remaja merasa takut dan khawatir jika dikucilkan atau terisolir dari kelompoknya.  
2)   Fase perkembangan agama remaja
Perkembangan jiwa beragama pada remaja sejalan dengan perkembangan jasmaninya, intelektual dan ruhaniahnya. Zakiah Daradjat[11] berpendapat remaja mendapatkan pendidikan agama dengan cara memberikan kesempatan pada remaja untuk berfikir logis dan mengritik pendapat-pendapat yang tidak masuk akal, disertai oleh kehidupan lingkungan dan orang tua yang menganut agama yang sama dan taat dalam menjalankan agamnya, maka kebimbangan beragama pada masa remaja itu agak berkurang. Menurut W. Strabuck dikutip oleh Zulkarnaini[12], perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya yaitu:
a)   Perkembangan pikiran dan mental
Ide dasar keyakinan agama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sikap kritis terhadap agama mulai timbul. Oleh karena itu, bagi mereka agama yang ajarannya kurang konservatif, dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya.

b)  Perkembangan Perasaan Keagamaan
Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat- sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada Tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak adilan, penderitaan, kezaliman, persengkataan, penyelewengan dan sebagainya yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada tuhan, bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan tuhan sama sekali.
Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang tergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah misalnya, kadang- kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang.
Pada masa remaja berbagai perasaan telah berkembang, seperti perasaan sosial, kritis, etis, estetis yang semuanya itu mendorong mereka untuk menghayati kehidupan dan lingkungannya. Kehidupan religius akan cendrung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup religius pula. Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapatkan pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual, sehingga mereka lebih mudah terperosok kea rah tindakan seksual negatif.
c)   Perkembangan moral[13] dan material
Corak keagaaman para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Sehingga terjadi konflik dalam diri mereka antara pertimbangan moral dan material, mereka sangat bingung untuk menentukan pilihan. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya bersikap materialis.
d)   Perkembangan Pikiran dan Moral
Perkembangan moral pada remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Jika dikategorikan, maka tipe moral yang terlihat pada masa remaja mencakup: (a) self directive, taat kepada agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi, (b) adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik, (c) submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama, (d) unadjusted, belum menyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral, dan (e) deviant, menolak dasar hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.
e)   Sikap dan Minat
Sikap[14] dan minat[15] remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini sangat tergantung kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka. Selanjutnya tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja sebenarnya tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik bathin yang terjadi dalam diri. 


[1]Erikson meyakini bahwa perkembangan identity pada masa remaja berkaitan dengan komitmennya terhadap okupasi masa depan peran-peran masa dewasa dan system keyakinan pribadi. Lihat Nancy J. Cobb, Adolescence. (California: Mayfield Publishing Company, 1992) h.  75
[2]Bandingkan dengan Lustin Pikunas, Human Depelopment, (Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Ltd, 1976), h. 257-259
[3]Sumadi Suryo Broto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rake Press, 1984), h. 132
[4]Ibid., h. 130
[5]Dimaknai oleh Daniel Goleman sebagai suatu perasaan dan fikiran, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Daniel Goleman, Emosional Inttellegence (kecerdasan Emosional), (Jakarta: Gramedia, 199), h. 411. oleh James Drever emosi diartikan sebagai keadaan yang kompleks dari organisme yang menyangkut perubahan jasmani yang luas sifatnya dalam bentuk pernafasan, denyut jantung, sekresi kelenjar dan lain-lain.  Dan pada sisi kejiwaan suatu keadaan terangsang atau pertubusi (gusar atau terganggu), ditandai oleh perasaan yang kuat dan biasanya suatu dorongan ke arah suatu bentuk tingkah-laku tertentu. Lihat: James Drever, Kamus Psikologi, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 133
[6]Bandingkan dengan Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 60
[7]Syamsu Yusuf, Op.Cit., h. 210
[8]Coleman menenentukan tingkah-laku tidak normal yang biasa dilakukan oleh remaja, yang tidak hanya terbatas pada penyakit-penyakit psikologis dan penyakit-penyakit syaraf tetapi meliputi jenis-jenis penyelewengan yang lain seperti ketagihan minuman keras dan candu, tingkahlaku tidak bermoral, fanatik membabi buta. Lihat J. Coleman and Broen, W., Abnormal Psychologi and Modern Life, (London: Scott Foresman and Co, 1972), h. 17 
[9]S. Desmita, Loc.Cit..
[10]Andi Mappiiare, Psikologi Remaja, Op.cit., h. 59
[11]Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1976), h. 52-53
[12]Zulkarnaini, dkk, Dampak Wirid Remaja Terhadap Perbaikan Perilaku Ubudiyah dan Sosial Generasi Muda di Kota Padang, (Padang: Puslit IAIN IB Padang, 2007), h. 17-19
[13]Moral merupakan bagian yang sangat penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di sisi lain tiadanya moral seringkali dituding sebagai faktor meningkatnya kenakalan remaja. Untuk remaja moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri, karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri.
[14]Adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (respon tendency) dengan cara  yang relative tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), h. 135
[15]Ramayulis mengutip pendapat Crow and Crow memberikan batasan minat yaitu kekuatan pendorong yang menyebabkan individu memberikan perhatian kepada seseorang, sesuatu, atau kepada aktivitas-aktivitas tertentu. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 175 

Tidak ada komentar: