Cari Blog Ini

Senin, 30 April 2018

Anak Autis


A.    Anak Autis
1.      Pengertian Anak Autis
Anak autis adalah salah satu bentuk anak dengan berkebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.[1] Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan tertentu, tetapi kelainan atau penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak autistik merupakan bagian integral dari anak berkebutuhan khusus. Anak autistik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat yang dapat mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.[2]
Sebelum membahas tentang autisme, ada baiknya mengenal beberapa istilah yang berkaitan dengannya, yaitu:
a.       Autisme (autism) yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, prilaku pada anak.
b.      Autis (autist) berarti anak yang mengalami ganguan autisme.
c.       Anak autistik (autistic child) berarti keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.
Istilah Autisme berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autistik secara istilah berarti suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.[3]
Kartono mengemukakan beberapa definisi autisme sebagai berikut:
a.       Gejala menyendiri atau menutup diri secara total dari dunia riil dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar.
b.      Cara berfikir dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri.
c.       Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, serta menolak realitas.
d.      Keasyikan ekstrim dengan fantasi dan fikiran sendiri.[4]
Anak autis menganggap dunia luar itu kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung banyak bahaya yang mengerikan, ia menganggap dirinyalah yang paling baik dan benar. Oleh karena itu, ia lebih senang melarikan diri ke dalam dunia fantasinya sendiri.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Autisme biasanya terlihat sebelum anak mencapai usia tiga tahun dan pada sebagian anak sudah terlihat sejak lahir. Autisme dapat terjadi pada anak tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan.[5]
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa autisme adalah suatu gangguan perkembangan dalam berkomunikasi, interaksi sosial dan perilaku; dapat terlihat sebelum anak berusia tiga tahun yang ditandai dengan ketidak responsifan pada kontak manusia, lemahnya perkembangan bahasa dan respon yang aneh pada stimulus lingkungan.
2.      Klasifikasi Anak Autis
Menurut Yatim dalam Ganda Sumekar, anak autis dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu[6]:
a.       Autis persepsi; dianggap autis yang asli karena kelainan sudah timbul sebelum lahir. Ketidakmampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga ketidakmampuan anak bekerjasama dengan orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh.
b.      Autis reaksi; terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/sekolah dan sebagainya. Autis ini akan menimbulkan gerakan-gerakan tertentu berulang-berulang kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih besar 6-7 tahun sebelum anak memasuki tahapan berfikir logis.
c.       Autis yang timbul kemudian; terjadi setelah anak mulai besar, dikarenakan karena jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat.
3.      Penyebab Autisme
Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang dimungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme, yaitu:
a.       Teori Psikososial
Menurut beberapa ahli seperti Kanner dan Bruno Bettelhem, autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua atau pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
b.      Teori Biologis
1)      Faktor genetik: keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding keluarga normal.
2)      Adanya gangguan pranatal, natal dan post natal misalnya: pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, dan anemia.
3)      Neuro anatomi yaitu gangguan atau disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
4)      Struktur dan biokimiawi yaitu kelainan pada cerebellum dengan selsel purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.
5)      Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambang batu bara, dan lain sebagainya.
6)      Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada, 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.[7]
Menurut Abdul Hadis, autisme timbul karena beberapa sebab, yaitu:
a.       Penyebab genetika (faktor keturunan); infeksi virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang buruk; pendarahan dan keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel otak, sehingga fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, interaksi dan komunikasi.[8]
b.      Kelainan di daerah sistem lembik yang disebut hippocampus dan amygdala, sehingga terjadi gangguan fungsi control terhadap kreasi dan emosi, anak kurang dapat mengendalikan emosinya, sehingga seringkali terlalu agresif atau pasif. Amygdala bertanggung jawab terhadap berbagai rangsangan sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba, perasa dan rasa takut. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Perilaku yang diulangulang dan aneh serta hiperaktif juga disebabkan karena adanya gangguan hippocampus.
4.      Gejala-gejala Anak Autis
Gejala-gejala pada anak autis dapat dilihat berdasarkan jenis gangguan yang dialaminya, yaitu gangguan komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi. Gejala-gejala setiap jenis gangguan dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Gangguan komunikasi dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1)      Perkembangan bahasa anak autistik lambat atau sama sekali tidak ada. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara.
2)      Kadang-kadang kata yang digunakan tidak sesuai dengan artinya.
3)      Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
4)      Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi. Senang meniru atau membeo.
5)      Bila senang meniru, dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya.
6)      Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata-kata) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
7)      Senang menarik-narik tangan orang lain untuk mengekspresikan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

b.      Gangguan interaksi sosial dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1)      Anak autistik lebih suka menyendiri.
2)      Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain.
3)      Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya.
4)      Bila diajak bermain, anak autistik tidak mau dan akan menjauh.
c.       Gangguan sensoris dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1)      Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
2)      Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
3)      Anak autistik suka mencium-cium, menjilat mainan atau bendabenda yang ada di sekitarnya.
4)      Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.
d.      Gangguan pola bermain dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1)      Anak autistik tidak bemain-main seperti anak-anak pada umumnya.
2)      Anak autistik tidak suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
3)      Anak autistik tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
4)      Anak autistik tidak bermain sesuai dengan jenis mainan, seperti sepeda dibalik kemudian rodanya diputar-putar.
5)      Anak autistik senang terhadap benda-benda yang berputar-putar seperti kipas angin, baling-baling dan roda sepeda.
6)      Anak autistik sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana.
e.       Gangguan perilaku dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1)      Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
2)      Anak autistik memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan bolak-balik, dan melakukan gerakan yang diulang-ulang.
3)      Anak autistik tidak suka pada perubahan.
4)      Anak autistik duduk bengong dengan tatapan kosong.
f.       Gangguan emosi dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1)      Anak autistik sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawatawa dan menangis tanpa alasan.
2)      Anak autistik dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberi apa yang ia inginkan.
3)      Anak autistik kadang agresif dan merusak.
4)      Anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
5)      Anak autistik tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada di sekitar atau di dekatnya.[9]
Gejala anak autis menurut Delay & Deinaker dan Marholin & Philips seperti dikutip oleh Bandi Dhelpie adalah:
a.       Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat dan mata sayu serta selalu memandang ke bawah.
b.      Selalu diam sepanjang waktu.
c.       Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh ia akan mengucapkan atau menceritakan dirinya dengan beberapa kata, lalu diam menyendiri lagi.
d.      Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut, tidak punya keinginan yang bermacam-macam, dan tidak menyenangi sekelilingnya.
e.       Tampak tidak ceria.
f.       Tidak perduli pada lingkungannya, kecuali pada benda yang disukainya seperti boneka atau mobil-mobilan.[10]
Gejala autisme sebagaimana terdapat dalam wikipedia adalah:
a.       tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari,
b.      hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata,
c.       mata yang tidak jernih atau tidak bersinar,
d.      tidak suka atau tidak bisa atau tidak mau melihat mata orang lain,
e.       hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan),
f.       serasa dia punya dunianya sendiri,
g.      tidak suka berbicara dengan orang lain,
h.      tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain.[11]
Secara umum, anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, di samping mengalami gangguan pada kemampuan intelektual dan fungsi saraf. Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Rincian kelainan anak autistik adalah:
a.       Kelainan berbicara. Keterlambatan serta penyimpangan dalam berbicara menyebabkan anak autistik sulit berkomunikasi serta tidak memahami percakapan orang lain. Sebagian anak autis nampaknya seperti bisu dan bahkan tidak mampu menggunakan isyarat gerak saat berkomunikasi dengan orang lain, sehingga penggunaan bahasa isyarat tidak dapat dilakukan. Biasanya, suara yang keluar bernada tinggi dan terdengar aneh, berkecenderungan meniru, terkesan menghafal kata-kata tetapi sesungguhnya mereka tidak mampu berkomunikasi.
b.      Kelainan fungsi saraf dan intelektual. Umumnya, anak autis mengalami keterbelakangan mental dan kebanyakan mempunyai skor IQ 50. Mereka tidak mempunyai kecakapan untuk memahami bendabenda abstrak atau simbolik, namun di sisi lain mereka mampu memecahkan taka-teki yang rumit.
c.       Perilaku yang ganjil. Anak autis mudah marah apabila ada perubahan yang dilakukan pada situasi atau lingkungan tempat ia berada.
d.      Interaksi sosial. Anak autis kurang suka bergaul dan sangat terisolasi dari lingkungan hidupnya, terlihat kurang ceria, tidak pernah menaruh perhatian atau keinginan untuk menghargai perasaan orang lain, dan suka menghindar dengan orang-orang di sekitarnya sekalipun saudaranya sendiri.
          Anak autis di SD N 19 Kecamatan Pauh ada 1 orang, yang bernama Rahmat Fauzan. Lahir di Padang pada tanggal 29 April 2003. Dia merupakan anak ke-2 dar 4 bersaudara. Dari catatan guru pembimbing khusus yang diperoleh dari laporan dan keterangan orang tua ketika awal masuk di SD N 19 Kecamatan Pauh dikumpulkan beberapa informasi tentang kondisi dan perkembangannya. Laporan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Perkembangan Janin
                  Perkembangan janin pada masa kehamilan berjalan biasa (normal), kondisi ibu sehat dan tidak pernah mengalami penyakit yang serius sampai usia kandungan 9 bulan. Proses kelahiran berjalan dengan lancar di rumah bidan. Bayi lahir dengan berat badan 3.8 kg dan panjang 49 cm. Ketika lahir tidak ditemukan tanda-tanda kelainan pada bayi.
2.      Perkembangan pada masa balita
              Anak menyusu dengan ibunya sampai berusia 11 bulan, dan selanjutnya minum susu tambahan sampai usia 3 tahun. Anak mendapatkan imunisasi lengkap dan penimbangan berat badan dilakukan secara rutin. Kualitas dan kuantitas makanan baik, dan anak tidak mengalami gangguan makan. Anak dapat berdiri pada usia 6 bulan, dan dapat berjalan pada usia 1 tahun. Pada usia 3 tahun anak sudah bisa mengendarai sepeda (walaupun tidak dikayuh). Kesulitan gerakan yang dialami anak adalah kesulitan memegang benda, hal itu terjadi karena empat buah jari anak mengalami kekakuan (bersatu) yaitu jari telunjuk, tengah, jari manis, dan kelingking. Status gizi dan kesehatan anak baik.
                 Anak dapat meraba dan berciloteh pada usia 1 tahun, dan mengucapkan satu suku kata yang bermakna kalimat seperti pa berarti bapak pada usia 4 tahun. Berbicara dengan kalimat lengkap sederhana pada usia 6 tahun. Hubungan anak dengan saudaranya berjalan dengan baik. Hobi anak nonton TV, main game, dan computer. Minat kusus anak adalah menggambar.[12]
                 Dari laporan perkembangan anak di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala autis tidak terlihat sejak bayi atau balita. Perkembangan fisik dan motorik anak berjalan normal, sama seperti anak pada umumnya. Perbedaan yang tampak dari anak autis terlihat dari kemampuan berbahasa. Anak mengalami keterlambatan dalam berbicara, pada usia 4 tahun, anak baru mampu mengucapkan potongan-potongan kata. Pada anak normal, usia 4 tahun mereka telah mampu berbicara lancar  dan penguasaan bahasa yang cukup banyak.
Kelainan pada anak baru terlihat jelas pada usia pra sekolah. Anak mengalami gangguan konsentransi (autis). Proses pendidikan yang dijalani oleh anak adalah Taman Kanak-Kanak selama 1 tahun, pra Sekolah Dasar selama 1 tahun, setelah itu baru masuk Sekolah Dasar. Ketiga macam pendidikan itu dijalani di Yayasan Pengembangan Perilaku Anak (YPPA). Anak tidak bisa mengikuti pendidikan di sekolah biasa, disebabkan gangguan yang dideritanya.
Setelah perilaku anak mulai bisa dikendalikan, meskipun belum sembuh, pendidikan anak di lanjutkan ke sekolah biasa, yaitu ke SD N 19 Kecamatan Pauh. Anak mulai belajar di sekolah ini tanggal 11 Juli 2011, duduk di kelas II. Berikut ini ada banyak kebiasaan Fauzan ketika baru masuk di SDN 19 Kecamatan Pauh:
1.      Mencoret-coret meja, papan tulis, buku, kadang-kadang buku teman dan baju guru juga dicoret-coret.
2.      Sering mengoceh, berteriak-teriak dengan suara yang keras.
3.      Senang menirukan suara iklan di TV.
4.      Sering lari ke luar kelas ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung.
5.      Masuk kelas lain tanpa izin.
6.      Senang mengambil  barang-barang milik teman untuk dimainkan.
7.      Memeriksa saku celana/rok guru untuk mencari HP.
8.      Senang membaca buku dengan terbalik (dari belakang ke depan)
9.      Tertawa terbahak-bahak tanpa sebab.
10.  Menyanyi tanpa vocal yang jelas tapi menirukan satu lagu tertentu. Contoh: lagu himne guru.
11.  Menuliskan kata-kata plesetan, contoh: bunga ditulis bunge, satu ditulis zatu.
12.  Senang menuliskan nama-nama benda dalam bahasa Inggris.
13.  Malas mengeluarkan buku dan pensil, setelah disuruh baru dikeluarkan.
14.  Suka menghancurkan penghapus dan meruncing pensil sampai habis.
15.  Menilai sendiri hasil latihan atau PR
16.  Mengejar teman-teman kemudian dipeluk.
17.  Lari keluar pekarangan sekolah.
18.  Kalau dilarang melakukan apa yang diinginkannya memberontak.
19.  Suka melemparkan barang-barang seperti buku, pensil, penghapus dan lain-lain ketika menangis.
20.  Sering mengupil dan memasukkan ke mulut.
21.  Menggigit ujung-ujung jari.
22.  Menghapus tulisan sampai bukunya robek.
23.  Tidak mau mengikuti arahan atau bimbingan guru, contoh: disuruh mengulang/mengubah latihan yang salah, serta memberi jarak antara tugas yang pertama dengan tugas berikutnya.
24.  Malas menulis bahkan kadang-kadang minta bantuan guru untuk menuliskan (buk Mil yang tulis)
25.  Suka memberikan jawaban yang salah.[13]

5.      Layanan Pendidikan bagi Anak Autis
Anak autis akan mengalami banyak kendala untuk mengikuti pembelajaran, apalagi untuk mengikuti pembelajaran bersama dengan anak-anak normal lainya. Sebelum mengikuti pemebelajaran anak autis memerlukan beberapa terapi, terapi itu diantaranya:
a.       Terapi wicara; membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik
b.      Terapi okupasi; untuk melatih motorik halus anak
c.       Terpai bermain; mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain
d.      Terapi medikamentosa/obat-obatan;dengan pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang
e.       Terapi melalui makanan; untuk anak-anak dengan masalah alergi makan tertentu
f.       Sensory Integration Therapy; untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya
g.      Auditory Integration Therapy; agar pendengaran anak lebih sempurna
h.      Biomedical Therapy; penanganan biomedis yang paling mutakhir, melalui perbaikan kondisi tubuhagar terlepas dari faktor-faktor yang merusak.[14]
Semua bentuk terapi yang disebutkan diatas adalah sebagai program intervensi dini bagi anak autis, sehingga dia memiliki bekal dan kesiapan untuk bisa mengikuti bentuk bimbingan dan pembelajaran lebih lanjut. Pada anak autis yang telah diterapi dengan baik dan dapat memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut bisa dikatakan “sembuh” dari gejala autisnya.
Pada kondisi ini sebaiknya anak autis mulai diperkenalkan untuk masuk ke dalam kelompok anak-anak normal, sehingga ia dapat mempunyai figur/role model anak normal dan meniru tingkah laku anak normal seusianya. Anak autis dengan kondisi ini telah bisa mengikuti layanan pendidikan lanjutan berupa:
a.       Kelas terpadu sebagai kelas transisi
Kelas ini ditujukan untuk anak autis yng telah diterapi secara terpadu dan terstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan penagajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara pengajaran untuk anak autis (kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb). Tujuan kelas terpadu adalah membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler.
b.      Program inklusi
Program ini akan berhasil bila ada:
                                    1)      Keterbukaan dari sekolah umum
                                    2)      Tes masuk tidak didasari hanya oleh tes IQ untuk anak normal
                                    3)      Peningkatan SDM/guru terkait
                                    4)      Proses shadowing dapat dilaksanakan dengan guru pembimbing khusus
                                    5)      Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja
                                    6)      Anak dapat “tamat” (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai melewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman sekelasnya
                                    7)      Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi.
Di sekolah yang menyelenggarakan program inklusi, pada bulan-bulan pertama anak autis akan mengalami kesulitan berupa:
1)      Kesulitan berkonsentrasi
2)      Anak belum dapat mengikuti instuksi guru
3)      Perilaku anak masih sulit diatur
4)      Anak berbicara/mengoceh atau tertawa sendiri pada saat belajar
5)      Timbul tentrum bila tidak mampu mengerjakan tugas
6)      Komonikasi belum lancer dan tidak runtut dalam bercerita
7)      Pemahaman akan materi sangat kurang
8)      Belum mau bermain dan bekerjasama dengan teman sebayanya.
Pada bulan-bulan pertama inilah pentingnya anak autis didampingi oleh seorang terpis yang berfungsi sebagai guru pembimbing khusus. Tugas guru pembimbing khusus adalah:
a)      Menjembatani instruksi antara guru dan anak
b)      Mengendalikan perilaku anak di kelas
c)      Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi
d)     Membantu anak untuk belajar bermain/berinteraksi dengan teman sebayanya
e)      Menjadi media informasi antara guru dan orang tua dalam membantu anak mengejar ketertinggalan dari pelajaran di kelasnya.
c.       Sekolah khusus
Pada kenyataannya dari kelas terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak autis dapat transisi ke sekolah regular. Anak-anak ini sangat sulit untuk berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik di bidang tertentu, misalnya olah raga, music, melukis, keterampilan, dan lain-lain. Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke sekolah khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembangkan dengan maksimal.
Contoh sekolah khusus adalah sekolah keterampilan, sekolah pengembangan olah raga, sekolah musik, sekolah seni lukis, sekolah komputer, sekolah keterampilan untuk usaha kecil dan lain-lain.
d.      Program sekolah di rumah (Homeschooling Program)
Adapula anak autis yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam kelas khusus karena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalah motorik dan auditory, dan sebagainya. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta dalam program sekolah di rumah. Melalui bimbingan para guru/terapis serta kerjasama yang baik dengan orang tua dan orang-orang disekitarnya dapat dikembangkan potensi anak.


[1] Mengenal Pendidikan Inklusi, (www.ditplb.or.id, diakses 4 desember 2011)
[2] Abdul Hadis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 43
[3] Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 27 November 2011)
[4] Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm 222-223
[5] Autisme dan Pendidikannya (www.ditplb.or.id, diakses 4 Desember 2011)
[6] Ganda Sumekar, op. cit., h. 278
[7] Apa Penyebab Autisme? (www.ditplb.or.id, diakses 4 Desember 2011)
[8] Abdul Hadis, op.cit, h.  44
[9] Abdul Hadits, op.cit., h.  46-48
[10] Bandi Delphi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 121
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme diakses 4 Desember 2011
[12] Studi Dokumentasi, Identitas dan Catatan Perkembangan Anak, tahun 2011
[13] Yanti Karmila, Wawancara yang dilengkapi dengan catatan pribadi guru pembimbing khusus.
[14] Ganda Sumekar, op. cit., h. 284

Tidak ada komentar: