Cari Blog Ini

Minggu, 29 April 2018

Kenakalan Siswa


A.    Kenakalan pada Siswa
  1. Pengertian kenakalan pada siswa
Kartino Kartono dalam bukunya Psikologi Umum, menyebutkan pengertian psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang semua tingkah laku atau perbuatan individu.[1] Dapat dipahami bahwa tingkah laku merupakan bahasan dari psikologi.
Kenakalan mempunyai pengertian yang cukup luas, dan tidak hanya mencakupi kegiatan motoris, seperti berbicara, berlari, berjalan bergerak dan lain sebagainya. Akan tetapi, kenakalan membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi dan seterusnya.[2] Namun pada kesempatan ini penulis akan berupaya menjabarkan kenakalan baik secara etimologi (bahasa) maupun secara terminologi (istilah).
Secara etimologi, kenakalan adalah kelakuan atau perbuatan.[3] Sedangkan pengertian kenakalan menurut terminologi, akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.
Menurut Dimyati Mahmud, kenakalan adalah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu, yang terletak antara 2 pengaruh, yaitu pengaruh yang mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekwensi).[4]
Ahmad Charrsi Zubair menekankan pengertian kenakalan adalah rangkaian perbuatan yang ada di bawah pengawasan manusia, sehingga ia hidup layak sebagaimana selayaknya hidup manusia.[5] Untuk menguatkan pengertian kenakalan oleh Ahmad Charrsi Zubair ini, dapat dilihat dari kutipan oleh Watson yang mengatakan bahwa kenakalan adalah reaksi organisme sebagai keseluruhan terhadap perangsang dari luar, reaksi tersebut terdiri dari gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan jasmani tertentu yang dapat diamati secara objektif.[6]
Dari defenisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat dipahami bahwa kenakalan adalah rangkaian perbuatan atau kelakuan yang reaksinya dapat diamati secara objektif. Reaksi di sini adalah hasil dari proses stimulus dan respons. Stimulus dan respons ini disebutkan oleh Watson dalam pengertian tingkah laku yaitu perangsang dari luar. Sedangkan oleh Dimyati Mahmud, respons disebutkan dengan kata antecedent dan konsekwensi, yang pada dasarnya semua istilah tersebut adalah sama.
Sumadi Suryabrata memaparkan pendapat Watson mengenai stimulus dan respons dalam bukunya Psikologi Pendidikan. Menurut Watson stimulus atau perangsang adalah situasi objektif yang wujudnya dapat bermacam-macam, sedangkan respons adalah reaksi objektif dari individu terhadap situasi sebagai perangsang yang wujudnya juga dapat beragam sekali rangkaian unit perangsang (stimulus) dan reaksi (respon) disebut reflek oleh Watson.[7]
Apabila seseorang ingin mendapatkan respons dari usahanya untuk membiasakan anak bertingkah laku, maka orang tersebut harus busa memberikan stimulus atau rangsangan kepada anak, sehingga anak tersebut terangsang untuk melakukan perbuatan atau tingkah laku yang baik.
Wasti Soemanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan, menyebutkan jenis-jenis stimulus atau rangsangan yaitu:

a.       Positif reinforcement.
b.      Negatif reinforcement.
c.       Hukuman.
d.      Primary reinforcement.
e.       Secondary of learned reinforcement.
f.       Modifikasi tingkah laku guru.[8]
Dalam menentukan atau memprediksikan respons atau reaksi terhadap kenakalan yang diinginkan harus memilih stimulus apa yang cocok dipergunakan, sehingga kenakalan tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan.
Sikap atau perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadic (timbul dan hilang di saat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan (kontinuitas) antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya. Perbuatan terdahulu merupakan persiapan bagi perbuatan yang kemudian, sedangkan perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan dari perbuatan sebelumnya.[9]
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kenakalan atau perbuatan manusia selalu ada kelangsungannya. Jadi sangatlah keliru kalau seseorang memandang bahwa kenakalan anak remaja berada pada tingkat perkembangan yang berdiri sendiri terlepas dari tingkat-tingkat perkembangan lainnya.
Tingkah laku merupakan ungkapan sifat yang ada di dalam diri seseorang, sebagaimana diketahui dalam ajaran Islam diterangkan bahwa setiap anak yang lahir mempunyai sifat tersendiri, di mana sifat tersebut lebih besar dipengaruhi bagaimana sifat orang tuanya. Kalau orang tua mempunyai tingkah laku yang baik, secara tidak langsung seorang anak akan mempunyai tingkah laku yang baik pula.
Tingkah laku memiliki pengertian yang luas, menurut Mahfudh Shalahuddin, tingkah laku tidak hanya mencakup kegiatan motoris saja, seperti berbicara, berjalan, lari-lari, berolah raga, bergerak dan lain-lain, akan tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi-emosi dalam bentuk tangis atau senyum dan seterusnya.[10]
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono kenakalan adalah perbuatan yang tidak terjadi secara sporadis (timbul dan hilang disaat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan (kontinuitas) antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya.[11]
Dari beberapa pengertian di atas yang menjelaskan tentang kenakalan, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kenakalan siswa adalah suatu aktifitas yang timbul dari dalam diri siswa karena adanya respons dari luar maupun lingkungan sekitar, sehingga terbentuklah tingkah laku yang positif atau sebaliknya yaitu tingkah laku yang negatif.
Siswanto dalam bukunya Kesehatan Mental, menyatakan bahwa seorang individu dikatakan sehat atau normal, apabila:

a.       Bertingkah laku menurut norma-norma sosial yang diakui.
b.      Mampu mengelola emosi.
c.       Mampu mengaktualkan potensi-potensi yang dimiliki.
d.      Dapat mengukuti kebiasaan-kebiasaan sosial.
e.       Dapat mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya.
f.       Mampu menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan jangka panjang.
g.      Mampu belajar dari pengalaman.
h.      Biasa gembira.[12]
Kriteria di atas apabila dipahami terbalik, maka seorang individu dikatakan terganggu tingkah lakunya apabila telah menyimpang dari beberapa kriteria yang diberikan oleh Siswanto di atas.
Linda De Clerq dalam bukunya Tingkah Laku Abnormal, bahwa secara luas istilah perilaku antisosial laku mengacu pada berbagai macam perilaku yang mencerminkan berbagai pelangaran norma sosial dan/atau pelanggaran hak-hak asasi orang lain.[13] Sedangkan istilah conduct disorder (gangguan tingkah laku) digunakan pada problek klinis yang mengacu pada adanya peristiwa-peristiwa ketika anak-anak atau remaja memperlihatkan “a persistent pattern of antisocial behaviour, in which the basic rights of others and societal norms are seriously violated” (pola tingkah laku sosial yang bertahan yang melanggar hak-hak orang lain dan norma sosial).[14]
Hal ini berarti ada beberapa kenakalan antisocial yang terjadi bersama-sama dan membentuk sebuah pola atau sindrom. Ada kerusakan yang meyakinkan, baik fungsi di rumah atau di sekolah dengan teman sebaya maupun dengan masyarakatnya, atau gangguan tingkah laku dianggap sebagai suatu hal yang tidak bisa diatasi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, misalnya orang tua, guru, teman sebaya.
Gangguan tingkah laku pada siswa biasanya dikenal dengan kenakalan. B. Simanjuntak memberikan pengertian suatu perbuatan itu disebut kenakalan apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat tempat di mana dia tinggal, atau dapat dikatakan kenakalan itu adalah suatu perbuatan yang a-sosial di mana di dalamnya terkandung unsur-unsur normatif.[15]
Menurut Linda De Clerg, menyatakan bahwa kebanyakan masyarakat memiliki banyak norma dan aturan-aturan sosial mengenai tingkah laku yang dianggap layak atau dapat diterima bagi kelompok usia yang berbeda, jenis kelamin, tingkat sosial, pekerjaan, minoritas budaa dan sebagainya.[16] Kemudian beliau melanjutkan bahwa tingkah laku yang dianggap menyimpang dari apa yang diharapkan masyarakat dianggap tidak norma.[17]
Defenisi di atas dipahami bahwa kenakalan dianggap menyimpang apabila tingkah laku tersebut telah bersifat mengancam kebebasan individu, menyusahkan apabila mengganggu individu atau masyarakat.
Masalah kenakalan merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, masalah ini semakin dirasakan dan meresahkan masyarakat terutama dilingkungan sekolah. Jensen membagi kenakalan remaja ini menjadi 4 jenis, yaitu:

a.       Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti: perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain.
b.      Kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
c.       Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain seperti: pelacuran, penyalahgunaan obat dan juga hubungan seks sebelum menikah.
d.      Kenakalan yang melawan status, misalnya: mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, megingkari status orang tua dengan cara pergi dari rumah atau membantah perintah orang tua dan sebagainya.[18]
Sedangkan menurut Y. Singgih Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa mengelompokkan gangguan kenakalan remaja dalam dua kelompok besar sesuai dengan kaitannya dengan norma hukum, yaitu: kenakalan remaja yang banyak terjadi pada saat ini adalah yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diakui dalam undang-undang. Adapun perilaku a-moral dan a-sosial tersebut indikasikasinya adalah sebagai berikut:


a.       Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum.
b.      Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa.[19]
Kenakalan yang banyak dijumpai pada saat ini adalah yang bersifat amoral dan a-sosial, indikasinya adalah sebagai berikut: berbohong, membolos, kabur dari rumah, keluyuran, memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, membaca dan menonton film porno, turut dalam pelacuran atau melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras atau menghisap ganja atau pemakaian narkoba
Fuad Hasan mengemukakan bahwa kenakalan dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan atau kelakuan a-sosial dan a-normatif. Sedangkan dari segi psikologis, Koesoemanto menjelaskan bahwa kenakalan merupakan tingkah laku yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik oleh suatu lingkungan masyarakat atau hukum yang berlaku disuatu masyarakat yang berkebudayaan tersebut.[20]
Kenakalan remaja bisa diartikan sebagai suatu kelalaian tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial yang melanggar norma-norma dalam masyarakat. Sedang ditinjau dari segi agama, jelas sudah bahwa apa yang dilarang dan apa yang disuruh oleh agama. Sudah barang tentu semua yang dianggap oleh umum sebagai perbuatan nakal, adalah hal-hal yang dilarang agama.[21] Kenakalan remaja adalah suatu penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh remaja hingga menggangu ketentraman diri sendiri dan orang lain.
Bila ditinjau dari segi ilmu jiwa maka kenakalan adalah sebagai manivestasi dari gangguan jiwa atau akibat dari tekanan-tekanan batin yang tidak dapat diungkapkan dengan wajah. Atau dengan kata lain bahwa kenakalan anak remaja adalah ungkapan dari ketegangan perasaan, kegelisahan dan kecemasan atau tekanan batin.[22]
Dari beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa kenakalan merupakan suatu bentuk perbuatan yang melanggar dan bertentangan dengan norma yang berlaku di lingkungan tersebut.
Istilah baku dalam konsep dan pandangan Psikologi, kenakalan remaja adalah juvenile delequance yang secara etimologis dapat dijabarkan bahwa juvenile adalah anak sedangkan delinquency adalah kejahatan.
Menurut Bimo Walgito merumuskan arti selengkapnya dari kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja.
Berbeda lagi dengan pendapatnya Sukoharjo yang mendefinisikan kenakalan remaja sebagai kenakalan yang sangat berbahaya, kenakalan ini biasanya dilakukan oleh remaja sekolah misalnya mabuk-mabukan, membolos, merokok di sekolah dan sebagainya. Kenakalan remaja merupakan perilaku yang melanggar norma sosial, norma susila, kesopanan, norma hukum dan norma agama.
Sedangkan menurut pendapatnya Fuad Hasan merumuskan definisi Juvenile, delequenci adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.[23]
Dari berbagai pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan kejahatan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, menyalahi norma-norma dan aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
  1. Ciri-ciri gangguan tingkah laku pada siswa
Menurut pendapatnya Singgih D. Gunarsah ciri-ciri pokok dari kenakalan remaja antara lain:[24]
a.       Dalam pengertian kenakalan, harus terlihat adanya perbuatan atau tingkah laku yang bersifat pelanggaran terhadap noma hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral.
b.      Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang anti sosial yakni dengan perbuatan atau tingkah laku tersebut bertentangan dengan nilai atau moral sosial yang ada di lingkungan hidupnya.
c.       Kenakalan remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh mereka yang berumur antara 13-17 tahun. Mengingat di Indonesia pengertian dewasa selain ditentukan oleh status perkawinan, maka dapat ditambah bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh mereka yang berumur antara 13-17 tahun dan belum menikah.
d.      Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja atau dapat juga dilakukan secara bersama-sama dalam suatu kelompok remaja.
  1. Bentuk kenakalan pada siswa
Masalah gangguan tingkah laku pada siswa adalah masalah yang banyak menjadi perhatian orang-orang di mana saja, baik masyarakat kota maupun desa, karena kenakalan seseorang berdampak terganggunya ketentraman dan ketenangan orang lain maupun orang di sekitarnya.
Adapun secara umum seperti kita ketahui kenakalan remaja di zaman sekarang baik sifat maupun bentuknya terus mengalami perubahan dari masa kemasa. Dengan didorong sifat remaja sangat besar untuk mencoba dan selalu ingin tahu, menyebabkan remaja berusaha untuk mempraktekan dan meniru segala perilaku yang aneh yang dianggap baru dan ganjil. Sehingga akhirnya munculah prilaku baru yang dikembangkan dan dibanggakan para remaja yang kebanyakan tidak sesuai dengan aturan maupun norma-norma yang berlaku.
Maka dari itu salah satu masalah pendidikan yang sangat sulit dipecahkan dan sedang dihadapi dewasa ini sebagaimana telah dikemukakan di atas adalah masalah kenakalan remaja. Dikarenakan masalah kenakalan remaja sangat erat kaitannya dengan kondisi rumah tangga dan lingkungan masyarakat sekitarnya, bahkan keadaan sekolah yang tidak teratur dan kondusif dapat pula menjadi sumber kenakalan itu. Bentuk kelainan tingkah laku atau kenakalan remaja misalnya berkelahi, suka berkata kotor, mencuri, suka membolos, merokok di sekolahan dan lain sebagainya.[25]
Adapun secara garis besar menurut pendapatnya Kartini Kartono, kenakalan remaja dapat diklasifikasikan dalam dua bagian berikut ini:[26]
a.       Kenakalan remaja yang bersifat biasa
Kenakalan remaja biasa adalah kenakalan yang dilakukan remaja secara khusus tidak terdapat dan diatur dalam undang-undang dan hukum, karena kenakalan yang tidak diatur dalam undang-undang atau suatu hukum tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum. Apabila remaja melakukan kenakalan yang masuk kategori ini pada umunya tidak ada sanksi yang tegas dan biasanya remaja hanya mendapat sanksi moral dari orang lain serta masyarakat. Sehingga kenakalan remaja pada tingkat ini frukuensinya lebih sering terjadi dikarenakan tidak adanya pihak yang secara langsung menanganinya, dan biasanya remaja tidak jera untuk melakukan secara berulang ulang perilaku tersebut.
Adapun yang termasuk dalam kategoti kenakalan ini berupa berkelahi, membolos sekolah, kabur dari rumah, berbohong, menyontek, keluyuran tanpa tujuan, kebut-kebutan, membaca buku porno, merokok di sekolahan yang mana hal ini hanya diatur dalam tata tertib sekolah bukan dalam hukum resmi atau undang-undang.
b.      Kenakalan remaja yang bersifat khusus
Kenakalan remaja yang bersifat khusus merupakan jenis kenakalan yang melanggar norma-norma, hukum serta undang-undang yang berlaku. Kenakalan yang termasuk dalam kategori ini pada umumnya telah menjerumus pada salah satu kenakalan yang bersifat menetap, sebagai contoh misalnya remaja yang terjerat minum-minuman keras, judi, narkotik, ganja, melakukan seks bebas, merampok, pencurian, membunuh dan lain sebagainya yang mana dilarang dan diatur baik dalam aturan sekolah maupun undang-undang dan hukum negara serta mendapat sanksi yang tegas setiap pelakunya. Pada kenakalan remaja dalam tingkat ini termasuk kenakalan remaja yang berat, sehingga memerlukan penanganan yang serius dan hati-hati.
Sedangkan menurut pendapatnya Mulyono bahwa kenakalan remaja dapat digolongkan menjadi dua yaitu kenakalan yang tidak digolongkan pelanggaran hukum namun berdampak negatif seperti:

1)      Membolos, merupakan suatu tindakan pergi meninggalkan sekolah atau kelas tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
2)      Kabur meningggalkan rumah tanpa izin orang tua disertai menentang keinginan orang tua dalam waktu relatif lama.
3)      Kebiasaan membaca buku-buku cabul, menonton film porno, dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan.
4)      Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik untuk tujuan ekonomi ataupun tujuan lainnya.
5)      Merokok di lingkungan sekolah, berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras.[27]
Sedangkan untuk pelanggaran terhadap hukum atau kenakalan yang mengarah pada tindakan kriminal seperti:

1)      Berjudi sampai menggunakan uang dan taruhan benda lain.
2)      Mencuri, menjambret, mencopet dan merampas barang orang lain dengan kekerasan atau tanpa kekerasan.
3)      Pelanggaran tata susila. Menjual gambar atau film porno serta pemerkosaan.
4)      Pembunuhan, pengguran kandungan, penganiayaan.[28]
Dari beberapa bentuk kenakalan remaja di atas maka dapat disimpulkan bentuk kenakalan remaja sekarang sangatlah komplek. Maka dari itu, penulis mengambil garis besar mengenai bentuk kenakalan remaja secara umum dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.       Kenakalan yang ringan (yang tidak termasuk dalam tindak kriminal tapi berdampak negatif), seperti merokok, membolos sekolah, main kebut-kebutan, membawa senjata tajam, berkelahi, membawa buku atau VCD porno, minum-minuman keras, bergabung dengan kelompok geng nakal dan lain sebagainya, juga termasuk dalam hal ini larangan-larangan yang diatur dalam tata tertib di sekolah juga bisa dikatakan kenakalan remaja bila pelakunya adalah pelajar.
b.      Kenakalan yang berat (termasuk dalam tindak kriminal yang menyebabkan kerugian bagi dirinya dan masyarakat dan diatur dalam Undang-undang), seperti berjudi, memakai narkoba, ganja, melakukan seks bebas, merampok, memperkosa, membunuh orang dan lain sebagainya.
  1. Faktor yang mempengaruhi kenakalan pada siswa
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan pada siswa menurut pendapatnya Kartini Kartono lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:[29]
a.       Faktor kontrol diri
Kenakalan remaja juga digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak yang gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan biasanya akan mengalami pemberontakan dan bentuknya bisa berupa tindakan kenakalan remaja.

b.      Faktor usia
Biasanya munculnya kenakalan anti sosial ini umunya para pelaku kenakalan dimulai pada masa remaja yang mana masa remaja cenderung untuk mencoba hal-hal yang baru walaupun secara nyata berdampak negatif di masa remajanya, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan secara terus menerus.
c.       Faktor jenis kelamin
Secara umum remaja lebih banyak melakukan kenakalan anti sosial dan kenakalan dan biasanya didominasi oleh remaja laki-laki dari pada remaja perempuan walaupun tidak menutup kemungkinan remaja perempuan juga melakukan tindakan yang sama.
d.      Faktor harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa dan memandang bahwa sekolah itu tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya, selain itu juga biasanya nilai-nilai mereka pada pelajaran di sekolah cenderung rendah. Mereka pada umunya tidak termotivasi untuk sekolah.
e.       Faktor keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurang adanya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif dan kurangnya kasih sayang orang tua terhadap anaknya dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.
f.       Faktor teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal juga.
g.      Faktor kelas sosial ekonomi.
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan. Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat.
h.      Faktor lingkungan sekitar tempat tinggal
Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.
Berdasarkan pendapat di atas tersebut penulis menyimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok pergaulannya lebih menentukan perilaku remaja itu sendiri dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.
  1. Tindakan dalam upaya mengatasi masalah kenakalan pada siswa
Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi kenakalan remaja terkait dengan fungsi dan tujuan bimbingan antara lain sebagai berikut:[30]
a.       Tindakan preventif
Tindakan preventif ini merupakan suatu tindakan yang akan dapat mencegah timbulnya kenakalan remaja secara umum. Di dalam tindakan ini menurut Singgih D. Gunarsa terbagi menjadi dua macam:
1)      Bentuk usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum, adapun dalam usaha pencegahan secara umum ini dibagi menjadi tiga antara lain: (1) Usaha mengenal dan mengetahui secara ciri umum dan khas remaja, (2) Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami remaja karena setiap remaja tidak selalu sempurna dan salah satu penyebab kenakalannya adalah kekurangan atau kelemahan yang tidak diterima oleh remaja tersebut sebagai individu. Dalam tindakan ini berusaha untuk mengetahui kesulitan serta kelemahan yang menimbulkan kenakalan yang dilakukan remaja tersebut, dan (3) Usaha pembinaan remaja, usaha pembinaan remaja ini bertujuan untuk memperkuat sikap mental remaja agar mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Tidak hanya itu saja tapi juga di dalam memberikan pendidikan mental melalui pengajaran agama, budi pekerti, etika serta menciptakan sarana-sarana yang menimbulkan atau menciptakan perkembangan pribadi secara wajar dan optimal. Usaha pembinaan remaja ini juga berusaha untuk memperbaiki faktor-faktor ekstern yang menimbulkan kenakalan remaja antara lain faktor keluarga, lingkungan dan masyarakat. Dengan demikian usaha pembinaan ini akan mengarahkan remaja untuk melakukan tindakan yang sesuai, sopan, bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
2)      Usaha pencegahan kenakalan remaja secara khusus, usaha yang dilakukan para pendidik terhadap kelainan tingkah laku remaja. Usaha pencegahan yang khusus ini bila di rumah sudah tentu dilakukan oleh orang tua sedangkan di sekolah adalah para pendidik, guru pembimbing, guru ahli atau psikolog. Usaha para pendidik harus diarahakan terhadap remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus dan mengawasi setiap penyimpangan kenakalan remaja baik di rumah dan di sekolah. Sebagai langkah selanjutnya” pemberian bimbingan terhadap para remaja dengan tujuan menambah pengertian para remaja mengenai:
a)      Pengenalan diri sendiri meliputi menilai diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
b)      Penyesuaian diri meliputi mengenal dan menerima tuntutan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut.
c)      Orientasi diri meliputi mengarahkan diri remaja kearah pembatasan antara diri pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan etik.
Bimbingan yang diberikan dan dilakukan dapat menggunakan dengan dua macam pendekatan, yaitu:
a)      Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada remaja itu sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan remaja tersebut dan membantu mengatasinya.
b)      Pendekatan melalui kelompok di mana ia sudah merupakan anggota kumpulan atau kelompok kecil tersebut, meliputi: memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingkah laku baik dan merangsang hubungan sosial yang baik, mengadakan kelompok diskusi dengan memberikan kesempatan mengemukakan pandangan dan pendapat para remaja dan memberikan pengarahan yang positif, dengan melakukan permainan bersama dan bekerja dalam kelompok dipupuk solidaritas dan persekutuan dan pembimbing.
b.      Tindakan represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dalam menindak terhadap remaja ini ada dua tempat:
1)      Di rumah dan dalam lingkungan keluarga, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku. Di samping peraturan tentu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orang tua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Dalam hal ini perlu perhatikan bahwa pelaksanaan tata tertib dan tata cara keluarga harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.
2)      Di sekolah dan lingkungan sekolah, dalam hal ini maka Kepala Sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanaan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal guru juga berhak untuk bertindak atau pelimpahan ke pihak guru pembimbing. Pada umunya tindakan reprensif diberikan dalam bentuk peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh Kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing, dan melarang bersekolah untuk sementara atau seterusnya tergantung pada macam pelanggaran tata tertib sekolah yang telah ditentukan.
c.       Tindakan kuratif dan rehabilitasi
Tindakan ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku remaja melanggar tersebut itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan khusus, biasanya hal ini ditanggulangi oleh lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.

B.     Guru Pembimbing dalam Pembinaan Kenakalan Siswa
Kenakalan remaja yang semakin lama semakin meningkat, sehingga banyak peristiwa yang merugikan bagi dirinya (siswa) pada khususnya dan bagi masyarakat umumnya. Pada dasarnya manusia itu baik, namun karena banyak menghadapi masalah yang tidak dapat diselesaikan atau diatasi sehingga mengakibatkan perilaku yang disebut nakal atau kenakalan. Kenakalan ini biasa terdapat pada anak-anak tapi yang paling dominan terdapat pada remaja (adolesens) karena remaja yang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat atau bisa disebut dengan masa transisi.
Berangkat dari tujuan, fungsi bimbingan maka secara rasional tertuang dalam jenis bidang atau ragam bimbingan, begitu pula dengan adanya tindakan preventif dan kuratif,[31] maka peran guru pembimbing dalam menanggulangi kenakalan siswa adalah:
1.      Layanan pokok
Dalam layanan pokok ini peran bimbingan adalah dengan pendekatan:
a.       Bimbingan pribadi
Bimbingan pribadi yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada si remaja itu sendiri, melalui percakapan pengungkapan kesulitan siswa dan membantu mengatasinya.
b.      Bimbingan kelompok
Bimbingan kelompok yaitu untuk membantu mengatasi masalah bersama atau membantu seorang individu yang menghadapi masalah dengan menempatkannya dalam suatu kelompok.[32] Sedangkan menurut Winkel,[33] secara fungsional bimbingan kelompok merupakan suatu satuan atau unit orang yang mempunyai tujuan yang ingin di capai bersama, berinteraksi dan berkomunikasi secara insentif satu sama lain pada waktu berkumpul, saling tergantung dalam proses bekerja sama, dan mendapat kepuasan pribadi dari interaksi psikologis dengan seluruh anggota yang tergabung dalam satuan tersebut.
Pemberian bimbingan terhadap para remaja dengan tujuan menambah pengertian para remaja mengenai:
a.       Pengenalan diri sendiri; menilai diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain
b.      Penyesuaian diri; mengenal dan menerima tuntutan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut.
c.       Orientasi diri; mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan etik.
Begitu pula dengan bimbingan mempunyai beberapa metode (layanan) untuk menanggulangi gangguan kenakalan siswa antara lain:
a.       Bimbingan individual
Bimbingan individual merupakan tehnik bantuan yang diberikan bimbingan kepada siswa (klien) untuk memecahkan masalah yang bersifat sangat pribadi. Bimbingan individual merupakan proses untuk mengganti berbagai permasalahan siswa sampai terjadinya masalah. Dengan tehnik ini dimungkinkan segala permasalahan yang dialami siswa dapat terselesaikan secara baik, demikian juga dengan kasus kenakalan yang dilakukan siswa, dengan adanya bantuan bimbingan ini kenakalan siswa dapat teratasi.
b.      Bimbingan kelompok
Dalam upayanya untuk mengatasi siswa yang berkasus, teknik lain yang dapat digunakan adalah dengan bimbingan kelompok. Bimbingan ini dapat dilaksanakan dengan melibatkan beberapa siswa yang terlibat dalam kenakalan. Karena disekolah juga banyak terdapat kasus kenakalan yang dilakukan oleh beberapa siswa. Maka bimbingan kelompok ini dapat diterapkan sekaligus.
Menurut Winkel secara umum tujuan dari bimbingan kelompok adalah:[34]
1)      Masing-masing konseli memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya sendiri, dengan adanya pemahaman diri maka dia akan lebih menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif dalam kepribadiannya.
2)      Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi atau sama lain
3)      Para konseli memperoleh kemampuan mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri.
4)      Para konseli lebih menjadi peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain.
5)      Masing-masing konseli menetapkan suatu saran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.
6)      Para konseli menyadari dan menghayati akan kehidupan bersama, menuntun mereka untuk menerima orang lain dan akan diterima orang lain.
7)      Masing-masing konseli semakin menyadari bahwa hal-hal yang memprihatinkan bagi dirinya kerap juga menimbulkan rasa prihatin pada orang lain.
8)      Para konseli bias berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan saling menghargai dan saling menaruh perhatian.
2.      Layanan khusus
Layanan khusus atau konsultasi ini diberikan pada siswa dikarenakan dipandang perlu untuk segera mengatasi masalah kenakalan siswa tersebut di sekolah. Kegiatan yang dapat digunakan untuk layanan khusus ini adalah:
a.       Konferensi Kasus
Konferensi kasus merupakan kegiatan pertemuan khusus antara semua petugas bimbingan. Konferensi kasus dilaksanakan untuk memecahkan masalah yang dirasa penting dan segera untuk diselesaikan. Dalam kegiatan ini, guru pembimbing sebagai koordinator seluruh layanan bimbingan merupakan kunci utama untuk mengambil tindakan yang tepat terhadap kasus yang telah terjadi. Pihak-pihak yang terlibat dalam konferensi kasus adalah kepala sekolah, wakasek, guru pembimbing, wali kelas serta guru bidang studi.
b.      Referal (perlimpangan pada pihak yang lebih berwenang).
Dimungkinkan sekali, bahwa kasus yang dilakukan oleh siswa merupakan masalah yang berat sehingga guru pembimbing dan pihak sekolah tidak sanggup lagi untuk menyelesaikannya. Dalam kasus-kasus seperti ini dapat dilakukan referral (alih tangan) pada pihak luar yang berwenang, akan tetapi sepanjang guru pembimbing dan pihak sekolah masih mampu untuk menangainya secara intern, maka referral dapat dtiadakan.
Usaha untuk menemukan, menganalisa dan memecahkan kesulitan yang dihadapi remaja dalam hidupnya, jadi tugas orang tua adalah:
1)      Berusaha mengerti pribadi anak-anaknya
2)      Wajib menjaga keuTuhan keluarga dan pengetahuan orang tua tentang bagaimana mendidik anak serta menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga
3)      Memupuk kesanggupan untuk menolong diri sendiri dalam memecahkan masalah
4)      Untuk mengembangkan potensi atau bakat anak yang ada
5)      Membimbing untuk mampu menyesuaikan diri terhadap ungkapan di sekitarnya
6)      Pengertian dan keterbukaan hati untuk mendengar keluhannya.
7)      Membimbing kepada ketaatan dan kasih nilai-nilai agama dan moral.


[1]Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1996), Cet. ke-3, h. 3
[2]Ibid.
[3]W.J.S. Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1976), h. 107
[4]Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan, 1984), h. 123
[5]Ahmad Charrsi Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: CV. Rajawali, 1990), Cet. ke-2, h. 42
[6]Ibid., h. 287
[7]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV. Rajawali Press, 1990), Cet. ke-5, h. 28
[8]Ibid., h. 127
[9]Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. ke-2, h. 30
[10] Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya: Sinar Wijaya, 1986), h. 49
[11] Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 24
[12] Siswanto, Kesehatan Mental, Konsep, Cakupan dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Andi, 2007), 24-25
[13] Linda De Clerg, Tingkah Laku Abnormal dari Sudut Pandang Perkembangan, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994), h. 167
[14] Ibid., h. 168
[15]B. Simanjutak, Psikologi Remaja, (Bandung: Tarsito, 1999), h. 67
[16] Linda De Clerg, op. cit., h. 2
[17] Ibid.
[18]Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Pres, 1991), h. 200-201
[19]Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, (Jakarta: Mulia, 1990), h. 19
[20]Safiyudin Sastrawijaya, Beberapa Hal tentang Masalah Kenakalan Remaja, (Bandung; PT. Karya Nusantara,1999), h. 26
[21] Zakiyah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 112
[22] Ibid., h. 112-113
[23]Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 10-11
[24]Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007) 19
[25]Sudarsono, op. cit,. h. 15
[26]Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2003),
h. 107-109
[27]Safiyudin Sastrawijaya, op. cit., h. 41-42
[28] Ibid., h. 42
[29]Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, op. cit., h. 120
[30]Singgih D. Gunarsa, op. cit., h. 140-146
[31]Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta: Andi Offset, 1995), h. 159
[32]Ibid., h. 106
[33]W.S.Winkel dan M.M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), h. 548
[34]Ibid., h. 578

Tidak ada komentar: