a.
Evaluasi
Pembelajaran
1.
Pengertian
Evaluasi
Secara etimologi, “evaluasi” berasal
dari bahasa Inggris “evaluation” yang berarti penilaian.[1] Menurut
Wand dan Brown, seperti dikutip Syaiful Bahri Djamarah, evaluasi adalah
tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.[2] Evaluasi
juga diartikan sebagai pengumpulan kenyataannya terjadi perubahan dalam diri
siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri siswa.[3]
Sementara itu Slameto mendefenisikan evaluasi sebagai suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.[4]
Dalam mendefenisikan evaluasi,
Dimyati dan Mudjono mengutip beberapa pendapat ahli sebagai berikut :
a)
Menurut
Davies, evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada
sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek dan
masih banyak yang lain.
b)
Wand dan
Brown mengemukakan evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari
sesuatu.[5]
Oemar Hamalik mengartikan evaluasi
sebagai suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi
untuk nilai keputusan-keputusan ynag dibuat dalam merancang suatu sistem
pengajaran.[6]
Defenisi ini memiliki implikasi
berikut ; 1) bahwa evaluasi adalah proses terus menerus, bukan hanya pada akhir
pengajaran, tetapi dimulai sebelum dilaksanakan pengajaran sampai dengan
berakhirnya pengajaran, 2) proses evaluasi senantiasa diarahkan ketujuan
tertentu, yakni untuk mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki
pengajaran, 3) evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan
bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.[7]
Berdasarkan beberapa defenisi yang
dikemukakan oleh apar ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan
proses sistematis untuk menentukan nilai sesuat (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk
kerja, proses, orang, objek dan yang lain) berdasarkan kriteria tertentu
melalui penilaian. Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan
dengan kriteria, evaluator dapat langsung mambandingkan dengan kriteria namun
dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang di evaluasi kemudian baru
membandingkannya dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui
proses mengukur (pengukuran) baru melakukan proses menilai (penilaian) tetapi
dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja.
Islam sangat memperhatikan
penyelenggaraan evaluasi pendidikan, karena dari evaluasi dimaksud bukan hanya
diketahui hasil dan kendala yang dihadapi, tetapi akan dijadikan dasar pijakan
untuk kebaikan penyelenggaraan pendidikan Islam selanjutnya.[8] Isyarat
pelaksanaan evaluasi ini diantaranya digariskan dalam beberapa ayat al-Quran.
Firman Allah SWT:
zN¯=tæur
tPy#uä uä!$oÿôF{$#
$yg¯=ä. §NèO
öNåkyÎztä
n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$#
tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd
bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹
ÇÌÊÈ
Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
( benda-benda) Seluruhnya, kemudian
mengemukakan pada para malaikat lalu berfirman: sebutkanlah kepada-Ku nama-nama
benda itu jika kamu memang orang-orang
yang benar”(Q. S.
al-Baqarah
: 31).[9]
Firman Allah SWT :
(#qä9$s%
y7oY»ysö6ß w
zNù=Ïæ
!$uZs9
wÎ)
$tB !$oYtFôJ¯=tã
( y7¨RÎ)
|MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOÅ3ptø:$# ÇÌËÈ
Artinya : “Mereka menjawab : maha suci Engkau tidak ada
yang kami ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami,
sesungguhnya Engkaulah yang maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. al-Baqarah
: 32)[10]
Dua ayat al-Quran di atas bukan hanya
mengisyaratkan penting dan strategisnya kedudukan evaluasi dalam setiap program
termasuk pendidikan, tapi juga menyangkut pelaksanaan evaluasi, yang intinya
antara lain bahwa materi evaluasi harus sesuai atau di dasarkan atas materi
yang telah di ajarkan kepada anak didik. Penjelasan ayat di atas, Allah
mengajari Adam mnyebutkan nama-nama benda. Maka evaluasi, Allah menugasi Adam
untuk menyebutkan kembali nama-nama benda yang telah di ajarkan kepadanya
sebagai setandar pengukuran, penilaian, sekaligus evaluasi atas aktivitas
pendidikan atau pembelajaran yang telah berlangsung.
Proses evaluasi umumnya berpusat pada
siswa. Ini berarti evaluasi dimaksudkan untuk mengamati hasil belajar siswa dan
berupaya menentukan bagaimana menciptakan kesempatan belajar. Evaluasi juga
dimaksudkan untuk mengamati peran guru, strategi pembelajaran husus, materi
kurikulum, dan prinsip-prinsip belajara untuk di terapkan dalam pemeblajaran. Fokusnya
adalah bagaimana dan mengapa siswa bertindak dalam pembelajaran serta apa yang
mereka lakukan.
2.
Fungsi
Evaluasi
Evaluasi (penilaian) merupakan
kegiatan penting dalam suatu sistem instruksional. Penilaian tidak boleh
diabaikan begitu saja oleh guru. Karena itu, penilaian mendapat tanggung jawab
untuk melaksanakan fungsi-fungsi pokok sebagai berikut :[11]
a)
Fungsi
edukatif
Evaluasi adalah suatu sub sistem dalam sistem pendidikan
yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keseluruhan sistem dan/atau
salah satu sub sistem pendidikan. Bahkan dengan evaluasi dapat diungkapkan
hal-hal yang tersembunyi dalam proses pendidikan.
b)
Fungsi
instusional
Evaluasi berpungsi mengumpulkan informasi akurat tentang
input dan output pembelajaran disamping proses pembelajaran itu sendiri. Dengan
evaluasi dapat diketahui sejauh mana siswa mengalami kemajuan dalam proses
belajar setelah mengalami proses pembelajaran
c)
Fungsi
diagnostik
Dengan evaluasi dapat diketahui kesulitan
masalah-masalah yang sedang di hadapi oleh siswa dalam proses/kegiatan
belajarnya. Dengan informasi tersebut maka dapat dirancang dan diupayakan untuk
menanggulangi dan/atau membantu yang bersangkutan mengatasi kesulitannya dan/
atau memecahkan masalahnya.
d) Fungsi
administratif
Evaluasi menyediakan data tentang kemajuan belajar
siswa, yang pada gilirannya berguna untuk memberikan sertifikasi (tanda
kelulusan) dan untuk melanjutkan studi lebih lanjut dan/ atau untuk kenaikan
kelas. Jadi hasil evaluasi memiliki fungsi administratif. Evaluasi juga
dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan guru-guru dalam proses belajar
mengajar (PBM), hal ini berdaya guna
untuk kepentingan supervisi.
e) Fungsi
kurikuler
Evaluasi berfungsi menyediakan data dan informasi yang
akurat dan berdaya guna bagi pegembangan kurikulum(perencanaan, uji coba
lapangan, implmentasi, dan repisi).
f) Fungsi
manajemen
Komponen evaluasi merupakan bagian integral dalam sistem
manajemen, hasil evaluasi berdaya guna sebagai bahan bagi pinpinan untuk
membuat keputusan manajemen pada semua jenjang manajemen.
Di samping beberapa fungsi evaluasi
di atas, Suharsimi Arikunto juga menjelaskan beberapa fungsi evaluasi sebagai
berikut :
a)
Penilaian
berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru
mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya.
Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain: (a) untuk memilih
siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu, (b) untuk memilih siswa yang
dapat naik kelas atau tingkat berikutnya, (c) untuk memilih siswa yang
seharusnya mendapat beasiswa, (d) untuk memilih siswa yang sudah berhak
meninggalkan sekolah, dan sebagainya.[12]
b)
Penilaian
berfungsi diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian
cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui
kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula sebab musabab kelemahan itu.
Jadi, dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan
kelemahannya. Dengan diketahui sebab-sebab kelemahan itu, akan lebih mudah
dicari cara untuk mengatasi.[13]
c)
Penilaian
berfungsi sebagai penempatan
Sistem baru yang kini banyak
dipopulerkan di negara barat adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri
dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu
berbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya
sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual.
Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga
pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada.
Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang
bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang
lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok.
Untuk dapat menentukan secara pasti di kelompok mana seorang siswa harus
ditempatkan, digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil
penilaian yang sama akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.[14]
d) Penilaian berfungsi
sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi
keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu
program berhasil diterapkan. Keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem
administrasi.[15]
a) Untuk mengetahui
tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan intruksional
khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran
yang seharusnya dikuasai oleh para siswa. Dengan perkataan lain dapat diketahui
hasil belajar yang dicapai para siswa.
b) Untuk mengetahui
keefektifan proses belajar mengajar yang telah diketahui guru. Dengan fungsi
ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil
belajar yang di capai siswa tidak semata-mata disebabkan kemampuan guru itu
sendiri dan hasilnya dapat dijadikan bahan dalam memperbaiki usahanya, yakni
tindakan belajar berikutnya.
Senada
dengan hasil di atas, Oemar Hamalik juga mengemukakan empat fungsi evaluasi,
yaitu :
a) Untuk menentukan
angka kemajuan atau hasil belajar para siswa. Angka-angka yang diperoleh
dicantumkan sebagai laporan kepada orang tua siswa, untuk kenaikan kelas dan
penentuan kelulusan siswa.
b) Untuk menempatkan
siswa ke dalam situasi belajar mengajar
yang tepat dan serasi dengan tingkat kemampuan, minat, dan berbagai
karakteristik yang dimiliki setiap siswa.
c) Untuk mengenal latar
belakang siswa, (psikologis, fisik dan lingkungan), yang berguna baik dalam
hubungan dengan fungsi kedua maupun untuk menentukan sebab-sebab kesulitan
belajar para siswa. Informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk memberikan
bimbingan dan penyuluhan pendidikan guna mengatasi kesulitan-kesulitan yang
dihadapi.
d) Sebagai umpan balik
pada guru yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar dan program remedial bagi para siswa.
Dengan
demikian dapat dipahami fungsi evaluasi dalam proses belajar mengajar
bermanfaat ganda, yakni bagi siswa dan bagi guru.
Di samping
fungsi-fungsi evaluasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, Ramayulis juga
mengemukakan beberapa fungsi evaluasi sebagai berikut :
a) Untuk mengetahui atau
mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan peserta didik
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan
agama.
b) Untuk mengetahui
hasil prestasi belajar guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu
diulang atau dapat dilanjutkan. Dengan demikian, maka prinsip Life Long Education benar-benar
berjalan dengan berkesinambungan.
c) Untuk mengetahui
efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat
atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap guru maupun peserta didik.
d) Untuk mengetahui
kelembagaan guna menetapkan keputusan yang tepat dan mewujudkan persaingan
sehat dan berpacu dalam perestasi.
e) Untuk mengetahui
sejauh mana kurikulum telah dipenuhi dalam proses kegiatan belajar mengajar.
f) Untuk mengetahui
pembiayaan yang dibutuhkan dan yang dikeluarkan dalam kebutuhan baik sarana
fisik, seperti : fasilitas ruangan, perpustakaan, honorium guru, dan lain-lain.
g) Sebagai bahan laporan
terhadap orang tua peserta didik, berupa rapor, ijazah, piagam, dan sebagainya.[17]
Berdasarkan
fungsi-fungsi evaluasi yang dikemukakan para ahli di atas, terlihat perbedaan dalam
merefleksikan fungsi-fungsi tersebut. Namun substansi fungsi-fungsi tersebut
pada hakikatnya adalah sama yaitu untuk mengetahui aktifitas suatu proses atau
kegiatan yang telah dilaksanakan.
3.
Prinsip-Prinsip
Evaluasi
Menurut Ramayulis, agar evaluasi
dapat akurat dan bermanfaat bagi para peserta didik dan masyarakat, maka
evaluasi harus menerapkan seperangkat prinsip-prinsip umum sebagai berikut :
a)
Valid
Evaluasi harus mengukur apa yang seharusnya di ukur
dengan menggunakan sejenis tes yang terpercaya dan sahih. Artinya, adanya kesesuaian alat ukur dengn fungsi
pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan
yang dapat diertanggung jawabkan, maka data yang masuk juga salah dan
kesimpulan yang ditarik juga menjadi salah.[18]
b)
Berorientasi
pada kompetensi
Evaluasi harus memiliki pencapaian kompetensi peserta
didik yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai
yang terefleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan berpijak pada kompetensi ini, maka
ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan
terarah.[19]
c)
Berkelanjutan
Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu
ke waktu untuk mengetahui perkembangan peserta didik sehingga kegiatan dan
unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui penilaian.[20]
d)
Menyeluruh
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, yang
mencakup aspek kognitif, afektif dan sikomotorik serta berdasarkan pada
strategi dan prosdur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar peserta
didik yang dapat dipertanggung jawabkan kepada semua pihak.[21]
e)
Bermakna
Evaluasi diharapakan mempunyaii makna yang signifikan
bagi semua pihak. Untuk itu evaluasi hendaknya mudah dipahami dan ditindak
lanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya
mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi peserta didik dalam pencapaian
kompetensi yang telah ditetapkan.[22]
f)
Adil dan
obyektif
Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan dan
objektifitas peserta didik, tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang
etnis, budaya, dan berbagai hal yang memberikan kontribusi pada pembelajaran.
Sebab, ketidak adilan dalam penilaian dapat menyebabkan menurunnya motivasi
belajar peserta didik karena mereka merasa di anak tirikan
g)
Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi
berbagai kalangan sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas
bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi
yang dapat merugikan semua pihak.[23]
h)
Ikhlas
Ikhlas, ialah keberhasilan niat atau hati guru agama,
bahwa ia melakukan evaluasi itu dalam rangka efisiensi tercapainya tujuan agama
itu, dan bagi kepentingan peserta didik yang bersangkutan itu sendiri.
i)
Praktis
Praktis berarti mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan
beberapa indikator, yaitu (1) hemat waktu, biaya dan tenaga (2) mudah di
administrasikan, (3) mudah menskor dan mengelolanya, dan (4) mudah ditafsirkan.[24]
j)
Dicatat
dan akurat
Hasil dari setiap evaluasi perestasi peserta didik harus
secara sistematis dan komprehensip di catat dan disimpan, sehingga
sewaktu-waktu dapat digunakan.[25]
Demikian beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan guru dalam melaksanakan evaluasi, sehingga pada akhirnya evaluasi
akan dapat terlaksana secara efektif dan efesien.
[1] Anas Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), h. 1
[2] Syaiful Bahri Djamarah, op.cit.,
h. 57
[3] Daryanto, Evaluasi
Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), h. 1
[4] Slameto, Belajar dan
Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 1988), h. 2
[5] Dimyati dan Mudjono, Belajar
dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002) cet. ke-2, h. 191
[9] Departmen Agama RI, op. cit., h. 14
[10] Ibid
[11] Oemar Hamalik, Proses Belajar
Mengajar (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), cet ke-3, h. 147-148
[12] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), cet.ke-4, h. 10
[14] Ibid., h. 10-11
[15] Ibid
[16]
Nana Sudjana, loc. cit
[17] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran, op. cit., h. 211
[25] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar