Cari Blog Ini

Minggu, 29 April 2018

Konsep Pendidikan Ekstrakurikuler


A. Konsep Pendidikan Ekstrakurikuler
1.      Pengertian Pendidikan Ekstrakurikuler
Istilah Pendidikan ekstrakurikuler terdiri dari dua kata yaitu “pendidikan” dan “ekstrakurikuler”. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Namun, istilah pendidikan ekstrakurikuler menunjukan adanya proses pengubahan sikap dalam usaha mendewasakan manusia (peserta didik) melalui kegiatan esktrakurikuler. Untuk memahami istilah ini, maka perlu memahami terlebih dahulu kata-kata yang terdapat di dalamnya. Pendidikan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berasal dari kata ”didik” kemudian diberi awalan "pe" dan akhiran "an" sehingga menjadi "pendidikan", yang berarti proses pengubahan sikap dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Sedangkan arti mendidik adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[1]
19
Armai Arief, mengemukakan bahwa istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti pendidikan, dan paidagogia yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Sementara itu, orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah ini berasal dari kata paedos yang berarti anak dan agoge yang berarti saya membimbing.[2] Istilah paidagogie tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris "education" yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan "tarbiyah" yang berarti pendidikan.[3]
Dalam Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.[4] Selanjutnya Zamroni dalam Zaim Elmubarok mengemukakan pendidikan adalah suatu proses penanaman dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan tentang hidup, sikap dalam hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, sehingga kehadirannya di tengah-tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal.[5]
Berpijak dari berbagai pengertian di atas, penulis menyimpulkan, bahwa pendidikan merupakan usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya, agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan masyarakat secara fungsional dan optimal.
Sementara ekstrakurikuler terdiri atas dua kata yaitu “ekstra” dan “kurikuler” yang digabungkan menjadi satu kata “ekstrakurikuler”. Dalam bahasa Inggris disebut dengan extracurricular yang berarti di luar rencana pelajaran.[6] Secara terminologi, sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 dan Nomor 080/U/1993, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran, yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah, dan dirancang secara khusus agar sesuai dengan faktor minat dan bakat siswa.[7] Bahkan lebih lanjut dijelaskan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 226/C/Kep/O/1992 bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa dan pada waktu libur sekolah yang dilakukan di sekolah ataupun di luar sekolah.[8]
Pengertian kegiatan ekstrakurikuler juga dapat ditemukan dalam buku panduan pengembangan diri yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar  jam mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus  diselenggarakan oleh pendidik atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/Madrasyah.[9]
Selanjutnya Moh. Uzer Usman mengemukakan bahwa ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran (tatap muka), baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah dengan maksud untuk lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki oleh peserta didik dari berbagai bidang studi.[10] Sedangkan Dewa Ketut Sukardi mengatakan: “Bahwa kegiatan ekstrakurikuler ialah suatu kegiatan yang dilakukan oleh para siswa di luar jam pelajaran biasa, termasuk pada saat liburan sekolah, yang bertujuan untuk memberikan pengayaan kepada peserta didik, dalam artian memperluas pengetahuan peserta didik dengan cara mengaitkan pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lainnya”.[11]  Bahkan menurut Suharsimi Arikunto, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan, di luar struktur program yang pada umumnya merupakan kegiatan pilihan.[12]
Berdasarkan penelusuran pengertian dua istilah di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan ekstrakurikuler adalah usaha atau proses yang dilaksanakan untuk mengembangkan berbagai poetensi peserta didik melalui kegiatan-kegiatan khusus, yang dilaksanakan di luar jam pembelajaran biasa untuk memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan, kemampuan peserta didik serta membina kepribadian peserta didik, agar peserta didik dapat melakukan perannya dalam kehidupan sekolah, keluarga, dan masyarakat secara fungsional dan optimal.

2.      Tujuan Pendidikan Ekstrakurikuler
Pendidikan ekstrakurikuler bertujuan memberi nilai plus bagi peserta didik selain materi pelajaran seperti yang dimuat di kurikulum yang di dapatkan pada proses pembelajaran intrakurikuler. Sebagai pendamping, pendidikan ekstrakurikuler sendiri terdiri dari berbagai jenis pembelajaran inti seperti termuat dalam kurikulum, misalnya biadang studi pendidikan jasmani dan kesehatan maka ekstrakurikulernya dapat berupa bela diri, berenang atau Palang Merah Remaja (PMR). Bidang studi kesenian, ekstrakurikulernya bisa berupa tari, teater, dan bidang studi pendidikan agama Islam, ekstrakurikulernya adalah karawitan, baca tulis Al qur an, Tartil Quran.
Pendidikan ekstrakurikuler yang merupakan seperangkat pengalaman belajar memiliki nilai-nilai manfaat bagi pembentukan kepribadian peserta didik. Adapun tujuan dari pelaksanaan pendidikan ekstrakurikuler di sekolah menurut Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati adalah:
a.       Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik beraspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
b.      Mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif.
c.       Dapat mengetahui, mengenal serta membedakan antara hubungan satu pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.[13]

Sebagai pembelajaran tambahan dan penunjang, pembelajaran ekstrakurikuler tidak terbatas pada program untuk membantu ketercapaian tujuan kurikuler saja, tetapi juga mencakup pemantapan dan pembentukan kepribadian yang utuh termasuk pengembangan minat dan bakat peserta didik. Dengan demikian, program pembelajaran ekstrakurikuler harus dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat menunjang pembelajaran kurikuler, maupun pembentukan kepribadian yang menjadi inti pembelajaran ekstrakurikuler.
Selanjutnya dalam literature yang lain dijelaskan bahwa tujuan pendidikan ekstrakurikuler adalah untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan antar berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya.[14] Kemudian Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati mengemukakan bahwa pembinaan manusia seutuhnya dalam pendidikan ekstrakurikuler yang dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah, diharapkan mampu mendorong pembinaan sikap dan nilai-nilai dalam rangka penerapan pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran dalam kurikulum, baik program inti maupun program non inti.[15]
Selanjutnya dalam sumber lain, dijelaskan bahwa tujuan pendidikan ekstrakurikuler adalah:
a.    Siswa dapat memperdalam dan memperluas pengetahuan siswa mengenal hubungan antara berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya dalam arti: beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
b.   Untuk lebih memantapkan pendidikan kepribadian dan untuk lebih mengaitkan antarapengetahuan yang diperoleh dalam program kurikulum dengan keadaan kebutuhan lingkungan. [16]

Selanjutnya dalam panduan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam, terdapat tujuan yang lebih spesifik lagi mengenai pendidikan ekstrakurikuler khususnya bidang keagamaan yaitu:
a.    Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama sehingga mampu mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan mampu mengamalkannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.
b.   Meningkatkan kemampuan peserta didik sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam semesta.
c.    Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat peserta didik agar dapat menjadi manusia yang berkreativitas tinggi dan penuh karya.
d.   Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas.
e.    Menumbuhkembangkan akhlak Islami yang mengintregasikan hubungan dengan Allah, Rasul, manusia, alam semesta, bahkan diri sendiri.
f.    Mengembangkan sensitifitas peserta didik dalam melihat persoalanpersoalan sosial-keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif terhadap permasalahan sosial dan dakwah.
g.   Memberikan bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada peserta didik agar memiliki fisik yang sehat, bugar, kuat, cekatan dan terampil.
h.   Memberi peluang peserta didik agar memiliki kemampuan untuk komunikasi (human relation) dengan baik secara verbal dan non verbal.
i.     Melatih kemampuan peserta didik untuk bekerja dengan sebaikbaiknya, secara mandiri maupun dalam kelompok.
j.     Menumbuhkembangkan kemampuan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah sehari-hari.[17]

Selanjutnya Rohmat Mulyana mengemukakan bahwa inti dari pengembangan pendidikan atau program ekstrakurikuler adalah pengembangan kepribadian peserta didik. Karena itu, profil kepribadian yang matang atau kaffah merupakan tujuan utama kegiatan/pendidikan ekstrakurikuler.[18] Untuk mencapai hal ini, tentu tidak mudah dan membutuhkan upaya ekstra keras dengan perencanaan yang matang, dan pembiasaan yang berkesinambungan. Pembinaannyapun perlu disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan dan kemampuan peserta didik. Mereka diharapkan mampu mengembangkan bakat dan minat, menghargai orang lain, bersikap kritis terhadap suatu kesenjangan, berani mencoba hal-hal positif yang menantang, peduli terhadap lingkungan, sampai pada melakukan kegiatan-kegiatan intelektual dan ritual keagamaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan ekstrakurikuler adalah pertama, memperluas dan memperdalam pengetahuan peserta didik tentang berbagai bidang studi serta memahami hubungan yang erat antar bidang studi yang dipelajariya di sekolah, kedua, mengembangkan dan memupuk bakat dan minat peserta didik, dengan aktifnya peserta didik dalam pendidikan ekstrakurikuler, secara otomatis mereka telah membentuk wadah-wadah kecil yang di dalamnya, akan terjalin komunikasi antar anggotanya dan sekaligus dapat belajar dalam mengorganisir setiap aktivitas pendidikan ekstrakurikuler. Beberapa jenis pendidikan ekstrakurikuler baik secara perorangan maupun kelompok diharapkan dapat meraih prestasi yang optimal, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Ketiga, mengembangkan seperangkat nilai-nilai akhlak adalam proses pembentukan kepribadian utuh dan akhlak mulia bagi peserta didik dalam mereka berhubungan dengan lingkungannya, baik dalam keluarga, masyarakat, sekolah.   

3.      Jenis Pendidikan Ekstrakurikuler
Pendidikan ekstrakurikuler bagi peserta didik dapat berbentuk kegiatan pada seni, olahraga, pengembangan kepribadian, dan kegiatan lain yang bertujuan positif untuk kemajuan dari peserta didik itu sendiri.[19] Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati mengemukakan bahwa jenis pendidikan ekstrakurikuler ada yang bersifat sesaat, seperti karyawisata atau bakti sosial, ada pula yang sifatnya berkelanjutan seperti Pramuka, Palang Merah Remaja (PMR) dan sebagainya.[20]
Perluasan jenis dan ragam pendidikan ekstrakurikuler hendaklah melalui berbagai pertimbangan dan pemikiran yang didasarkan pada aspek pengembangan wawasan dan skill serta bakat dan minat peserta didik. Konsekuensinya akan mengarah pada pencapaian prestasi peserta didik dan berimbas pada prestise sekolah. Setidaknya, ada 13 jenis pendidikan ekstrakurikuler yang dapat dipilih sekolah untuk mengembangkannya, yaitu: a) pramuka, b) palang merah remaja (PMR), c) patroli keamanan sekolah (PKS), d) usaha kesehatan sekolah (UKS), e) lomba penelitian ilmiah remaja (LPIR), f) sanggar sekolah, g) koperasi sekolah, h) olahraga prestasi dan rekreasi, i) kesenian tradisional atau modern, j) cinta alam dan lingkungan hidup, k) kegiatan bakti sosial, l) peringatan hari-hari besar, dan m) jurnalistik[21]
Selanjuntnya pendidikan ekstrakurikuler dapat dikembangkan berbagai kegiatan seperti:
a.    Kesenian yang bisa berupa seni baca al-Qur’an, qasidah, dan kaligrafi.
b.   Pesantren Kilat yang merupakan kajian dasar Islam dalam jangka waktu tertentu antara 2-5 hari tergatung situasi dan kondisi. Kegiatan ini dapat diadakan di dalam atau di luar kota asalkan situasinya tenang, cukup luas, dapat menginap dan fasilitas memadai.
c.    Tafakur Alam yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menyegarkan kembali jiwa yang penat sambil menghayati kebesaran penciptaan Allah swt. dan menguatkan ukhuwah. Kegiatan ini biasanya berlangsung 1 - 3 hari dan diadakan di luar kota seperti pegunungan, perbukitan, taman/kebun raya, pantai dan lain sebagainya.
d.   Majalah dinding yang setidaknya memiliki dua fungsi, yaitu sebagai wahana informasi keislaman dan pusat informasi kegiatan Islam baik internal sekolah maupun eksternal. Agar efektif, muatan informasi Islam dalam majalah dinding hendaknya singkat, padat, informatif, dan aktual.[22]

Rohmat Mulyana menjelaskan bahwa pendidikan ekstrakurikuler dapat dikembangkan dalam beragam cara dan isi. Penyelenggaraan kegiatan yang memberikan kesempatan luas kepada pihak sekolah, pada gilirannya menuntut pimpinan sekolah, guru, siswa, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, untuk secara kreatif merancang sejumlah kegiatan sebagai muatan pendidikan  ekstrakurikuler. Muatan-muatan kegiatan yang dapat dirancang oleh guru/pembina antara lain:
a.       Program Keagamaan, program ini, bermanfaat bagi peningkatan kesadaran moral beragama peserta didik, seperti pesantren kilat, tadarus, shalat berjamaah, shalat tarawih, latihan dakwah, baca tulis al-Qur’an, pengumpulan zakat, dll, atau melalui program keagamaan yang secara terintegrasi dengan kegiatan lain, misalnya : latihan nasyid, seminar, dll.
b.      Pelatihan Profesional, yang ditujukan pada pengembangan kemampuan nilai tertentu, bermanfaat bagi peserta didik dalam pengembangan keahlian khusus. Jenis kegiatan ini, misalnya: aktivitas, jurnalistik, kaderisasi kepemimpinan, pelatihan manajemen, dan kegiatan sejenis yang membekali kemampuan profesional peserta didik.
c.       Organisasi Siswa, menyediakan sejumlah program dan tanggung jawab, yang dapat mengarahkan siswa pada pembiasaan hidup berorganisasi.  Seperti halnya yang berlaku saat ini: OSIS, PMR, Pramuka, kelompok Pencinta Alam merupakan jenis organisasi yang dapat lebih diefektifkan fungsinya sebagai wahana pembelajaran nilai dalam berorganisasi.
d.      Rekreasi dan Waktu Luang, rekreasi dapat memimbing siswa untuk penyadaran nilai kehidupan manusia, alam, bahkan Tuhan. Rekreasi tidak hanya sekedar berkunjung pada suatu tempat yang indah atau unik, tetapi dalam kegiatan ini, perlu dikembangkan cara-cara menulis laporan singkat tentang apa yang disaksikan untuk kemudian dijadikan bahan diskusi di kelas. Demikian pula waktu luang, perlu diisi dengan kegiatan olahraga atau hiburan yang dikelola dengan baik.
e.       Kegiatan Kulturan/Budaya yaitu kegiatan yang berhubungan dengan penyadaran peserta didik terhadap nilai–nilai budaya. Kegiatan orasi seni, kursus seni, kunjungan ke museum, kunjungan ke candi atau tempat-tempat bersejarah lainnya merupakan program pendidikan ekstrakurikuler, yang dapat dikembangkan. Kegiatan-kegiatan inipun sebaiknya disiapkan secara matang sehingga dapat menumbuhkan kecintaan terhadap budaya sendiri.
f.       Program Perkemahan, kegiatan ini mendekatkan peserta didik dengan alam. Karena itu agar kegiatan ini tidak hanya sekedar hiburan atau menginap di alam terbuka, sejumlah kegiatan seperti perlombaan olahraga, kegiatan intelektual, uji ketahanan, uji keberanian dan penyadaran spiritual, merupakan jenis kegiatan yang dapat dikembangkan selama program perkemahan ini berlangsung.
g.      Program Live in Exposure yaitu program yang sengaja dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyingkap nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Peserta didik itu hidup beserta kehidupan masyarakat untuk beberapa lama. Mereka aktif mengamati, melakukan wawancara dan mencatat nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, kemudian menganalisis nilai-nilai itu dalam kaitannya dengan kehidupan di sekolah.[23]

Secara yuridis, pengembangan program pendidikan ekstrakurikuler memiliki landasan hukum yang kuat. Selain Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional R.I. Nomor 125/U/2002 tentang Kalender Pendidikan dan Jumlah Jam Belajar Efektif di Sekolah, Bab V pasal 9 ayat (2) dicantumkan: bahwa Pada tengah semester 1 dan 2 sekolah melakukan kegiatan olahraga dan seni (Porseni), karyawisata, lomba kreativitas atau praktik pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan bakat, kepribadian, prestasi dan kreativitas siswa dalam rangka mengembangkan pendidikan anak seutuhnya.[24]
Pada bagian lampiran Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 125/U/2002 tanggal 31 Juli 2002 dicantumkan bahwa liburan sekolah atau madrasah selama bulan Ramadhan diisi dan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diarahkan pada peningkatan akhlak mulia, pemahaman, pendalaman dan amaliah agama termasuk kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang bermuatan moral dan nilai-nilai akhlak mulia.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan ekstrakurikuler dilihat dari waktu pelaksanaannya meliputi kegiatan rutin harian, mingguan, bulanan, semester dan tahunan, dan kegiatan spontan termasuk pada waktu liburan sekolah yang terangkum dalam berbagai kegiatan berupa olahraga, kesenian dan kerohanian atau keagamaan. Selanjutnya jika dilihat bidang kegiatan yang dilakukan meliputi pogram keagamaan, olahraga dan seni, pembinaan profesioanal, perkemahan, kultur budaya, dan lain-lain. Kegiatan tersebut diprogramkan sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing dan pelaksanaannya dapat diselenggarakan di sekolah ataupun di luar sekolah sesuai dengan bentuk dan jenis kegiatan yang akan dilakukan. Perencanaan program kegiatan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam proses pembinaan peserta didik melalui kegiatan ekstrakurikuler.

4.      Upaya Pelaksanaan pendidikan Ekstrakurikuler
Pendidikan ekstrakurikuler merupakan salah satu program kegiatan peserta didik. Program kegiatan peserta didik sebenarnya harus ditempatkan dalam kategori usaha khusus untuk memenuhi kebutuhan peserta perorangan. Akan tetapi, pelaksanaan pendidikan ekstrakurikuler tidak dimaksudkan untuk melayani kelompok peserta didik tertentu, maka ia perlu dibicarakan secara terpisah. Walaupun begitu, bagi maksud-maksud perencanaan program, ia harus dipandang sebagai suatu program pendidikan yang legal yang dapat dibedakan dari pengajaran formal dan kurikulum standar. Karenanya, kepala sekolah harus menjalankan peranan yang stategis dalam mendesain dan membimbing kegiatan peserta didik itu. jika program pendidikan itu hendak menjadi bentuk pendidikan yang sah di sekolah.[25]
Pelaksanaan pendidikan ekstrakurikuler ditempatkan pada kategori usaha untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler harus memberikan sumbangannya dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan sekolah tersebut. Karena itu kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler ini, sesungguhnya merupakan bagian integral dalam kurikulum sekolah bersangkutan, dimana semua guru terlibat di dalamnya. Jadi, kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler harus diprogram sedemikian rupa untuk memberikan pengalaman pada para peserta didik. Dalam kerangka itu, perlu disediakan guru penanggung jawab, jumlah biaya dan perlengkapan yang dibutuhkan.
Selanjutnya Oteng Sutrisna menyebutkan bahwa pendidikan ekstrakurikuler dimaksudkan sebagai usaha:
a.       Penyaluran minat dan bakat
Para siswa umumnya memiliki minat yang luas, tidak semuanya dapat disalurkan melalui pelajaran di dalam kelas. Dalam hubungan inilah, pendidikan ekstrakurikuler mempunyai fungsi yang sangat penting, karena melalui program ini, minat dan bakat dapat dikembangkan sebagaimana yang diharapkan. Sering kita lihat adanya sejumlah peserta didik yang menunjukkan minat dan bakatnya, misalnya mengarang, melukis, sandiwara, otomotif dan sebagainya. Minat dan bakat tersebut dapat dikembangkan, sehingga dapat dibentuk seperangkat keterampilan bahkan menjadi suatu keahlian tertentu, dapat bersifat hobi atau untuk bekerja dalam bidang yang sesuai yang memiliki makna ekonomis.
b.      Motivasi Belajar
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dalam program ekstrakurikuler dapat menggugah minat dan motivasi belajar sekolah. Peserta didik yang pernah aktif dalam kegiatan laboratorium akan terangsang minat dan motivasinya untuk mempelajari lebih lanjut bidang studi di sekolahnya. Peserta didik yang pernah menulis dan diterbitkan dalam majalah, dapat terangsang minatnya serta motivasinya untuk mempelajari bahasa misalnya bahasa Inggris, sehingga dia dapat memperluas sumber bacaannya dan membuat tulisan yang bermutu. Ini menunjukkan, bahwa kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler turut menunjang kegiatan di sekolah bila dikelola dengan baik.
c.       Loyalitas terhadap sekolah
Pendidikan ekstrakurikuler dapat juga mengembangkan loyalitas peserta didik terhadap sekolahnya. Mereka merasakan suatu komitmen dan berkewajiban menunjang sekolahnya, misalnya nama baik sekolahnya di tengah-tengah masyarakat atau di kalangan sekolah-sekolah lainnya. Hal ini, dimungkinkan jika peseta didik, telah terikat sebagai anggota sebagai klub khusus, misalnya anggota band sekolah, anggota palang merah remaja, anggota klub sepak bola dan sebagainya. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka program ekstrakurikuler.
d.      Perkembangan sifat-sifat tertentu
Pendidikan ekstrakurikuler memberikan pengaruh tertentu terhadap perkembangan sifat-sifat kepribadian. Melalui kegiatan kelompok akan berkembang sifat dan keterampilan sebagai pemimpin. Disamping itu juga dapat berkembang kecerdasan sosial, kemudahan hubungan sosial, keterampilan dalam proses kelompok.
e.       Mengembangkan citra masyarakat terhadap sekolah
Pendidikan ekstrakurikuler dapat menumbuhkan citra masyarakat yang baik terhadap keseluruhan program pendidikan sekolah. Hal ini bisa terjadi, karena sekolah sering mempertunjukkan hasil-hasil kegiatan ekstrakurikuler terhadap masyarakat umum, misalnya hasil karya peserta didik, pertunjukkan kesenian, drama, kepramukaan, keterampilan da sebagainya. Dalam kegiatan ini, masyarakat dan orangtua dapat dilibatkan secara aktif. Itu sebabnya guru penanggung jawab program ekstrakurikuler perlu mengembangkan perencanaan yang cermat berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap kurikulum sekolah. [26]
Di samping itu, fungsi pendidikan ekstrakurikuler adalah diharapkan mampu meningkatkan pengayaan peserta didik dalam kegiatan belajar dan terdorong serta menyalurkan bakat dan minat peserta didik sehingga mereka terbiasa dalam kesibukan-kesibukan yang dialaminya, adanya persiapan, perencanaan dan pembiayaan yang harus diperhitungkan, sehingga program ini mencapai tujuannya.
5.      Kendala dalam pembinaan akhlak melalui pendidikan Ekstrakurikuler
Masalah moralitas dikalangan para pelajar dewasa ini merupakan masalah pendidikan yang harus mendapatkan perhatian semua pihak. Berbagai perubahan yang terjadi dalam seluruh aspek kehidupan para pelajar kita mulai dari tata pergaulan, gaya hidup, bahkan hingga pandangan-pandangan yang mendasar tentang standar perilaku merupakan konsekuensi dan perkembangan yang terjadi dalam skala global umat manusia di dunia ini.[27]
Meski cukup konsisten dalam mengembangkan nilai, moral, norma, etika, estetika, melalui pendidikan formal, sistem pendidikan di sekolah menengah masih diharapkan pada sejumlah kendala. Beberapa kendala yang muncul antara lain:
a.    Nilai masih banyak diajarkan melalui pendekatan pembelajaran yang preskriptif, dalam arti kurang memberikan kebebasan pada anak didik untuk memilih dan menentukan nilai.
b.   Alat evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan, khususnya untuk mengembangkan teknik-teknik pengamatan perilaku belum terjabarkan dengan jelas.
c.    Cara-cara pencatatan dan pelaporan pembelajaran nilai masih belum dilakukan secara konsisten oleh para guru.
d.   Pandangan guru, orangtua, dan masyarakat yang masih merupakan aspek kognitif lebih penting dari aspek afektif.[28]

Selain itu faktor yang mempengaruhi adalah perkembangan emosi siswa. Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada. Reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan fungsinya sistem endoktrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi, dengan ciri antara lain:
a.    Pemberontakan siswa sekolah menengah merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
b.   Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak siswa sekolah menengah yang mengalami konflik dengan orangtua mereka. Mereka mungkin mengharapkan simpati dan nasihat orangtua atau guru. Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di antara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.[29]

Banyak kondisi-kondisi sehubungan dengan pertimbangan siswa sendiri dalam hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahanperubahan untuk menyatakan emosi-emosinya ketika ia merasa remaja. Orangtua dan guru hendaknya menyadari bahwa perubahan ekspresi yang tampak ini tidak berati bahwa emosi tidak lagi berperan dalam kehidupan anak remaja. Ia tetap membutuhkan rangsangan-rangsangan yang memadai untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman emosional. Karena anak tumbuh pada kekuatan fisik dan pemahaman responnya, berbeda terhadap apa yang sebelumnya dianggap sebagai ancaman atau rintangan cita-cita yang pada akhirnya perlu mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri tingkah lakunya dengan apa yang sedang terjadi padanya.
Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan emosional. Sebagaimana yang terdapat dalam faktor pendukung pembinaan mental dan perilaku keagamaan siswa, faktor-faktor penghambat juga
terbagi dua:
a.       Faktor internal, yaitu timbul dari diri anak sendiri yang jiwanya masih labil, bersikap acuh tak acuh terhadap agama, menunjukkan sikap dan perilaku keagamaan yang tidak kritis, kurang dinamis. Ia menerima ajaran agama tanpa mengolah serta mempercayai begitu saja yang diutarakan oleh guru agamanya.
b.      Faktor eksternal, yaitu yang timbul dari luar diri anak, yang termasuk faktor eksternal yaitu faktor lingkungan. Yang dimaksud lingkungan di sini meliputi tiga macam.
Pertama, lingkungan kehidupan masyarakat, seperti lingkungan masyarakat perindustrian, pertanian atau lingkungan perdagangan. Dikenal pula lingkungan masyarakat akademik atau lingkungan yang para anggota masyarakatnya pada umumnya terpelajar atau terdidik. Lingkungan kehidupan semacam itu akan membentuk sikap siswa dalam menentukan pola-pola kehidupan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemikirannya dalam menentukan jenis pendidikan dan karier yang diidamkan.
Kedua, lingkungan kehidupan rumah tangga, kondisi sekolah merupakan lingkungan yang langsung berpengaruh terhadap kehidupan pendidikan dan cita-cita siswa. Lembaga pendidikan atau sekolah yang baik mutunya, yang memelihara kedisiplinan cukup tinggi akan sangatberpengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku kehidupan pendidikan siswa dan pola pikirnya dalam menghadapi masa depan.
Ketiga, lingkungan kehidupan teman sebaya, pergaulan teman sebaya akan memberikan pengaruh langsung terhadap kehidupan pendidikan masing-masing siswa. Lingkungan teman sebaya akan memberikan peluang bagi siswa (laki-laki atau wanita) untuk menjadi lebih matang.
Keempat, kurang adanya pembina yang kompeten dalam membina siswa dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. Di dalam kelompok sebaya kesempatan seorang gadis untuk menjadi seorang wanita dan perjaka untuk menjadi seorang laki-laki serta belajar mandiri sesuai dengan kodratnya.[30] Kadang-kadang pergaulan bebas di masyarakat sering dipakai sebagai tempat pelarian dari tekanan-tekanan atau kekesalan yang didapatkan di lingkungan keluarga atau sekolah. Siswa sekolah menengah yang jiwanya masih labil, akan dapat mudah terpengaruh kebudayaan negatif yang terdapat dalam masyarakat seperti pergaulan bebas, narkotika dan lain-lain yang dapat menyebabkan kenakalan remaja.
Faktor-faktor penghambat di atas harus diatasi dan dicarikan pemecahan secara dini, agar mental dan perilaku siswa dapat berjalan dengan baik dan generasi penerus bangsa nantinya dapat memperoleh gerak laju perkembangan bangsa, baik dalam membina kesejahteraan batin, maupun dalam mengejar berbagai ketinggalan, sehingga dapat sejajar dengan warga masyarakat dunia secara keseluruhan dengan terhormat.


[1]Yudianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung: M2s, 1996), Cet. ke-1, h. 88 
[2]Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat CRSD Press, 2007), Cet.ke-2, h. 15
[3]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), Cet.ke-6, h. 13
[4]Undang-undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Eko Jaya, 2003), h. 5
[5]Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyempurnakan yang Tercerai, ( Bandung : Alfabeta, 2009), cet-ke-2, h. 3
[6]John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia; An English-Indonesian Dictionary (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), Cet. XX,  h. 227.
[8]Departemen Agama R.I., Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah; Panduan Untuk Guru dan Siswa (Jakarta: Depag R.I., 2004), h. 10.
[9]Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Lengkap KTSP, (Yokyakrta : 2007), h. 213
[10]Moh. Uzer Usman dan Lilis Setyowati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), h. 22.
[11]Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karir Di Sekolah-Sekolah (Jakarta: Galia Indonesia,1987), h.243
[12]Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa (Jakarta: CV. Rajawali, 1988), h. 57.
[13]Moh. Uzer Usman, Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Bandung:Remaja Rosdakarya, 1993), h. 22
[14]Departemen Agama R.I., op. cit., h. 10.
[15]Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati, Pedoman Praktis Bimbingan Penyuluhan di Sekolah (Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1990), Cet ke-I, h. 98.
[17]Departemen Agama, Panduan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam, (Jakarta, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005). h.10
[18]Rohmat Mulyana, Mengartikulasi Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2004), Cet. Ke-I, h. 214.
[20] Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati, op. cit., h. 100-101
[21]Ibid, Lihat juga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (Jakarta:  Depdikbud, 1995), h. 41.
[23] Rohmat Mulyana, op. Cit, h. 215-217
[24]Departemen Pendidikan Nasional, Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional R.I. Nomor 125/U/2002 tentang Kalender Pendidikan dan Jumlah Jam Belajar Efektif di Sekolah tanggal 31 Juli 2002.
[25]Oteng Sutrisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional. (Bandung: Angkasa, 1987), h. 54
[26] Ibid, h.39.
[27]Departemen Agama, Panduan Kegiatan Ekstrakurikuler….., h.1
[28] Ibid, h. 235
[29]Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta,Rineka Cipta, 2002) h. 156
[30]Ibid. h. 197-198

Tidak ada komentar: