Cari Blog Ini

Minggu, 29 April 2018

Evaluasi Pembelajaran


a.     Evaluasi Pembelajaran
1.      Pengertian Evaluasi
Secara etimologi, “evaluasi” berasal dari bahasa Inggris “evaluation” yang berarti penilaian.[1] Menurut Wand dan Brown, seperti dikutip Syaiful Bahri Djamarah, evaluasi adalah tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.[2] Evaluasi juga diartikan sebagai pengumpulan kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri siswa.[3] Sementara itu Slameto mendefenisikan evaluasi sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[4]
Dalam mendefenisikan evaluasi, Dimyati dan Mudjono mengutip beberapa pendapat ahli sebagai berikut :
a)      Menurut Davies, evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek dan masih banyak yang lain.
b)      Wand dan Brown mengemukakan evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.[5]

Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk nilai keputusan-keputusan ynag dibuat dalam merancang suatu sistem pengajaran.[6]
Defenisi ini memiliki implikasi berikut ; 1) bahwa evaluasi adalah proses terus menerus, bukan hanya pada akhir pengajaran, tetapi dimulai sebelum dilaksanakan pengajaran sampai dengan berakhirnya pengajaran, 2) proses evaluasi senantiasa diarahkan ketujuan tertentu, yakni untuk mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pengajaran, 3) evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.[7]
Berdasarkan beberapa defenisi yang dikemukakan oleh apar ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses sistematis untuk menentukan nilai sesuat (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek dan yang lain) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung mambandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang di evaluasi kemudian baru membandingkannya dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur (pengukuran) baru melakukan proses menilai (penilaian) tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja.
Islam sangat memperhatikan penyelenggaraan evaluasi pendidikan, karena dari evaluasi dimaksud bukan hanya diketahui hasil dan kendala yang dihadapi, tetapi akan dijadikan dasar pijakan untuk kebaikan penyelenggaraan pendidikan Islam selanjutnya.[8] Isyarat pelaksanaan evaluasi ini diantaranya digariskan dalam beberapa ayat al-Quran.
Firman Allah SWT:
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ  
Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama ( benda-benda) Seluruhnya, kemudian mengemukakan pada para malaikat lalu berfirman: sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”(Q. S. al-Baqarah : 31).[9]


Firman Allah SWT :
(#qä9$s% y7oY»ysö6ß Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žwÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ  

Artinya : “Mereka menjawab : maha suci Engkau tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. al-Baqarah : 32)[10]

Dua ayat al-Quran di atas bukan hanya mengisyaratkan penting dan strategisnya kedudukan evaluasi dalam setiap program termasuk pendidikan, tapi juga menyangkut pelaksanaan evaluasi, yang intinya antara lain bahwa materi evaluasi harus sesuai atau di dasarkan atas materi yang telah di ajarkan kepada anak didik. Penjelasan ayat di atas, Allah mengajari Adam mnyebutkan nama-nama benda. Maka evaluasi, Allah menugasi Adam untuk menyebutkan kembali nama-nama benda yang telah di ajarkan kepadanya sebagai setandar pengukuran, penilaian, sekaligus evaluasi atas aktivitas pendidikan atau pembelajaran yang telah berlangsung.
Proses evaluasi umumnya berpusat pada siswa. Ini berarti evaluasi dimaksudkan untuk mengamati hasil belajar siswa dan berupaya menentukan bagaimana menciptakan kesempatan belajar. Evaluasi juga dimaksudkan untuk mengamati peran guru, strategi pembelajaran husus, materi kurikulum, dan prinsip-prinsip belajara untuk di terapkan dalam pemeblajaran. Fokusnya adalah bagaimana dan mengapa siswa bertindak dalam pembelajaran serta apa yang mereka lakukan.
2.      Fungsi Evaluasi
Evaluasi (penilaian) merupakan kegiatan penting dalam suatu sistem instruksional. Penilaian tidak boleh diabaikan begitu saja oleh guru. Karena itu, penilaian mendapat tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi-fungsi pokok sebagai berikut :[11]
a)      Fungsi edukatif
Evaluasi adalah suatu sub sistem dalam sistem pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keseluruhan sistem dan/atau salah satu sub sistem pendidikan. Bahkan dengan evaluasi dapat diungkapkan hal-hal yang tersembunyi dalam proses pendidikan.
b)      Fungsi instusional
Evaluasi berpungsi mengumpulkan informasi akurat tentang input dan output pembelajaran disamping proses pembelajaran itu sendiri. Dengan evaluasi dapat diketahui sejauh mana siswa mengalami kemajuan dalam proses belajar setelah mengalami proses pembelajaran
c)      Fungsi diagnostik
Dengan evaluasi dapat diketahui kesulitan masalah-masalah yang sedang di hadapi oleh siswa dalam proses/kegiatan belajarnya. Dengan informasi tersebut maka dapat dirancang dan diupayakan untuk menanggulangi dan/atau membantu yang bersangkutan mengatasi kesulitannya dan/ atau memecahkan masalahnya.


d)   Fungsi administratif
Evaluasi menyediakan data tentang kemajuan belajar siswa, yang pada gilirannya berguna untuk memberikan sertifikasi (tanda kelulusan) dan untuk melanjutkan studi lebih lanjut dan/ atau untuk kenaikan kelas. Jadi hasil evaluasi memiliki fungsi administratif. Evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan guru-guru dalam proses belajar mengajar (PBM), hal ini  berdaya guna untuk kepentingan supervisi.
e)   Fungsi kurikuler
Evaluasi berfungsi menyediakan data dan informasi yang akurat dan berdaya guna bagi pegembangan kurikulum(perencanaan, uji coba lapangan, implmentasi, dan repisi).
f)   Fungsi manajemen
Komponen evaluasi merupakan bagian integral dalam sistem manajemen, hasil evaluasi berdaya guna sebagai bahan bagi pinpinan untuk membuat keputusan manajemen pada semua jenjang manajemen.
Di samping beberapa fungsi evaluasi di atas, Suharsimi Arikunto juga menjelaskan beberapa fungsi evaluasi sebagai berikut :
a)      Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain: (a) untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu, (b) untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya, (c) untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa, (d) untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.[12]
b)      Penilaian berfungsi diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula sebab musabab kelemahan itu. Jadi, dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahui sebab-sebab kelemahan itu, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasi.[13]
c)      Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negara barat adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan secara pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.[14]
d)     Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.[15]
Di samping itu Nana Sudjana menjelaskan bahwa fungsi evaluasi tersebut antara lain adalah :[16]
a)      Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan intruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para siswa. Dengan perkataan lain dapat diketahui hasil belajar yang dicapai para siswa.
b)      Untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah diketahui guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang di capai siswa tidak semata-mata disebabkan kemampuan guru itu sendiri dan hasilnya dapat dijadikan bahan dalam memperbaiki usahanya, yakni tindakan belajar berikutnya.
Senada dengan hasil di atas, Oemar Hamalik juga mengemukakan empat fungsi evaluasi, yaitu :
a)      Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar para siswa. Angka-angka yang diperoleh dicantumkan sebagai laporan kepada orang tua siswa, untuk kenaikan kelas dan penentuan kelulusan siswa.
b)      Untuk menempatkan siswa ke dalam situasi  belajar mengajar yang tepat dan serasi dengan tingkat kemampuan, minat, dan berbagai karakteristik yang dimiliki setiap siswa.
c)      Untuk mengenal latar belakang siswa, (psikologis, fisik dan lingkungan), yang berguna baik dalam hubungan dengan fungsi kedua maupun untuk menentukan sebab-sebab kesulitan belajar para siswa. Informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan pendidikan guna mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
d)     Sebagai umpan balik pada guru yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan program remedial bagi para siswa.

Dengan demikian dapat dipahami fungsi evaluasi dalam proses belajar mengajar bermanfaat ganda, yakni bagi siswa dan bagi guru.
Di samping fungsi-fungsi evaluasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, Ramayulis juga mengemukakan beberapa fungsi evaluasi sebagai berikut :
a)      Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan agama.
b)      Untuk mengetahui hasil prestasi belajar guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan. Dengan demikian, maka prinsip Life Long Education  benar-benar berjalan dengan berkesinambungan.
c)      Untuk mengetahui efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap guru maupun peserta didik.
d)     Untuk mengetahui kelembagaan guna menetapkan keputusan yang tepat dan mewujudkan persaingan sehat dan berpacu dalam perestasi.
e)      Untuk mengetahui sejauh mana kurikulum telah dipenuhi dalam proses kegiatan belajar mengajar.
f)       Untuk mengetahui pembiayaan yang dibutuhkan dan yang dikeluarkan dalam kebutuhan baik sarana fisik, seperti : fasilitas ruangan, perpustakaan, honorium guru, dan lain-lain.
g)      Sebagai bahan laporan terhadap orang tua peserta didik, berupa rapor, ijazah, piagam, dan sebagainya.[17]

Berdasarkan fungsi-fungsi evaluasi yang dikemukakan para ahli di atas, terlihat perbedaan dalam merefleksikan fungsi-fungsi tersebut. Namun substansi fungsi-fungsi tersebut pada hakikatnya adalah sama yaitu untuk mengetahui aktifitas suatu proses atau kegiatan yang telah dilaksanakan.
3.      Prinsip-Prinsip Evaluasi
Menurut Ramayulis, agar evaluasi dapat akurat dan bermanfaat bagi para peserta didik dan masyarakat, maka evaluasi harus menerapkan seperangkat prinsip-prinsip umum sebagai berikut :
a)      Valid
Evaluasi harus mengukur apa yang seharusnya di ukur dengan menggunakan sejenis tes yang terpercaya dan sahih. Artinya, adanya kesesuaian alat ukur dengn fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan yang dapat diertanggung jawabkan, maka data yang masuk juga salah dan kesimpulan yang ditarik juga menjadi salah.[18]
b)      Berorientasi pada kompetensi
Evaluasi harus memiliki pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai yang terefleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan berpijak pada kompetensi ini, maka ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.[19]
c)      Berkelanjutan
Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui perkembangan peserta didik sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui penilaian.[20]
d)     Menyeluruh
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup aspek kognitif, afektif dan sikomotorik serta berdasarkan pada strategi dan prosdur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar peserta didik yang dapat dipertanggung jawabkan kepada semua pihak.[21]


e)      Bermakna
Evaluasi diharapakan mempunyaii makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu evaluasi hendaknya mudah dipahami dan ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi peserta didik dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.[22]
f)       Adil dan obyektif
Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan dan objektifitas peserta didik, tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang etnis, budaya, dan berbagai hal yang memberikan kontribusi pada pembelajaran. Sebab, ketidak adilan dalam penilaian dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar peserta didik karena mereka merasa di anak tirikan
g)      Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.[23]
h)      Ikhlas
Ikhlas, ialah keberhasilan niat atau hati guru agama, bahwa ia melakukan evaluasi itu dalam rangka efisiensi tercapainya tujuan agama itu, dan bagi kepentingan peserta didik yang bersangkutan itu sendiri.
i)        Praktis
Praktis berarti mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa indikator, yaitu (1) hemat waktu, biaya dan tenaga (2) mudah di administrasikan, (3) mudah menskor dan mengelolanya, dan (4) mudah ditafsirkan.[24]
j)        Dicatat dan akurat
Hasil dari setiap evaluasi perestasi peserta didik harus secara sistematis dan komprehensip di catat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan.[25]
Demikian beberapa prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam melaksanakan evaluasi, sehingga pada akhirnya evaluasi akan dapat terlaksana secara efektif dan efesien.


[1] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), h. 1
[2] Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., h. 57
[3] Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), h. 1
[4] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 1988), h. 2
[5] Dimyati dan Mudjono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002) cet. ke-2, h. 191
[6] Oemar Hamalik, op. cit., h. 210
[7] Ibid
 [8] Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2005), cet-ke1, h. 88
[9]  Departmen Agama RI, op. cit., h. 14
[10]  Ibid
[11] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), cet ke-3, h. 147-148
[12] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), cet.ke-4, h. 10
[13] Ibid
[14]  Ibid., h. 10-11
[15]  Ibid
[16]  Nana Sudjana, loc. cit
[17] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran, op. cit., h. 211
[18] Ibid., h. 334
[19] Ibid
[20] Ibid., h. 335
[21] Ibid
[22] Ibid
[23] Ibid
[24] Ibid., h. 336
[25] Ibid

Tidak ada komentar: