Komponen-komponen Pembelajaran
a.
Tujuan Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran adalah peristiwa yang bertujuan, artinya belajar
dan pembelajaran adalah peristiwa yang terikat oleh tujuan, terarah pada tujuan
dan dilaksanakan khusus mencapai tujuan itu. Apabila yang dituju atau yang akan
dicapai titik C misalnya, maka dengan sendirinya proses belajar dan
pembelajaran belum dapat dianggap selesai apabila yang dicapai di dalam
kenyataan barulah titik A dan B. Dengan kata lain, taraf pencapaian tujuan belajar
dan pembelajaran merupakan petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi
edukatif itu harus dibawa untuk mencapai tujuan terakhir. Hal ini berlaku umum
baik dalam situasi pendidikan keluarga maupun dalam situasi pendidikan kelompok
sosial lainnya dalam organisasi dan sekolah.[1]
Tujuan belajar dan pembelajaran adalah sejumlah kompetensi atau kemampuan
tertentu yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan
belajar mengajar. Tujuan belajar tersebut secara lebih detail dan terperinci
harus dirumuskan oleh setiap guru yang akan mengajar.[2]
Dalam mata pelajaran al-Qur’an misalnya, tujuannya harus diperjelas, misalnya
agar peserta didik dapat membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan benar dan fasih,
atau agar peserta didik dapat menerjemahkan ayat-ayat al-Qur’an dengan tersebut
dengan benar, atau agar peserta didik dapat menyebutkan kandungan pokok-pokok
ajaran dalam ayat-ayat tersebut, atau agar peserta didik dapat mencerminkan
sikap dan perilakunya sejalan dengan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, atau agar
pesera didik dapat memperaktikkan amaliah lahiriah sesuai dengan pesan yang
terkandug pada ayat-ayat tersebut.[3]
Tujuan proses belajar mengajar tersebut lebih lanjut dapat dikelompokkan
pada tujuan yang bersifat kogninif, afektif, atau psikomotorik. Tujuan yang
bersifat kognitif meliputi aspek mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis
dan menyimpulkan. Adapun yang bersifat afektif meliputi aspek menerima,
merespons, menyakini, menerapkan, dan menekuninya. Selanjutnya tujuan yang
bersifat psikomotorik meliputi aspek memersepsi dengan indra, menyiapkan diri
untuk melakukan sesuatu, menampilkan respons terhadap sesuatu yang sudah
dipelajari, mengikuti atau mengulang perbuatan yang dicontohkan, melakukan
gerakan motorik dengan keterampilan yang penuh, mengadaptasi dan memodifikasi
berbagai kemampuan tersebut menjadi kemampuan lain sebagai hasil sintesis,
serta kemampuan menciptakan gerakan baru.[4]
Pada setiap tujuan belajar mengajar dari setiap mata pelajaran perlu
dirumuskan dengan jelas dan operasional tentang kompetensi atau kemampuan yang
ingin diwujudkan pada setiap peserta didik, baik yang bersifat kognitif,
afektif maupun psikomotorik. Dengan cara yang demikian, proses belajar mengajar
tersebut akan dapat berjalan secara efesien dan efektif, dan terhindar dari
perbuatan sia-sia.
Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengandung isyarat tentang
perlunya setiap usaha agar memiliki tujuan yang baik. Diantaranya adalah :
ö@è%
¨bÎ)
ÎAx|¹
Å5Ý¡èSur
y$uøtxCur
ÎA$yJtBur
¬!
Éb>u
tûüÏHs>»yèø9$#
ÇÊÏËÈ
Artinya : ”Katakanlah: Sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam”. (Q. S. Al-An’am : 162)
uqèd
üÏ%©!$#
tAtRr&
spoYÅ3¡¡9$#
Îû
É>qè=è%
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
(#ÿrß#y÷zÏ9
$YZ»yJÎ)
yì¨B
öNÍkÈ]»yJÎ)
3 ¬!ur
ßqãZã_
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
4 tb%x.ur
ª!$#
$¸JÎ=tã
$VJÅ3ym
ÇÍÈ
Artinya : ”Dia-lah yang Telah menurunkan
ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di
samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara
langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q. S.
Al-Fath : 4)
$ygr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
|=ÏGä.
ãNà6øn=tæ
ãP$uÅ_Á9$#
$yJx.
|=ÏGä.
n?tã
úïÏ%©!$#
`ÏB
öNà6Î=ö7s%
öNä3ª=yès9
tbqà)Gs?
ÇÊÑÌÈ
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa”. (Q. S. Al-Baqarah : 183)
Pada surat al-An’am ayat 162 disebutkan tentang tujuan mengerjakan
shalat, ibadah haji, hidup, dan mati hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT.
Kemudian pada surat al-Fath ayat 4, disebutkan tentang tujuan diturunkannya
perasaan tenang karena mendapatkan energi perlindungan Tuhan (al-sakinah) bertujuan agar keimanan manusia bertambah.
Selanjutnya Pada ayat 183 surat al-Baqarah tersebut terdapat petunjuk
tentang tujuan ibadah puasa, yaitu agar tercapai derajat ketakwaan, yang
indikatornya antara lain memiliki transendental yang kental, kepedulian sosial
yang kuat, menjalin hubungan vertikal dengan Tuhan, membangun hubungan
horizontal dengan sesama manusia, memiliki akhlak dan kepribadian yang mulia,
serta bersikap tabah dalam menghadapi ujian.[5]
Berdasarkan petunjuk ayat-ayat tersebut di atas terlihat bahwa setiap
perbuatan hendaknya memiliki tujuan yang baik, yaitu tujuan mendekatkan diri
kepada Allah Swt (bertakwa), meningkatkan akhlak mulia, dan memmberikan manfaat
dan keuntungan bagi manusia.
b.
Bahan/Materi Pembelajaran
Menurut
Quthb -- seperti dikutip Samsul Nizar -- pendidikan Islam menekankan pada pola
pendidikan yang menyeluruh dan mampu menyentuh seluruh potensi yang dimiliki
peserta didik dan aspek kehidupan manusia. Materi pembelajaran harus mampu
menstimulir fitrah peserta didik. Baik itu fitrah rohani, akal dan perasaan
sehingga memberikan corak serta sekaligus mewarnai segala aktifitas hidupnya di
muka bumi ini, baik sebagai Khalifah fi al-ardh maupun ’abd.
Bentuk materi
pembelajaran yang demikian, akan mampu menghasilkan sosok peserta didik sebagai
mausia seutuhnya (insan kamil).[6]
Firman
Allah SWT :
øÎ)ur
tA$s% /u
Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9
ÎoTÎ)
×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$#
ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã
$pkÏù
à7Ïÿó¡our
uä!$tBÏe$!$#
ß`øtwUur
ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2
â¨Ïds)çRur y7s9
( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB
w
tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalipah
di muka bumi ini. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khlaipah)
di bumi itu orang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
senantiasa kami bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan
berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (Q.S al-Baqarah : 30)[7]
Menafsirkan ayat di atas,
Ahmad Mustafa al-Maraghi menjelaskan :
“Katakan wahai muhammad terhadap kaummu cerita
pembicaraan Allah kepada para malaikat, sesunguhnya Kami akan menjadikan Adam
sebagai khalifah dan pengganti makhluk lain yang dulu menghuni bumi ini. Mereka
itu telah musnah karena sering menumpahkan darah. Sekarang Adam adalah
pengganti mereka. Mengenai permasalahan ini bisa disimpulkan dari firman Allah
setelah Dia menjelaskan pemusnahan orang-orang dahulu : Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka)
di muka bumi sesudah mereka, supaya kami memperlihatkan bagaimana kamu berbuat”
(Lihat Q. S. Yunus : 14).[8]
Materi/bahan
pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran.
Tanpa bahan pelajaran proses pembelajaran tidak akan berjalan. Karena itu, guru
yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan di
sampaikan pada anak didik.[9] Menurut Oemar Hamalik, materi
pembelajaran merupakan bagian integral dalam kurikulum sebagaimana yang telah
di tentukan dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).[10] Itu sebabnya dapat dikatakan, bahwa
materi pembelajaran pada hakikatnya adalah isi kurikulum itu sendiri. Isi
kurikulum senantiasa mengacu kepada usaha pencapaian pencapaian tujuan-tujuan
kurikulum dan tujuan-tujuan instruksional bidang studi. Materi pelajaran itu
sendiri adalah sebagai rincian pokok-pokok bahasan dan subpokok-subpokok
bahasan dalam GBPP/Kurikulum bidang studi bersangkutan.
Ada dua
persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan
pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajar pokok adalah
adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru
sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran
pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam
mengajar dapat menunjang penyampaian
bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan guru,
tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran
pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan
pelajaran pokok yang di pegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian
besar atau semua anak didik.
Bahan
adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut sebagai
sumber belajar (pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan
pengajaran.[11] Bahan/materi pelajaran menurut Suharismi Arikunto merupakan unsur inti yang
ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah
yang di upayakan untuk dikuasai oleh anak didik.[12] Karena itu, guru khususnya atau
pengembang kurikulum umumnya, tidak boleh lupa harus memikirkan sejauh mana
bahan-bahan yang topiknya tertera dalam silabi berkaitan dengan kebutuhan anak
didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula. Minat anak didik
akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhan anak didik.
Maslow berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait
dengan kebutuhannya.[13] Jadi,
bahan pelajaran yang ssuai dengan ekbutuhan anak didik akan memotivasi
anak didik dalam jangka waktu tertentu.
Biasanya
aktifitas anak didik akan berkurang bila bahan pelajaran yang diberikan guru
tidak atau kurang menarik perhatiannya, disebabkan cara mengajar yang
mengabaikan prinsip-prinsip mengajar, seperti apersepsi dan korelasi, dan
lain-lain guru merasa pintar dengan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan
perkembangan bahasa dan jiwa anak didik akan lebih banyak mengalami kegagalan
dalam menyampaikan bahan sesuai dengan perkembangan bahasa anak didik daripada
menuruti kehendak pribadi. Ini perlu mendapat perhatian yang serius, agar anak
didik tidak di rugikan oleh sikap dan
tindakan guru yang keliru. Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen
yang tidak bisa diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan adalah inti dalam
proses pembelajaran yang akan disampaikan kepada anak didik.
Menurut R. Ibrahim
dan Nana Syaodih Sukmadinata, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menetapkan materi pelajaran, antara lain sebagai berikut :[14]
1) Materi pelajaran hendaknya sesuai/menunjang
tujuan intruksional
Di negara
manapun, sekolah adalah tempat pendidikan yang berfungsi mengembangkan seluruh
aspek keperibadian peserta didik atau siswa, yang meliputi aspek kognitif,
efektif, maupun psikomotor. Pemenuhan fungsi tersebut diwujudkan antara lain melalui
pemberian berbagai bidang jenis studi atau mata pelajaran, seperti Pendidikan
Agama, PMP, IPA, IPS, Pendidikan Jasmani, Kesenian dan sebagainya. Untuk itu
materi pelajaran yang diberikan dalam setiap mata pelajaran hendaknya mendukung
pencapaian tujuan instruksional mata pelajaran yang bersangkutan, dalam rangka
mewujudkan fungsi pendidikan yang diemban oleh sekolah tersebut.[15]
2) Materi
pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan/perkembangan siswa pada
umumnya
Di samping
menunjang pencapaian tujuan intruksional, materi pelajaran hendaknya di
tetapkan dengan mempertimbangkan pula tarap kemampuan peserta didik atau siswa
yang bersangkutan. Suatu topik yang sama bisa berbeda tingkat kedalamannya
untuk tingkat sekolah/kelas yang berbeda. Pembahasan tentang topik lingkungan,
aklimat, demokrasi, dan lain-lain, berbeda kedalamannya dengan tingkat kelas
II, kelas IV, apalagi antar SD, SLTP dan SLTA.
3) Materi
pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan.
Sistematis
dan berkesinambungan maksudnya bahwa antara bahan yang satu dengan bahan
berikutnya ada hubungan fungsional, di mana bahan yang satu menjadi dasar
untuk/berkaitan dengan bahan berikutnya. Sebagai contoh, sebelum sampai kepada
materi tentang jenis-jenis transimigrasi, perlu di bahas terlebih dahulu
pengertian dan transimigrasi tersebut.
4) Materi
pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual
Bahan yang
faktual sifatnya konkrit dan mudah di ingat, sedangkan bahan yang bersifat
konseptual berisikan konsep-konsep abstrak, dan
memerlukan pemahaman yang lebih dalam. Dalam menetapkan materi
pelajaran, kedua jenis bahan tersebut perlu dimasukkan, berhubung keduanya
penting untuk mencapai tujuan.
Menurut
Harjanto, aspek-aspek lain yang perlu menjadi dasar pertimbangan dalam
menentukan materi pelajaran dan rinciannya antara lain ; konsep, prinsip,
fakta, proses, nilai dan keterampilan.[16] Setiap satuan bahasan yang telah
ditentukan perlu dianalisis lebih lanjut tentang konsep-konsep yang terkandung
dalam topik tersebut, prinsip-prinsip apa yang perlu disampaikan dan
seterusnya.
Konsep adalah suatu ide atau gagasan atau suatu
pengertian yang umum, misalnya sumber kekayaan alam yang dapat di perbaharui. Prinsip adalah sesuatu kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir atau
merupakan suatu petunjuk berbuat/melaksanakan sesuatu. Fakta adalah sesuatu yang telah terjadiatau yang telah
dikerjakan/dialami. Mungkin berupa hal, objek atau keadaan. Jadi bukan sesuatu
yang di inginkan atau pendapat atau teori. Misalnya, Proklamasi Kemerdekaan RI
adalah pada tanggal 17 Augustus 1945.
Proses adalah serangkaian perubahan, gerakan-gerakan
perkembangan. Suatu proses dapat terjadi secara sadar atau tidak disadari.
Dapat juga merupakan cara melaksanakan kegiatan operasional (misalnya di
pabrik) atau proses pembuatan tempe, proses perubahan warna pada daun yang kena
hama wereng dan sebagainya. Nilai adalah suatu pola, ukuran atau merupakan suatu
tipe atau model. Umumnya nilai bertalian dengan pengakuan atau kebenaran yang
bersifat umum, tentang baik dan buruk misalnya, hukum jual beli, hukum koperasi
unit desa, bimas dan sebagainya. Keterampilan adalah kemampuan berbuat sesuatu dengan
baik. Berbuat dapat berarti secara jasmaniah (menulis, berbicara dan
sebagainya). Biasanya kedua
aspek tersebut tidak terlepas satu sma lain, kendatipun tidak demikian adanya.
c.
Kegiatan Belajar
Mengajar
Kegiatan pembelajaran atau kegiatan
belajar mengajar disebut juga dengan aktivitas pembelajaran. Hal ini merupakan
inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diperogaramkan,
dilaksanakan dalam aktivitas pembelajaran. Aktivitas pembelajaran akan
melibatkan semua komponen pengajaran serta menentukan sejauh mana tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai.
Dalam aktivitas pembelajaran, guru
dan anak didik terlibat dalam sebuah intraksi dengan bahan pelajaran sebagai
mediumnya. Dalam intraksi itu anak didiklah yang lebih aktif bukan guru. Guru
hanya sebagai motivator dan fasilitator. Inilah sistem pengajaran yang
dikehendaki dalam pembelajaran dengan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
dalam pendidikan moderen.[17]
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan CBSA
menghendaki aktivitas anak didik menyangkut kegiatan fisik dan mental.
Aktivitas anak didik bukan hanya secara individual, tetapi juga dalam kelompok
sosial. Aktivitas anak didik dalam
kelompok sosial akan membuahkan interaksi dalam kelompok. Interaksi
dikatan maksimal bila intraksi itu terjadi antara guru dengan semua anak didik,
antara anak didik dengan guru dan antara anak didik dengan anak didik dalam
rangka bersama-sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Dalam aktivitas pembelajaran, guru
sebaiknya memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek
biologis, intelektual dan psikologis. Kerangka berpikir demikian dimaksudkan
agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara
individual. Anak didik sebagai individu memiliki perbedaan dalam hal
sebagaimana disebutkan di atas. Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut akan
merapatkan hubungan guru dengan anak didik, sehingga memudahkan melakukan
pendekatan mastery learning dalam mengajar. Mastery learning adalah salah satu strategi pembelajaran
pendekatan individual.[18]
Dalam kegiatan pembelajaran guru akan
menemui anak didiknya sebagian ada yang menguasai bahan pelajaran secara tuntas
dan ada pula anak didik yang kurang menguasai bahan pelajaran secara tuntas (mastery).
Kenyataan tersebut merupakan persoalan yang perlu diatasi dengan segera, dan mastery
learning-lah sebagai
jawabannya. Dengan dmikian, kegiatan pembelajaran yang bagaimanapun juga
ditentukan dari baik atau tidaknya program pembelajaran yang telah dilakukan
dan akan berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai.
Moh. Uzer Usman seperti dikutip
Syaiful Bahri Djamarah, mengemukakan beberapa pola intraksi edukatif antara
anak didik dengan guru, yaitu :[19]
1.
Pola
guru-anak didik
2.
Pola
guru-anak didik-guru
3.
Pola
guru-anak didik-anak didik
4. Pola guru- anak
didik, anak didik-guru, anak-anak didik
5.
Pola
melingkar
Di samping itu, Suparman seperti
dikutip Irpan Abd Gafar dan Muhammad Jamil B mengemukakan bahwa di dalam setrategi
pembelajaran termaktub empat komponen kunci, yaitu : a) urutan kegiatan pembelajaran,
b) metode pembelajaran, c) media pembelajaran, dan d) waktu yang digunakan
pembelajaran dalam belajar dan belajar dalm menyesuaikan setiap langkah
kegiatan pembelajaran.[20] Dalam
kaitannya dengan aktifitas pembelajaran, maka komponen kunci yang dimaksud
disini adalah urutan atau tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu: yakni
tahapan permulaan (fainstruksional) tahap pengajaran (intruksional), dan tahap penilaian dan tindak lanjut. Namun yang menjadi titik
fokus pembahasan dalam hal ini adalah dua poin pertama.
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih
Sukmadinata, aktivitas pembelajaran tidak hanya berlangsung dalam kelas saja,
akan tetap juga berlangsung di luar kelas. Dan bahkan di luar sekolah atau di
rumah, di perpustakaan, di mushala, atau di mesjid.[21]
Aktivitas pembelajaran di luar kelas/sekolah ini dapat saja berada langsung di
bawah bimbingan guru atau tidak, tergantung pada kesiapan dan kesediaan guru di
lembaga yang bersangkutan.
d.
Metode Pembelajaran
Secara etimologi, metode berarti cara
kerja yang bersistem untuk memudahkan suatu pelaksanan suatu kegiatan guan
mencapai tujuan yang di dapatkan.[22] Menurut
Syaiful Bahri Djamarah, metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[23]
Dalam konsep Islam, metode pendidikan
diartikan dengan beberapa istilah, yaitu: 1) minhaj
at-tarbiyah, 2) wasilatu at-tarbiyah, 3) kaifiyatu at-tarbiyah, dan 4) thariqotu
at-tarbiyah. Sedangkan yang paling populer digunakan adalah istilah at-tariqah, yang berarti jalan atau cara yang harus ditempuh.[24]
Menurut Dzakiah Dradjat, metode ini
dimasukkan agar murid dapat menangkap pelajaran dengan mudah, efektif, dan
dapat dicerna oleh anak dengan baik.[25] Dalam
mendidik dan mengajar ummat, Nabi SAW selalu memperhatikan masalah metode.
Salah satu sebab keberhasilan beliau dalam mengemban misi kerasulannya adalah
sikap didaktis dalam mengembangkan dakwahnya.
Firman Allah SWT :
$yJÎ6sù 7pyJômu
z`ÏiB «!$#
|MZÏ9 öNßgs9
( öqs9ur
|MYä. $àsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$#
(#qÒxÿR]w
ô`ÏB
y7Ï9öqym
( ß#ôã$$sù
öNåk÷]tã
öÏÿøótGó$#ur
öNçlm;
öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$#
( #sÎ*sù |MøBztã
ö@©.uqtGsù
n?tã «!$#
4 ¨bÎ)
©!$#
=Ïtä
tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#
ÇÊÎÒÈ
Artinya : “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah
kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kami bersifat keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkan lah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Q.S. Ali-Imran : 159).[26]
Dalam kegiatan pembelajaran, metode di
perlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin
di capai setelah pembelajaran berakhir. Seorang guru tidak dapat melaksanakan
tugasnya bila tidak menguasai satupun metode mengajar yang dirumuskan dan
dikemukakan para ahli psikologi pendidikan. Berikut ini adalah beberapa ayat
Al-Quran yang dapat dijadikan petunjuk dalam membicarakan petunjuk
pembelajaran.
Firman Allah SWT:
¨bÎ)
$uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur
ÇÊÐÈ #sÎ*sù
çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù
¼çmtR#uäöè%
ÇÊÑÈ
Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya, (di dadamu) dan (membuat pandai) membaca. Apabila Kami telah
selesai membacakannya, maka ikutilah bacaan itu”. (Q.S. al-Qiyamah
: 17-18).[27]
Dikaitkan dengan metode pembelajaran,
ayat di ats membicarakan tentang suatu metode yang cukup efektif digunakan oleh
seorang guru dalam proses belajar mengajar. Metode yang dimaksud adalah metode
resitasi atau metode pergulangan, yaitu guru mengulang-ulang pelajaran yang
disampaikan, sehingga murid dapat lebih menguasai dengan baik.
Firman Allah SWT :
ù&tø%$#
ÉOó$$Î/
y7În/u Ï%©!$# t,n=y{
ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$#
ô`ÏB
@,n=tã
ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur
ãPtø.F{$#
ÇÌÈ Ï%©!$#
zO¯=tæ
ÉOn=s)ø9$$Î/
ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$#
$tB óOs9
÷Ls>÷èt
ÇÎÈ
Artinya : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah
dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang mngajarkan manusia dengan prantraan kalam,
dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. al-Alaq :
1-5).[28]
Menurut Muhammad Abduh seperti dikuti
M. Quraish Shihab, bahwa perintah membaca disini bukan sebagai beban tugas yang
harus dilaksanakan (amr taklifi) sehingga membutuhkan obyek, tetapi ia adalah amr
takwini yang mewujudkan kemampuan membaca secara
aktual pada diri pribadi Nabi Muhammad Saw. Pendapat ini dihadang oleh
kenyataan bahwa setelah turunnya perintah ini pun Nabi Muhammad SAW masih tetap
di namai al-Quran sebagai seorang Ummi (tidak pandai
membaca dan menulis), di sisi lain jawaban Nabi kepada Jibril ketika itu, tidak
mendukung pemahaman tersebut.[29]
Ayat di atas memberikan
pemahaman tentang metode pembelajaran.
Pelajaran yang utama adalah membaca. Dalam pelajaran membaca terkandung maka hendak
memberikan pengetahuan. Pengetahuan yang mula-mula diketahui manusia adalah
nama. Nama adalah simbol pengetahuan pemulaan dan dari mengenal nama, orang
dapat membuat pengertian atau konsep ilmu pengetahuan.
Firman Allah SWT :
zN¯=tæur
tPy#uä uä!$oÿôF{$#
$yg¯=ä. §NèO
öNåkyÎztä
n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$#
tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd
bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹
ÇÌÊÈ
Artinya : “Dan Dia mengajrkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para malaikat lalu
berfirman: sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Q.S. al-Baqarah : 31).[30]
Muhammad Athiyah al-Abrasyi
menekankan bahwa metode pendidikan Islam yang ideal harus mengandung demokrasi,
kebebasan, kemerdekaan, persamaan, pengamatan pengamatan yang teliti terhadap
bakat, kecenderungan, fitrah, kecakapan, kemampuan peserta didik, serta
bersipat komunikatif dan mengandung unsur pembinaan.[31]
Menurut Hamzah B. Uno, ada tiga
prinsip yang perlu di pertimbangkan dalam upaya menetapkan metode pembelajaran.
Ketiga prinsip tersebut adalah ; (a) tidak ada satu metode pembelajaran yang
unggul untuk semua tujuan dalam semua kondisi, (b) metode (strategi)
pembelajaran yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada
hasil pembelajaran, dan (c) kondisi pembelajaran bisa memiliki pengaruh yang
konsisten pada hasil pengajaran.[32]
Dalam kegiatan pembelajaran, guru
tidak harus terpaku dengan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan
metode yang bervariasi, agar pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik
perhatian anak didik. Tetapi penggunaan mtode yang bervariasi tidak akan
menguntungkan kegiatan pembelajaran bila penggunaannya tidak tepat situasi yang
mendukungnya dan dengan kondisi psikologis anak didik. Oleh karena itu,
disinilah kompetensi guru diperlakukan dalam pemilihan metode yang tepat.
Pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan
bila guru mengabaikan faktor-faktror yang mempengaruhi penggunaannya. Winarno
Sarakhmad seperti dikutif Syaiful Bahri Djamarah mengemukakan lima macam faktor
yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut :[33]
1.
Tujuan
yang berbagai macam jenis dan fungsinya
Tujuan
adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan pembelajaran. Tujuan dalam
pendidikan dan pengajaran berbagai macam jenis dan fungsinya. Secara hirearki
tujuan itu bergerak dari yang rendah hingga yang tinggi, yaitu tujuan
intruksional atau tujuan pembelajaran, tujuan kurikuler atau tujuan kurikulum,
tujuan instusional dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran
merupakan tujuan intermedier (antara), yang berlangsung dalam kegiatan
pembelajaran di kelas. Tujuan pembelajaran dikenal ada dua, yaitu TIU (Tujuan
Intruksioanal Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus).[34]
Perumusan
tujuan instruksional khusus misalnya, akan mempengaruhi tujuan yang akan
terjadi pada diri anak didik. Proses pengajaranpun dipengaruhinya. Demikian
juga penyeleksian metode yang harus digunakan guru di kelas. Metode yang
dipilih guru harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak diisi ke dalam
diri anak didik. Artinya, metode yang harus tunduk kepada kehendak tujuan dan
bukan sebaliknya. Karena itu, kemampuan seperti apa yang dikehendaki oleh
tujuan, maka metode harus mendukung sepenuhnya.
2. Anak didik dengan
berbagai jenis tingkat kematangannya
Anak didik
adalah manusia berpotensi yang membutuhkan pendidikan. Di sekolah, guru adalah
berkewajiban untuk mendidiknya. Di ruang kelas, guru akan berhadapan dengan
sejumlah anak didik dengan latar belakang kehidupan yang berlainan. Status
sosial mereka juga bermacam-macam. Demikian juga halnya dengan jenis kelamin
mereka. Ada berjenis kelamin
laki-laki dan ada yang berjenis kelamin perempuan. Postur tubuh mereka ada yang
tinggi, sedang dan ada pula yang rendah. Pendek kata, dari aspek fisik ini
selalu ada perbedaan dan persamaan pada setiap anak didik,[35]
Jika pada
aspek biologis di atas ada persamaan dan perbedaan, maka pada aspek intelektual
juga ada perbedaan. Para ahli sepakat bahwa secara intelektual, anak didik
selalu menunjukkan perbedaan. Hal ini terlihat dari cepatnya tanggapan anak
didik terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, dan
lambatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan guru, tinggi
atau renfdahnya kreativitas anak didik dalam mengolah kesan dari bahan
pelajaran yang baru diterima bisa dijadikan tolak ukur dari kecerdasan seorang
anak. Kecerdasan seorang anak
terlihat seiring dengan meningkatkan kematangan usia anak. Daya pikir anak
bergerak dari cara berpikir konkrik ke
arah cara berpikir abstrak. Anak-anak usia SD lebih cendrung berpikir konkrit. Sedangkan
anak-anak SLTA atau SLTP sudah mulai dapat berpikir abstrak. Berdasarkan IQ
anak, ditentukanlah klasifikasi kecerdasan seseorang dengan perhitungan
tertentu. Dari IQ ini pula diketahui persamaan dan perbedaan kecerdasan
seseorang.
Dari aspek
psikologis, sudah diakui ada juga perbedaan. Di sekolah, perilaku anak didik
selalu memperlihatkan perbedaan, ada yang pendiam, ada yang kreatif, ada yang
suka bicara, ada yang tertutup, ada yang terbuka, ada yang pemurung, ada yang
priang, dan sebagainya. Semua perilaku anak tersebut mewarnai suasana kelas.
Dinamika kelas terlihat dengan banyaknya jumlah anak dalam kegiatan
pembelajaran. Kegaduhan semakin terasa jika jumlah anak didik sangat banyak di
kelas. Semakin banyak jumlah anak didik di kelas, semakin mudah terjadi konflik
dan cenderung sukar dikelola.
Perbedaan
individual anak didik pada aspek biologis, intlektual, psikologis sebagaimana
disebutkan di atas, mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang paling
efektif digunakan oleh guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif
dalam waktu yang relatif lama demi tercapainya tujuan belajar yang telah
dirumuskan secara operasional. Dengan demikian jelas, kematangan anak didik
yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran.
3.
Situasi
dengan berbagai jenis keadaannya
Situasi kegiatan pembelajaran yang
diciptakan guru tidak selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu, boleh
jadi guru ingin menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka, yaitu di
luar ruangan sekolah. Maka guru dalam hal ini memiliki metode yang sesuai
dengan yang diciptakan. Di lain waktu, sesuai dengan sifat bahan dan kemampuan
yang ingin dicapai oleh tujuan, guru menciptakan lingkungan belajar anak didik
secara kelompok. Ana didik dibagi ke dalam beberapa kelompok belajar di bawah
dan pengawasan guru. Semua anak didik dalam kelompok masing-masing diserahi
tugas oleh guru untuk memecahkan sesuatu masalah. Dalam hal ini tentu guru
telah memilih metode untuk membelajarkan anak didiknya, yaitu prolem solving. Demikianlah, situasi yang di ciptakan
guru mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.[36]
4. Fasilitas dengan
berbagai jenis kualitas dan kuantitasnya
Fasilitas
merupakan hal mempengaruhi pemilihan dan
penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar
anak didik sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi metode
mengajar, ketiadaan laboratoriun untuk praktek IPA, misalnya, kurang mendukung
penggunaan metode eksprimen atau metode demonstrasi. Demikian juga halnya
ketiadaan mempunyai fasilitas olah raga, tentu sukar bagi guru menerapkan metode
latihan. Justru itu, keampuhan suatu metode mengajar akan terlihat jika faktor
lain mendukungnya.[37]
5. Pribadi guru serta
kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
Setiap guru
memiliki kepribadian yang berbeda. Seorang guru misalnya kurang suka berbicara,
tetapi seorang guru yang lainnya suku berbicara. Seorang guru yang bertitel
sarjana pendidikan dan keguruan, berbeda dengan gura yang bukan bertitel
sarjana dan keguruan dibidang penguasaan ilmu pendidikan dan keguruan. Guru
yang sarjana pendidikan dan keguruan lebih banyak menguasai metode-metode
mengajar, karena memang dicetak sebagai tenaga ahli dibidang keguruan dan wajar
saja dia menjiwai dunia guru.[38]
Latar
belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan
terhadap berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan
metode. Itulah yang biasanya disarankan oleh mereka yang bukan berlatar
belakang pendidikan guru. Apalagi belum memiliki pengalaman mengajar yang
memadai. Sungguhpun begitu, baik dia berlatar belakang pendidikan guru maupun
dia yang berlatar belakang bukan pendidikan guru, dan sama-sama minim
pengalaman mengajar di kelas, sukar memilih metode yang tepat. Tapi ada juga
yang tepat memilihnya namun dalam pelaksanaanya menemui kendala disebabkan
labilnya kepribadian dan kadang kala penguasaan atas metode yang digunakan. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa keperibadian, latar belakang pendidikan, dan
pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi
pemilihan dan penentuan metode mengajar.
Terdapat beberapa metode yang biasa digunakan
dalam kegiatan pembelajaran, antara lain ; metode ceramah, tanya jawab,
diskusi, demonstrasi, percobaan/eksprimen, latihan/simulasi, kerja kelompok,
karyawisata dan sosiodrama atau bermain peran (role playing).[39]
[1] Tim MKDK Fakultas Ilmu Pendidikan UNP, op.
cit., h. 40
[2] Abuddin Nata, lmu Pendidikan Islam, (Jakarta
: Kencana, 2010), h. 146
[6] Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Gaya
Media Pratama, 2001), h. 174
[8] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi, diterjemahkan oleh K. Anshori Umar Sitanggal, (Semarang : Toha
Putra, 1992), h. 135
[9] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2005), cet. Ke-2 h. 50
[10] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2005), cet ke-4, h. 132
[11] Sudirman N, Ilmu Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), cet. Ke-5, h.
203
[12] Suharismi Arikunto, Manajemen Pengajar Secara Manusiawi, (Jakarta : Rineka Cipta,
1990), cet ke-1, h. 68
[13] Sardiman AM, op. cit., h. 8
[14] R. Ibrahim dan Nana Syaodih Sukmadinata, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), cet ke-2,
h. 102
[18] Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru
Algesindo, 1992), cet. Ke-8, h. 94
[19] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Diik dalam Intraksi Edukatif, (Jakarta
: Rineka Cipta, 2005), cet. Ke-3. h. 13. Bandingkan dengan Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung
: Sinar Baru Algesindo, 2004), cet ke-7. h. 31-32
[20] Irfan Abd. Gapar dan M. Jamil B, Reformulasi Rancangan Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (Panduan Dosen, Guru dan Mahasiswa.), (Jakarta : Nur Insani,
2003), h. 148
[21] R. Ibrahim dan Nana Syaodih Sukmadinata, op. cit., h. 41
[22] Anton M. Moeliono, et al, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta :
Balai Pustaka, 1988), h. 580-581
[23] Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., h.
53
[24] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berkompetensi Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), h. 75
[25] Zakiah Dradjat Dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001),
cet, ke-2, h. 61
[26] Departmen Agama RI, op. cit., h. 103
[27] Ibid., h 999
[29] M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta : Lentara Hati,
2002), h. 393
[30] Departmen Agama RI, op, cit., h, 14
[31] Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Al-Tarbiyah
al-Islamiyah wa al-Falsafatuhu, (Mesir : Isa al-Babiy al-Hilyaty
al-Syirkat, 1976), h. 3-4
[32] Hamzah B. Uno, Perencanaan
Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), cet, ke-1, h. 6
[33] Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., h. 54
[34] Ibid., h. 91
[38] Ibid., h. 92-93
[39] R. Ibrahim dan Nana Syaodih Sukmadinata, op. cit., h. 105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar