Cari Blog Ini

Minggu, 29 April 2018

Bimbingan


A.    Bimbingan
1.      Pengertian bimbingan
Secara etimologis kata “bimbingan” merupakan terjemahan dari kata “guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun ataupun membantu. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan atau tuntunan.[1] Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia karangan Peter Salim dan Yenny Salim, kata bimbing itu sendiri memiliki makna pimpin, tuntun dan bimbingan yang berarti arahan, tuntunan, pimpinan. Sedangkan membimbing berarti memimpin, menuntun, mengasuh, mengajar, mengarahkan.[2]
Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat dari berbagai pakar mengenai definisi bimbingan itu sendiri, salah satunya menurut pendapatnya Ahmadi yang mengatakan bahwa pengertian dari bimbingan secara luas ialah suatu proses pemberian bantuan yang secara terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya, agar tercapai suatu kemampuan untuk dapat memahami dirinya sendiri, kemampuan untuk menerima dirinya, kemampuan untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik dalam lingkup keluarga, sekolah dan masyarakat.[3]
Pengertian di atas selaras dengan pendapatnya Sukardi yang mengatakan bahwa bimbingan merupakan suatu bantuan yang diberikan kepada individu dalam menentukan pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian secara logis dan nalar.[4] Selain itu, Smith dalam Prayitno dan Erman Amti juga memberikan pengertian bahwa bimbingan sebagai suatu bentuk proses layanan yang diberikan kepada individu dengan tujuan untuk membantu mereka memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan, rencana-rencana dan interprestasi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan baik.[5]
Dalam konteks bimbingan di sekolah dan madrasah, Hamalik dalam Tohirin menyatakan, bahwa bimbingan di sekolah merupakan aspek program pendidikan yang berkenaan dengan bantuan terhadap para siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya dan untuk merencanakan masa depannya sesuai minat, kemampuan, dan kebuTuhan sosialnya atau proses bantuan kepada siswa agar ia dapat mengenal dirinya dan dapat memecahkan masalah hidupnya sendiri sehingga ia dapat menikmati hidup secara bahagia.[6]
Dari berbagai pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu baik langsung maupun tidak langsung secara terus menerus agar individu tersebut dapat menyesuaikan diri.
Kata bimbingan sering kali disertakan dengan kata konseling. Kata “konseling” diadopsi dari bahasa Inggris “counselling” di dalam kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel) dan pembicaraan (to take counsel). Berdasarkan arti di atas, konseling secara etimologis berarti pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.[7] Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia konseling berasal dari kata konseli yang memiliki makna orang yang membutuhkan bantuan dan konselor memiliki makna penasehat. Jadi konseling berarti pemberian nasihat kepada orang yang membutuhkan bantuan.[8]
Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat mengenai definisi konseling salah satunya definisi konseling menurut Mortensen dalam Tohirin menyatakan, bahwa konseling merupakan proses hubungan antar pribadi di mana orang yang satu sebagai penolong dan pembantu (konselor) terhadap orang lain yang dibantu dan ditolong (konseli) untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan untuk menemukan dan menyelesaikan masalahanya.[9]
Sedangkan menurut Donald G. Sebagaimana dikutip dalam bukunya Ahmadi yang berjudul Bimbingan dan Konseling di Sekolah mengatakan bahwa konseling merupakan proses hubungan seorang dengan seorang yang lainnya untuk meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi masalahnya.[10]
Berbeda lagi dengan pendapatnya Smith dalam bukunya Prayitno dan Erman Amti yang berjudul Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, bahwa konseling adalah suatu proses di mana konselor membantu konseli membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian yang perlu dibuatnya.[11]
Sedangkan konseling menurut pendapat Sukardi adalah hubungan timbal balik di antara dua orang individu, di mana yang seorang (konselor) berusaha membantu yang lain (konseli) untuk mencapai atau mewujudkan pemahaman tentang dirinya sendiri dalam kaitannya dengan masalah atau kesulitan yang dihadapinya pada saat ini dan pada waktu mendatang.[12]
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa konseling adalah suatu proses secara langsung pada seseorang antara orang yang membantu (konselor) dengan orang yang dibantu (konseli) untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi mereka.
Dari berbagai makna bimbingan dan konseling di atas dirumuskan penulis secara terpisah mengenai makna bimbingan dan konseling, namun dalam praktiknya bimbingan dan konseling sesungguhnya tidak terpisah apalagi jika dipahami bahwa konseling merupakan salah satu teknik bimbingan. Selain itu integrasi antara bimbingan dan konseling dapat diketahui dari pernyataan bahwa ketika seseorang sedang melakukan konseling berarti ia sedang memberikan bimbingan.
Oleh sebab itu, perlu kiranya penulis rumuskan pengertian bimbingan dan konseling secara integral adalah merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) atau hubungan timbal balik antara keduanya agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Menurut Blu dan Balensky dalam Abu Ahmadi berpendapat, bahwa pengertian dari bimbingan dan konseling adalah identik atau sama saja, dalam artian tidak terdapat perbedaaan yang fundamental antara bimbingan (guidance) dan konseling (counselling).
Pada dasarnya di antara bimbingan saling menyangkut dan saling mengisi, dikarenakan bimbingan menyangkut konseling dan begitu juga sebaliknya konseling memuat bimbingan, tetapi bimbingan bukan bagian konseling sedangkan konseling bagian dari bimbingan.[13]
Selain itu, ada pandangan lain yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang integral keduanya tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu perkataan bimbingan selalu dihubungkan atau dirangkaikan dengan konseling. Konseling merupakan salah satu jenis teknis pelayanan dalam bimbingan dan dapat dikatakan sebagai inti dari keseluruhan pelayanan bimbingan.
Di sekolah pelayanan bimbingan diberikan melalui berbagai cara dan kegiatan seperti pemberian informasi, pengajaran perbaikan, bimbingan kelompok dan lainnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aspek teknis pelayanan bimbingan.[14]
2.      Tujuan dan landasan bimbingan
a.       Tujuan bimbingan
Individu yang sedang dalam proses perkembangan apalagi ia adalah seorang siswa, tentu banyak masalah yang dihadapinya baik masalah pribadi, sosial, maupun akademik dan masalah-masalah lainnya. Kenyataannya bahwa tidak semua individu (siswa) mampu melihat dan mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya, serta ia tidak mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap lingkungannya.
Merujuk pada masalah yang dihadapi individu (siswa) tersebut, maka tujuan bimbingan adalah agar individu yang dibimbing tersebut memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.[15]
Di dalam suatu kegiatan baik itu formal maupun non formal pasti akan ada tujuannya. Begitu juga dengan bimbingan, tujuan dari bimbingan yaitu: Menurut Tohirin, tujuan bimbingan yaitu: memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap diri klien, mengarahkan diri klien sesuai dengan potensi yang dimilikinya, mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapi klien, dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.[16]
Adapun tujuan bimbingan menurut Hallen adalah:
1)      Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri.
2)      Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal lingkungannya secara obyektif, baik sosial maupun ekonomi.
3)      Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik pendidikan, karier maupun bidang budaya, keluarga dan masyarakat.[17]
Menurut H. Prayitno dan Erman Amti bimbingan memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan umun bimbingan dan konseling membantu individu agar dapat mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan nilai-nilai, serta terpecahnya masalahmasalah yang dihadapai individu (klien). Termasuk tujuam umum bimbingan dan konseling adalah membantu individu agar dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu memahami dan menerima dirinya sendiri dan lingkungannya, membuat keputusan dan rencana yang realistik, mengarahkan diri sendiri dengan keputusan dan rencananya itu serta pada akhirnya mewujudkan diri sendiri. Tujuan khusus bimbingan dan konseling langsung terkait pada arah perkembangan klien dan masalah-masalah yang dihadapi. Tujuan khusus itu merupakan penjabaran tujuan-tujuan umum yang dikaitkan pada permasalahan klien, baik yang menyangkut perkembangan maupun kehidupannya.[18]
Dari pendapat para ahli jelaslah bahwa, tujuan dari bimbingan semuanya mengarahkan kepada peserta didik agar peserta didik lebih memahami dirinya sendiri baik dari kekurangannya maupun kelebihannya. Dan juga, membantu peserta didik untuk berani mengambil sendiri keputusan yang baik (sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat) untuk dirinya.
b.      Landasan bimbingan
Menurut pendapatnya Prayitno dan Erman Anti bahwa bimbingan memiliki landasan ilmu dan teknologi dan landasan pedagogis. Adapun penjabaran secara luasnya sebagai berikut:[19]
1)      Landasan filosofis
Pemikiran filosofis merupakan hasil pemikiran yang menyeluruh dan mendalam itu kemudian yang dipakai sebagai dasar untuk bertindak berkenaan dengan sesuatu yang dimaksudkan. Landasan pemikiran filosofis itu akan dapat dipertanggungjawabkan bimbingan sekolahan secara logis dan etis serta dapat memenuhi tuntunan estetika. Pelayanan bimbingan meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan pada umumya dan pada guru pembimbing pada khususnya.
2)      Landasan religius
Berkaitan dengan landasan religius, Prayitno menyebutkan ada beberapa hal terkait dengan landasan religius, yaitu: (1). Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan yang menekankan pada ketinggian derajat dan keindahan manusia itu serta peranannya sebagai khilafah di muka bumi, (2). Sikap yang mendorong perkembangan dan prikehidupan manusia berjalan sesuai dengan kaidah agama. Landasan religius dalam bimbingan pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiannya menjadi fokus dan sentral dalam upaya bimbingan.
3)      Landasan psikologis
Psikologis merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis dalam bimbingan berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu menjadi sasaran layanan. Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan adalah mengenai masalah tingkah laku individu yang perlu diubah, dikembangkan dan dibantu apa bila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.
4)      Landasan sosial budaya
Salah satu dari dimensi kemanusiaan itu adalah dimensi kesosialan, sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri. Di manapun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok hidup supaya dapat menjamin keselamatan perkembangan maupun keturunannya. Dalam kehidupan kelompok itu, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan itu biasanya berupa perangkat nilai, norma sosial, maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagai sumber dan rujukan hidup manusia.
5)      Landasan ilmiah dan teknologi
Pelayanan bimbingan merupakan kegiatan yang membutuhkan keprofesionalan dan memiliki dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaannya maupun pengembangan pelayanannya secara berkelanjutan.
6)      Landasan pendagogis
Setiap masyarakat, senantiasa menyelenggarakan pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup manusia. Pendidikan merupakan salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana regenerasi sosial. Dengan adanya regenerasi sosial itulah nilai-nilai budaya dan norma sosial yang melandasi kehidupan di masyarakat itu diwujudkan dan dibina ketangguhannya.
3.      Fungsi bimbingan
Bimbingan menempati bidang pelayanan siswa dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan. Dalam hubungan ini bimbingan berfungsi sebagai pemberi layanan kepada siswa agar masing-masing individu dapat berkembang menjadi pribadi mandiri secara optimal. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:[20]
a.       Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik. Fungsi pemahaman ini meliputi: (1). Pemahaman tentang diri peserta didik sendiri, terutama oleh peserta didik itu sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing, (2). Pemahaman tentang lingkungan peserta didik, termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing, (3). Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan atau pekerjaan dan informasi social dan budaya) terutama oleh peserta didik.
b.      Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat menggangu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. Beberapa kegiatannya antara lain: program orientasi, program bimbingan karier, program pengumpulan data, program kegiatan kelompok.
c.       Fungsi pengentasan, istilah fungsi pengentasan ini dipakai sebagai pengganti istilah fungsi kuratif dengan arti pengobatan atau penyembuhan. Melalui fungsi pengentasan ini pelayanan bimbingan akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Pelayanan dalam pemberian bantuan ini dapat bersifat membimbing perorangan ataupun membimbing kelompok.
d.      Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini, hal-hal yang dipandang sudah bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan.
e.       Fungsi advokasi, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka upaya pengembangan seluruhnya secara optimal. Fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan untuk mencapai hasil sebagaimana yang terkandung dalam masing-masing fungsi tersebut. Setiap layanan dan kegiatan bimbingan yang akan dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi tersebut agar hasil yang hendak dicapai jelas dapat diidentifikasi dan dapat dievaluasi.
Menurut Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan menyatakan bahwa fungsi bimbingan adalah:
a.       Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
b.      Preventif (pencegahan), yaitu upaya guru pembimbing untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik.
c.       Pengembangan, yaitu guru pembimbing senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
d.      Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah.
e.       Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan yang sesuai dengan minat, bakat siswa.
f.       Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.[21]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa fungsi dari bimbingan selain sebagai pemahaman untuk dirinya sendiri (peserta didik) maupun lingkungannya, fungsi dari bimbingan juga sebagai penyembuh (perbaikan) bagi peserta didik yang mengalami kesulitan ketika mendapatkan suatu permasalahan yang sulit untuk dipecahkan yang menyebabkan peserta didik itu pesimis dan rendah diri.
4.      Prinsip dan azas bimbingan
a.       Prinsip bimbingan
Sejumlah prinsip mendasari gerak langkah penyelenggaraan kegiatan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta berbagai aspek operasionalisasi pelayanan bimbingan. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:[22]
1)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan yang meliputi: (1) melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial (2) memperhatikan tahapan perkembangan (3) perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.
2)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu yang meliputi: (1) menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar, (2) timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
3)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan bimbingan yang meliputi: (1) bimbingan bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program bimbingan diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik, (2) program bimbingan harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebuTuhan peserta didik maupun lingkungan, (3) program bimbingan disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu, (4) program pelayanan bimbingan perlu diadakan penilaian hasil layanan.
4)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan yang meliputi: (1) diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri, (2) pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri sendiri, (3) permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli atau profesional yang relevan dengan permasalahan individu, (4) perlu adanya kerja sama dengan personil sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain yang berkewenangan dengan permasalahan individu dan (5) proses pelayanan bimbingan melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan
b.      Azaz bimbingan
Asas-asas bimbingan ini bisa dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan. Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka kemungkinan penyelenggaraan bimbingan akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali. Adapun asas-asas bimbingan tersebut adalah:[23]
1)      Asas Kerahasiaan, yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2)      Asas kesukarelaan, yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti atau menjalani layanan dan kegiatan yang diperuntukkan baginya.
3)      Asas keterbukaan, yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan atau kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
4)      Asas kegiatan, yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan. Guru pembimbing perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan atau kegiatan yang diberikan kepadanya.
5)      Asas kemandirian, yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan yang mana peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan atau kegiatan bimbingan diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan dirinya sendiri.
6)      Asas kekinian, yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik atau klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7)      Asas kedinamisan, yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik atau klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8)      Asas keterpaduan, yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9)      Asas kenormatifan, yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaankebiasaan yang berlaku.
10)  Asas keahlian, yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan.
11)  Asas alih tangan kasus, yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain.
12)  Asas tut wuri handayani, yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
5.      Jenis layanan bimbingan
Jenis-jenis layanan yang ada dalam bimbingan antara lain sebagai berikut:[24]
a.       Layanan orientasi, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) memahami lingkunganya seperti sekolah yang baru dimasukinya. Layanan orientasi ini ditujukan kepada siswa baru dan untuk pihak lain tertutama orang tua atau wali siswa guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri siswa terutama terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasukinya.
b.      Layanan informasi, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti: informasi pendidikan, informasi karier), yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik (klien). Layanan ini bertujuan untuk membekali individu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk dirinya.
c.       Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya: penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar dan lainnya) yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat serta kondisi pribadi.
d.      Layanan pembelajaran, yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) mengembangkan diri dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
e.       Layanan bimbingan perorangan, layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) mendapat layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dialaminya.
f.       Layanan bimbingan kelompok, layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari berbagai narasumber tertentu (terutama dari guru pembimbing) dan membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu guna menunjang pemahaman kehidupannya sehari-hari atau perkembangannya dalam kehidupan sehari-hari.
g.      Layanan bimbingan kelompok, layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk membahas dan mengentaskan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok, masalah yang dibahas itu adalah masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok.
6.      Faktor pendukung dan penghambat bimbingan
Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, terdapat 5 (lima) jenis kegiatan pendukung bimbingan, yaitu:[25]
a.       Aplikasi instrumentasi data
Aplikasi instrumentasi data adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungannya.
b.      Himpunan data
Himpunan data adalah kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
c.       Konferensi kasus
Konferensi kasus adalah kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.
d.      Kunjungan rumah (home visit)
Kunjungan rumah merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua atau keluarga untuk mengentaskan permasalahan klien.
e.       Alih tangan kasus
Alih tangan kasus merupakan kegiatan untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru pembimbing, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.
Di samping adanya faktor pendukung kegiatan bimbingan juga ada faktor yang menghambat dalam pelaksanaan bimbingan. Adapun faktor dan masalah yang menghambat bimbingan antara lain sebagai berikut:[26]
a.       Kekurangan tenaga bimbingan di sekolah
Beberapa sekolah sudah merasakan perlunya petugas bimbingan di sekolah, sebagai pembantu Kepala sekolah atau wali kelas dalam menghadapi berbagai permasalahan peserta didik. Kekurangan tenaga pembimbing sekolah menyebabkan terlalu berat beban tugas yang harus dipikulnya dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah, bila tenaga pembimbing jumlah sedikit sekali untuk menangani siswa yang begitu banyak tentunya tidak akan efektif dan efisien yang akhirnya akan menjadi kendala bimbingan.
b.      Kemampuan teknis bimbingan di sekolah
Tenaga yang ada, yang secara langsung menangani bimbingan di sekolah kebanyakan tidak sesuai dengan bidangnya, bisa jadi tugasnya merangkap antara profesi satu dengan profesi lainnya. Misalkan Kepala Sekolah yang masih merangkap jadi guru bimbingan dan lain sebagainya, yang akhirnya proses penaganan dan pelaksanaannya tentu tidak sesuai dan tidak tepat sebagaimana mestinya.
c.       Sarana dan prasarana
Layanan bimbingan di sekolah mutlak memerlukan sarana dan prasarana. Kebanyakan sarana dan prasarana yang digunakan masih merangkap dengan fasilitas yang lainnya, seperti misalnya ruangan bimbingan yang masih menyatu dengan ruang kesehatan.
d.      Organisasi dan administrasi bimbingan
Dalam penanganan layanan bimbingan di sekolah, perlu dilakukan dan ditopang oleh kegiatan administrasi. Program bimbingan perlu diorganisir sedemikian rupa supaya memungkinkan terjadinya suatu kerja sama yang harmonis antara pihak sekolah, Kepala Sekolah, Guru bidang studi, pihak ketertiban sekolah dan lainnya. Tanpa adanya kerja sama yang baik pelaksanaan bimbingan akan sulit dilaksanakan.
e.       Supervisi bimbingan di sekolah
Kegiatan supervisi baik oleh Kepala Sekolah maupun dari kantor Wilayah Departemen pendidikan nasional masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Hambatan ini mungkin akan menyebabkan keterbatasan tenaga profesional yang memadai bagi sekolah.


[1]A. Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 3
[2]Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991), h. 205
[3]Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 1991), h. 4
[4]Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1988), h.1
[5]Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2004), h. 96
[6]Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: Rajawali Press, 2007), h. 20-21
[7]Ibid., h. 21-22
[8]Peter Salim dan Yenny Salim, op. cit., h. 764
[9]Tohirin, op. cit., h. 23
[10]Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, op. cit., h. 22
[11]Prayitno dan Erman Amti, op. cit., h. 100
[12]Dewa Ketut Sukardi, op. cit., h.168
[13]Abu Ahmadi, Bimbingan dan Penyuluhan Di sekolah, (Semarang: Toha Putra, 1977), h. 9
[14]Tohirin, op. cit., h. 59
[15]Ibid., h. 35
[16]Ibid., h. 36-37
[17]Hallen, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 57-59
[18]Prayitno dan Erman Amti, op. cit., h. 130
[19]Prayitno dan Erman Amti, op. cit., h. 137-180
[20]A. Hallen, op. cit., h. 59-62
[21] Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 16-17
[22]Tohirin, op. cit., h. 69
[23]Tohirin, op. cit., h. 84
[24]A. Hallen, op. cit., h. 81-87
[25]Tohirin, op. cit., h. 207
[26]Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, op. cit., h. 12-13

Tidak ada komentar: