Cari Blog Ini

Senin, 30 April 2018

Pendidikan Islam


A.    Pendidikan Islam
  1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan berasal dari bahasa Arab yaitu “tarbiyah” dengan kata kerja “rabba”, dan “ta’lim” dengan kata kerjanya ‘allama. Kata rabba ini juga digunakan untuk Tuhan, mungkin karena Tuhan bersifat pendidik, sesuai dengan Al-Qur’an surat Asy-Syu’araa’ ayat 18:
tA$s% óOs9r& y7În/tçR $uZŠÏù #YÏ9ur |M÷WÎ6s9ur $uZŠÏù ô`ÏB x8̍çHéå tûüÏZÅ  ﴿ الشعراء: ۱۸﴾

Artinya:
Fir’aun menjawab : “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu”. (QS. Asy-Syu’araa’: 18)

Kalau dilihat kedua istilah tersebut berbeda secara defenitif karena Tarbiyah (pendidikan) secara subtantif mengandung arti sangat komplek dan luas. Yaitu proses untuk memberdayakan semua potensi yang melekat pada diri manusia, baik potensi rohaniah maupun potensi jasmaniah. Sedangkan ta’lim (pengajaran) adalah bagian dari tarbiyah (pendidikan) salah satu usaha yang digunakan untuk mencapai tujuan. Upaya untuk memberikan pengajaran itu adalah salah satu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan secara istilah adalah usaha pendidikan yang sungguh-sungguh dan sebenarnya sudah dilakukan semenjak zaman Rasulullah seperti yang dinyatakan oleh :
a.       Zakia Darajat
… Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan cara berdakwah menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan, berbuat, memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial, mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim semua itu mencakup arti pendidikan dalam artian sekarang.1

Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa ajaran Islam itu lebih mudah diterima dan dihayati orang apabila diajarkan dengan memberikan contoh tauladan terlebih dahulu. Dakwaah bil hal sangat ampuh dari dakwah bil lisan atau metode pendidikan yang lebih efektif dalam bahasa simple adalah ibda’ binafsih.
b.      Menurut Muhammad Natsir seperti yang dikutif oleh Azyumardi Azra, “Pendidikan Islam adalah usaha untuk memimpin jasmani dan rohani menuju kesempurnaan. Usaha memimpin itu adalah tanggung jawab pendidikan Islam secara formal dan tanggung jawab masyarakat serta keluarga secara non formal.2
c.       Menurut Yusuf M. Qardawi pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yaitu akal dan hati, rohani dan jasmani, akhlak dan ketrampilan. Karena itu pendidikan Islam harus membantu mempersiapkan manusia untuk hidup dalam menghadapi masyarakat yang mungkin saja mempunyai kebaikan dan kejahatan.
d.      Hasan Langgulung mengungkapkan bahwa pendidikan Islam adalah proses untuk menyiapkan generasi muda untuk mengisi peranan di masa depan. Dalam hal ini tugas pendidikan adalah memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang selaras dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.3
Dari kutipan ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga manusia mampu menunaikan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
e.       Abuddin Nata, menyebutkaan pendidikan Islam adalah pendidikan yang seluruh komponen atau aspeknya didasarkan pada ajaran Islam. Visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik, kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana, pengelolaan, lingkungan dan aspek atau komponen pendidikan lainnya didasarkan pada ajaran Islam. Itulah yang disebut pendidikan Islam, atau pendidikan yang Islami.4
f.       Sedangkan Ramayulis, menyebutkan bahwa pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa berakhlak mulia, mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman.5
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa perlu dibentuk suatu sistem pendidikan yang akurat, agar usaha untuk mengembangkan segala potensi manusia dapat tercapai dengan baik, hal itu membutuhkan waktu yang panjang, maka membutuhkan keahlian, profesionalisme, fasilitas serta sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan tenaga pendidik hanya sebagai fasilitator untuk mengembangkan potensi yang kompleks itu.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan Islam di atas terlihat perbedaan secara mendasar antara pendidikan yang bersifat sekuler dengan pendidikan agama Islam. Pendidikan sekuler kajian strateginya lebih ditekankan pada upaya membina keterampilan dan ilmu-ilmu pragmatis. Sedangkan pendidikan Islam lebih banyak bersifat membimbing ke arah pengembangan potensi jasmani dan rohani.
Dalam komperensi Internasional pertama tentang pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 merumuskan tujuan pendidikan agama Islam, yakni:
Pendidikan Islam bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra. Karena itu pendidikan Islam harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah baik secaara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.6

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan Islam meletakkan segala sesuatu berdasarkan tipoksinya masing-masing, pendidikan Islam memandang perkembangan dengan segala aspeknya sebagai alat untuk mencapai tujuannya yang paling tinggi, yaitu : beribadah dan taat kepada Allah serta melaksanakan keadilan dan syari’atnya dalam seluruh individu dan masyarakat.
  1. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam suatu sistem memberikan kemungkinan berprosesnya bagian-bagian menuju ke arah tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan ajaran Islam. Jalannya proses itu baru bersifat konsisten bilamana dilandasi dengan pola dasar pendidikan yang mampu menjamin terwujudnya pendidikan Islam.
Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam harus merupakan sumber nilai kebenaran, untuk itu dalam Islam harus mempunyai dasar atau sumber-sumber yang sesuai dengan dasar tujuan Islam. Jalaluddin mengutip pendapat al-Syaibany dalam buku “Teologi Pendidikan” menyatakan bahwa “Dasar pendidikan Islam identik dengan dasar tujuan Islam, keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-Qur’an dan Hadits.7
Berdasarkan kutipan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi dasar dari pendidikan Islam itu ada tiga yaitu:
a.       Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan, yang perlu digali dan dipelajari dalam Al-Qur’an tersebut. Termasuk dalam masalah konsep pendidikan Islam harus bersandar kepada Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang absolute, yang eksistensinya tidak mengalami perubahan walaupun interprestasinya dimungkinkan mengalami perubahan sesuai dengan konteks zaman, keadaan dan tempat. Lebih lanjut Hasan Langgulung menjelaskan bahwa : “Al-Qur’an dapat menjadi dasar pendidikan Islam karena di dalamnya dimuat unsur-unsur sebagai berikut:8
1)      Sejarah Pendidikan Islam
Al-Quran menyebutkan beberapa kisah Nabi, misalnya Nabi Adam sebagai manusia pertama sekaligus sebagai Rasul, ia telah merintis budaya awal di bidang tarbiyah, ta’lim, ta’dib dengan petunjuk Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran.
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ﴿  البقرة:۳۱


Artinya:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Malaikat lalu berfirman: Sebutkan kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (al-Baqarah : 31)

Diteruskan Nabi Nuh sebagai pendidik manusia tatkala terjadi penyimpangan-penyimpangan tugas kekhalifahan manusia, sehingga ia membuat perahu untuk menyelamatkan manusia dan budayanya dari ancaman kehancuran. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah dalam surat Ash-Shaffta ayat 38 yang berbunyi:
ö/ä3¯RÎ) (#qà)ͬ!#s%s! É>#xyèø9$# ÉOŠÏ9F{$# ﴿ الصفت:۳۸ ﴾ 
Artinya:
“Sesungguhnya kamu akan merasakan azab yang pedih”. (Ash-Shaffat : 38)

Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dalam jarak waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari yang dalam tahun-tahun Kerasulan Nabi Muhammad SAW dimana beliau menyampaikan risalahnya. Sebagian diturunkan di Mekkah selama beliau tinggal di sana selama 13 tahun, sedangkan sebagian yang lainnya turun di Madinah. Suatu kenyataan bahwa Al-Qur’an sendiri yang diwahyukan secara berangsur-angsur selama masa kehidupan Nabi, pada mulanya di cetuskan dan disampaikan secara lisan. Barulah setelah hampir berakhir satu generasi Al-Qur’an dituliskan dalam satu versi yang baku.9
Dalam perjalanan waktu yang cukup lama tersebut, al-Quran sangat banyak berbicara masalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan pengetahuan yang didapat oleh manusia saat sekarang bersumber dari apa yang pernah dijelaskan oleh al-Quran. Al-Quran tetap eksis dengan zaman dan tidak pernah mengikuti zaman, tetapi zamanlah yang mengikuti al-Quran.
Al-Qur’an selain murni berisi ajaran agama yang menyatakan keesaan dan keagungan Tuhan, pesan Al-Qur’an menekankan ketinggian nilai belajar (dengan sendirinya juga ketinggian nilai ilmu pengetahuan).
2)      Sumber Ajaran Islam
Al-Qur’an merupakan pedoman normatif teoritis dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Kalam yang tertuang dalam Al-Qur’an merupakan sesuatu yang harus diterjemahkan menjadi desain oleh para ahli pendidik untuk menjadi suatu rumusan pendidikan Islam yang dapat menghantarkan pada tujuan pendidikan yang hakiki.
Al-Quran hendaknya dibaca, diterjemahkan, dipahami, diteliti, dan dikaji untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan. Dengan membaca dan sebagainya, maka ilmu pengetahuan akan semakin diperoleh dan diketahui karena al-Quran sewaktu turun juga menganjurkan manusia untuk membaca. Sesuai dengan ayat yang berbunyi.
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{  t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã  ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$#  Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/  zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ  ﴿العلق:۱–۵

Artinya:
“Bacalah dengan nama Tuhan mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (al-‘Alaq: 1-5)

Ayat ini seakan-akan sebagai permulaan untuk pemberitahuan bahwa kitab ini mengajak kepada ilmu. Tidak bisa dibantah bahwa sumber dari segala ilmu pengetahuan itu berasal dari al-Quran. Dan sudah sepantasnyalah al-Quran dikaji dan digali untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan.
b.      Sunnah Nabi SAW
Secara sederhana “as-Sunnah” diartikan sebagai “Sesuatu yang datang dari Rasulullah, baik ucapan, perbuatan, maupun taqrir (persetujuan)”.10
Sunnah merupakan suatu ucapan, perbuatan, dan perilaku Nabi yang harus ditiru dan dipedomani dan diteladani oleh umatnya. Karena secara gamlang dan berbagai kajian ayat dan hadits bahwa Nabi Muhammad di utus adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia dan rahmatan lil ‘alamin.
Dalam pendidikan Islam, Rasulullah SAW adalah pendidik pertama dan terutama dalam dunia pendidikan Islam. Beliau mengajar serta memberikan motivasi yang begitu besar terhadap keluarga, sahabat dan kaum muslimin pada saat itu untuk selalu belajar. Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia apa dan dimana pun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Hasil pendidikan Islam periode Rasulullah terlihat dari kemampuan murid-muridnya (para sahabat) yang luar biasa. Misalnya Umar sebagai ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli Hadis, Salman al-Farisi sebagai ahli perbandingan agama (Majusi, Yahudi, Nasrani, dan Islam), dan Ali sebagai seorang yang ahli hukum dan tafsir al-Quran. Kemudian murid dari para sahabat Rasulullah di kemudian hari, tabi-tabiin, banyak yang menjadi ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan-sains, teknologi, astronomi, dan filsafat, yang mengantarkan Islam ke pintu gerbang zaman keemasan terutama pada fase awal kekuasaan dinasti Abbasiyyah.11
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah menjunjung tinggi pendidikan dan memotivasi umatnya untuk lebih memperhatikan pendidikan dan pengajaran.
Kutipan dasar pendidikan yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, pada umatnya memiliki corak sebagai berikut:
1)      Disampaikan sebagai Rahmatan lil ‘alamin” yang ruang lingkupnya tidak hanya sebatas manusia, tetapi juga pada makhluk biotik dan abiotik lainnya. Hal ini ditegaskan dalam Surat Al-Anbiyaa’ ayat 107 yang berbunyi:
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ﴿الا نبياء:۱۰۷﴾
Artinya:
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. (Al-Anbiyaa’: 107)

Ayat di atas menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini sebagai petunjuk dan pembimbing umat, sehingga rahmat yang diberikan oleh Allah kepada Muhammad merupakan suatu jalan bagi umat manusia untuk mempelajari.
2)      Disampaikan secara “Universal” mencakup dimensi kehidupan apapun yang berguna untuk kegembiraan dan peringatan bagi umatnya. Sebagaimana ditegaskan dalam suatu firman Allah dalam surat Saba’ ayat 28 yang berbunyi:
!$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ  ﴿ سبا: ۲۸﴾
Artinya:
“Dan Kami tidak mengutus kau melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (Saba’ : 28)

ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx.  ﴿ الاحزاب: ۲۱﴾

Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”. (al-Ahzaab: 21)

Ayat di atas juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus secara khusus juga untuk menyampaikan wahyu-wahyu Allah itu dengan benar, mengajarkan kepada manusia sesuai dengan petunjuk dan perintah, melalui kegiatan dakwah dan pendekatan-pendekatan melalui para sahabatnya, saudara dan keluarganya akan mempelajari perilaku Nabi dan memberi contoh-contoh yang baik.
3)      Apa yang disampaikan merupakan “kebenaran” yang mutlak. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam suatu firman Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 119 yang berbunyi:
!$¯RÎ) y7»oYù=yör& Èd,ysø9$$Î/ #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur ( Ÿwur ã@t«ó¡è@ ô`tã É=»ptõ¾r& ÉOŠÅspgø:$#  ﴿البقرة:۱۱٩﴾

Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggung jawaban tentang penghuni-penghuni neraka)”. (al-Baqarah : 119)

Ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus ke muka bumi ini sebagai pembawa kebenaran, hanya saja manusia masih ada yang tidak mau mengikuti kebenaran-kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW karena mereka terlarut dalam kekhafirannya.
4)      Kehadiran Nabi sebagai “pengawas” yang mampu mengawasi dan terus bertanggung jawab atas aktifitas pendidikan. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Surat Asy-Syuura’ ayat 48 yang berbunyi:
÷bÎ*sù (#qàÊtôãr& !$yJsù y7»oYù=yör& öNÍköŽn=tã $¸àŠÏÿym ( ÷bÎ) y7øn=tã žwÎ) à÷»n=t7ø9$# 3 !$¯RÎ)ur !#sŒÎ) $oYø%sŒr& z`»|¡SM}$# $¨ZÏB ZpyJômu yy̍sù $pkÍ5 ( bÎ)ur öNåkö:ÅÁè? 8pt¤ÍhŠy $yJÎ/ ôMtB£s% öNÍgƒÏ÷ƒr& ¨bÎ*sù z`»|¡SM}$# Öqàÿx.  ﴿الشور:٤۸﴾

Artinya:
“Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar), karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada ni’mat)”. (Asy-Syuura : 48)

Kemudian dalam Surat Al-Fath ayat 8 Allah SWT berfirman sebagai berikut:
!$¯RÎ) š»oYù=yör& #YÎg»x© #\Ïe±t6ãBur #\ƒÉtRur  ﴿الفتح: ۸﴾
Artinya:
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan”. (Al-Fath : 8)

Ayat di atas memberikan gambaran bahwa intinya Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyampaikan dan mengajarkan serta memberi peringatan kepada seluruh umat manusia agar menunju ke jalan kebenaran, yakni jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
5)      Perilaku Nabi Muhammad SAW tercermin sebagai “Uswatun Hasanah” yakni sebuah figur yang menjadi tauladan bagi umat manusia, dan semua tindak-tanduknya karena perilakunya selalu diawasi oleh Allah sehingga hampir tidak pernah melakukan kesalahan.
6)      Masalah teknis praktis dalam pelaksanaan pendidikan Islam diserahkan penuh pada umatnya. Strategi, pendekatan, metode maupun teknik bagaimana yang dikehendaki dan cocok diserahkan penuh dalam memaparkannya.
Dengan demikian dalam proses pendidikan Islam konsep sunnah tentunya tidak dapat ditinggalkan begitu saja, Karena merupakan hal yang pokok dan mutlak untuk dilaksanakan dan diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah maupun di madrasah-madrasah.


c.       Hasil Pemikiran Muslim (Ijtihad)
Ijtihad berasal dari kata ijtahada yang memiliki arti bersungguh-sungguh, rajin, dan giat. Ijtihad memiliki arti berupaya dengan mencurahkan segala kemampuan dan bersungguh-sungguh. Sedangkan ulama ushul mengartikan sebagai perbuatan-perbuatan istinbath hukum syariah dari segi dalil-dalilnya yang terperinci di dalam syariah. Sedangkan al-Ghazali mendefinisikan ijtihad sebagai usaha yang sungguh-sungguh dari seseorang di dalam rangka mengetahui tentang hukum-hukum syariah dan orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.12
Hasil pemikiran para mujtahid dapat dijadikan dasar pendidikan Islam, terlebih lagi jika ijtihad konsensus umum eksistensinya semakin kuat. Dalam pendidikan ia harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah.
Mengutip pendapat Zakiah Drajat dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam” dikatakan bahwa : “Ijtihad haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus di kaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup”.13
Upaya perumusan hakikat pendidikan Islam bagi setiap para ahli sangat penting dalam pengembangan pendidikan masa depan sehingga pendidikan Islam mampu berperan di jantung masyarakat dinamis masa kini dan mendatang.
Pergantian dan perbedaan zaman terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bermuara kepada perubahan kehidupan sosial telah menuntut ijtihad dalam bentuk penelitian dan pengkajian kembali prinsip-prinsip ajaran Islam. Kalau ajaran itu memang prinsip yang tak boleh dirubah, maka lingkungan dan kehidupan sosiallah yang perlu diciptakan dan disesuaikan dengan prinsip itu. Sebaliknya, jika dapat ditafsir, maka ajaran-ajaran itulah yang menjadi lapangan ijtihad.
Berbagai bentuk dasar yang dikemukakan di atas merupakan sumber-sumber pendidikan Islam untuk proses pendidikan agama kepada masyarakat, yang dilakukan sejak dini hingga tanpa batas waktu yang disebut juga pendidikan seumur hidup.
  1. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam adalah sesuatu yang harus dicapai oleh satu sistem pendidikan terhadap peserta didik. Secara khusus tujuan pendidikan Islam merupakan tujuan yang sangat idealis dan integral. Tujuan yang multi dimensi ini harus dicapai dengan usaha yang sungguh-sungguh secara seimbang supaya manusia bisa menempati predikat insan kamil, sebagai manifestasi dari totalitas tujuan pendidikan Islam. Analisis ini berdasarkan keterangan Zakiah Darajat dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam” karangan Nur Uhbiyati.
…Tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat serta senang dan gemar menggunakan, mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan sesamanya, dapat mengambil manfaat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan akhirat nanti.14

Dalam sistem pendidikan Islam tujuan pendidikan itu dirinci sebagai berikut :
a.       Tujuan Umum
Tujuan ini lebih bersifat mengembangkan semua potensi yang ada dalam diri manusia melalui pengajaran yang meliputi cara sikap, bertingkahlaku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Semua tujuan ini harus dikembangkan oleh seorang pendidik. Dan seorang pendidik hendaknya mempunyai pengetahuan agama yang intensif. Pengetahuan agama yang parsial akan mempersulit pencapaian tujuan pendidikan.
Setiap tujuan pendidikan yang ditentukan oleh lembaga tertentu atau masyarakat tertentu dan juga negara tertentu dipengaruhi oleh falsafat pendidikan yang dianutnya. Pengembangan pendidikan di arahkan pada pencapaian tujuan yang tersirat dalam filsafat pendidikan. Di Negeri Yunani yang beraliran materialisme aliran serba zat yang memandang bahwa eksistensi manusia itu sebenarnya adalah bentuk jasmaniahnya maka pendidikan bagi mereka lebih ditekankan untuk mengembangkan potensi jasmaniah tersebut; yaitu kecantikan, keperkasaan dan kebugaran, sehingga berakibat mereka melakukan olahraga, merawat kecantikan ketimbang mengembangkan potensi yang lain.15 Pandangan filsafat ini mempunyai implikasi tersendiri terhadap realitas dan tradisi kehidupan. Menurut penulis itulah sebabnya kadang-kadang orang yang sudah tua bangka dibunuh karena dipandang tidak berguna. Tradisi seperti ini sangat ditentang oleh agama Islam karena dipandang tidak berprikemanusiaan. Di sinilah letak perbedaan antara pendidikan Islam dengan prinsip pendidikan non Islam.
b.      Tujuan Akhir
Tujuan akhir merupakan usaha untuk mempertahankan dan memupuk tujuan umum pendidikan Islam. Dengan pendidikan agama diharapkan peserta didik dapat menjalani hidup di bawah komando Allah SWT. Supaya dipenghujung nafasnya seseorang bisa mengakhiri hidupnya dengan ridho Allah SWT. Yaitu mati dalam keadaan khusnul khotimah yang merupakan tujuan akhir dari pendidikan Islam.16 Berdasarkan firman Allah dalam surat Ali Imran 102:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B   ﴿ ال عمران: ۱۰۲﴾

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". (Ali-Imran : 102)
Selain itu Ahmad D Marimba mengemukakan bahwa “tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam”.17
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa perbedaan yang mendasar antara tujuan umum dan tujuan akhir pendidikan Islam ialah tujuan umum lebih ditekankan pada pengajaran, sedangkan tujuan akhir ditekankan pada pendidikan formal dan informal.
Tujuan pendidikan Islam sejalan dengan tujuan hidup manusia, secara umum kita mengetahui bahwa agama Islam bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup manusia baik di dunia maupun akhirat. Pendidikan agama Islam mengantarkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya.
Dalam hal ini pendidikan Islam bertujuan untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepadanya, dapat mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Pribadi yang bertakwa dalam konteks sosial dalam tataran masyarakat, bangsa dan Negara, akan mengandung rahmat bagi orang yang hidup di sekelilingnya. Tujuan ini dalam pendidikan Islam disebut juga tujuan akhir.
Dari uraian di atas terlihat bahwa tujuan pendidikan agama Islam tersebut masih bersifat umum. Perlu memahami tujuan pendidikan agama Islam secara teknis dan secara khusus sebagai suatu acuan yang jelas. Tujuan-tujuan khusus merupakan tahapan-tahapan penguasaan anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai potensi yang dimilikinya seperti perasaan, pikiran, kemauan, intuisi, ketrampilan yang disebut juga tiga ranah pendidikan kognitif, afektif dan psikomotor.
c.       Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan yang dirancang untuk mengetahui sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum bisa dicapai oleh peserta didik. Yaitu tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK).
Untuk melihat apakah tujuan ini sudah tercapai atau tidak, bisa dilihat dari tingkah laku si anak setelah menerima rangkaian suatu pelajaran. Apakah ada perkembangan yang positif atau tidak.
Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik.
d.      Tujuan Operasional
Selain tiga tujuan di atas, Zakiah Darajat dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam” menambah dengan tujuan operasional yang menurutnya adalah suatu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu.
Di sini anak didik dituntut untuk memiliki suatu kemampuan dan ketrampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Hal ini berkaitan dengan kegiatan lahiriah, seperti bacaan kaifiyat shalat, akhlak serta tingkah laku.
Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna setelah ia menghabisi sisa-sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.18
  1. Materi Pokok Ajaran Islam
a.       Akidah
Akidah secara etimologi artinya adalah ikatan, sangkutan, yang secara teknis artinya adalah iman atau keyakinan dan merupakan azas seluruh ajaran agama. Dalam Islam, akidah ialah iman atau kepercayaan, sumbernya yang asasi ialah Qur’an. Rasulullah SAW menerangkan :
عن ابى هريرة رضى ا لله عنه قا ل كا ن ا لنبى صلعم با رزايوماللناس فاتاه رجل فقال ماالايمان قال الايمان ان توءمن بالله وملاءكته وبلقاﺌﺔ ورسله وتوءمن بالبعث ﴿رواه بخرى﴾            
Artinya:
“Dikabarkan oleh Abu Hurairah r.a., katanya pada suatu hari Nabi saw. Duduk bersama-sama jamaah, tiba-tiba datang kepadanya seorang laki bertanya. “Apakah artinya iman?”. Jawab Rasulullah, “Iman ialah percaya kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada berbangkit (sesudah mati)”.19 (H.R. Bukhari)

Sebenarnya setiap agama mempunyai akidah tersendiri. Agama Kristen akidahnya adalah trianis, agama Hindu akidahnya adalah trimurti sementara agama Islam akidahnya adalah tauhid keesaan Allah maha tunggal (Prima Kausal). Akidah mempunyai peran penting dalam kehidupan seorang muslim. Sebelum manusia diperkenalkan dengan sesuatu terlebih dahulu adalah ajaran tauhid, yaitu mengenal Allah SWT sebagai penciptanya. Ketika bayi lahir harus diperdengarkan azan ketelinganya supaya pengajaran itu melekat dan parmanen dalam hatinya sebagai landasan untuk menjalani kehidupan ini. Lebih lanjut Nasrudin Razak menegaskan bahwa :
Kepercayaan pokok itu ialah kalimat : Laailaaha illallah, artinya tidak ada tuhan melainkan Allah, akidah itu haruslah menjadi kepercayaan mutlak dan bulat. Artinya keyakinan yang mutlak kepada Allah, dengan membenarkan dan mengakui wujud (eksistensi Allah, sifat Allah, hukum-hukum Allah, kekuasaan-Nya, hidayah dan taufik Allah.20

Pada awal kedatangan agama Islam yang diturunkan adalah ayat-ayat tauhid hampir separoh dari perjalanan kerasulan Nabi lebih kurang sebelas setengah tahun beliau mengajarkan tauhid kepada umatnya. Jika dianalisa lebih mendalam, hal ini sebagai pertanda bahwa pengajaran tauhid itu sangat prinsip sekali. Bahkan totalitas dari tujuan beribadah kepada Allah adalah untuk mengesakan (mentauhidkan) Allah SWT. Dalam aktifitas kehidupan manusia sehari-hari juga harus berangkat dari nilai-nilai tauhid. Argumen ini berdasarkan firman Allah dalam surat Adz-Zariyaat ayat 56:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9  ﴿ الذا ريت: ۵٦﴾

Artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (Adz-Zariyaat : 56)

Dan akidah dalam agama Islam adalah iman artinya percaya. Esensi iman itu harus mencakup enam hal yaitu percaya kepada Allah SWT, percaya kepada rasul-rasul-Nya, percaya kepada malaikat-malaikat-Nya, percaya kepada kitab-kitab-Nya, percaya kepada hari kiamat dan percaya kepada kadar baik dan kadar buruk. Jadi bisa dikatakan aqidah sama kedudukannya dengan rukun iman yang ada dalam agama Islam. Dengan suatu alasan bahwa aqidah pada dasarnya memang merupakan “isi” yang dituangkan dari “bejana” rukun-rukun iman.
Sedangkan iman secara teknisi artinya berikrar dengan lidah, membenarkan dengan hati dan membuktikan dengan perbuatan tentang adanya Allah SWT dan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah SAW. Iman atau tauhid dalam Islam yaitu sebagai landasan tempat tegaknya syari’at atau aturan-aturan ibadah lainnya. Hampir separoh dari tugas kenabian kira-kira sebelas setengah tahun ajaran Islam selalu berkenaan dengan akidah. Sedangkan perintah sholat yang termasuk kepada salah satu syari’at Islam datang pada tahun 12 kerasulan dalam peristiwa sedangkan ibadah lainnya seperti puasa, zakaat, ibadah haji, dan lain-lain dimulai tahun kedua hijriah kemudian setelah Nabi Muhammad SAW datang barulah disusun undang-undang kemasyarakatan. Oleh sebab itu dia merupakan landasan tempat berpijaknya ajaran agama yang lain, iman merupakan pengakuan secara lisan dan hati kemudian pengakuan itu harus dibuktikan dengan syari’ah.
b.      Syari’ah
Secara etimologi syari’ah adalah jalan lurus yang harus ditempuh oleh seorang muslim. Dalam arti teknis adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia lain, dalam kehidupan sosial ini juga mengatur hubungan manusia dengan benda dan lingkungan hidupnya. Untuk mengukur keakuratan akidah seseorang dapat dilihat dari kesempurnaan cara dia beribadah kepada Allah SWT. Orang yang beragama dengan baik akan melaksanakan tatacara beribadah menurut ketentuan Allah SWT. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa materi pokok ajaran Islam itu adalah Akidah, syari’ah dan akhlak. Seseorang yang berakidah tanpa syari’ah akan sia-sialah akidahnya. Untuk menguatkan pernyataan ini dapat dilihat dari kisah Nabi Adam yang menceritakan nasib iblis yang berakidah tapi tanpa syari’ah.
Ketika Tuhan menyuruh iblis sujud kepada Nabi Adam dan iblis mengingkarinya, maka hukuman yang diterima iblis adalah diusir dari surga dan dijadikan penghuni neraka padahal dia beriman kepada Allah SWT. Dari kisah ini ada bukti yang menunjukkan bahwa akidah tanpa syari’ah adalah sia-sia. Syari’ah yang tidak ditunaikan Iblis dalam kisah ini adalah sujud kepada Nabi Adam yang diperintah oleh Tuhan dan perintah itu adalah syari’ah yaitu ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan sesama makhluknya. Dapat dipahami bahwa orang yang mengaku beragama Islam tapi tidak menunaikan sholat tidak bisa dikatakan Islam secara teknis karena ada satu pengingkaran terhadap perintah pokok agama. Ini karena tujuan syari’ah adalah keadilan dalam segala manifestasinya,21  tetapi ini barangkali gagasan Islam yang paling banyak disalah pahami dan disalahgunakan, jadi jelas bahwa dalam pengajaran agama Islam syari’ah ini merupakan satu pelajaran yang harus diajarkan secara teknis dan operasional. Pengajaran syaria’ah jika dikembangkan secara operasional bisa kita tarik sebuah kesimpulan bahwa yang terdapat dalam pengajaran syari’ah itu tidak terlepas dari prinsip mengesakan Allah SWT.
c.       Akhlak
Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin menyempurnakan ajarannya dengan akhlakul karimah. Kedatangan Nabi Muhammad SAW diprioritaskan untuk memperbaiki akhlak manusia. Untuk melihat apakah seseorang sudah beragama yang baik dapat dilihat dari apakah dia sudah melaksanakan prinsip-prinsip syaria’ah dengan baik dan benar tetapi untuk mengukur bagaimana kondisi mental seseorang dalam melaksanakan syari’ah tersebut apakah ikhlas, riya, jujur, sabar dan lain-lain. Hal ini dinamakan dengan akhlak. Jadi pengajaran akhlak sebenarnya adalah untuk meluruskan kondisi mental seseorang dalam melaksanakan syari’at Islam. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang akhlak maka ditinjau dari segi etimologi akhlak berasal dari khuluq artinya adalah sikap, perilaku, watak dan budi pekerti. Apakah menyangkut budi pekerti terhadap makhluk (ciptaan) atau budi pekerti terhadap Khalik (pencipta). Bahkan khususnya dalam pengajaran agama Islam akhlak terinci lagi kepada akhlak terhadap diri sendiri, keluarga, tetangga dan masyarakat. Yang kedua adalah akhlak terhadap makhluk yang bukan manusia yaitu akhlak terhadap tumbuh-tumbuhan, hewan, bumi, air, udara, dan lain-lain.
Akhlak dalam Islam disebut juga dengan ihsan yaitu bagaimana kondisi mental seseorang ketika beribadah kepada Allah SWT. Apakah ada motif selain Allah atau tidak, jika ada maka akhlak seseorang belum bisa dikatakan baik. Seperti melaksanakan sholat karena ingin mendapat simpati dari orang lain, atau bersedekah karena ingin dikatakan dermawan dan lain-lain. Semakin terlepas seseorang dari motif selain Allah dalam melaksanakan ibadah semakin baguslah kualitas akhlaknya. Dalam pengajaran akhlak ada satu istilah yang disebut dengan tasawuf. Ketika seseorang berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mengembangkan potensi rohaniah manusia supaya mendapat ridho Allah SWT maka di sana dia sedang menempuh jalan tasawuf.
Dari sini diambil satu kesimpulan bahwa pengajaran akhlak yang sudah berkembang menjadi ajaran tasawuf menyangkut masalah hati dan kebathinan serta kondisi mental seseorang. Seperti yang penulis paparkan di atas dalam agama Islam pengajaran akhlak ini disebut juga dengan ihsan.
Ihsan berarti ketika seseorang beribadah dia harus terlepas dari motif lain selain dari Allah SWT. Karena itu seorang muslim harus mengkondisikan batinnya seolah-olah dimonitor oleh Allah SWT guna mencapai hakikat.



1 Zakia Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-3, hal. 27
2 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 3-5
3 Ibid, hal. 3-5
4 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. Ke-1, hal. 36
5 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. Ke-4, hal. 21
6 Azyumardi Azra, Op Cit., hal. 6
7 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002) Cet. Ke-2, hal. 82
8 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1986), hal. 187
9 Abdullah Fadjar, Peradaban dan Pendidikan Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 1991), Cet. Ke-1, hal. 12
10 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta : Gema Risalah Press : 1995), hal. 65
11 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Edisi 1, Cet. Ke-2, hal. 1-2
12 Anshori Abdul Ghofur dan Harahab Yulkarnain, Hukum Islam; Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Kreasi Total Media, 2008), Cet. Ke-1, hal. 152
13 Zakiah Drajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-3, hal. 21
14 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke-1, hal. 41
15 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta : PT. Alhusna Zikra, 1995), Cet. Ke-3, hal. 263
16 Ibid, hal. 43
17 Hamdani Ihsan, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-1, hal. 69
18 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hal. 19
19 Al Imam Al Bukhari, Terjemahan Hadis, (Singapore: Darel Fajr, 2002), hal. 33
20 Armai Arief, Op Cit.,hal. 158
21 Zianudin Sardar, dkk, Wajah Islam, (Bandung : Mizan, 1992), hal. 49

Tidak ada komentar: