Cari Blog Ini

Minggu, 29 April 2018

Komponen-komponen Pembelajaran


Komponen-komponen Pembelajaran
a.     Tujuan Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran adalah peristiwa yang bertujuan, artinya belajar dan pembelajaran adalah peristiwa yang terikat oleh tujuan, terarah pada tujuan dan dilaksanakan khusus mencapai tujuan itu. Apabila yang dituju atau yang akan dicapai titik C misalnya, maka dengan sendirinya proses belajar dan pembelajaran belum dapat dianggap selesai apabila yang dicapai di dalam kenyataan barulah titik A dan B. Dengan kata lain, taraf pencapaian tujuan belajar dan pembelajaran merupakan petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif itu harus dibawa untuk mencapai tujuan terakhir. Hal ini berlaku umum baik dalam situasi pendidikan keluarga maupun dalam situasi pendidikan kelompok sosial lainnya dalam organisasi dan sekolah.[1]
Tujuan belajar dan pembelajaran adalah sejumlah kompetensi atau kemampuan tertentu yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Tujuan belajar tersebut secara lebih detail dan terperinci harus dirumuskan oleh setiap guru yang akan mengajar.[2] Dalam mata pelajaran al-Qur’an misalnya, tujuannya harus diperjelas, misalnya agar peserta didik dapat membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan benar dan fasih, atau agar peserta didik dapat menerjemahkan ayat-ayat al-Qur’an dengan tersebut dengan benar, atau agar peserta didik dapat menyebutkan kandungan pokok-pokok ajaran dalam ayat-ayat tersebut, atau agar peserta didik dapat mencerminkan sikap dan perilakunya sejalan dengan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, atau agar pesera didik dapat memperaktikkan amaliah lahiriah sesuai dengan pesan yang terkandug pada ayat-ayat tersebut.[3]
Tujuan proses belajar mengajar tersebut lebih lanjut dapat dikelompokkan pada tujuan yang bersifat kogninif, afektif, atau psikomotorik. Tujuan yang bersifat kognitif meliputi aspek mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis dan menyimpulkan. Adapun yang bersifat afektif meliputi aspek menerima, merespons, menyakini, menerapkan, dan menekuninya. Selanjutnya tujuan yang bersifat psikomotorik meliputi aspek memersepsi dengan indra, menyiapkan diri untuk melakukan sesuatu, menampilkan respons terhadap sesuatu yang sudah dipelajari, mengikuti atau mengulang perbuatan yang dicontohkan, melakukan gerakan motorik dengan keterampilan yang penuh, mengadaptasi dan memodifikasi berbagai kemampuan tersebut menjadi kemampuan lain sebagai hasil sintesis, serta kemampuan menciptakan gerakan baru.[4]
Pada setiap tujuan belajar mengajar dari setiap mata pelajaran perlu dirumuskan dengan jelas dan operasional tentang kompetensi atau kemampuan yang ingin diwujudkan pada setiap peserta didik, baik yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan cara yang demikian, proses belajar mengajar tersebut akan dapat berjalan secara efesien dan efektif, dan terhindar dari perbuatan sia-sia.
Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengandung isyarat tentang perlunya setiap usaha agar memiliki tujuan yang baik. Diantaranya adalah :
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ

Artinya : ”Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (Q. S. Al-An’am : 162)

uqèd üÏ%©!$# tAtRr& spoYÅ3¡¡9$# Îû É>qè=è% tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#ÿrߊ#yŠ÷zÏ9 $YZ»yJƒÎ) yì¨B öNÍkÈ]»yJƒÎ) 3 ¬!ur ߊqãZã_ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 tb%x.ur ª!$# $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇÍÈ
Artinya : ”Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q. S. Al-Fath : 4)

$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Q. S. Al-Baqarah : 183)

Pada surat al-An’am ayat 162 disebutkan tentang tujuan mengerjakan shalat, ibadah haji, hidup, dan mati hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Kemudian pada surat al-Fath ayat 4, disebutkan tentang tujuan diturunkannya perasaan tenang karena mendapatkan energi perlindungan Tuhan (al-sakinah) bertujuan agar keimanan manusia bertambah.
Selanjutnya Pada ayat 183 surat al-Baqarah tersebut terdapat petunjuk tentang tujuan ibadah puasa, yaitu agar tercapai derajat ketakwaan, yang indikatornya antara lain memiliki transendental yang kental, kepedulian sosial yang kuat, menjalin hubungan vertikal dengan Tuhan, membangun hubungan horizontal dengan sesama manusia, memiliki akhlak dan kepribadian yang mulia, serta bersikap tabah dalam menghadapi ujian.[5]
Berdasarkan petunjuk ayat-ayat tersebut di atas terlihat bahwa setiap perbuatan hendaknya memiliki tujuan yang baik, yaitu tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt (bertakwa), meningkatkan akhlak mulia, dan memmberikan manfaat dan keuntungan bagi manusia.
b.     Bahan/Materi Pembelajaran
Menurut Quthb -- seperti dikutip Samsul Nizar -- pendidikan Islam menekankan pada pola pendidikan yang menyeluruh dan mampu menyentuh seluruh potensi yang dimiliki peserta didik dan aspek kehidupan manusia. Materi pembelajaran harus mampu menstimulir fitrah peserta didik. Baik itu fitrah rohani, akal dan perasaan sehingga memberikan corak serta sekaligus mewarnai segala aktifitas hidupnya di muka bumi ini, baik sebagai Khalifah fi al-ardh maupun ’abd. Bentuk materi pembelajaran yang demikian, akan mampu menghasilkan sosok peserta didik sebagai mausia seutuhnya (insan kamil).[6]
Firman Allah SWT :
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalipah di muka bumi ini. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khlaipah) di bumi itu orang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal senantiasa kami bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (Q.S al-Baqarah : 30)[7]
Menafsirkan ayat di atas, Ahmad Mustafa al-Maraghi menjelaskan :

“Katakan wahai muhammad terhadap kaummu cerita pembicaraan Allah kepada para malaikat, sesunguhnya Kami akan menjadikan Adam sebagai khalifah dan pengganti makhluk lain yang dulu menghuni bumi ini. Mereka itu telah musnah karena sering menumpahkan darah. Sekarang Adam adalah pengganti mereka. Mengenai permasalahan ini bisa disimpulkan dari firman Allah setelah Dia menjelaskan pemusnahan orang-orang dahulu : Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya kami memperlihatkan bagaimana kamu berbuat” (Lihat Q. S. Yunus : 14).[8]

Materi/bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Tanpa bahan pelajaran proses pembelajaran tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan di sampaikan pada anak didik.[9] Menurut Oemar Hamalik, materi pembelajaran merupakan bagian integral dalam kurikulum sebagaimana yang telah di tentukan dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).[10] Itu sebabnya dapat dikatakan, bahwa materi pembelajaran pada hakikatnya adalah isi kurikulum itu sendiri. Isi kurikulum senantiasa mengacu kepada usaha pencapaian pencapaian tujuan-tujuan kurikulum dan tujuan-tujuan instruksional bidang studi. Materi pelajaran itu sendiri adalah sebagai rincian pokok-pokok bahasan dan subpokok-subpokok bahasan dalam GBPP/Kurikulum bidang studi bersangkutan.
Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajar pokok adalah adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang  dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang  penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan  yang terlepas dari disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang di pegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik.
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran.[11] Bahan/materi pelajaran menurut Suharismi Arikunto merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang di upayakan untuk dikuasai oleh anak didik.[12] Karena itu, guru khususnya atau pengembang kurikulum umumnya, tidak boleh lupa harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan yang topiknya tertera dalam silabi berkaitan dengan kebutuhan anak didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula. Minat anak didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhan anak didik. Maslow berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya.[13] Jadi,  bahan pelajaran yang ssuai dengan ekbutuhan anak didik akan memotivasi anak didik dalam jangka waktu tertentu.
Biasanya aktifitas anak didik akan berkurang bila bahan pelajaran yang diberikan guru tidak atau kurang menarik perhatiannya, disebabkan cara mengajar yang mengabaikan prinsip-prinsip mengajar, seperti apersepsi dan korelasi, dan lain-lain guru merasa pintar dengan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan bahasa dan jiwa anak didik akan lebih banyak mengalami kegagalan dalam menyampaikan bahan sesuai dengan perkembangan bahasa anak didik daripada menuruti kehendak pribadi. Ini perlu mendapat perhatian yang serius, agar anak didik tidak di rugikan  oleh sikap dan tindakan guru yang keliru. Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses pembelajaran yang akan disampaikan kepada anak didik.
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih Sukmadinata, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pelajaran, antara lain sebagai berikut :[14]


1)  Materi pelajaran hendaknya sesuai/menunjang tujuan intruksional
Di negara manapun, sekolah adalah tempat pendidikan yang berfungsi mengembangkan seluruh aspek keperibadian peserta didik atau siswa, yang meliputi aspek kognitif, efektif, maupun psikomotor. Pemenuhan fungsi tersebut diwujudkan antara lain melalui pemberian berbagai bidang jenis studi atau mata pelajaran, seperti Pendidikan Agama, PMP, IPA, IPS, Pendidikan Jasmani, Kesenian dan sebagainya. Untuk itu materi pelajaran yang diberikan dalam setiap mata pelajaran hendaknya mendukung pencapaian tujuan instruksional mata pelajaran yang bersangkutan, dalam rangka mewujudkan fungsi pendidikan yang diemban oleh sekolah tersebut.[15]
2) Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan/perkembangan siswa pada umumnya
Di samping menunjang pencapaian tujuan intruksional, materi pelajaran hendaknya di tetapkan dengan mempertimbangkan pula tarap kemampuan peserta didik atau siswa yang bersangkutan. Suatu topik yang sama bisa berbeda tingkat kedalamannya untuk tingkat sekolah/kelas yang berbeda. Pembahasan tentang topik lingkungan, aklimat, demokrasi, dan lain-lain, berbeda kedalamannya dengan tingkat kelas II, kelas IV, apalagi antar SD, SLTP dan SLTA.


3) Materi pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan.
Sistematis dan berkesinambungan maksudnya bahwa antara bahan yang satu dengan bahan berikutnya ada hubungan fungsional, di mana bahan yang satu menjadi dasar untuk/berkaitan dengan bahan berikutnya. Sebagai contoh, sebelum sampai kepada materi tentang jenis-jenis transimigrasi, perlu di bahas terlebih dahulu pengertian dan transimigrasi tersebut.
4) Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual
Bahan yang faktual sifatnya konkrit dan mudah di ingat, sedangkan bahan yang bersifat konseptual berisikan konsep-konsep abstrak, dan  memerlukan pemahaman yang lebih dalam. Dalam menetapkan materi pelajaran, kedua jenis bahan tersebut perlu dimasukkan, berhubung keduanya penting untuk mencapai tujuan.
Menurut Harjanto, aspek-aspek lain yang perlu menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan materi pelajaran dan rinciannya antara lain ; konsep, prinsip, fakta, proses, nilai dan keterampilan.[16] Setiap satuan bahasan yang telah ditentukan perlu dianalisis lebih lanjut tentang konsep-konsep yang terkandung dalam topik tersebut, prinsip-prinsip apa yang perlu disampaikan dan seterusnya.

Konsep adalah suatu ide atau gagasan atau suatu pengertian yang umum, misalnya sumber kekayaan alam yang dapat di perbaharui. Prinsip adalah sesuatu kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir atau merupakan suatu petunjuk berbuat/melaksanakan sesuatu. Fakta adalah sesuatu yang telah terjadiatau yang telah dikerjakan/dialami. Mungkin berupa hal, objek atau keadaan. Jadi bukan sesuatu yang di inginkan atau pendapat atau teori. Misalnya, Proklamasi Kemerdekaan RI adalah pada tanggal 17 Augustus 1945.
 Proses adalah serangkaian perubahan, gerakan-gerakan perkembangan. Suatu proses dapat terjadi secara sadar atau tidak disadari. Dapat juga merupakan cara melaksanakan kegiatan operasional (misalnya di pabrik) atau proses pembuatan tempe, proses perubahan warna pada daun yang kena hama wereng dan sebagainya. Nilai  adalah suatu pola, ukuran atau merupakan suatu tipe atau model. Umumnya nilai bertalian dengan pengakuan atau kebenaran yang bersifat umum, tentang baik dan buruk misalnya, hukum jual beli, hukum koperasi unit desa, bimas dan sebagainya. Keterampilan adalah kemampuan berbuat sesuatu dengan baik. Berbuat dapat berarti secara jasmaniah (menulis, berbicara dan sebagainya). Biasanya kedua aspek tersebut tidak terlepas satu sma lain, kendatipun tidak demikian adanya.



c.     Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar disebut juga dengan aktivitas pembelajaran. Hal ini merupakan inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diperogaramkan, dilaksanakan dalam aktivitas pembelajaran. Aktivitas pembelajaran akan melibatkan semua komponen pengajaran serta menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Dalam aktivitas pembelajaran, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah intraksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam intraksi itu anak didiklah yang lebih aktif bukan guru. Guru hanya sebagai motivator dan fasilitator. Inilah sistem pengajaran yang dikehendaki dalam pembelajaran dengan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dalam pendidikan moderen.[17] 
Kegiatan  pembelajaran dengan pendekatan CBSA menghendaki aktivitas anak didik menyangkut kegiatan fisik dan mental. Aktivitas anak didik bukan hanya secara individual, tetapi juga dalam kelompok sosial. Aktivitas anak didik dalam  kelompok sosial akan membuahkan interaksi dalam kelompok. Interaksi dikatan maksimal bila intraksi itu terjadi antara guru dengan semua anak didik, antara anak didik dengan guru dan antara anak didik dengan anak didik dalam rangka bersama-sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Dalam aktivitas pembelajaran, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual dan psikologis. Kerangka berpikir demikian dimaksudkan agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara individual. Anak didik sebagai individu memiliki perbedaan dalam hal sebagaimana disebutkan di atas. Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut akan merapatkan hubungan guru dengan anak didik, sehingga memudahkan melakukan pendekatan mastery learning dalam mengajar. Mastery learning adalah salah satu strategi pembelajaran pendekatan individual.[18]
Dalam kegiatan pembelajaran guru akan menemui anak didiknya sebagian ada yang menguasai bahan pelajaran secara tuntas dan ada pula anak didik yang kurang menguasai bahan pelajaran secara tuntas (mastery). Kenyataan tersebut merupakan persoalan yang perlu diatasi dengan segera, dan mastery learning-lah sebagai jawabannya. Dengan dmikian, kegiatan pembelajaran yang bagaimanapun juga ditentukan dari baik atau tidaknya program pembelajaran yang telah dilakukan dan akan berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai.
Moh. Uzer Usman seperti dikutip Syaiful Bahri Djamarah, mengemukakan beberapa pola intraksi edukatif antara anak didik dengan guru, yaitu :[19]

1.      Pola guru-anak didik
2.      Pola guru-anak didik-guru
3.      Pola guru-anak didik-anak didik
4.      Pola guru- anak didik, anak didik-guru, anak-anak didik
5.      Pola melingkar
Di samping itu, Suparman seperti dikutip Irpan Abd Gafar dan Muhammad Jamil B mengemukakan bahwa di dalam setrategi pembelajaran termaktub empat komponen kunci, yaitu : a) urutan kegiatan pembelajaran, b) metode pembelajaran, c) media pembelajaran, dan d) waktu yang digunakan pembelajaran dalam belajar dan belajar dalm menyesuaikan setiap langkah kegiatan pembelajaran.[20] Dalam kaitannya dengan aktifitas pembelajaran, maka komponen kunci yang dimaksud disini adalah urutan atau tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu: yakni tahapan permulaan (fainstruksional) tahap pengajaran (intruksional), dan tahap penilaian dan tindak lanjut. Namun yang menjadi titik fokus pembahasan dalam hal ini adalah dua poin pertama.
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih Sukmadinata, aktivitas pembelajaran tidak hanya berlangsung dalam kelas saja, akan tetap juga berlangsung di luar kelas. Dan bahkan di luar sekolah atau di rumah, di perpustakaan, di mushala, atau di mesjid.[21] Aktivitas pembelajaran di luar kelas/sekolah ini dapat saja berada langsung di bawah bimbingan guru atau tidak, tergantung pada kesiapan dan kesediaan guru di lembaga yang bersangkutan.
d.    Metode Pembelajaran
Secara etimologi, metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan suatu pelaksanan suatu kegiatan guan mencapai tujuan yang di dapatkan.[22] Menurut Syaiful Bahri Djamarah, metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang  telah ditetapkan.[23]
Dalam konsep Islam, metode pendidikan diartikan dengan beberapa istilah, yaitu: 1) minhaj at-tarbiyah, 2) wasilatu at-tarbiyah, 3) kaifiyatu at-tarbiyah, dan 4) thariqotu at-tarbiyah. Sedangkan yang paling populer digunakan adalah istilah at-tariqah, yang berarti jalan atau cara yang harus ditempuh.[24]
Menurut Dzakiah Dradjat, metode ini dimasukkan agar murid dapat menangkap pelajaran dengan mudah, efektif, dan dapat dicerna oleh anak dengan baik.[25] Dalam mendidik dan mengajar ummat, Nabi SAW selalu memperhatikan masalah metode. Salah satu sebab keberhasilan beliau dalam mengemban misi kerasulannya adalah sikap didaktis dalam mengembangkan dakwahnya.


Firman Allah SWT :
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  

Artinya : “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kami bersifat keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan lah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Q.S. Ali-Imran : 159).[26]

Dalam kegiatan pembelajaran, metode di perlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin di capai setelah pembelajaran berakhir. Seorang guru tidak dapat melaksanakan tugasnya bila tidak menguasai satupun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi pendidikan. Berikut ini adalah beberapa ayat Al-Quran yang dapat dijadikan petunjuk dalam membicarakan petunjuk pembelajaran.
Firman Allah SWT:
¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ   #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ  
Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya, (di dadamu) dan (membuat pandai) membaca. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaan itu”. (Q.S. al-Qiyamah : 17-18).[27]

Dikaitkan dengan metode pembelajaran, ayat di ats membicarakan tentang suatu metode yang cukup efektif digunakan oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar. Metode yang dimaksud adalah metode resitasi atau metode pergulangan, yaitu guru mengulang-ulang pelajaran yang disampaikan, sehingga murid dapat lebih menguasai dengan baik.
Firman Allah SWT  :
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  

Artinya : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang mngajarkan manusia dengan prantraan kalam, dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. al-Alaq : 1-5).[28]

Menurut Muhammad Abduh seperti dikuti M. Quraish Shihab, bahwa perintah membaca disini bukan sebagai beban tugas yang harus dilaksanakan (amr taklifi) sehingga membutuhkan obyek, tetapi ia adalah amr takwini yang mewujudkan kemampuan membaca secara aktual pada diri pribadi Nabi Muhammad Saw. Pendapat ini dihadang oleh kenyataan bahwa setelah turunnya perintah ini pun Nabi Muhammad SAW masih tetap di namai al-Quran sebagai seorang Ummi (tidak pandai membaca dan menulis), di sisi lain jawaban Nabi kepada Jibril ketika itu, tidak mendukung pemahaman tersebut.[29]
Ayat di atas memberikan pemahaman  tentang metode pembelajaran. Pelajaran yang utama adalah membaca. Dalam pelajaran membaca terkandung maka hendak memberikan pengetahuan. Pengetahuan yang mula-mula diketahui manusia adalah nama. Nama adalah simbol pengetahuan pemulaan dan dari mengenal nama, orang dapat membuat pengertian atau konsep ilmu pengetahuan.
Firman Allah SWT :
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ  
Artinya : “Dan Dia mengajrkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para malaikat lalu berfirman: sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Q.S. al-Baqarah : 31).[30]

Muhammad Athiyah al-Abrasyi menekankan bahwa metode pendidikan Islam yang ideal harus mengandung demokrasi, kebebasan, kemerdekaan, persamaan, pengamatan pengamatan yang teliti terhadap bakat, kecenderungan, fitrah, kecakapan, kemampuan peserta didik, serta bersipat komunikatif dan mengandung unsur pembinaan.[31]
Menurut Hamzah B. Uno, ada tiga prinsip yang perlu di pertimbangkan dalam upaya menetapkan metode pembelajaran. Ketiga prinsip tersebut adalah ; (a) tidak ada satu metode pembelajaran yang unggul untuk semua tujuan dalam semua kondisi, (b) metode (strategi) pembelajaran yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada hasil pembelajaran, dan (c) kondisi pembelajaran bisa memiliki pengaruh yang konsisten pada hasil pengajaran.[32]
Dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak harus terpaku dengan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi, agar pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik. Tetapi penggunaan mtode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan pembelajaran bila penggunaannya tidak tepat situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi psikologis anak didik. Oleh karena itu, disinilah kompetensi guru diperlakukan dalam pemilihan metode yang tepat. Pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan bila guru mengabaikan faktor-faktror yang mempengaruhi penggunaannya. Winarno Sarakhmad seperti dikutif Syaiful Bahri Djamarah mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut :[33]
1.      Tujuan yang berbagai macam jenis dan fungsinya
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan pembelajaran. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran berbagai macam jenis dan fungsinya. Secara hirearki tujuan itu bergerak dari yang rendah hingga yang tinggi, yaitu tujuan intruksional atau tujuan pembelajaran, tujuan kurikuler atau tujuan kurikulum, tujuan instusional dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan intermedier (antara), yang berlangsung dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Tujuan pembelajaran dikenal ada dua, yaitu TIU (Tujuan Intruksioanal Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus).[34]
Perumusan tujuan instruksional khusus misalnya, akan mempengaruhi tujuan yang akan terjadi pada diri anak didik. Proses pengajaranpun dipengaruhinya. Demikian juga penyeleksian metode yang harus digunakan guru di kelas. Metode yang dipilih guru harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak diisi ke dalam diri anak didik. Artinya, metode yang harus tunduk kepada kehendak tujuan dan bukan sebaliknya. Karena itu, kemampuan seperti apa yang dikehendaki oleh tujuan, maka metode harus mendukung sepenuhnya.
2.      Anak didik dengan berbagai jenis tingkat kematangannya
Anak didik adalah manusia berpotensi yang membutuhkan pendidikan. Di sekolah, guru adalah berkewajiban untuk mendidiknya. Di ruang kelas, guru akan berhadapan dengan sejumlah anak didik dengan latar belakang kehidupan yang berlainan. Status sosial mereka juga bermacam-macam. Demikian juga halnya dengan jenis kelamin mereka. Ada berjenis kelamin laki-laki dan ada yang berjenis kelamin perempuan. Postur tubuh mereka ada yang tinggi, sedang dan ada pula yang rendah. Pendek kata, dari aspek fisik ini selalu ada perbedaan dan persamaan pada setiap anak didik,[35]
Jika pada aspek biologis di atas ada persamaan dan perbedaan, maka pada aspek intelektual juga ada perbedaan. Para ahli sepakat bahwa secara intelektual, anak didik selalu menunjukkan perbedaan. Hal ini terlihat dari cepatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, dan lambatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan guru, tinggi atau renfdahnya kreativitas anak didik dalam mengolah kesan dari bahan pelajaran yang baru diterima bisa dijadikan tolak ukur dari kecerdasan seorang anak. Kecerdasan seorang anak terlihat seiring dengan meningkatkan kematangan usia anak. Daya pikir anak bergerak dari cara berpikir konkrik  ke arah cara berpikir abstrak. Anak-anak usia SD lebih cendrung berpikir konkrit. Sedangkan anak-anak SLTA atau SLTP sudah mulai dapat berpikir abstrak. Berdasarkan IQ anak, ditentukanlah klasifikasi kecerdasan seseorang dengan perhitungan tertentu. Dari IQ ini pula diketahui persamaan dan perbedaan kecerdasan seseorang.
Dari aspek psikologis, sudah diakui ada juga perbedaan. Di sekolah, perilaku anak didik selalu memperlihatkan perbedaan, ada yang pendiam, ada yang kreatif, ada yang suka bicara, ada yang tertutup, ada yang terbuka, ada yang pemurung, ada yang priang, dan sebagainya. Semua perilaku anak tersebut mewarnai suasana kelas. Dinamika kelas terlihat dengan banyaknya jumlah anak dalam kegiatan pembelajaran. Kegaduhan semakin terasa jika jumlah anak didik sangat banyak di kelas. Semakin banyak jumlah anak didik di kelas, semakin mudah terjadi konflik dan cenderung sukar dikelola.
Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, intlektual, psikologis sebagaimana disebutkan di atas, mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang paling efektif digunakan oleh guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam waktu yang relatif lama demi tercapainya tujuan belajar yang telah dirumuskan secara operasional. Dengan demikian jelas, kematangan anak didik yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran.
3.      Situasi dengan berbagai jenis keadaannya
Situasi kegiatan pembelajaran yang diciptakan guru tidak selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu, boleh jadi guru ingin menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka, yaitu di luar ruangan sekolah. Maka guru dalam hal ini memiliki metode yang sesuai dengan yang diciptakan. Di lain waktu, sesuai dengan sifat bahan dan kemampuan yang ingin dicapai oleh tujuan, guru menciptakan lingkungan belajar anak didik secara kelompok. Ana didik dibagi ke dalam beberapa kelompok belajar di bawah dan pengawasan guru. Semua anak didik dalam kelompok masing-masing diserahi tugas oleh guru untuk memecahkan sesuatu masalah. Dalam hal ini tentu guru telah memilih metode untuk membelajarkan anak didiknya, yaitu  prolem solving. Demikianlah, situasi yang di ciptakan guru mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.[36]
4.      Fasilitas dengan berbagai jenis kualitas dan kuantitasnya
Fasilitas merupakan hal  mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak didik sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi metode mengajar, ketiadaan laboratoriun untuk praktek IPA, misalnya, kurang mendukung penggunaan metode eksprimen atau metode demonstrasi. Demikian juga halnya ketiadaan mempunyai fasilitas olah raga, tentu sukar bagi guru menerapkan metode latihan. Justru itu, keampuhan suatu metode mengajar akan terlihat jika faktor lain mendukungnya.[37]
5.      Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
Setiap guru memiliki kepribadian yang berbeda. Seorang guru misalnya kurang suka berbicara, tetapi seorang guru yang lainnya suku berbicara. Seorang guru yang bertitel sarjana pendidikan dan keguruan, berbeda dengan gura yang bukan bertitel sarjana dan keguruan dibidang penguasaan ilmu pendidikan dan keguruan. Guru yang sarjana pendidikan dan keguruan lebih banyak menguasai metode-metode mengajar, karena memang dicetak sebagai tenaga ahli dibidang keguruan dan wajar saja dia menjiwai dunia guru.[38]
Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode. Itulah yang biasanya disarankan oleh mereka yang bukan berlatar belakang pendidikan guru. Apalagi belum memiliki pengalaman mengajar yang memadai. Sungguhpun begitu, baik dia berlatar belakang pendidikan guru maupun dia yang berlatar belakang bukan pendidikan guru, dan sama-sama minim pengalaman mengajar di kelas, sukar memilih metode yang tepat. Tapi ada juga yang tepat memilihnya namun dalam pelaksanaanya menemui kendala disebabkan labilnya kepribadian dan kadang kala penguasaan atas metode yang digunakan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keperibadian, latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
Terdapat beberapa metode yang biasa digunakan dalam kegiatan pembelajaran, antara lain ; metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, percobaan/eksprimen, latihan/simulasi, kerja kelompok, karyawisata dan sosiodrama atau bermain peran (role playing).[39]


[1] Tim MKDK Fakultas Ilmu Pendidikan UNP, op. cit., h. 40
[2] Abuddin Nata, lmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 146
[3] Ibid
[4] Ibid., h. 147
[5] Ibid., h. 148
[6] Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), h. 174             
[7] Departmen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, 1995), h. 13
[8] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, diterjemahkan oleh K. Anshori Umar Sitanggal, (Semarang : Toha Putra, 1992), h. 135
[9] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), cet. Ke-2 h. 50
[10] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), cet ke-4, h. 132
[11] Sudirman N, Ilmu Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), cet. Ke-5, h. 203
[12] Suharismi Arikunto, Manajemen Pengajar Secara Manusiawi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), cet ke-1, h. 68        
[13]  Sardiman AM, op. cit., h. 8
[14] R. Ibrahim dan Nana Syaodih Sukmadinata, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), cet ke-2, h. 102
[15]Ibid, h. 103
[16] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003)cet, ke-3, h, 220-221
[17] Syaiful Bahri Djamarah, op, cit., h, 52
[18] Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1992), cet. Ke-8, h. 94
[19] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Diik dalam Intraksi Edukatif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), cet. Ke-3. h. 13. Bandingkan dengan Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2004), cet ke-7. h. 31-32
[20] Irfan Abd. Gapar dan M. Jamil B, Reformulasi Rancangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Panduan Dosen, Guru dan Mahasiswa.), (Jakarta : Nur Insani, 2003), h. 148
[21] R. Ibrahim dan Nana Syaodih Sukmadinata, op. cit., h. 41
[22] Anton M. Moeliono, et al, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta : Balai Pustaka, 1988), h.  580-581
[23] Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., h. 53
[24] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berkompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), h. 75
[25] Zakiah Dradjat Dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), cet, ke-2, h.  61
[26] Departmen Agama RI, op. cit., h. 103
[27] Ibid., h 999
[28] Ibid.,h. 079
[29] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta : Lentara Hati, 2002), h. 393
[30] Departmen Agama RI, op, cit., h, 14
[31] Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa al-Falsafatuhu, (Mesir : Isa al-Babiy al-Hilyaty al-Syirkat, 1976), h. 3-4
[32] Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), cet, ke-1, h. 6
[33] Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., h. 54
[34] Ibid., h. 91
[35]Ibid., h. 89
[36] Ibid., h. 91
[37] Ibid., h. 92
[38] Ibid., h. 92-93
[39] R. Ibrahim dan Nana Syaodih Sukmadinata, op. cit., h. 105

Tidak ada komentar: