A. Bimbingan
1.
Pengertian
bimbingan
Secara
etimologis kata “bimbingan” merupakan terjemahan dari kata “guidance” berasal
dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing,
menuntun ataupun membantu. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan
dapat diartikan sebagai bantuan atau tuntunan.[1]
Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia karangan Peter Salim dan Yenny Salim,
kata bimbing itu sendiri memiliki makna pimpin, tuntun dan bimbingan yang
berarti arahan, tuntunan, pimpinan. Sedangkan membimbing berarti memimpin,
menuntun, mengasuh, mengajar, mengarahkan.[2]
Dalam hal ini
terdapat beberapa pendapat dari berbagai pakar mengenai definisi bimbingan itu
sendiri, salah satunya menurut pendapatnya Ahmadi yang mengatakan bahwa
pengertian dari bimbingan secara luas ialah suatu proses pemberian bantuan yang
secara terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan berbagai
masalah yang dihadapinya, agar tercapai suatu kemampuan untuk dapat memahami
dirinya sendiri, kemampuan untuk menerima dirinya, kemampuan untuk merealisasikan
dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan, baik dalam lingkup keluarga, sekolah dan masyarakat.[3]
Pengertian di
atas selaras dengan pendapatnya Sukardi yang mengatakan bahwa bimbingan
merupakan suatu bantuan yang diberikan kepada individu dalam menentukan pilihan
dan dalam mengadakan penyesuaian secara logis dan nalar.[4] Selain
itu, Smith dalam Prayitno dan Erman Amti juga memberikan pengertian bahwa bimbingan
sebagai suatu bentuk proses layanan yang diberikan kepada individu dengan
tujuan untuk membantu mereka memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan dalam membuat pilihan, rencana-rencana dan interprestasi yang
diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan baik.[5]
Dalam konteks bimbingan
di sekolah dan madrasah, Hamalik dalam Tohirin menyatakan, bahwa bimbingan di
sekolah merupakan aspek program pendidikan yang berkenaan dengan bantuan
terhadap para siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang
dihadapinya dan untuk merencanakan masa depannya sesuai minat, kemampuan, dan
kebuTuhan sosialnya atau proses bantuan kepada siswa agar ia dapat mengenal
dirinya dan dapat memecahkan masalah hidupnya sendiri sehingga ia dapat
menikmati hidup secara bahagia.[6]
Dari berbagai
pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu baik langsung maupun
tidak langsung secara terus menerus agar individu tersebut dapat menyesuaikan
diri.
Kata bimbingan
sering kali disertakan dengan kata konseling. Kata “konseling” diadopsi dari
bahasa Inggris “counselling” di dalam kamus artinya dikaitkan dengan
kata “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nasihat (to obtain
counsel), anjuran (to give counsel) dan pembicaraan (to take counsel).
Berdasarkan arti di atas, konseling secara etimologis berarti pemberian nasihat,
anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.[7] Sedangkan
dalam Kamus Bahasa Indonesia konseling berasal dari kata konseli yang memiliki
makna orang yang membutuhkan bantuan dan konselor memiliki makna penasehat.
Jadi konseling berarti pemberian nasihat kepada orang yang membutuhkan bantuan.[8]
Dalam hal ini
terdapat beberapa pendapat mengenai definisi konseling salah satunya definisi konseling
menurut Mortensen dalam Tohirin menyatakan, bahwa konseling merupakan proses
hubungan antar pribadi di mana orang yang satu sebagai penolong dan pembantu (konselor)
terhadap orang lain yang dibantu dan ditolong (konseli) untuk meningkatkan
pemahaman dan kecakapan untuk menemukan dan menyelesaikan masalahanya.[9]
Sedangkan
menurut Donald G. Sebagaimana dikutip dalam bukunya Ahmadi yang berjudul Bimbingan
dan Konseling di Sekolah mengatakan bahwa konseling merupakan proses
hubungan seorang dengan seorang yang lainnya untuk meningkatkan kemampuannya
dalam menghadapi masalahnya.[10]
Berbeda lagi
dengan pendapatnya Smith dalam bukunya Prayitno dan Erman Amti yang berjudul Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling, bahwa konseling adalah suatu proses di mana konselor
membantu konseli membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta yang
berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian yang perlu dibuatnya.[11]
Sedangkan konseling
menurut pendapat Sukardi adalah hubungan timbal balik di antara dua orang
individu, di mana yang seorang (konselor) berusaha membantu yang lain (konseli)
untuk mencapai atau mewujudkan pemahaman tentang dirinya sendiri dalam kaitannya
dengan masalah atau kesulitan yang dihadapinya pada saat ini dan pada waktu
mendatang.[12]
Dari beberapa
definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa konseling adalah suatu proses
secara langsung pada seseorang antara orang yang membantu (konselor) dengan
orang yang dibantu (konseli) untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi
mereka.
Dari berbagai
makna bimbingan dan konseling di atas dirumuskan penulis secara terpisah
mengenai makna bimbingan dan konseling, namun dalam praktiknya bimbingan dan konseling
sesungguhnya tidak terpisah apalagi jika dipahami bahwa konseling merupakan
salah satu teknik bimbingan. Selain itu integrasi antara bimbingan dan konseling
dapat diketahui dari pernyataan bahwa ketika seseorang sedang melakukan konseling
berarti ia sedang memberikan bimbingan.
Oleh sebab
itu, perlu kiranya penulis rumuskan pengertian bimbingan dan konseling secara
integral adalah merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh
pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) atau hubungan timbal balik
antara keduanya agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan
menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Bimbingan dan konseling
merupakan proses pemberian bantuan untuk memecahkan suatu masalah yang
dihadapi. Menurut Blu dan Balensky dalam Abu Ahmadi berpendapat, bahwa
pengertian dari bimbingan dan konseling adalah identik atau sama saja, dalam
artian tidak terdapat perbedaaan yang fundamental antara bimbingan (guidance)
dan konseling (counselling).
Pada dasarnya
di antara bimbingan saling menyangkut dan saling mengisi, dikarenakan bimbingan
menyangkut konseling dan begitu juga sebaliknya konseling memuat bimbingan,
tetapi bimbingan bukan bagian konseling sedangkan konseling bagian dari bimbingan.[13]
Selain itu,
ada pandangan lain yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan
kegiatan yang integral keduanya tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu
perkataan bimbingan selalu dihubungkan atau dirangkaikan dengan konseling. Konseling
merupakan salah satu jenis teknis pelayanan dalam bimbingan dan dapat dikatakan
sebagai inti dari keseluruhan pelayanan bimbingan.
Di sekolah
pelayanan bimbingan diberikan melalui berbagai cara dan kegiatan seperti
pemberian informasi, pengajaran perbaikan, bimbingan kelompok dan lainnya. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aspek teknis pelayanan bimbingan.[14]
2.
Tujuan dan
landasan bimbingan
a.
Tujuan bimbingan
Individu yang
sedang dalam proses perkembangan apalagi ia adalah seorang siswa, tentu banyak
masalah yang dihadapinya baik masalah pribadi, sosial, maupun akademik dan masalah-masalah
lainnya. Kenyataannya bahwa tidak semua individu (siswa) mampu melihat dan
mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya, serta ia tidak mampu
menyesuaikan diri secara efektif terhadap lingkungannya.
Merujuk pada
masalah yang dihadapi individu (siswa) tersebut, maka tujuan bimbingan adalah
agar individu yang dibimbing tersebut memiliki kemampuan atau kecakapan melihat
dan menemukan masalahnya dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya
serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.[15]
Di dalam suatu
kegiatan baik itu formal maupun non formal pasti akan ada tujuannya. Begitu
juga dengan bimbingan, tujuan dari bimbingan yaitu: Menurut Tohirin, tujuan bimbingan
yaitu: memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap diri klien, mengarahkan
diri klien sesuai dengan potensi yang dimilikinya, mampu memecahkan sendiri
masalah yang dihadapi klien, dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik
terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan
dalam hidupnya.[16]
Adapun tujuan bimbingan
menurut Hallen adalah:
1)
Bimbingan
dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal
kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri.
2)
Bimbingan
dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal
lingkungannya secara obyektif, baik sosial maupun ekonomi.
3)
Bimbingan
dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu
mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik
pendidikan, karier maupun bidang budaya, keluarga dan masyarakat.[17]
Menurut H.
Prayitno dan Erman Amti bimbingan memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum
dan tujuan khusus.
Tujuan umun bimbingan dan konseling membantu individu agar dapat
mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan
nilai-nilai, serta terpecahnya masalahmasalah yang dihadapai individu (klien).
Termasuk tujuam umum bimbingan dan konseling adalah membantu individu agar
dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu memahami dan menerima dirinya sendiri dan
lingkungannya, membuat keputusan dan rencana yang realistik, mengarahkan diri
sendiri dengan keputusan dan rencananya itu serta pada akhirnya mewujudkan diri
sendiri. Tujuan khusus bimbingan dan konseling langsung terkait pada arah perkembangan
klien dan masalah-masalah yang dihadapi. Tujuan khusus itu merupakan penjabaran
tujuan-tujuan umum yang dikaitkan pada permasalahan klien, baik yang menyangkut
perkembangan maupun kehidupannya.[18]
Dari pendapat
para ahli jelaslah bahwa, tujuan dari bimbingan semuanya mengarahkan kepada
peserta didik agar peserta didik lebih memahami dirinya sendiri baik dari
kekurangannya maupun kelebihannya. Dan juga, membantu peserta didik untuk
berani mengambil sendiri keputusan yang baik (sesuai dengan bakat, kemampuan dan
minat) untuk dirinya.
b.
Landasan bimbingan
Menurut
pendapatnya Prayitno dan Erman Anti bahwa bimbingan memiliki landasan ilmu dan
teknologi dan landasan pedagogis. Adapun penjabaran secara luasnya sebagai
berikut:[19]
1)
Landasan filosofis
Pemikiran
filosofis merupakan hasil pemikiran yang menyeluruh dan mendalam itu kemudian
yang dipakai sebagai dasar untuk bertindak berkenaan dengan sesuatu yang
dimaksudkan. Landasan pemikiran filosofis itu akan dapat dipertanggungjawabkan bimbingan
sekolahan secara logis dan etis serta dapat memenuhi tuntunan estetika.
Pelayanan bimbingan meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya
merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis
tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan pada umumya dan
pada guru pembimbing pada khususnya.
2)
Landasan religius
Berkaitan
dengan landasan religius, Prayitno menyebutkan ada beberapa hal terkait dengan
landasan religius, yaitu: (1). Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta
adalah makhluk Tuhan yang menekankan pada ketinggian derajat dan keindahan
manusia itu serta peranannya sebagai khilafah di muka bumi, (2). Sikap yang
mendorong perkembangan dan prikehidupan manusia berjalan sesuai dengan kaidah
agama. Landasan religius dalam bimbingan pada umumnya ingin menetapkan klien
sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiannya menjadi fokus dan
sentral dalam upaya bimbingan.
3)
Landasan psikologis
Psikologis
merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis dalam bimbingan
berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu menjadi sasaran
layanan. Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan adalah mengenai
masalah tingkah laku individu yang perlu diubah, dikembangkan dan dibantu apa
bila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.
4)
Landasan sosial
budaya
Salah satu
dari dimensi kemanusiaan itu adalah dimensi kesosialan, sebagai makhluk sosial
manusia tidak dapat hidup sendiri. Di manapun manusia hidup senantiasa
membentuk kelompok hidup supaya dapat menjamin keselamatan perkembangan maupun
keturunannya. Dalam kehidupan kelompok itu, manusia harus mengembangkan
ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu demi
ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan itu biasanya berupa perangkat
nilai, norma sosial, maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya
yang berfungsi sebagai sumber dan rujukan hidup manusia.
5)
Landasan ilmiah
dan teknologi
Pelayanan bimbingan
merupakan kegiatan yang membutuhkan keprofesionalan dan memiliki dasar
keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaannya maupun
pengembangan pelayanannya secara berkelanjutan.
6)
Landasan pendagogis
Setiap
masyarakat, senantiasa menyelenggarakan pendidikan dengan berbagai cara dan
sarana untuk menjamin kelangsungan hidup manusia. Pendidikan merupakan salah
satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana regenerasi
sosial. Dengan adanya regenerasi sosial itulah nilai-nilai budaya dan norma
sosial yang melandasi kehidupan di masyarakat itu diwujudkan dan dibina
ketangguhannya.
3.
Fungsi bimbingan
Bimbingan
menempati bidang pelayanan siswa dalam keseluruhan proses dan kegiatan
pendidikan. Dalam hubungan ini bimbingan berfungsi sebagai pemberi layanan
kepada siswa agar masing-masing individu dapat berkembang menjadi pribadi
mandiri secara optimal. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan mengemban sejumlah
fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan. Fungsi-fungsi tersebut
adalah sebagai berikut:[20]
a.
Fungsi pemahaman,
yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh
pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik.
Fungsi pemahaman ini meliputi: (1). Pemahaman tentang diri peserta didik
sendiri, terutama oleh peserta didik itu sendiri, orang tua, guru pada umumnya
dan guru pembimbing, (2). Pemahaman tentang lingkungan peserta didik, termasuk
di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah terutama oleh peserta didik
sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing, (3). Pemahaman
tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi pendidikan,
informasi jabatan atau pekerjaan dan informasi social dan budaya) terutama oleh
peserta didik.
b.
Fungsi pencegahan,
yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya
peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat
menggangu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian tertentu dalam
proses perkembangannya. Beberapa kegiatannya antara lain: program orientasi,
program bimbingan karier, program pengumpulan data, program kegiatan kelompok.
c.
Fungsi pengentasan,
istilah fungsi pengentasan ini dipakai sebagai pengganti istilah fungsi kuratif
dengan arti pengobatan atau penyembuhan. Melalui fungsi pengentasan ini
pelayanan bimbingan akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai
permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Pelayanan dalam pemberian bantuan
ini dapat bersifat membimbing perorangan ataupun membimbing kelompok.
d.
Fungsi pemeliharaan
dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan terpeliharanya
dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam
rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan. Dalam
fungsi ini, hal-hal yang dipandang sudah bersifat positif dijaga agar tetap
baik dan dimantapkan.
e.
Fungsi advokasi,
yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan
terhadap peserta didik dalam rangka upaya pengembangan seluruhnya secara
optimal. Fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis
layanan dan kegiatan bimbingan untuk mencapai hasil sebagaimana yang terkandung
dalam masing-masing fungsi tersebut. Setiap layanan dan kegiatan bimbingan yang
akan dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi
tersebut agar hasil yang hendak dicapai jelas dapat diidentifikasi dan dapat
dievaluasi.
Menurut Syamsu
Yusuf dan A. Juntika Nurihsan menyatakan bahwa fungsi bimbingan adalah:
a.
Pemahaman,
yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap dirinya
(potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
b.
Preventif
(pencegahan), yaitu upaya guru pembimbing untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang
mungkin terjadi dan berupaya
untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik.
c.
Pengembangan,
yaitu guru pembimbing senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif.
d.
Perbaikan
(penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini
berkaitan erat dengan pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami
masalah.
e.
Penyaluran,
yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan
ekstrakurikuler, jurusan yang sesuai dengan minat, bakat siswa.
f.
Penyesuaian,
yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan
diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan
sekolah, atau norma agama.[21]
Dari
penjelasan di atas dapat dipahami bahwa fungsi dari bimbingan selain sebagai
pemahaman untuk dirinya sendiri (peserta didik) maupun lingkungannya, fungsi
dari bimbingan juga sebagai penyembuh (perbaikan) bagi peserta didik yang
mengalami kesulitan ketika mendapatkan suatu permasalahan yang sulit untuk
dipecahkan yang menyebabkan peserta didik itu pesimis dan rendah diri.
4.
Prinsip dan
azas bimbingan
a.
Prinsip bimbingan
Sejumlah
prinsip mendasari gerak langkah penyelenggaraan kegiatan bimbingan.
Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan
kegiatan pendukung, serta berbagai aspek operasionalisasi pelayanan bimbingan.
Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:[22]
1)
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan sasaran layanan yang meliputi: (1) melayani semua
individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial (2)
memperhatikan tahapan perkembangan (3) perhatian adanya perbedaan individu
dalam layanan.
2)
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu yang meliputi: (1)
menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian
pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar, (2)
timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi
dan budaya.
3)
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan program pelayanan bimbingan yang meliputi: (1) bimbingan
bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program bimbingan
diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik, (2)
program bimbingan harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebuTuhan peserta
didik maupun lingkungan, (3) program bimbingan disusun dengan mempertimbangkan
adanya tahap perkembangan individu, (4) program pelayanan bimbingan perlu
diadakan penilaian hasil layanan.
4)
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan yang meliputi: (1)
diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing
diri sendiri, (2) pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas
kemauan diri sendiri, (3) permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli atau
profesional yang relevan dengan permasalahan individu, (4) perlu adanya kerja
sama dengan personil sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain
yang berkewenangan dengan permasalahan individu dan (5) proses pelayanan bimbingan
melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian
layanan
b.
Azaz bimbingan
Asas-asas bimbingan
ini bisa dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan.
Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka kemungkinan
penyelenggaraan bimbingan akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti
sama sekali. Adapun asas-asas bimbingan tersebut adalah:[23]
1)
Asas
Kerahasiaan, yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau
keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal
ini, guru pembimbing berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan
keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2)
Asas kesukarelaan,
yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien)
mengikuti atau menjalani layanan dan kegiatan yang diperuntukkan baginya.
3)
Asas keterbukaan,
yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan atau kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
4)
Asas kegiatan,
yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan.
Guru pembimbing perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif
dalam setiap layanan atau kegiatan yang diberikan kepadanya.
5)
Asas kemandirian,
yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan yang mana peserta didik
(klien) sebagai sasaran layanan atau kegiatan bimbingan diharapkan menjadi
individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan dirinya
sendiri.
6)
Asas kekinian,
yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan yakni
permasalahan yang dihadapi peserta didik atau klien dalam kondisi sekarang. Kondisi
masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan
dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7)
Asas kedinamisan,
yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta
didik atau klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8)
Asas keterpaduan,
yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan, baik
yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan
berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan menjadi amat penting dan harus dilaksanakan
sebaik-baiknya.
9)
Asas kenormatifan,
yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan
didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, dan kebiasaankebiasaan yang berlaku.
10) Asas keahlian, yaitu asas yang menghendaki agar
layanan dan kegiatan bimbingan diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan lainnya hendaknya
tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan.
11) Asas alih tangan kasus, yaitu asas yang
menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya
dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat
menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain.
12) Asas tut wuri handayani, yaitu asas yang
menghendaki agar pelayanan bimbingan secara keseluruhan dapat menciptakan
suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada
peserta didik (klien) untuk maju.
5.
Jenis layanan
bimbingan
Jenis-jenis
layanan yang ada dalam bimbingan antara lain sebagai berikut:[24]
a.
Layanan orientasi,
yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) memahami
lingkunganya seperti sekolah yang baru dimasukinya. Layanan orientasi ini
ditujukan kepada siswa baru dan untuk pihak lain tertutama orang tua atau wali
siswa guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri siswa terutama terhadap
lingkungan sekolah yang baru dimasukinya.
b.
Layanan
informasi, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien)
menerima dan memahami berbagai informasi (seperti: informasi pendidikan,
informasi karier), yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan
pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik (klien). Layanan ini
bertujuan untuk membekali individu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman
tentang berbagai hal yang berguna untuk dirinya.
c.
Layanan
penempatan dan penyaluran, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta
didik (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya:
penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar dan lainnya) yang
sesuai dengan potensi, bakat dan minat serta kondisi pribadi.
d.
Layanan
pembelajaran, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien)
mengembangkan diri dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, serta berbagai
aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
e.
Layanan bimbingan
perorangan, layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) mendapat
layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam
rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dialaminya.
f.
Layanan bimbingan
kelompok, layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara
bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari berbagai
narasumber tertentu (terutama dari guru pembimbing) dan membahas secara
bersama-sama pokok bahasan tertentu guna menunjang pemahaman kehidupannya
sehari-hari atau perkembangannya dalam kehidupan sehari-hari.
g.
Layanan bimbingan
kelompok, layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh
kesempatan untuk membahas dan mengentaskan permasalahan yang dialaminya melalui
dinamika kelompok, masalah yang dibahas itu adalah masalah pribadi yang dialami
masing-masing anggota kelompok.
6.
Faktor pendukung
dan penghambat bimbingan
Untuk
menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan
di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, terdapat
5 (lima) jenis kegiatan pendukung bimbingan, yaitu:[25]
a.
Aplikasi instrumentasi
data
Aplikasi
instrumentasi data adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan
tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya,
yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non
tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya
dan memahami karakteristik lingkungannya.
b.
Himpunan data
Himpunan data
adalah kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan
dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan
secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
c.
Konferensi
kasus
Konferensi
kasus adalah kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu
pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan,
kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan
konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah
untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan
memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan
klien.
d.
Kunjungan rumah
(home visit)
Kunjungan
rumah merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan
komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah
klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk
memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua atau keluarga
untuk mengentaskan permasalahan klien.
e.
Alih tangan
kasus
Alih tangan
kasus merupakan kegiatan untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan
tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus
ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru pembimbing, dokter serta
ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang
lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang
lebih kompeten.
Di samping
adanya faktor pendukung kegiatan bimbingan juga ada faktor yang menghambat
dalam pelaksanaan bimbingan. Adapun faktor dan masalah yang menghambat bimbingan
antara lain sebagai berikut:[26]
a.
Kekurangan
tenaga bimbingan di sekolah
Beberapa
sekolah sudah merasakan perlunya petugas bimbingan di sekolah, sebagai pembantu
Kepala sekolah atau wali kelas dalam menghadapi berbagai permasalahan peserta
didik. Kekurangan tenaga pembimbing sekolah menyebabkan terlalu berat beban
tugas yang harus dipikulnya dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah, bila tenaga
pembimbing jumlah sedikit sekali untuk menangani siswa yang begitu banyak
tentunya tidak akan efektif dan efisien yang akhirnya akan menjadi kendala bimbingan.
b.
Kemampuan
teknis bimbingan di sekolah
Tenaga yang
ada, yang secara langsung menangani bimbingan di sekolah kebanyakan tidak
sesuai dengan bidangnya, bisa jadi tugasnya merangkap antara profesi satu
dengan profesi lainnya. Misalkan Kepala Sekolah yang masih merangkap jadi guru bimbingan
dan lain sebagainya, yang akhirnya proses penaganan dan pelaksanaannya tentu
tidak sesuai dan tidak tepat sebagaimana mestinya.
c.
Sarana dan
prasarana
Layanan bimbingan
di sekolah mutlak memerlukan sarana dan prasarana. Kebanyakan sarana dan
prasarana yang digunakan masih merangkap dengan fasilitas yang lainnya, seperti
misalnya ruangan bimbingan yang masih menyatu dengan ruang kesehatan.
d.
Organisasi
dan administrasi bimbingan
Dalam
penanganan layanan bimbingan di sekolah, perlu dilakukan dan ditopang oleh
kegiatan administrasi. Program bimbingan perlu diorganisir sedemikian rupa
supaya memungkinkan terjadinya suatu kerja sama yang harmonis antara pihak
sekolah, Kepala Sekolah, Guru bidang studi, pihak ketertiban sekolah dan
lainnya. Tanpa adanya kerja sama yang baik pelaksanaan bimbingan akan sulit
dilaksanakan.
e.
Supervisi bimbingan
di sekolah
Kegiatan
supervisi baik oleh Kepala Sekolah maupun dari kantor Wilayah Departemen
pendidikan nasional masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Hambatan ini
mungkin akan menyebabkan keterbatasan tenaga profesional yang memadai bagi
sekolah.
[1]A. Hallen, Bimbingan dan Konseling,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 3
[2]Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus
Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991),
h. 205
[3]Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, Bimbingan
dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 1991), h. 4
[4]Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling,
(Jakarta: PT Bina Aksara, 1988), h.1
[5]Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan
dan Konseling, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2004), h. 96
[6]Tohirin, Bimbingan dan Konseling di
Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: Rajawali Press, 2007), h. 20-21
[8]Peter Salim dan Yenny Salim, op. cit.,
h. 764
[9]Tohirin, op. cit., h. 23
[10]Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, op. cit.,
h. 22
[11]Prayitno dan Erman Amti, op. cit., h.
100
[12]Dewa Ketut Sukardi, op. cit., h.168
[13]Abu Ahmadi, Bimbingan dan Penyuluhan Di
sekolah, (Semarang: Toha Putra, 1977), h. 9
[14]Tohirin, op. cit., h. 59
[17]Hallen, Bimbingan dan Konseling dalam
Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 57-59
[18]Prayitno dan Erman Amti, op. cit., h.
130
[19]Prayitno dan Erman Amti, op. cit.,
h. 137-180
[20]A. Hallen, op. cit., h. 59-62
[21] Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan
Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2,
h. 16-17
[22]Tohirin, op. cit., h. 69
[23]Tohirin, op. cit., h. 84
[24]A. Hallen, op. cit., h. 81-87
[25]Tohirin, op. cit., h. 207
[26]Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, op. cit.,
h. 12-13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar