A. Pendidikan
Islam
- Pengertian
Pendidikan Islam
Pendidikan berasal dari bahasa Arab
yaitu “tarbiyah” dengan kata kerja “rabba”, dan “ta’lim” dengan kata kerjanya ‘allama.
Kata rabba ini juga digunakan untuk
Tuhan, mungkin karena Tuhan bersifat pendidik, sesuai dengan Al-Qur’an surat Asy-Syu’araa’ ayat
18:
tA$s%
óOs9r&
y7În/tçR
$uZÏù
#YÏ9ur
|M÷WÎ6s9ur
$uZÏù
ô`ÏB
x8ÌçHéå
tûüÏZÅ
﴿ الشعراء: ۱۸﴾
Artinya:
Fir’aun menjawab :
“Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih
kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu”. (QS. Asy-Syu’araa’: 18)
Kalau dilihat kedua istilah tersebut
berbeda secara defenitif karena Tarbiyah (pendidikan)
secara subtantif mengandung arti sangat komplek dan luas. Yaitu proses untuk
memberdayakan semua potensi yang melekat pada diri manusia, baik potensi
rohaniah maupun potensi jasmaniah. Sedangkan ta’lim (pengajaran) adalah bagian dari tarbiyah (pendidikan) salah
satu usaha yang digunakan untuk mencapai tujuan. Upaya untuk memberikan
pengajaran itu adalah salah satu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Pendidikan secara istilah adalah
usaha pendidikan yang sungguh-sungguh dan sebenarnya sudah dilakukan semenjak
zaman Rasulullah seperti yang dinyatakan oleh :
a.
Zakia
Darajat
… Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan cara berdakwah
menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan, berbuat, memberi
motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial, mendukung pelaksanaan ide
pembentukan pribadi muslim semua itu mencakup arti pendidikan dalam artian
sekarang.1
Dari kutipan di atas dapat dipahami
bahwa ajaran Islam itu lebih mudah diterima dan dihayati orang apabila
diajarkan dengan memberikan contoh tauladan terlebih dahulu. Dakwaah bil hal sangat ampuh dari
dakwah bil lisan atau metode
pendidikan yang lebih efektif dalam bahasa simple
adalah ibda’ binafsih.
b.
Menurut
Muhammad Natsir seperti yang dikutif oleh Azyumardi Azra, “Pendidikan Islam
adalah usaha untuk memimpin jasmani dan rohani menuju kesempurnaan. Usaha
memimpin itu adalah tanggung jawab pendidikan Islam secara formal dan tanggung
jawab masyarakat serta keluarga secara non formal.2
c.
Menurut
Yusuf M. Qardawi pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yaitu
akal dan hati, rohani dan jasmani, akhlak dan ketrampilan. Karena itu
pendidikan Islam harus membantu mempersiapkan manusia untuk hidup dalam
menghadapi masyarakat yang mungkin saja mempunyai kebaikan dan kejahatan.
d.
Hasan
Langgulung mengungkapkan bahwa pendidikan Islam adalah proses untuk menyiapkan
generasi muda untuk mengisi peranan di masa depan. Dalam hal ini tugas
pendidikan adalah memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang selaras
dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.3
Dari kutipan ini dapat disimpulkan
bahwa pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu berdasarkan
ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga
manusia mampu menunaikan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi dan
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
e.
Abuddin
Nata, menyebutkaan pendidikan Islam adalah pendidikan yang seluruh komponen
atau aspeknya didasarkan pada ajaran Islam. Visi, misi, tujuan, proses belajar
mengajar, pendidik, peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik,
kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana, pengelolaan, lingkungan dan aspek atau
komponen pendidikan lainnya didasarkan pada ajaran Islam. Itulah yang disebut
pendidikan Islam, atau pendidikan yang Islami.4
f.
Sedangkan Ramayulis,
menyebutkan bahwa pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani,
bertaqwa berakhlak mulia, mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab
suci al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta
penggunaan pengalaman.5
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan
bahwa perlu dibentuk suatu sistem pendidikan yang akurat, agar usaha untuk
mengembangkan segala potensi manusia dapat tercapai dengan baik, hal itu
membutuhkan waktu yang panjang, maka membutuhkan keahlian, profesionalisme,
fasilitas serta sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan tenaga pendidik
hanya sebagai fasilitator untuk mengembangkan potensi yang kompleks itu.
Dari beberapa pengertian yang
dikemukakan oleh para ahli pendidikan Islam di atas terlihat perbedaan secara
mendasar antara pendidikan yang bersifat sekuler dengan pendidikan agama Islam.
Pendidikan sekuler kajian strateginya lebih ditekankan pada upaya membina
keterampilan dan ilmu-ilmu pragmatis.
Sedangkan pendidikan Islam lebih banyak bersifat membimbing ke arah
pengembangan potensi jasmani dan rohani.
Dalam komperensi Internasional
pertama tentang pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 merumuskan tujuan
pendidikan agama Islam, yakni:
Pendidikan Islam bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia
yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia
yang rasional, perasaan dan indra. Karena itu pendidikan Islam harus mencakup
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya intelektual, imajinatif, fisik,
ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong
semua aspek ini terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah
baik secaara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.6
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa
pendidikan Islam meletakkan segala sesuatu berdasarkan tipoksinya masing-masing,
pendidikan Islam memandang perkembangan dengan segala aspeknya sebagai alat
untuk mencapai tujuannya yang paling tinggi, yaitu : beribadah dan taat kepada
Allah serta melaksanakan keadilan dan syari’atnya dalam seluruh individu dan
masyarakat.
- Dasar-Dasar
Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yang dilaksanakan
dalam suatu sistem memberikan kemungkinan berprosesnya bagian-bagian menuju ke
arah tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan ajaran Islam. Jalannya proses itu
baru bersifat konsisten bilamana dilandasi dengan pola dasar pendidikan yang
mampu menjamin terwujudnya pendidikan Islam.
Dasar yang menjadi acuan pendidikan
Islam harus merupakan sumber nilai kebenaran, untuk itu dalam Islam harus
mempunyai dasar atau sumber-sumber yang sesuai dengan dasar tujuan Islam.
Jalaluddin mengutip pendapat al-Syaibany dalam buku “Teologi Pendidikan”
menyatakan bahwa “Dasar pendidikan Islam identik dengan dasar tujuan Islam,
keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-Qur’an dan Hadits.7
Berdasarkan kutipan di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi dasar dari pendidikan Islam itu ada tiga
yaitu:
a.
Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai pedoman dan
petunjuk bagi manusia merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan, yang perlu
digali dan dipelajari dalam Al-Qur’an tersebut. Termasuk dalam masalah konsep
pendidikan Islam harus bersandar kepada Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang
absolute, yang eksistensinya tidak mengalami perubahan walaupun
interprestasinya dimungkinkan mengalami perubahan sesuai dengan konteks zaman,
keadaan dan tempat. Lebih lanjut Hasan Langgulung menjelaskan bahwa :
“Al-Qur’an dapat menjadi dasar pendidikan Islam karena di dalamnya dimuat
unsur-unsur sebagai berikut:8
1)
Sejarah
Pendidikan Islam
Al-Quran menyebutkan beberapa kisah
Nabi, misalnya Nabi Adam sebagai manusia pertama sekaligus sebagai Rasul, ia
telah merintis budaya awal di bidang tarbiyah,
ta’lim, ta’dib dengan petunjuk Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam
al-Quran.
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ﴿ البقرة:۳۱ ﴾
Artinya:
“Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Malaikat lalu berfirman: Sebutkan kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (al-Baqarah : 31)
Diteruskan Nabi Nuh sebagai pendidik
manusia tatkala terjadi penyimpangan-penyimpangan tugas kekhalifahan manusia,
sehingga ia membuat perahu untuk menyelamatkan manusia dan budayanya dari
ancaman kehancuran. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah dalam surat Ash-Shaffta ayat 38
yang berbunyi:
ö/ä3¯RÎ)
(#qà)ͬ!#s%s!
É>#xyèø9$#
ÉOÏ9F{$#
﴿
الصفت:۳۸ ﴾
Artinya:
“Sesungguhnya
kamu akan merasakan azab yang pedih”. (Ash-Shaffat : 38)
Al-Qur’an diturunkan
secara bertahap dalam jarak waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari yang dalam
tahun-tahun Kerasulan Nabi Muhammad SAW dimana beliau menyampaikan risalahnya.
Sebagian diturunkan di Mekkah selama beliau tinggal di sana selama 13 tahun, sedangkan sebagian yang
lainnya turun di Madinah. Suatu kenyataan bahwa Al-Qur’an sendiri yang
diwahyukan secara berangsur-angsur selama masa kehidupan Nabi, pada mulanya di
cetuskan dan disampaikan secara lisan. Barulah setelah hampir berakhir satu
generasi Al-Qur’an dituliskan dalam satu versi yang baku .9
Dalam perjalanan waktu yang cukup
lama tersebut, al-Quran sangat banyak berbicara masalah ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bahkan pengetahuan yang didapat oleh manusia saat sekarang bersumber
dari apa yang pernah dijelaskan oleh al-Quran. Al-Quran tetap eksis dengan
zaman dan tidak pernah mengikuti zaman, tetapi zamanlah yang mengikuti
al-Quran.
Al-Qur’an selain
murni berisi ajaran agama yang menyatakan keesaan dan keagungan Tuhan, pesan
Al-Qur’an menekankan ketinggian nilai belajar (dengan sendirinya juga
ketinggian nilai ilmu pengetahuan).
2)
Sumber
Ajaran Islam
Al-Qur’an merupakan pedoman normatif
teoritis dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Kalam yang tertuang dalam
Al-Qur’an merupakan sesuatu yang harus diterjemahkan menjadi desain oleh para
ahli pendidik untuk menjadi suatu rumusan pendidikan Islam yang dapat
menghantarkan pada tujuan pendidikan yang hakiki.
Al-Quran hendaknya dibaca,
diterjemahkan, dipahami, diteliti, dan dikaji untuk mendapatkan suatu ilmu
pengetahuan. Dengan membaca dan sebagainya, maka ilmu pengetahuan akan semakin diperoleh
dan diketahui karena al-Quran sewaktu turun juga menganjurkan manusia untuk membaca.
Sesuai dengan ayat yang berbunyi.
ù&tø%$#
ÉOó$$Î/
y7În/u
Ï%©!$#
t,n=y{ t,n=y{
z`»|¡SM}$#
ô`ÏB
@,n=tã ù&tø%$#
y7/uur
ãPtø.F{$# Ï%©!$#
zO¯=tæ
ÉOn=s)ø9$$Î/ zO¯=tæ
z`»|¡SM}$#
$tB
óOs9
÷Ls>÷èt
﴿العلق:۱–۵ ﴾
Artinya:
“Bacalah dengan nama Tuhan
mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (al-‘Alaq: 1-5)
Ayat ini seakan-akan sebagai
permulaan untuk pemberitahuan bahwa kitab ini mengajak kepada ilmu. Tidak bisa
dibantah bahwa sumber dari segala ilmu pengetahuan itu berasal dari al-Quran.
Dan sudah sepantasnyalah al-Quran dikaji dan digali untuk mendapatkan suatu
ilmu pengetahuan.
b.
Sunnah
Nabi SAW
Secara sederhana “as-Sunnah” diartikan sebagai “Sesuatu
yang datang dari Rasulullah, baik ucapan, perbuatan, maupun taqrir
(persetujuan)”.10
Sunnah merupakan suatu ucapan,
perbuatan, dan perilaku Nabi yang harus ditiru dan dipedomani dan diteladani
oleh umatnya. Karena secara gamlang dan berbagai kajian ayat dan hadits bahwa
Nabi Muhammad di utus adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia dan rahmatan lil ‘alamin.
Dalam pendidikan Islam, Rasulullah
SAW adalah pendidik pertama dan terutama dalam dunia pendidikan Islam. Beliau
mengajar serta memberikan motivasi yang begitu besar terhadap keluarga, sahabat
dan kaum muslimin pada saat itu untuk selalu belajar. Proses transformasi ilmu
pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional
yang dilakukannya dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia apa
dan dimana pun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Hasil pendidikan Islam periode
Rasulullah terlihat dari kemampuan murid-muridnya (para sahabat) yang luar biasa.
Misalnya Umar sebagai ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli Hadis,
Salman al-Farisi sebagai ahli perbandingan agama (Majusi, Yahudi, Nasrani, dan
Islam), dan Ali sebagai seorang yang ahli hukum dan tafsir al-Quran. Kemudian
murid dari para sahabat Rasulullah di kemudian hari, tabi-tabiin, banyak yang
menjadi ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan-sains, teknologi,
astronomi, dan filsafat, yang mengantarkan Islam ke pintu gerbang zaman
keemasan terutama pada fase awal kekuasaan dinasti Abbasiyyah.11
Dari kutipan di atas dapat
disimpulkan bahwa Rasulullah menjunjung tinggi pendidikan dan memotivasi
umatnya untuk lebih memperhatikan pendidikan dan pengajaran.
Kutipan dasar pendidikan yang
dicontohkan Nabi Muhammad SAW, pada umatnya memiliki corak sebagai berikut:
1)
Disampaikan
sebagai Rahmatan lil ‘alamin” yang
ruang lingkupnya tidak hanya sebatas manusia, tetapi juga pada makhluk biotik
dan abiotik lainnya. Hal ini ditegaskan dalam Surat Al-Anbiyaa’ ayat 107 yang
berbunyi:
!$tBur
»oYù=yör&
wÎ)
ZptHôqy
úüÏJn=»yèù=Ïj9
﴿الا نبياء:۱۰۷﴾
Artinya:
“Dan tidaklah Kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. (Al-Anbiyaa’: 107)
Ayat di atas menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus
ke dunia ini sebagai petunjuk dan pembimbing umat, sehingga rahmat yang
diberikan oleh Allah kepada Muhammad merupakan suatu jalan bagi umat manusia
untuk mempelajari.
2)
Disampaikan
secara “Universal” mencakup dimensi kehidupan apapun yang berguna untuk
kegembiraan dan peringatan bagi umatnya. Sebagaimana ditegaskan dalam suatu
firman Allah dalam surat Saba ’
ayat 28 yang berbunyi:
!$tBur
y7»oYù=yör&
wÎ)
Zp©ù!$2
Ĩ$¨Y=Ïj9
#Zϱo0
#\ÉtRur
£`Å3»s9ur
usYò2r&
Ĩ$¨Z9$#
w
cqßJn=ôèt
﴿ سبا: ۲۸﴾
Artinya:
“Dan Kami tidak mengutus
kau melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (Saba ’
: 28)
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ﴿ الاحزاب: ۲۱﴾
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”. (al-Ahzaab:
21)
Ayat di atas juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW
diutus secara khusus juga untuk menyampaikan wahyu-wahyu Allah itu dengan
benar, mengajarkan kepada manusia sesuai dengan petunjuk dan perintah, melalui
kegiatan dakwah dan pendekatan-pendekatan melalui para sahabatnya, saudara dan
keluarganya akan mempelajari perilaku Nabi dan memberi contoh-contoh yang baik.
3)
Apa yang
disampaikan merupakan “kebenaran” yang mutlak. Hal ini sebagaimana ditegaskan
dalam suatu firman Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 119 yang berbunyi:
!$¯RÎ)
y7»oYù=yör&
Èd,ysø9$$Î/
#Zϱo0
#\ÉtRur
( wur
ã@t«ó¡è@
ô`tã
É=»ptõ¾r&
ÉOÅspgø:$#
﴿البقرة:۱۱٩﴾
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah
mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggung jawaban tentang
penghuni-penghuni neraka)”. (al-Baqarah : 119)
Ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW
diutus ke muka bumi ini sebagai pembawa kebenaran, hanya saja manusia masih ada
yang tidak mau mengikuti kebenaran-kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
karena mereka terlarut dalam kekhafirannya.
4)
Kehadiran
Nabi sebagai “pengawas” yang mampu mengawasi dan terus bertanggung jawab atas
aktifitas pendidikan. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Surat Asy-Syuura’
ayat 48 yang berbunyi:
÷bÎ*sù
(#qàÊtôãr&
!$yJsù
y7»oYù=yör&
öNÍkön=tã
$¸àÏÿym
( ÷bÎ)
y7øn=tã
wÎ)
à÷»n=t7ø9$#
3 !$¯RÎ)ur
!#sÎ)
$oYø%sr&
z`»|¡SM}$#
$¨ZÏB
ZpyJômu
yyÌsù
$pkÍ5
( bÎ)ur
öNåkö:ÅÁè?
8pt¤Íhy
$yJÎ/
ôMtB£s%
öNÍgÏ÷r&
¨bÎ*sù
z`»|¡SM}$#
Öqàÿx.
﴿الشور:٤۸﴾
Artinya:
“Jika mereka berpaling maka
Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain
hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada
manusia suatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika
mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya
mereka ingkar), karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada ni’mat)”. (Asy-Syuura : 48)
Kemudian dalam Surat Al-Fath ayat 8 Allah SWT berfirman
sebagai berikut:
!$¯RÎ)
»oYù=yör&
#YÎg»x©
#\Ïe±t6ãBur
#\ÉtRur
﴿الفتح: ۸﴾
Artinya:
“Sesungguhnya Kami mengutus
kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan”. (Al-Fath : 8)
Ayat di atas memberikan gambaran bahwa intinya Allah SWT
mengutus Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyampaikan dan mengajarkan serta
memberi peringatan kepada seluruh umat manusia agar menunju ke jalan kebenaran,
yakni jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
5)
Perilaku
Nabi Muhammad SAW tercermin sebagai “Uswatun
Hasanah” yakni sebuah figur yang menjadi tauladan bagi umat manusia, dan semua
tindak-tanduknya karena perilakunya selalu diawasi oleh Allah sehingga hampir
tidak pernah melakukan kesalahan.
6)
Masalah
teknis praktis dalam pelaksanaan pendidikan Islam diserahkan penuh pada
umatnya. Strategi, pendekatan, metode maupun teknik bagaimana yang dikehendaki
dan cocok diserahkan penuh dalam memaparkannya.
Dengan demikian dalam proses pendidikan Islam konsep
sunnah tentunya tidak dapat ditinggalkan begitu saja, Karena merupakan hal yang
pokok dan mutlak untuk dilaksanakan dan diterapkan dalam proses pembelajaran di
sekolah-sekolah maupun di madrasah-madrasah.
c.
Hasil
Pemikiran Muslim (Ijtihad)
Ijtihad berasal dari kata ijtahada
yang memiliki arti bersungguh-sungguh, rajin, dan giat. Ijtihad memiliki
arti berupaya dengan mencurahkan segala kemampuan dan bersungguh-sungguh.
Sedangkan ulama ushul mengartikan sebagai perbuatan-perbuatan istinbath hukum
syariah dari segi dalil-dalilnya yang terperinci di dalam syariah. Sedangkan
al-Ghazali mendefinisikan ijtihad sebagai usaha yang sungguh-sungguh dari
seseorang di dalam rangka mengetahui tentang hukum-hukum syariah dan orang yang
melakukan ijtihad disebut mujtahid.12
Hasil pemikiran para mujtahid dapat
dijadikan dasar pendidikan Islam, terlebih lagi jika ijtihad konsensus umum
eksistensinya semakin kuat. Dalam pendidikan ia harus tetap bersumber dari
Al-Qur’an dan sunnah.
Mengutip pendapat Zakiah Drajat dalam
buku “Ilmu Pendidikan Islam” dikatakan bahwa : “Ijtihad haruslah dalam hal-hal
yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi
dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus di
kaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup”.13
Upaya perumusan hakikat pendidikan
Islam bagi setiap para ahli sangat penting dalam pengembangan pendidikan masa
depan sehingga pendidikan Islam mampu berperan di jantung masyarakat dinamis
masa kini dan mendatang.
Pergantian dan perbedaan zaman
terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bermuara kepada
perubahan kehidupan sosial telah menuntut ijtihad dalam bentuk penelitian dan
pengkajian kembali prinsip-prinsip ajaran Islam. Kalau ajaran itu memang
prinsip yang tak boleh dirubah, maka lingkungan dan kehidupan sosiallah yang
perlu diciptakan dan disesuaikan dengan prinsip itu. Sebaliknya, jika dapat ditafsir,
maka ajaran-ajaran itulah yang menjadi lapangan ijtihad.
Berbagai bentuk dasar yang
dikemukakan di atas merupakan sumber-sumber pendidikan Islam untuk proses
pendidikan agama kepada masyarakat, yang dilakukan sejak dini hingga tanpa
batas waktu yang disebut juga pendidikan seumur hidup.
- Tujuan
Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam adalah
sesuatu yang harus dicapai oleh satu sistem pendidikan terhadap peserta didik.
Secara khusus tujuan pendidikan Islam merupakan tujuan yang sangat idealis dan
integral. Tujuan yang multi dimensi ini harus dicapai dengan usaha yang
sungguh-sungguh secara seimbang supaya manusia bisa menempati predikat insan
kamil, sebagai manifestasi dari totalitas tujuan pendidikan Islam. Analisis ini
berdasarkan keterangan Zakiah Darajat dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam”
karangan Nur Uhbiyati.
…Tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan manusia yang berguna
bagi dirinya sendiri dan masyarakat serta senang dan gemar menggunakan,
mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan sesamanya, dapat
mengambil manfaat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini
dan akhirat nanti.14
Dalam sistem pendidikan Islam tujuan
pendidikan itu dirinci sebagai berikut :
a.
Tujuan
Umum
Tujuan ini lebih bersifat mengembangkan
semua potensi yang ada dalam diri manusia melalui pengajaran yang meliputi cara
sikap, bertingkahlaku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Semua tujuan ini
harus dikembangkan oleh seorang pendidik. Dan seorang pendidik hendaknya mempunyai
pengetahuan agama yang intensif. Pengetahuan agama yang parsial akan
mempersulit pencapaian tujuan pendidikan.
Setiap tujuan pendidikan yang
ditentukan oleh lembaga tertentu atau masyarakat tertentu dan juga negara
tertentu dipengaruhi oleh falsafat pendidikan yang dianutnya. Pengembangan
pendidikan di arahkan pada pencapaian tujuan yang tersirat dalam filsafat
pendidikan. Di Negeri Yunani yang beraliran materialisme
aliran serba zat yang memandang bahwa eksistensi manusia itu sebenarnya adalah
bentuk jasmaniahnya maka pendidikan bagi mereka lebih ditekankan untuk
mengembangkan potensi jasmaniah tersebut; yaitu kecantikan, keperkasaan dan
kebugaran, sehingga berakibat mereka melakukan olahraga, merawat kecantikan
ketimbang mengembangkan potensi yang lain.15
Pandangan filsafat ini mempunyai implikasi tersendiri terhadap realitas dan
tradisi kehidupan. Menurut penulis itulah sebabnya kadang-kadang orang yang
sudah tua bangka dibunuh karena dipandang tidak berguna. Tradisi seperti ini
sangat ditentang oleh agama Islam karena dipandang tidak berprikemanusiaan. Di
sinilah letak perbedaan antara pendidikan Islam dengan prinsip pendidikan non
Islam.
b.
Tujuan
Akhir
Tujuan akhir merupakan usaha untuk
mempertahankan dan memupuk tujuan umum pendidikan Islam. Dengan pendidikan
agama diharapkan peserta didik dapat menjalani hidup di bawah komando Allah SWT.
Supaya dipenghujung nafasnya seseorang bisa mengakhiri hidupnya dengan ridho
Allah SWT. Yaitu mati dalam keadaan khusnul
khotimah yang merupakan tujuan akhir dari pendidikan Islam.16 Berdasarkan firman Allah dalam surat Ali Imran 102:
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä
(#qà)®?$#
©!$#
¨,ym
¾ÏmÏ?$s)è?
wur
¨ûèòqèÿsC
wÎ)
NçFRr&ur
tbqßJÎ=ó¡B
﴿ ال عمران: ۱۰۲﴾
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam". (Ali-Imran : 102)
Selain itu Ahmad D Marimba
mengemukakan bahwa “tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya kepribadian
muslim, yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau
mencerminkan ajaran Islam”.17
Dari kutipan di atas dapat dipahami
bahwa perbedaan yang mendasar antara tujuan umum dan tujuan akhir pendidikan
Islam ialah tujuan umum lebih ditekankan pada pengajaran, sedangkan tujuan akhir
ditekankan pada pendidikan formal dan informal.
Tujuan pendidikan Islam sejalan
dengan tujuan hidup manusia, secara umum kita mengetahui bahwa agama Islam
bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup manusia baik di dunia maupun
akhirat. Pendidikan agama Islam mengantarkan manusia untuk mencapai tujuan
hidupnya.
Dalam hal ini pendidikan Islam
bertujuan untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa
kepadanya, dapat mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Pribadi
yang bertakwa dalam konteks sosial dalam tataran masyarakat, bangsa dan Negara,
akan mengandung rahmat bagi orang yang hidup di sekelilingnya. Tujuan ini dalam
pendidikan Islam disebut juga tujuan akhir.
Dari uraian di atas terlihat bahwa
tujuan pendidikan agama Islam tersebut masih bersifat umum. Perlu memahami
tujuan pendidikan agama Islam secara teknis dan secara khusus sebagai suatu
acuan yang jelas. Tujuan-tujuan khusus merupakan tahapan-tahapan penguasaan
anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai potensi yang
dimilikinya seperti perasaan, pikiran, kemauan, intuisi, ketrampilan yang
disebut juga tiga ranah pendidikan kognitif, afektif dan psikomotor.
c.
Tujuan
Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang
akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang
direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan yang dirancang
untuk mengetahui sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum bisa
dicapai oleh peserta didik. Yaitu tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan
instruksional khusus (TIK).
Untuk melihat apakah tujuan ini sudah
tercapai atau tidak, bisa dilihat dari tingkah laku si anak setelah menerima
rangkaian suatu pelajaran. Apakah ada perkembangan yang positif atau tidak.
Pada tujuan sementara bentuk insan
kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran beberapa ciri
pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik.
d.
Tujuan
Operasional
Selain tiga tujuan di atas, Zakiah
Darajat dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam” menambah dengan tujuan operasional
yang menurutnya adalah suatu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang
sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu.
Di sini anak didik dituntut untuk
memiliki suatu kemampuan dan ketrampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih
ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Hal ini berkaitan dengan
kegiatan lahiriah, seperti bacaan kaifiyat shalat, akhlak serta tingkah laku.
Secara umum, tujuan pendidikan Islam
terbagi kepada tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan
operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan
pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara
adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman
tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan
yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna setelah ia
menghabisi sisa-sisa umurnya. Sementara
tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah
kegiatan pendidikan tertentu.18
- Materi
Pokok Ajaran Islam
a.
Akidah
Akidah secara etimologi artinya
adalah ikatan, sangkutan, yang secara teknis artinya adalah iman atau keyakinan
dan merupakan azas seluruh ajaran agama. Dalam Islam, akidah ialah iman atau
kepercayaan, sumbernya yang asasi ialah Qur’an. Rasulullah SAW menerangkan :
عن ابى هريرة رضى ا لله عنه
قا ل كا ن ا لنبى صلعم با رزايوماللناس
فاتاه رجل فقال ماالايمان قال الايمان ان توءمن بالله وملاءكته وبلقاﺌﺔ ورسله
وتوءمن بالبعث ﴿رواه بخرى﴾
Artinya:
“Dikabarkan oleh Abu Hurairah r.a., katanya pada suatu hari Nabi
saw. Duduk bersama-sama jamaah, tiba-tiba datang kepadanya seorang laki
bertanya. “Apakah artinya iman?”. Jawab Rasulullah, “Iman ialah percaya kepada
Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada berbangkit (sesudah
mati)”.19 (H.R. Bukhari)
Sebenarnya setiap agama mempunyai
akidah tersendiri. Agama Kristen akidahnya adalah trianis, agama Hindu
akidahnya adalah trimurti sementara agama Islam akidahnya adalah tauhid keesaan
Allah maha tunggal (Prima Kausal). Akidah
mempunyai peran penting dalam kehidupan seorang muslim. Sebelum manusia
diperkenalkan dengan sesuatu terlebih dahulu adalah ajaran tauhid, yaitu
mengenal Allah SWT sebagai penciptanya. Ketika bayi lahir harus diperdengarkan
azan ketelinganya supaya pengajaran itu melekat dan parmanen dalam hatinya
sebagai landasan untuk menjalani kehidupan ini. Lebih lanjut Nasrudin Razak
menegaskan bahwa :
Kepercayaan pokok itu ialah kalimat : Laailaaha illallah, artinya
tidak ada tuhan melainkan Allah, akidah itu haruslah menjadi kepercayaan mutlak
dan bulat. Artinya keyakinan yang mutlak kepada Allah, dengan membenarkan dan
mengakui wujud (eksistensi Allah, sifat Allah, hukum-hukum Allah,
kekuasaan-Nya, hidayah dan taufik Allah.20
Pada awal kedatangan agama Islam yang
diturunkan adalah ayat-ayat tauhid hampir separoh dari perjalanan kerasulan
Nabi lebih kurang sebelas setengah tahun beliau mengajarkan tauhid kepada
umatnya. Jika dianalisa lebih mendalam, hal ini sebagai pertanda bahwa
pengajaran tauhid itu sangat prinsip sekali. Bahkan totalitas dari tujuan
beribadah kepada Allah adalah untuk mengesakan (mentauhidkan) Allah SWT. Dalam
aktifitas kehidupan manusia sehari-hari juga harus berangkat dari nilai-nilai
tauhid. Argumen ini berdasarkan firman Allah dalam surat Adz-Zariyaat ayat 56:
$tBur
àMø)n=yz
£`Ågø:$#
}§RM}$#ur
wÎ)
Èbrßç7÷èuÏ9
﴿ الذا ريت: ۵٦﴾
Artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (Adz-Zariyaat : 56)
Dan akidah dalam agama Islam adalah
iman artinya percaya. Esensi iman itu harus mencakup enam hal yaitu percaya
kepada Allah SWT, percaya kepada rasul-rasul-Nya, percaya kepada
malaikat-malaikat-Nya, percaya kepada kitab-kitab-Nya, percaya kepada hari
kiamat dan percaya kepada kadar baik dan kadar buruk. Jadi bisa dikatakan
aqidah sama kedudukannya dengan rukun iman yang ada dalam agama Islam. Dengan
suatu alasan bahwa aqidah pada dasarnya memang merupakan “isi” yang dituangkan dari “bejana”
rukun-rukun iman.
Sedangkan iman secara teknisi artinya
berikrar dengan lidah, membenarkan dengan hati dan membuktikan dengan perbuatan
tentang adanya Allah SWT dan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah SAW. Iman atau
tauhid dalam Islam yaitu sebagai landasan tempat tegaknya syari’at atau
aturan-aturan ibadah lainnya. Hampir separoh dari tugas kenabian kira-kira
sebelas setengah tahun ajaran Islam selalu berkenaan dengan akidah. Sedangkan
perintah sholat yang termasuk kepada salah satu syari’at Islam datang pada
tahun 12 kerasulan dalam peristiwa sedangkan ibadah lainnya seperti puasa,
zakaat, ibadah haji, dan lain-lain dimulai tahun kedua hijriah kemudian setelah
Nabi Muhammad SAW datang barulah disusun undang-undang kemasyarakatan. Oleh
sebab itu dia merupakan landasan tempat berpijaknya ajaran agama yang lain,
iman merupakan pengakuan secara lisan dan hati kemudian pengakuan itu harus
dibuktikan dengan syari’ah.
b.
Syari’ah
Secara etimologi syari’ah adalah
jalan lurus yang harus ditempuh oleh seorang muslim. Dalam arti teknis adalah
seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia
dengan manusia lain, dalam kehidupan sosial ini juga mengatur hubungan manusia
dengan benda dan lingkungan hidupnya. Untuk mengukur keakuratan akidah
seseorang dapat dilihat dari kesempurnaan cara dia beribadah kepada Allah SWT.
Orang yang beragama dengan baik akan melaksanakan tatacara beribadah menurut
ketentuan Allah SWT. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa materi
pokok ajaran Islam itu adalah Akidah,
syari’ah dan akhlak. Seseorang
yang berakidah tanpa syari’ah akan sia-sialah akidahnya. Untuk menguatkan
pernyataan ini dapat dilihat dari kisah Nabi Adam yang menceritakan nasib iblis
yang berakidah tapi tanpa syari’ah.
Ketika Tuhan menyuruh iblis sujud
kepada Nabi Adam dan iblis mengingkarinya, maka hukuman yang diterima iblis
adalah diusir dari surga dan dijadikan penghuni neraka padahal dia beriman
kepada Allah SWT. Dari kisah ini ada bukti yang menunjukkan bahwa akidah tanpa
syari’ah adalah sia-sia. Syari’ah yang tidak ditunaikan Iblis dalam kisah ini
adalah sujud kepada Nabi Adam yang diperintah oleh Tuhan dan perintah itu
adalah syari’ah yaitu ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan sesama
makhluknya. Dapat dipahami bahwa orang yang mengaku beragama Islam tapi tidak
menunaikan sholat tidak bisa dikatakan Islam secara teknis karena ada satu
pengingkaran terhadap perintah pokok agama. Ini karena tujuan syari’ah adalah keadilan dalam segala manifestasinya,21 tetapi ini barangkali gagasan Islam yang
paling banyak disalah pahami dan disalahgunakan, jadi jelas bahwa dalam
pengajaran agama Islam syari’ah ini merupakan satu pelajaran yang harus
diajarkan secara teknis dan operasional. Pengajaran syaria’ah jika dikembangkan
secara operasional bisa kita tarik sebuah kesimpulan bahwa yang terdapat dalam
pengajaran syari’ah itu tidak terlepas dari prinsip mengesakan Allah SWT.
c.
Akhlak
Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin menyempurnakan
ajarannya dengan akhlakul karimah. Kedatangan
Nabi Muhammad SAW diprioritaskan untuk memperbaiki akhlak manusia. Untuk
melihat apakah seseorang sudah beragama yang baik dapat dilihat dari apakah dia
sudah melaksanakan prinsip-prinsip syaria’ah dengan baik dan benar tetapi untuk
mengukur bagaimana kondisi mental seseorang dalam melaksanakan syari’ah
tersebut apakah ikhlas, riya, jujur, sabar dan lain-lain. Hal ini dinamakan
dengan akhlak. Jadi pengajaran akhlak sebenarnya adalah untuk meluruskan
kondisi mental seseorang dalam melaksanakan syari’at Islam. Untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang akhlak maka ditinjau dari segi etimologi akhlak
berasal dari khuluq artinya adalah
sikap, perilaku, watak dan budi pekerti. Apakah menyangkut budi pekerti
terhadap makhluk (ciptaan) atau budi pekerti terhadap Khalik (pencipta). Bahkan
khususnya dalam pengajaran agama Islam akhlak terinci lagi kepada akhlak
terhadap diri sendiri, keluarga, tetangga dan masyarakat. Yang kedua adalah
akhlak terhadap makhluk yang bukan manusia yaitu akhlak terhadap
tumbuh-tumbuhan, hewan, bumi, air, udara, dan lain-lain.
Akhlak dalam Islam disebut juga
dengan ihsan yaitu bagaimana kondisi mental seseorang ketika beribadah kepada
Allah SWT. Apakah ada motif selain Allah atau tidak, jika ada maka akhlak
seseorang belum bisa dikatakan baik. Seperti melaksanakan sholat karena ingin
mendapat simpati dari orang lain, atau bersedekah karena ingin dikatakan
dermawan dan lain-lain. Semakin terlepas seseorang dari motif selain Allah
dalam melaksanakan ibadah semakin baguslah kualitas akhlaknya. Dalam pengajaran
akhlak ada satu istilah yang disebut dengan tasawuf. Ketika seseorang berusaha
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mengembangkan potensi rohaniah manusia
supaya mendapat ridho Allah SWT maka di sana
dia sedang menempuh jalan tasawuf.
Dari sini diambil satu kesimpulan
bahwa pengajaran akhlak yang sudah berkembang menjadi ajaran tasawuf menyangkut
masalah hati dan kebathinan serta kondisi mental seseorang. Seperti yang
penulis paparkan di atas dalam agama Islam pengajaran akhlak ini disebut juga
dengan ihsan.
Ihsan berarti ketika seseorang
beribadah dia harus terlepas dari motif lain selain dari Allah SWT. Karena itu
seorang muslim harus mengkondisikan batinnya seolah-olah dimonitor oleh Allah
SWT guna mencapai hakikat.
2 Azyumardi Azra, Pendidikan
Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 1999), hal. 3-5
4 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010),
Cet. Ke-1, hal. 36
5 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia,
2005), Cet. Ke-4, hal. 21
8 Hasan Langgulung, Manusia dan
Pendidikan (Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta : Pustaka
al-Husna, 1986), hal. 187
9 Abdullah Fadjar, Peradaban
dan Pendidikan Islam, (Jakarta
: Rajawali Pers, 1991), Cet. Ke-1, hal. 12
11 Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam; Menelusuri jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007),
Edisi 1, Cet. Ke-2, hal. 1-2
12 Anshori Abdul Ghofur dan Harahab Yulkarnain, Hukum Islam;
Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta : Kreasi Total Media, 2008), Cet.
Ke-1, hal. 152
15 Hasan Langgulung, Manusia dan
Pendidikan, (Jakarta
: PT. Alhusna Zikra, 1995), Cet. Ke-3, hal. 263
17 Hamdani Ihsan, dkk, Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung
: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-1, hal. 69
18 Armai Arief, Pengantar Ilmu
dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta
: Ciputat Pers, 2002), hal. 19
19 Al Imam Al Bukhari, Terjemahan Hadis, (Singapore : Darel Fajr, 2002), hal.
33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar