A. Kenakalan
pada Siswa
- Pengertian kenakalan pada siswa
Kartino Kartono
dalam bukunya Psikologi Umum, menyebutkan pengertian psikologi adalah
ilmu pengetahuan tentang semua tingkah laku atau perbuatan individu.[1]
Dapat dipahami bahwa tingkah laku merupakan bahasan dari psikologi.
Kenakalan
mempunyai pengertian yang cukup luas, dan tidak hanya mencakupi kegiatan
motoris, seperti berbicara, berlari, berjalan bergerak dan lain sebagainya.
Akan tetapi, kenakalan membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar,
mengingat, berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi dan
seterusnya.[2]
Namun pada kesempatan ini penulis akan berupaya menjabarkan kenakalan baik
secara etimologi (bahasa) maupun secara terminologi (istilah).
Secara etimologi, kenakalan
adalah kelakuan atau perbuatan.[3]
Sedangkan pengertian kenakalan menurut terminologi, akan dikemukakan beberapa
pendapat para ahli sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.
Menurut Dimyati
Mahmud, kenakalan adalah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi
tertentu, yang terletak antara 2 pengaruh, yaitu pengaruh yang mendahuluinya (antecedent)
dan pengaruh yang mengikutinya (konsekwensi).[4]
Ahmad Charrsi
Zubair menekankan pengertian kenakalan adalah rangkaian perbuatan yang ada di
bawah pengawasan manusia, sehingga ia hidup layak sebagaimana selayaknya hidup
manusia.[5]
Untuk menguatkan pengertian kenakalan oleh Ahmad Charrsi Zubair ini, dapat
dilihat dari kutipan oleh Watson yang mengatakan bahwa kenakalan adalah reaksi
organisme sebagai keseluruhan terhadap perangsang dari luar, reaksi tersebut
terdiri dari gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan jasmani tertentu yang
dapat diamati secara objektif.[6]
Dari defenisi yang
dikemukakan oleh para ahli di atas dapat dipahami bahwa kenakalan adalah
rangkaian perbuatan atau kelakuan yang reaksinya dapat diamati secara objektif.
Reaksi di sini adalah hasil dari proses stimulus dan respons. Stimulus dan respons
ini disebutkan oleh Watson dalam pengertian tingkah laku yaitu perangsang dari
luar. Sedangkan oleh Dimyati Mahmud, respons disebutkan dengan kata antecedent
dan konsekwensi, yang pada dasarnya semua istilah tersebut adalah sama.
Sumadi Suryabrata
memaparkan pendapat Watson mengenai stimulus dan respons dalam bukunya
Psikologi Pendidikan. Menurut Watson stimulus atau perangsang adalah situasi
objektif yang wujudnya dapat bermacam-macam, sedangkan respons adalah reaksi
objektif dari individu terhadap situasi sebagai perangsang yang wujudnya juga
dapat beragam sekali rangkaian unit perangsang (stimulus) dan reaksi (respon)
disebut reflek oleh Watson.[7]
Apabila seseorang
ingin mendapatkan respons dari usahanya untuk membiasakan anak bertingkah laku,
maka orang tersebut harus busa memberikan stimulus atau rangsangan kepada anak,
sehingga anak tersebut terangsang untuk melakukan perbuatan atau tingkah laku
yang baik.
Wasti Soemanto
dalam bukunya Psikologi Pendidikan, menyebutkan jenis-jenis stimulus
atau rangsangan yaitu:
a.
Positif reinforcement.
b.
Negatif reinforcement.
c.
Hukuman.
d.
Primary reinforcement.
e.
Secondary of learned
reinforcement.
f.
Modifikasi tingkah laku guru.[8]
Dalam menentukan
atau memprediksikan respons atau reaksi terhadap kenakalan yang diinginkan
harus memilih stimulus apa yang cocok dipergunakan, sehingga kenakalan tersebut
sesuai dengan apa yang diharapkan.
Sikap atau
perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadic (timbul dan hilang di saat-saat
tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan (kontinuitas) antara satu perbuatan
dengan perbuatan berikutnya. Perbuatan terdahulu merupakan persiapan bagi
perbuatan yang kemudian, sedangkan perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan
dari perbuatan sebelumnya.[9]
Dari uraian di
atas dapat dipahami bahwa kenakalan atau perbuatan manusia selalu ada
kelangsungannya. Jadi sangatlah keliru kalau seseorang memandang bahwa kenakalan
anak remaja berada pada tingkat perkembangan yang berdiri sendiri terlepas dari
tingkat-tingkat perkembangan lainnya.
Tingkah laku
merupakan ungkapan sifat yang ada di dalam diri seseorang, sebagaimana
diketahui dalam ajaran Islam diterangkan bahwa setiap anak yang lahir mempunyai
sifat tersendiri, di mana sifat tersebut lebih besar dipengaruhi bagaimana
sifat orang tuanya. Kalau orang tua mempunyai tingkah laku yang baik, secara
tidak langsung seorang anak akan mempunyai tingkah laku yang baik pula.
Tingkah laku memiliki pengertian yang luas, menurut Mahfudh
Shalahuddin, tingkah laku tidak hanya mencakup kegiatan motoris saja, seperti
berbicara, berjalan, lari-lari, berolah raga, bergerak dan lain-lain, akan
tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat,
berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi-emosi dalam bentuk
tangis atau senyum dan seterusnya.[10]
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono kenakalan adalah perbuatan yang tidak terjadi secara sporadis (timbul dan
hilang disaat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan (kontinuitas)
antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya.[11]
Dari beberapa pengertian di atas yang menjelaskan tentang kenakalan, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kenakalan siswa adalah suatu aktifitas yang timbul dari dalam diri siswa
karena adanya respons dari luar maupun lingkungan sekitar, sehingga
terbentuklah tingkah laku yang positif atau sebaliknya yaitu tingkah laku yang
negatif.
Siswanto dalam bukunya Kesehatan Mental, menyatakan bahwa
seorang individu dikatakan sehat atau normal, apabila:
a.
Bertingkah
laku menurut norma-norma sosial yang diakui.
b.
Mampu
mengelola emosi.
c.
Mampu
mengaktualkan potensi-potensi yang dimiliki.
d.
Dapat
mengukuti kebiasaan-kebiasaan sosial.
e.
Dapat
mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk
menuntun tingkah lakunya.
f.
Mampu
menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan jangka panjang.
g.
Mampu
belajar dari pengalaman.
h.
Biasa
gembira.[12]
Kriteria di atas apabila dipahami terbalik, maka seorang individu
dikatakan terganggu tingkah lakunya apabila telah menyimpang dari beberapa
kriteria yang diberikan oleh Siswanto di atas.
Linda De Clerq dalam bukunya Tingkah Laku Abnormal, bahwa secara
luas istilah perilaku antisosial laku mengacu pada berbagai macam perilaku yang
mencerminkan berbagai pelangaran norma sosial dan/atau pelanggaran hak-hak
asasi orang lain.[13]
Sedangkan istilah conduct disorder (gangguan tingkah laku) digunakan pada
problek klinis yang mengacu pada adanya peristiwa-peristiwa ketika anak-anak
atau remaja memperlihatkan “a persistent pattern of antisocial behaviour, in
which the basic rights of others and societal norms are seriously violated”
(pola tingkah laku sosial yang bertahan yang melanggar hak-hak orang lain dan
norma sosial).[14]
Hal ini berarti ada beberapa kenakalan antisocial yang terjadi bersama-sama dan membentuk sebuah pola atau
sindrom. Ada kerusakan yang meyakinkan, baik fungsi di rumah atau di sekolah
dengan teman sebaya maupun dengan masyarakatnya, atau gangguan tingkah laku
dianggap sebagai suatu hal yang tidak bisa diatasi oleh orang-orang yang ada di
sekitarnya, misalnya orang tua, guru, teman sebaya.
Gangguan tingkah laku pada siswa biasanya dikenal dengan kenakalan.
B. Simanjuntak memberikan pengertian suatu perbuatan itu disebut kenakalan
apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam
masyarakat tempat di mana dia tinggal, atau dapat dikatakan kenakalan itu
adalah suatu perbuatan yang a-sosial di mana di dalamnya terkandung unsur-unsur
normatif.[15]
Menurut Linda De Clerg, menyatakan bahwa kebanyakan masyarakat
memiliki banyak norma dan aturan-aturan sosial mengenai tingkah laku yang
dianggap layak atau dapat diterima bagi kelompok usia yang berbeda, jenis
kelamin, tingkat sosial, pekerjaan, minoritas budaa dan sebagainya.[16]
Kemudian beliau melanjutkan bahwa tingkah laku yang dianggap menyimpang dari
apa yang diharapkan masyarakat dianggap tidak norma.[17]
Defenisi di atas dipahami bahwa kenakalan dianggap menyimpang apabila tingkah laku tersebut telah bersifat
mengancam kebebasan individu, menyusahkan apabila mengganggu individu atau
masyarakat.
Masalah kenakalan merupakan masalah yang menjadi perhatian orang
dimana saja, masalah ini semakin dirasakan dan meresahkan masyarakat terutama
dilingkungan sekolah. Jensen membagi kenakalan remaja ini menjadi 4 jenis,
yaitu:
a.
Kenakalan
yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti: perkelahian,
pemerkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain.
b.
Kenakalan
yang menimbulkan korban materi seperti: perusakan, pencurian, pencopetan,
pemerasan, dan lain-lain.
c.
Kenakalan
sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain seperti: pelacuran,
penyalahgunaan obat dan juga hubungan seks sebelum menikah.
d.
Kenakalan
yang melawan status, misalnya: mengingkari status anak sebagai pelajar dengan
cara membolos, megingkari status orang tua dengan cara pergi dari rumah atau
membantah perintah orang tua dan sebagainya.[18]
Sedangkan menurut Y. Singgih Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa
mengelompokkan gangguan kenakalan remaja dalam dua
kelompok besar sesuai dengan kaitannya dengan norma hukum, yaitu: kenakalan
remaja yang banyak terjadi pada saat ini adalah yang bersifat a-moral dan
a-sosial dan tidak diakui dalam undang-undang. Adapun perilaku a-moral dan
a-sosial tersebut indikasikasinya adalah sebagai berikut:
a.
Kenakalan
yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diatur dalam undang-undang
sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum.
b.
Kenakalan
yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang
dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan
oleh orang dewasa.[19]
Kenakalan yang banyak dijumpai pada saat ini adalah yang bersifat
amoral dan a-sosial, indikasinya adalah sebagai berikut: berbohong, membolos, kabur
dari rumah, keluyuran, memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain,
bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, berpesta pora semalam suntuk
tanpa pengawasan, membaca dan menonton film porno, turut dalam pelacuran atau
melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras atau menghisap
ganja atau pemakaian narkoba
Fuad Hasan mengemukakan bahwa kenakalan dapat diklasifikasikan
sebagai perbuatan atau kelakuan a-sosial dan a-normatif. Sedangkan dari segi
psikologis, Koesoemanto menjelaskan bahwa kenakalan merupakan tingkah laku yang
bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai
akseptabel dan baik oleh suatu lingkungan masyarakat atau hukum yang berlaku
disuatu masyarakat yang berkebudayaan tersebut.[20]
Kenakalan remaja bisa diartikan sebagai suatu kelalaian tingkah
laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial yang melanggar
norma-norma dalam masyarakat. Sedang ditinjau dari segi agama, jelas sudah
bahwa apa yang dilarang dan apa yang disuruh oleh agama. Sudah barang tentu
semua yang dianggap oleh umum sebagai perbuatan nakal, adalah hal-hal yang
dilarang agama.[21]
Kenakalan remaja adalah suatu penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh
remaja hingga menggangu ketentraman diri sendiri dan orang lain.
Bila ditinjau dari segi ilmu jiwa maka kenakalan adalah sebagai
manivestasi dari gangguan jiwa atau akibat dari tekanan-tekanan batin yang
tidak dapat diungkapkan dengan wajah. Atau dengan kata lain bahwa kenakalan
anak remaja adalah ungkapan dari ketegangan perasaan, kegelisahan dan kecemasan
atau tekanan batin.[22]
Dari beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa kenakalan
merupakan suatu bentuk perbuatan yang melanggar dan bertentangan dengan norma
yang berlaku di lingkungan tersebut.
Istilah baku dalam konsep dan pandangan Psikologi, kenakalan remaja
adalah juvenile delequance yang secara etimologis dapat dijabarkan bahwa
juvenile adalah anak sedangkan delinquency adalah kejahatan.
Menurut Bimo Walgito merumuskan arti selengkapnya dari kenakalan
remaja (juvenile delinquency) adalah tiap perbuatan, jika perbuatan
tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan,
jadi merupakan perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya
anak remaja.
Berbeda lagi dengan pendapatnya Sukoharjo yang mendefinisikan kenakalan
remaja sebagai kenakalan yang sangat berbahaya, kenakalan ini biasanya
dilakukan oleh remaja sekolah misalnya mabuk-mabukan, membolos, merokok di
sekolah dan sebagainya. Kenakalan remaja merupakan perilaku yang melanggar
norma sosial, norma susila, kesopanan, norma hukum dan norma agama.
Sedangkan menurut pendapatnya Fuad Hasan merumuskan definisi
Juvenile, delequenci adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak
remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak
kejahatan.[23]
Dari berbagai pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa
kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan kejahatan
maupun pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang bersifat melawan hukum, anti
sosial, anti susila, menyalahi norma-norma dan aturan yang berlaku di
lingkungan tersebut.
- Ciri-ciri gangguan tingkah laku pada siswa
Menurut
pendapatnya Singgih D. Gunarsah ciri-ciri pokok dari kenakalan remaja antara
lain:[24]
a.
Dalam
pengertian kenakalan, harus terlihat adanya perbuatan atau tingkah laku yang
bersifat pelanggaran terhadap noma hukum yang berlaku dan pelanggaran
nilai-nilai moral.
b.
Kenakalan
tersebut mempunyai tujuan yang anti sosial yakni dengan perbuatan atau tingkah
laku tersebut bertentangan dengan nilai atau moral sosial yang ada di
lingkungan hidupnya.
c.
Kenakalan
remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh mereka yang berumur antara 13-17
tahun. Mengingat di Indonesia pengertian dewasa selain ditentukan oleh status
perkawinan, maka dapat ditambah bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh mereka yang berumur antara 13-17 tahun dan belum
menikah.
d.
Kenakalan
remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja atau dapat juga dilakukan
secara bersama-sama dalam suatu kelompok remaja.
- Bentuk kenakalan pada siswa
Masalah gangguan tingkah laku pada siswa adalah masalah yang banyak menjadi
perhatian orang-orang di mana saja, baik masyarakat kota maupun desa, karena
kenakalan seseorang berdampak terganggunya ketentraman dan ketenangan orang
lain maupun orang di sekitarnya.
Adapun secara
umum seperti kita ketahui kenakalan remaja di zaman sekarang baik sifat maupun
bentuknya terus mengalami perubahan dari masa kemasa. Dengan didorong sifat
remaja sangat besar untuk mencoba dan selalu ingin tahu, menyebabkan remaja
berusaha untuk mempraktekan dan meniru segala perilaku yang aneh yang dianggap
baru dan ganjil. Sehingga akhirnya munculah prilaku baru yang dikembangkan dan
dibanggakan para remaja yang kebanyakan tidak sesuai dengan aturan maupun
norma-norma yang berlaku.
Maka dari itu
salah satu masalah pendidikan yang sangat sulit dipecahkan dan sedang dihadapi
dewasa ini sebagaimana telah dikemukakan di atas adalah masalah kenakalan
remaja. Dikarenakan masalah kenakalan remaja sangat erat kaitannya dengan
kondisi rumah tangga dan lingkungan masyarakat sekitarnya, bahkan keadaan
sekolah yang tidak teratur dan kondusif dapat pula menjadi sumber kenakalan
itu. Bentuk kelainan tingkah laku atau kenakalan remaja misalnya berkelahi,
suka berkata kotor, mencuri, suka membolos, merokok di sekolahan dan lain
sebagainya.[25]
Adapun secara
garis besar menurut pendapatnya Kartini Kartono, kenakalan remaja dapat
diklasifikasikan dalam dua bagian berikut ini:[26]
a.
Kenakalan remaja
yang bersifat biasa
Kenakalan
remaja biasa adalah kenakalan yang dilakukan remaja secara khusus tidak
terdapat dan diatur dalam undang-undang dan hukum, karena kenakalan yang tidak
diatur dalam undang-undang atau suatu hukum tidak dapat atau sulit digolongkan
sebagai pelanggaran hukum. Apabila remaja melakukan kenakalan yang masuk
kategori ini pada umunya tidak ada sanksi yang tegas dan biasanya remaja hanya
mendapat sanksi moral dari orang lain serta masyarakat. Sehingga kenakalan
remaja pada tingkat ini frukuensinya lebih sering terjadi dikarenakan tidak
adanya pihak yang secara langsung menanganinya, dan biasanya remaja tidak jera
untuk melakukan secara berulang ulang perilaku tersebut.
Adapun yang
termasuk dalam kategoti kenakalan ini berupa berkelahi, membolos sekolah, kabur
dari rumah, berbohong, menyontek, keluyuran tanpa tujuan, kebut-kebutan,
membaca buku porno, merokok di sekolahan yang mana hal ini hanya diatur dalam
tata tertib sekolah bukan dalam hukum resmi atau undang-undang.
b.
Kenakalan
remaja yang bersifat khusus
Kenakalan
remaja yang bersifat khusus merupakan jenis kenakalan yang melanggar
norma-norma, hukum serta undang-undang yang berlaku. Kenakalan yang termasuk
dalam kategori ini pada umumnya telah menjerumus pada salah satu kenakalan yang
bersifat menetap, sebagai contoh misalnya remaja yang terjerat minum-minuman
keras, judi, narkotik, ganja, melakukan seks bebas, merampok, pencurian,
membunuh dan lain sebagainya yang mana dilarang dan diatur baik dalam aturan
sekolah maupun undang-undang dan hukum negara serta mendapat sanksi yang tegas
setiap pelakunya. Pada kenakalan remaja dalam tingkat ini termasuk kenakalan
remaja yang berat, sehingga memerlukan penanganan yang serius dan hati-hati.
Sedangkan
menurut pendapatnya Mulyono bahwa kenakalan remaja dapat digolongkan menjadi
dua yaitu kenakalan yang tidak digolongkan pelanggaran hukum namun berdampak
negatif seperti:
1)
Membolos,
merupakan suatu tindakan pergi meninggalkan sekolah atau kelas tanpa
sepengetahuan pihak sekolah.
2)
Kabur
meningggalkan rumah tanpa izin orang tua disertai menentang keinginan orang tua
dalam waktu relatif lama.
3)
Kebiasaan
membaca buku-buku cabul, menonton film porno, dan kebiasaan mempergunakan
bahasa yang tidak sopan.
4)
Turut
dalam pelacuran atau melacurkan diri baik untuk tujuan ekonomi ataupun tujuan
lainnya.
5)
Merokok di
lingkungan sekolah, berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras.[27]
Sedangkan
untuk pelanggaran terhadap hukum atau kenakalan yang mengarah pada tindakan
kriminal seperti:
1)
Berjudi
sampai menggunakan uang dan taruhan benda lain.
2)
Mencuri,
menjambret, mencopet dan merampas barang orang lain dengan kekerasan atau tanpa
kekerasan.
3)
Pelanggaran
tata susila. Menjual gambar atau film porno serta pemerkosaan.
4)
Pembunuhan,
pengguran kandungan, penganiayaan.[28]
Dari beberapa
bentuk kenakalan remaja di atas maka dapat disimpulkan bentuk kenakalan remaja
sekarang sangatlah komplek. Maka dari itu, penulis mengambil garis besar
mengenai bentuk kenakalan remaja secara umum dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.
Kenakalan
yang ringan (yang tidak termasuk dalam tindak kriminal tapi berdampak negatif),
seperti merokok, membolos sekolah, main kebut-kebutan, membawa senjata tajam,
berkelahi, membawa buku atau VCD porno, minum-minuman keras, bergabung dengan
kelompok geng nakal dan lain sebagainya, juga termasuk dalam hal ini
larangan-larangan yang diatur dalam tata tertib di sekolah juga bisa dikatakan
kenakalan remaja bila pelakunya adalah pelajar.
b.
Kenakalan
yang berat (termasuk dalam tindak kriminal yang menyebabkan kerugian bagi
dirinya dan masyarakat dan diatur dalam Undang-undang), seperti berjudi,
memakai narkoba, ganja, melakukan seks bebas, merampok, memperkosa, membunuh
orang dan lain sebagainya.
- Faktor yang mempengaruhi kenakalan pada siswa
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kenakalan pada siswa menurut
pendapatnya Kartini Kartono lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:[29]
a.
Faktor
kontrol diri
Kenakalan
remaja juga digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang
cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak yang gagal dalam mengembangkan
kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses
pertumbuhan biasanya akan mengalami pemberontakan dan bentuknya bisa berupa
tindakan kenakalan remaja.
b.
Faktor
usia
Biasanya
munculnya kenakalan anti sosial ini umunya para pelaku kenakalan dimulai pada masa
remaja yang mana masa remaja cenderung untuk mencoba hal-hal yang baru walaupun
secara nyata berdampak negatif di masa remajanya, namun demikian tidak semua
anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan
secara terus menerus.
c.
Faktor
jenis kelamin
Secara umum
remaja lebih banyak melakukan kenakalan anti sosial dan
kenakalan dan biasanya didominasi oleh remaja laki-laki dari pada remaja
perempuan walaupun tidak menutup kemungkinan remaja perempuan juga melakukan
tindakan yang sama.
d.
Faktor
harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang
menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap
pendidikan di sekolah. Mereka merasa dan memandang bahwa sekolah itu tidak
begitu bermanfaat untuk kehidupannya, selain itu juga biasanya nilai-nilai
mereka pada pelajaran di sekolah cenderung rendah. Mereka pada umunya tidak
termotivasi untuk sekolah.
e.
Faktor
keluarga
Faktor
keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurang adanya
dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap aktivitas
anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif dan kurangnya kasih sayang
orang tua terhadap anaknya dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.
f.
Faktor
teman sebaya
Memiliki
teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk
menjadi nakal juga.
g.
Faktor
kelas sosial ekonomi.
Ada
kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial
ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara
daerah perkampungan. Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas
sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat.
h.
Faktor
lingkungan sekitar tempat tinggal
Masyarakat
dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model
yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas
aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan
kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah.
Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang
terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan
dengan kenakalan remaja.
Berdasarkan
pendapat di atas tersebut penulis menyimpulkan bahwa faktor yang paling
berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor
keluarga dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena
pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya,
sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok pergaulannya
lebih menentukan perilaku remaja itu sendiri dibandingkan dengan norma, nilai
yang ada dalam keluarga dan masyarakat.
- Tindakan
dalam upaya mengatasi masalah kenakalan pada siswa
Ada beberapa
tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi kenakalan remaja
terkait dengan fungsi dan tujuan bimbingan antara lain sebagai berikut:[30]
a.
Tindakan
preventif
Tindakan
preventif ini merupakan suatu tindakan yang akan dapat mencegah timbulnya
kenakalan remaja secara umum. Di dalam tindakan ini menurut Singgih D. Gunarsa
terbagi menjadi dua macam:
1)
Bentuk
usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum, adapun dalam usaha
pencegahan secara umum ini dibagi menjadi tiga antara lain: (1) Usaha mengenal
dan mengetahui secara ciri umum dan khas remaja, (2) Mengetahui
kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami remaja karena setiap remaja tidak
selalu sempurna dan salah satu penyebab kenakalannya adalah kekurangan atau
kelemahan yang tidak diterima oleh remaja tersebut sebagai individu. Dalam
tindakan ini berusaha untuk mengetahui kesulitan serta kelemahan yang
menimbulkan kenakalan yang dilakukan remaja tersebut, dan (3) Usaha pembinaan
remaja, usaha pembinaan remaja ini bertujuan untuk memperkuat sikap mental
remaja agar mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Tidak hanya itu saja
tapi juga di dalam memberikan pendidikan mental melalui pengajaran agama, budi
pekerti, etika serta menciptakan sarana-sarana yang menimbulkan atau
menciptakan perkembangan pribadi secara wajar dan optimal. Usaha pembinaan
remaja ini juga berusaha untuk memperbaiki faktor-faktor ekstern yang
menimbulkan kenakalan remaja antara lain faktor keluarga, lingkungan dan
masyarakat. Dengan demikian usaha pembinaan ini akan mengarahkan remaja untuk
melakukan tindakan yang sesuai, sopan, bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapinya.
2)
Usaha
pencegahan kenakalan remaja secara khusus, usaha yang dilakukan para pendidik
terhadap kelainan tingkah laku remaja. Usaha pencegahan yang khusus ini bila di
rumah sudah tentu dilakukan oleh orang tua sedangkan di sekolah adalah para
pendidik, guru pembimbing, guru ahli atau psikolog. Usaha para pendidik harus
diarahakan terhadap remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus dan
mengawasi setiap penyimpangan kenakalan remaja baik di rumah
dan di sekolah. Sebagai langkah selanjutnya” pemberian bimbingan terhadap para
remaja dengan tujuan menambah pengertian para remaja mengenai:
a)
Pengenalan
diri sendiri meliputi menilai diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
lain.
b)
Penyesuaian
diri meliputi mengenal dan menerima tuntutan dan menyesuaikan diri dengan
tuntutan tersebut.
c)
Orientasi
diri meliputi mengarahkan diri remaja kearah pembatasan antara diri pribadi dan
sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan
etik.
Bimbingan yang
diberikan dan dilakukan dapat menggunakan dengan dua macam pendekatan, yaitu:
a)
Pendekatan
langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada remaja itu
sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan remaja tersebut dan
membantu mengatasinya.
b)
Pendekatan
melalui kelompok di mana ia sudah merupakan anggota kumpulan atau kelompok
kecil tersebut, meliputi: memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingkah
laku baik dan merangsang hubungan sosial yang baik, mengadakan kelompok diskusi
dengan memberikan kesempatan mengemukakan pandangan dan pendapat para remaja
dan memberikan pengarahan yang positif, dengan melakukan permainan bersama dan
bekerja dalam kelompok dipupuk solidaritas dan persekutuan dan pembimbing.
b.
Tindakan represif
Usaha menindak
pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan
hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dalam menindak terhadap remaja ini
ada dua tempat:
1)
Di rumah
dan dalam lingkungan keluarga, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara
yang berlaku. Di samping peraturan tentu perlu adanya semacam hukuman yang
dibuat oleh orang tua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga.
Dalam hal ini perlu perhatikan bahwa pelaksanaan tata tertib dan tata cara
keluarga harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus
dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.
2)
Di sekolah
dan lingkungan sekolah, dalam hal ini maka Kepala Sekolahlah yang berwenang
dalam pelaksanaan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam
beberapa hal guru juga berhak untuk bertindak atau pelimpahan ke pihak guru pembimbing.
Pada umunya tindakan reprensif diberikan dalam bentuk peringatan secara lisan
maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh
Kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing, dan melarang bersekolah untuk
sementara atau seterusnya tergantung pada macam pelanggaran tata tertib sekolah
yang telah ditentukan.
c.
Tindakan
kuratif dan rehabilitasi
Tindakan ini
dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu
mengubah tingkah laku remaja melanggar tersebut itu dengan memberikan
pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan khusus, biasanya hal ini
ditanggulangi oleh lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.
B.
Guru Pembimbing dalam Pembinaan Kenakalan Siswa
Kenakalan remaja yang semakin lama semakin meningkat, sehingga
banyak peristiwa yang merugikan bagi dirinya (siswa) pada khususnya dan bagi
masyarakat umumnya. Pada dasarnya manusia itu baik, namun karena banyak
menghadapi masalah yang tidak dapat diselesaikan atau diatasi sehingga
mengakibatkan perilaku yang disebut nakal atau kenakalan. Kenakalan ini biasa
terdapat pada anak-anak tapi yang paling dominan terdapat pada remaja
(adolesens) karena remaja yang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat cepat atau bisa disebut dengan masa transisi.
Berangkat dari tujuan, fungsi bimbingan maka secara rasional
tertuang dalam jenis bidang atau ragam bimbingan, begitu pula dengan adanya
tindakan preventif dan kuratif,[31] maka
peran guru pembimbing dalam menanggulangi kenakalan siswa adalah:
1.
Layanan
pokok
Dalam layanan pokok ini peran bimbingan adalah dengan pendekatan:
a.
Bimbingan
pribadi
Bimbingan pribadi yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada
si remaja itu sendiri, melalui percakapan pengungkapan kesulitan siswa dan
membantu mengatasinya.
b.
Bimbingan
kelompok
Bimbingan kelompok yaitu untuk membantu mengatasi masalah bersama
atau membantu seorang individu yang menghadapi masalah dengan menempatkannya
dalam suatu kelompok.[32] Sedangkan
menurut Winkel,[33]
secara fungsional bimbingan kelompok merupakan suatu satuan atau unit orang
yang mempunyai tujuan yang ingin di capai bersama, berinteraksi dan
berkomunikasi secara insentif satu sama lain pada waktu berkumpul, saling
tergantung dalam proses bekerja sama, dan mendapat kepuasan pribadi dari interaksi
psikologis dengan seluruh anggota yang tergabung dalam satuan tersebut.
Pemberian bimbingan terhadap para remaja dengan tujuan menambah pengertian
para remaja mengenai:
a.
Pengenalan
diri sendiri; menilai diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain
b.
Penyesuaian
diri; mengenal dan menerima tuntutan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
tersebut.
c.
Orientasi
diri; mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri pribadi dan
sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan
etik.
Begitu pula dengan bimbingan mempunyai beberapa metode (layanan) untuk
menanggulangi gangguan kenakalan siswa antara lain:
a.
Bimbingan individual
Bimbingan individual merupakan tehnik bantuan yang diberikan bimbingan
kepada siswa (klien) untuk memecahkan masalah yang bersifat sangat pribadi. Bimbingan
individual merupakan proses untuk mengganti berbagai permasalahan siswa sampai
terjadinya masalah. Dengan tehnik ini dimungkinkan segala permasalahan yang
dialami siswa dapat terselesaikan secara baik, demikian juga dengan kasus
kenakalan yang dilakukan siswa, dengan adanya bantuan bimbingan ini kenakalan
siswa dapat teratasi.
b.
Bimbingan kelompok
Dalam upayanya untuk mengatasi siswa yang berkasus, teknik lain yang
dapat digunakan adalah dengan bimbingan kelompok. Bimbingan ini dapat
dilaksanakan dengan melibatkan beberapa siswa yang terlibat dalam kenakalan.
Karena disekolah juga banyak terdapat kasus kenakalan yang dilakukan oleh
beberapa siswa. Maka bimbingan kelompok ini dapat diterapkan sekaligus.
Menurut Winkel secara umum tujuan dari bimbingan kelompok adalah:[34]
1)
Masing-masing
konseli memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya sendiri, dengan
adanya pemahaman diri maka dia akan lebih menerima dirinya sendiri dan lebih
terbuka terhadap aspek-aspek positif dalam kepribadiannya.
2)
Para konseli
mengembangkan kemampuan berkomunikasi atau sama lain
3)
Para konseli
memperoleh kemampuan mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri.
4)
Para konseli
lebih menjadi peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati
perasaan orang lain.
5)
Masing-masing
konseli menetapkan suatu saran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam
sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.
6)
Para konseli
menyadari dan menghayati akan kehidupan bersama, menuntun mereka untuk menerima
orang lain dan akan diterima orang lain.
7)
Masing-masing
konseli semakin menyadari bahwa hal-hal yang memprihatinkan bagi dirinya kerap
juga menimbulkan rasa prihatin pada orang lain.
8)
Para konseli
bias berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan
saling menghargai dan saling menaruh perhatian.
2.
Layanan khusus
Layanan khusus atau konsultasi ini diberikan pada siswa dikarenakan
dipandang perlu untuk segera mengatasi masalah kenakalan siswa tersebut di
sekolah. Kegiatan yang dapat digunakan untuk layanan khusus ini adalah:
a.
Konferensi
Kasus
Konferensi kasus merupakan kegiatan pertemuan khusus antara semua
petugas bimbingan. Konferensi kasus dilaksanakan untuk memecahkan masalah yang
dirasa penting dan segera untuk diselesaikan. Dalam kegiatan ini, guru
pembimbing sebagai koordinator seluruh layanan bimbingan merupakan kunci utama
untuk mengambil tindakan yang tepat terhadap kasus yang telah terjadi. Pihak-pihak
yang terlibat dalam konferensi kasus adalah kepala sekolah, wakasek, guru
pembimbing, wali kelas serta guru bidang studi.
b.
Referal
(perlimpangan pada pihak yang lebih berwenang).
Dimungkinkan sekali, bahwa kasus yang dilakukan oleh siswa merupakan
masalah yang berat sehingga guru pembimbing dan pihak sekolah tidak sanggup
lagi untuk menyelesaikannya. Dalam kasus-kasus seperti ini dapat dilakukan
referral (alih tangan) pada pihak luar yang berwenang, akan tetapi sepanjang guru
pembimbing dan pihak sekolah masih mampu untuk menangainya secara intern, maka
referral dapat dtiadakan.
Usaha untuk menemukan, menganalisa dan memecahkan kesulitan yang
dihadapi remaja dalam hidupnya, jadi tugas orang tua adalah:
1)
Berusaha
mengerti pribadi anak-anaknya
2)
Wajib
menjaga keuTuhan keluarga dan pengetahuan orang tua tentang bagaimana mendidik
anak serta menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga
3)
Memupuk
kesanggupan untuk menolong diri sendiri dalam memecahkan masalah
4)
Untuk
mengembangkan potensi atau bakat anak yang ada
5)
Membimbing
untuk mampu menyesuaikan diri terhadap ungkapan di sekitarnya
6)
Pengertian
dan keterbukaan hati untuk mendengar keluhannya.
7)
Membimbing
kepada ketaatan dan kasih nilai-nilai agama dan moral.
[1]Kartini Kartono, Psikologi Umum,
(Bandung: CV. Mandar Maju, 1996), Cet. ke-3, h. 3
[3]W.J.S. Poerwardarminta, Kamus Umum
Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1976), h. 107
[4]Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Proyek Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan, 1984), h. 123
[5]Ahmad Charrsi Zubair, Kuliah Etika,
(Jakarta: CV. Rajawali, 1990), Cet. ke-2, h. 42
[7]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: CV. Rajawali Press, 1990), Cet. ke-5, h. 28
[9]Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum
Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. ke-2, h. 30
[10] Mahfudh Shalahuddin, Pengantar
Psikologi Umum, (Surabaya: Sinar Wijaya, 1986), h. 49
[11] Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum
Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 24
[12] Siswanto, Kesehatan Mental, Konsep,
Cakupan dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Andi, 2007), 24-25
[13] Linda De Clerg, Tingkah Laku Abnormal
dari Sudut Pandang Perkembangan, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1994), h. 167
[14] Ibid., h. 168
[15]B. Simanjutak, Psikologi Remaja,
(Bandung: Tarsito, 1999), h. 67
[16] Linda De Clerg, op. cit., h. 2
[17] Ibid.
[18]Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi
Remaja, (Jakarta: Rajawali Pres, 1991), h. 200-201
[19]Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D.
Gunarsa, Psikologi Remaja, (Jakarta: Mulia, 1990), h. 19
[20]Safiyudin Sastrawijaya, Beberapa Hal tentang
Masalah Kenakalan Remaja, (Bandung; PT. Karya Nusantara,1999), h. 26
[21] Zakiyah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1989), h. 112
[22] Ibid., h. 112-113
[23]Sudarsono, Kenakalan Remaja,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 10-11
[24]Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007) 19
[25]Sudarsono, op. cit,. h. 15
[26]Kartini Kartono, Kenakalan Remaja,
(Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2003),
h. 107-109
h. 107-109
[27]Safiyudin Sastrawijaya, op. cit., h.
41-42
[28] Ibid., h. 42
[29]Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, op.
cit., h. 120
[30]Singgih D. Gunarsa, op. cit., h.
140-146
[31]Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan
di Sekolah, Yogyakarta: Andi Offset, 1995), h. 159
[33]W.S.Winkel dan M.M Sri Hastuti, Bimbingan
dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), h. 548
Tidak ada komentar:
Posting Komentar