1. Etika
dalam Tinjauan Islam
Etika bangsa Arab sebelum masuknya
Islam sangat buruk dan jelek. Para kaum lelaki suka berzina, berjudi,
menganiaya, dan mabuk-mabukan. Etika mereka pada saat itu menjijikkan. Anak
perempuan yang baru lahir harus dibunuh atau diberikan kepada orang lain untuk
dijual. Mereka menyembah berhala yang mereka buat sendiri.
Setelah datangnya Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW yang mengajak supaya orang-orang percaya kepada Allah
dari segala sumber yang ada di alam. Nabi Muhammad datang untuk menjalankan
perintah Allah. Mengajak bangsa Arab untuk menyembah Allah. Namun pada mulanya
tidak begitu saja menerima ajaran yang dibawa oleh nabi tersebut. Etika bangsa
Arab pada waktu itu terhadap nabi sangat keji. Mereka mencemoohkan ajaran yang
dibawah oleh beliau. Ada yang melempar dengan kotoran unta, meludahi, mencaci,
menghina dan segala bentuk. Namun nabi tidak putus asa.
Pada sejarah awalnya ajaran Nabi
Muhammad SAW ditujukan pada keluarga, kaum kerabatnya, banyak yang menentang,
tetapi banyak pula yang menerima.
Akhirnya ajaran Nabi dapat diterima bangsa arab.[1]
Dalam agama Islam, etika baik dipandang
sangat mulia. Karena etika baik merupakan perintah yang Maha Kuasa. Allah
sangat membenci orang yang tidak beretika mulia. Beda dari agama-agama lainnya
dogmatis ialah adanya pengakuan terhadap kekuasaan Allah SWT, dan memerintahkan
manusia beretika mulia.
Dalam ilmu sufi dibicarakan tentang
perjalanan hijrah yang dilakukan oleh jiwa untuk menunggal (menyatukan) diri
dengan Allah. Etika mempunyai peranan di dalam tingkatan itu, yaitu taubat,
melemahkan nafsu dan menghambakan diri pada-Nya. Etika dalam mistik panteheistik mempunyai fungsi disiplin etika semacam
ecersice (latihan) jiwa. Akan tetapi, jika
keadaan exercise dilaksanakan, puncak-puncak pengetahuan tercapai. Jika
tercapai fana-fananya, fungsi etika lenyap bagaikan setetes air hujan di dalam
samudera. Dalam mistik hubungan antara Allah dan etika manusia tidak mendapat
tempat yang semestinya. Allah dan manusia diidentikkan secara terang-terangan
dan sembunyi-sembunyi, disitulah hilangnya etika[2]
Setelah kelahiran Islam, para
pengikutnya mempunyai tujuan hidup yang jelas. Tujuan hidup seorang muslim
adalah menghambakan dirinya kepada Allah, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat. Juga mencapai keridhaan-Nya, hidup sejahtera lahir dan batin, dalam
kehidupan masa kini maupun kehidupan masa yang akan datang, dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
a.
Keyakinan
terhadap kebenaran wahyu Allah dan sunnah rasul-Nya, membawa konsekuensi logis
sebagai setandar pedoman bagi setiap etika baik. Ia memberi sangsi terhadap
etika dalam kecintaan dan ketakutannya kepada Allah tanpa perasaan tanpa adanya
tekanan-tekanan dari luar.
b.
Keyakinan
adanya hari akhir, mendorong manusia berbuat baik dan berusaha menjadi yang
sebaik-baiknya dengan pengabdian setulus-tulusnya kepada Allah.
c.
Keyakinan
bahwa etika yang dilakukan tidak bertentangan dengan ajaran dan jiwa Islam,
berasaskan Alquran dan Hadis, dapat diinterpretasikan oleh ulama mujtahid dan
diakui kebenaran dan kebaikannya.
d. Keyakinan bahwa etika
Islam meliputi segala segi hidup dan kehidupan manusia berasaskan asas kebaikan
dan bebas dari segala kejahatan. Islam bukan hanya mengajarkan etika, tetapi
menegakkannya, dengan janji dan sanksi billahi yang Maha Adil. Tuntunan Islam sesuai
dengan hati nurani yang menurut kodratnya cenderung kepada kebaikan dan
membenci sifat-sifat buruk.
Etika Islam
berdasarkan al-Quran dan hadis. Ilmunya disebut ilmu etika, yaitu suatu
pengetahuan yang mempelajari tentang etika manusia berdasarkan al-Quran dan
hadis. Ajaran etika Islam menentukan bentuk yang sempurna, dengan titik
pangkalnya pada Allah dan akal manusia. Intinya mengajak manusia agar percaya
kepada Allah. Dialah pencipta, pemilik, pemelihara, pelindung pemberi rahmat,
pengasih dan penyayang terhadap makhluk-makhluk-Nya.
Etika Islam
merupakan jalan hidup manusia yang paling sempurna. Menuntun ummat kepada kebahagiaan dan
kesejahteraan. Semua itu terkandung dalam firman Allah dan Hadis. Yaitu, sumber
utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam, hukum-hukum Islam yang
mengandung pengetahuan akidah, pokok-pokok etika dan kemuliaan manusia. Allah
berfirman :
!$¯RÎ)
Nßg»oYóÁn=÷zr& 7p|ÁÏ9$s¿2
tò2Ï Í#¤$!$#
ÇÍÏÈ
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang Tinggi Yaitu selalu mengingatkan
(manusia) kepada negeri akhirat”. (Q.S. Shad : 46)
¨bÎ)
#x»yd
tb#uäöà)ø9$# Ïöku ÓÉL¯=Ï9 Ïf
ãPuqø%r& çÅe³u;ãur
tûüÏZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# tbqè=yJ÷èt ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ¨br& öNçlm; #\ô_r& #ZÎ6x.
ÇÒÈ
Artinya : “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar”. (Q.S. Al-Isra’ : 9)
ôs)s9ur
$oYøB§x. ûÓÍ_t/
tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur
Nßg»oYø%yuur
ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã
9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
Artinya : “Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak
Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (Q.S. Al-Isra’ : 70)
Allah
menjadikan kebaikan dunia tergantung etika manusia. Jika manusia mengutamakan
keadilan, kebenaran, kejujuran, maka dunia ini dapat mendatangkan sejahtera.
Jika manusia menjadikan kerusakan dunia karena sebaliknya, kehancuranlah yang
mereka terima. Tujuan yang tertinggi
etika manusia adalah mendapatkan ridha Allah SWT. Oleh karena itu, setiap
manusia wajib berbuat kebajikan, yaitu beretika mulia.
Ahli pikir
Islam terkemuka yang giat menyuarakan etika dan mengajak manusia berbuat
kebaikan-kebaikan, juga membuat berbagai teori etika adalah sebagai berikut :
1.
Ahmad bin Muhammad bin
Ya’kub (Ibnu Maskawih 170-241 H)
Ibnu
Maskawaih semula beragama Majusi, ia menampilkan tinjauan etika, sumber-sumber
pemikirannya bercorak Islam dan bahan-bahan filsafat yunani. Ia terkenal karena
ilmu yang di amalkan. Uraian mengenai etika Ibnu Maskawaih dituangkan dalam
bukunya Tahdzibul Akhlak. Uraian yang ditonjolkan adalah jiwa
manusia mempunyai tiga tingkatan yaitu :
a. Annafsul bahimiyah
(nafsu binatang buas), yang buruk.
b. Annafsu suburayah
(nafsu binatang melata), yang sedang.
c. Annafsul nathiqah
(jiwa yang cerdas) yang baik menurut anggapannya.
Etika buruk
dari jiwa manusia mempunyai kelakuan pengecut, sombong dan penipu. Sifat dari
jiwa yang cerdas mempunyai sifat adil,
berani, pemurah, benar, sabar, tawakal dan kerja keras. Kebajikan bagi suatu
makhluk hidup dan berkemampuan adalah apa yang dapat mencapai tujuan dan
kesempurnaan wujudnya.
Menurutnya,
diantara manusia ada yang baik dari asalnya. Golongan ini tidak akan cenderung
kepada kejahatan, meski bagaimanapun juga, karena memang sesuatu yang dari asal
takkan berobah. Golongan ini merupakan minoritas. Golongan jahat dari asalnya
adalah mayoritas. Golongan ini tidak akan cenderung kepada kebajikan.
Ibnu
Maskawaih menerangkan bahwa kebajikan ada yang bersifat umum dan ada yang
bersifat khusus. Kebajikan hanya diperuntukkan bagi setiap individu. Kebajikan
mempunyai bentuk tertentu. Perasaan beruntung bersifat relatif dapat berubah
sifat dan bentuknya menurut perasaan orang yang hendak mencapainya. Demikianlah
pandangan Ibnu Maskawaih tentang etika.[3]
2.
Ikhwanussafa (922-1012 M)
Ikhwanussafa ialah ahli pikir abad
kesepuluh masehi di Bashrah. Ia mengadakan diskusi rahasia dalam masalah
masalah Filsafat umat Islam pada masa itu yang banyak dikacaukan oleh alam pikiran yang datang dari luar
Islam. Ia menjelaskan pokok-pokok pikirannya tentang etika manusia secara gamblang
dan jelas. Adapun pokok-pokok pemikiran yang dikemukakannya sebagai berikut :
a.
Bahwa
syariat Islam yang suci, pada masa mereka telah dimasuki kejahilan, dan
kekeliruan orang-orang Islam.
b.
Kecenderungan
kepada sikap zuhud dan kerohanian.
c.
Manusia
menjadi baik bila bertindak sesuai dengan tabiat aslinya, yakni perbuatan yang
terbit dari renungan akal pikiran.
d. Perasaan cinta adalah
budi pekerti yang paling luhur terutama cinta kepada Allah SWT. Perasaan cinta
dalam penghidupan di dunia adalah bentuk harga-menghargai dan toleransi.
e. Jasad manusia adalah
kejadian yang rendah dan hakikat manusia adalah jiwanya, walaupun demikian,
manusia juga perlu memperhatikan jasadnya agar dapat memperoleh kemajuan.[4]
- Imam
Al-Ghazali (1058-1111 M)
Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad
bin Muhamad al-Ghazali (1058-1111 M) dengan kitabnya Ihya ‘Ulumuddin. Ia menjelaskan pokok-pokok
pikirannya tentang etika manusia secara jelas. Adapun
pokok-pokok pikiran yang dikemukakan adalah :
a.
Etika berarti
bentuk jiwa dan sifat-sifat yang buruk kepada sifat-sifat yang baik sebagaimana
perangai ulama, syuhada, shiddiqin, dan nabi-nabi.
b.
Etika yang
baik dapat mengadakan pertimbangan antara tiga kekuatan dalam diri manusia,
yaitu kekuatan berfikir, kekuatan hawa nafsu, dan kekuatan amarah. Etika yang
baik acapkali menentang apa yang digemari manusia.
c.
Etika itu
jalan kebiasaan jiwa yang tetap terdapat dalam diri manusia yang dengan mudah
dan tidak perlu berfikir menumbuhkan perbuatan-perbuatan dan tingkah laku manusia. Apabila lahir tingkah laku yang
indah dan terpuji maka dinamakanlah etika yang baik, dan apabila yang lahir itu
tingkah laku yang keji, dinamakan etika yang buruk.
d.
Tingkah
laku seseorang itu adalah lukisan hatinya.
e.
Kepribadian
manusia pada dasarnya dapat menerima sesuatu pembentukan, tetapi lebih condong
kepada kebajikan dibandingkan kejahatan.
f.
Jiwa itu
dapat dilatih, dikuasai, diubah kepada etika yang mulia dan terpuji. Tiap
tumbuh dari hati manusia memancurkan akibatnya kepada anggota tubuhnya.[5]
- Al-Farabi
(879-950 M)
Nama lengkapnya Abu Nasher Muhammad
bin Quzlaq bin Thurkan al-Farabi
(879-950 M). Ahli pikir Islam yang menitik beratkan pandangan etika pada
masalah kenegaraan. Dalam bukunya yang berjudul Ar-Ra’yu Madinat al-Fadhilah, ia menjelaskan pokok-pokok pikirannya
tentang etika yang dikemukakannya sebagai berikut :
a.
Negeri
yang utama (madinatul
fadhilah) ialah negeri yang menjunjung tinggi etika
baik, memperjuangkan kemakmuran dan kebahagiaan warga negerinya.
b.
Untuk
kepentingan itu, haruslah berpedoman pada contoh teraturnya hubungan antara
Allah dengan alam semesta dan antara isi alam dengan yang lainnya.
c. Timbulnya masyarakat
karena tuga macam :
1) karena adanya
kekuatan seseorang yang kuat seperti raja atau panglima yang memimpin dan
mempersatukan masyarakat.
2) karena persamaan
keturunan atau pertalian darah diantara warganya.
3)
karena
hubungan perkawinan antara keluarga
d.
Klasifikasi
masyarakat memegang teguh etika ada dua macam ;
1)
masyarakat
sempurna ialah masyarakat yang mengandung keseimbangan yang ada pada diri
manusia.
2)
masyarakat
yang tidak sempurna, yaitu masyarakat yang hanya mementingkan diri sendiri
tanpa mau membantu orang lain.
e. Setiap keadaan
mengandung unsur pertentangan. Sebagai contoh dapat dilihat dalam kehidupan
bahwa yang kuat menindas yang lemah, yang meunutut keadilan.
- Ibnu
Bayah (880-975 M)
Ahli pikir
Islam ini lahir di Saragosa (Spanyol) sebagai filosof Islam pertama di dunia Barat (Andalusia). Macam-macam ilmu
pengetahuan yang dikuasaianya. Khusus dalam masalah etika, ia menjelaskan
pokok-pokok pikirannya secara gamblang dan jelas. Adapun
pokok-pokok pikiran yang dikemukannya sebagai berikut :
a.
Faktor
rohanilah yang menggerakkan manusia melakukan perbuatan baik-buruk.
b.
Etika
manusia ada yang sama dengan hewan, misalnya sifat beraninya macan, sombongnya
buruk merak, sifat rakus, malu dan patuh dari berbagai binatang. Manusia yang
tidak mengindahkan sifat kesempurnaan (akalnya) berarti hanya mencukupkan dirinya pada sifat-sifat hewani
saja dan keutamaannya menjadi hilang.[6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar