Cari Blog Ini

Senin, 30 April 2018

Perkembangan Anak


A.  Perkembangan Anak
1.    Fase-fase perkembangan anak
Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase perkembangan. Para ahli psikologi perkembangan umumnya membagi periodesasi perkembangan berdasarkan pada perubahan-perubahan yang tejadi pada tiga hal antara lain; 1) Periodesasi berdasarkan biologis, 2) Priodesasi berdasarkan psikologis, 3) Periodesasi berdasarkan didaktis. Ketiga periodesasi ini akan dijelaskan dalam alinea-alinea berikut ini :[1]

a.    Periodesasi Berdasarkan Perubahan Biologis
1)   Pendapat Aristoteles
Periodesasi ini bisa dilihat dari pembagian yang dilakukan Aristoteles yang menggambarkan anak sejak lahir sampai mencapai dewasa dalam tiga periode, masing-masing :
1.1)  Fase kecil, dari 0,0 s.d. 7,0 tahun atau sering juga disebut sebagai fase bermain.
1.2)  Fase anak sekolah, 0,7- 14,0 tahun atau sering juga disebut sebagai masa anak sekolah rendah.
1.3)  Fase remaja, dari 14,0-21,0 tahun atau sering juga disebut sebagai masa peralihan dari anak menjadi dewasa.[2]
Dasar dari pembagian Aristoteles di atas adalah dengan memperhatikan gejala pertumbuhan jasmani : antara fase pertama dan fase kedua dibatasi dengan pergantian gigi, antara fase kedua dengan ketiga ditandai dengan bekerjanya kelenjar kelegkapan kelamin.

2)   Pendapat Kretschmer
Kretscmer mengemukakan bahwa dari lahir sampai dewasa, setiap individu melewati empat tahap, seperti dikemukakan di bawah ini:
2.1)  Tahap I dari 0,0 sampai kira-kira 3,0 Fullungs periode I. Pada fase ini anak kelihatan pendek gemuk
2.2)  Tahap II, kira-kira 3,0 sampai kira-kira 7,0, Streckungs periode I. Pada fase ini akan kelihatan langsing (memanjang/ meninggi)
2.3)  Tahap III, kira-kira 7,0 sampai 13,0, Fullungs periode II. Pada fase ini kelihatan pendek gemuk kembali.
2.4)  Tahap IV, kira-kira 13,0 sampai 20,0, Streckungs periode II. Pada fase ini anak kembali kelihatan langsing.[3]


3)   Pendapat Freud
Pembagian tahap-tahap perkembangan manusia oleh Freud didasarkan oleh perkembangan psikoseksual. Secara garis besar Freud membagi perkembangan manusia atas tiga periode:[4]
3.1)  Periode seksual kekanak-kanakan (infantil) yang berlangsung dari umur 0-6 tahun, terdiri dari tiga fase perkembangan yaitu:
·  Fase mulut (oral)
Fase ini berlangsung pada tahun pertama keidupan bayi. Selama periode oral, daerah mulut dan kulit merupakan daerah pemuasan seksual yang sangat tinggi. Prinsip kesenangan sangat menguasai tingkah laku anak pada saat ini. Sifat-sifat bayi pada periode ini adalah tingkah laku penyatuan diri. Ia merasa satu dengan ibu dan benda-benda lain disekitarnya. Oleh karena itu anak bertingkah laku mengikuti keadaan lingkungannya saja. Ini berlangsung enam bulan pertama, enam bulan selanjutnya anak menampakkan sifat tingkah laku agresif. Pelayanan yang dibutuhkan anak adalah pemberian kasih sayang dengan menyusukan dan membelai atau mengusap, sehingga anak akan merasakan nyaman.[5]
·  Fase anus (anal)
Periode ini berlangsung pada tahun kedua sampai keempat kehidupan anak. anak mendapat kepuasan dan kenikmatan seksual dengan buang air. Sifat-sifat tingkah laku yang menonjol adalah mereka menerima segala rangsangan dari lingkungan yang kemudian ditampilkan saat yang dikendakinya. Tak heran anak sering mendengar pembicaraan orang dewasa bahkan rahasia orang tua sering dibuka oleh anak. Pelayanan orang tua yang diharapkan untuk anak pada periode ini adalah latihan buang air yang tertib. Anak-anak dilatih untuk buang air pada tempat yang pantas. [6]
·  Fase kelamin (Phalic)
Priode ini berlangusng pada tahun keempat sampai keenam kehidupan anak. Energi seks atau libido dipusatkan pada organ kelamin. Objek seksual atau libido diarahkan kepada orang tua yang berbeda jenis kelamin. Keadaan ini disebut peristiwa percintaan dalam keluarga (the family ronance). Anak laki-laki jatuh cinta kepada ibu (komplek oedipus). Anak wanita jatuh cinta kepada ayah (kompleks electra). Hubungan yang ganjil dengan orang tua ini akan segera teratasi pada perkembangan yang normal sewaktu anak menempuh periode puber.
3.2)  Periode seksual tenang atau terpendam (laten) yang berlangsung antara umur 6-11 tahun.
Berlangsung pada tahun keenam sampai kedua belas kehidupan anak. Perhatian anak sekarang dipusatkan pada masalah perkembangan intelekstual, sosial, dan moral; anak mulai masuk sekolah dan serentak dengan itu anak meninggalkan minat seksual permulaannya. Pada umur ini sifat-sifat yang menampakkan ide yang tinggi, altruistik dan sopan. Anak-anak periode ini memperlihatkan kasih sayang yang besar kepada dua orang tuanya. Pelayanan  orang tua yang diharapkan ialah memberi kesempatan dan menyokong berbagai ide anak untuk berbuat sesuatu sampai berhasil.

3.3)  Periode puberitas (genital) yang berlangsung antara umur 11-14 tahun.
Selama periode ini hormon seksual berfungsi dan kenikmatan seks beralih kepada ketertarikkan kepada lawan jenis. Dengan kata lain lawan jenis menjadi objek seksual. Tingkah laku seksual yang igin dipuaskan terhadap lawan jenis dikontrol oleh pertimbangan kognitif estetika, sehingga tingkah laku seksual itu tidak dipuaskan begitu saja.[7]

b.   Periodesasi Berdasarkan Didaktis.
Dasar didaktis yang dipergunakan dalam pembagian masa perkembangan ini adalah berhubungan dengan masalah materi apa yang harus diberikan dan bagaimana mengajarkan materi itu kepada peserta didik. Tokoh pencetus pembagian periode ini adalah John Amos Comenius yang terkenal konsepsinya mengenai bermacam-macam sekolah yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Secara singkat periodesasi yang dibuat oleh para ahli antara lain sebagai berikut:
1)   Comenius
a.    Sekolah ibu (scola materna), untuk anak umur 0,0-6,0 tahun
b.    Sekolah bahasa ibu (scola vernacula), untuk anak umur 6,0- 12,0 tahun
c.    Sekolah latin (scola latins), untu remaja umur 12,0-18,0 tahun
d.   Akademi (academia), untuk pemuda-pemudi umur 18,0-24,0 tahun
2)   Rousseau
a.    Tahap I: umur 0,0-2,0 masa asuhan
b.    Tahap II: umur 2,0- 12,0 masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera
c.    Tahap III: umur 12,0-15,0 periode pendidikan akal
d.   Tahap IV: umur 15,0-20,0 periode pendidikan watak dan pendidikan agama.[8]
Periode perkembangan yang telah dikemukakan di atas merupakan pembagian lama di mana jarak antara masa lahir sampai dewasa memakai rentang umur 0,0-21/25 tahun. Dalam rentang ini masa pranatal dan masa usia lanjut belum dimasukkan.
3)   Elizabeth B. Hurlock
Pembagian lebih modern dibuat oleh Elizabeth B. Hurlock yang membagi periodesasi perkembangan sebagai berikut:
a.    Fase pranatal, Fase ini berlangsung sejak kehamilan sampai bayi lahir, kira-kira 9 bulan 10 hari atau 270 sampai 280 hari. Namun dalam banyak hal periode ini merupakan yang terpenting dari semua periode.[9]
b.    Fase lahir, Masa ini dimulai dari sejak lahir sampai kira-kira berumur 10-15 hari. Pada masa ini terjadi platean stage artinya masa tidak terjadi pertumbuhan dan perkembangan. Terjadi masa resting stage masa istirahat untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru di dunia yaitu suhu udara, menghisap dan menelan air susu, bernapas dan membuang kotoran.
c.    Fase bayi, Masa ini berlangsung mulai umur 2 minggu sampai umur 2 tahun.
d.   Masa kanak-kanak awal, Masa ini berlangsung dari dua sampai enam tahun
e.    Masa kanak-kanak akhir, Masa disebut juga masa anak sekolah, berlangsung dari umur enam sampai dua belas tahun. Masa ini disebut juga masa usia tidak rapi, karena mereka cenderung mempedulikan atau sering bertindak ceroboh. Pada masa ini lebih banyak mengikuti teman-temannya dari pada orang tuanya sendiri.
f.     Masa Puber, masa puber merupakan awal masa remaja, yaitu dari umur 12-17 tahun. Biasanya orang sering mengidentifikasi bahwa seorang anak telah memasuki usia ini jika ia telah haid bagi perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki. Dalam tahap ini biasanya anak mulai kritis dalam menanggapi sesuatu ide atau pengetahuan dari orang lain, menunjukkan kekuatan intelek dan energi fisik yang kuat. Hanya saja kekuatan itu tidak di barengi dengan kemauan yang kuat pula.
g.    Masa remaja (Adolescence), lazimnya masa remaja dianggap sebagai permulaan seorang anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.[10] Secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu masa awal remaja berlangsung kira-kira sejak umur 15/16 atau 17 tahun dan berakhir umur 21 tahun atau berakhir pada saat individu matang secara hukum.
h.    Masa dewasa awal, masa ini berlangsung sejak umur empat puluh tahun sampai umur enam puluh tahun. Terdapat beberapa ciri yang menyangkut pribadi dan sosial, masa ini diantaranya:
1)   Periode ini merupakan periode yang ditakutkan dari kesekuruhan manusia
2)   Masa dewasa muda ini merupakan masa transisi di mana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya, memasuki suatu periode kehidupan yang baru.
3)   Masa ini adalah suatu masa yang berprestasi bahkan menurut Erikson selama usia ini orang bisa menjadi lebih sukses atau sebalikya mengalami stagnasi
4)   Masa ini memberikan perhatian kepada agama secara lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya. Rata-rata perhatian yang lebih besar kepada agama dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
i.      Masa usia lanjut, Usia lanjut adalah periode akhir dalam rentang hidup seseorang. Hal ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai akhir hayat yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.

c.    Periodesasi Berdasarkan Gejala Psikologis
Tokoh yang menggunakan periodesasi ini adalah Oswald Kroch. Gejala psikologis yang dijadikan dasar pembagiannya adalah masa-masa kegoncangan. Menurut Kroch, kegoncangan yang ia istilahkan dengan trotz, dialami manusia selama dua kali, yakni: a) Pada tahun ketiga, keempat dan kadang-kadang permulaan tahun kelima dan b) Pada permulaan masa pubertas, pada anak laki-laki pada tahun ketiga belas.
Menurut Erik Erikson dan Piaget yang dikutip oleh Elida Prayitno, periode-periode perkembangan berdasarkan perubahan psikologis adalah sebagai berikut:
1)   Periode perkembangan psikososial
Dalam setiap periode terdapat dimensi baru tentang bentuk interaksi sosial yaitu interaksi individu itu dengan dirinya sendiri dan lingkunga sosialnya. Periode perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
1.1)  Periode keyakinan Dasar yang Benar (Basic Trust) >< keyakinan dasar yang salah (misbasic Trust) 0-2 tahun
1.2)  Periode autonomi (autonomy) >< malu (doubt)
1.3)  Periode inisiatif (initiative) >< perasaan bersalah (guilt)
1.4)  Periode aktif produktif (industry) >< tidak berdaya (inveriority)
1.5)  Periode identitas diri (self identity) >< kebingungan peran (role confusion)
1.6)  Keakraban (intimacy) >< terisolasi (isolation)
1.7)  Fase generative (generatiority) >< mandek (stagnation)
1.8)  Fase integritas (integrity) >< putus asa (despair)

2)   Periode perkembangan kognitif
Piaget membagi periode perkembangan inteligensi manusia atas dua bagian, yaitu periode sensorimotorik dan periode konseptual. Setiap periode terdiri dari beberapa fase yang ditandai oleh tingkah laku khusus yang menonjol.
2.1) Periode sensorimotorik
Piaget membagi periode sensorimotorik yang berlangsung selama delapan bulan atau dua bulan di atas enam fase, yaitu:
·      Fase bulan pertama kehidupan bayi (lahir-1 bulan)
·      Fase umur 1-4 bulan
·      Fase umur 4-10 bulan
·      Fase umur 8-12 bulan
·      Fase umur 12-18 bulan
·      Fase umur 18 bulan -2 tahun
2.2) Periode berfikir preoperasional, dari umur 2,0 sampai 7,0 tahun
2.3) Fase berfikir formal, yang berlangsung dari umu 7,0 sampai 12,0 tahun.
Selanjutnya Islam sendiri membagi fase perkembangan itu adalah sebagai berikut yang sesuai dengan firman Allah:
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# bÎ) óOçFZä. Îû 5=÷ƒu z`ÏiB Ï]÷èt7ø9$# $¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒB 7ps)¯=sƒC ÎŽöxîur 7ps)¯=sƒèC tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4 É)çRur Îû ÏQ%tnöF{$# $tB âä!$t±nS #n<Î) 9@y_r& wK|¡B §NèO öNä3ã_̍øƒéU WxøÿÏÛ ¢OèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r& ( Nà6ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGムNà6ZÏBur `¨B Štãƒ #n<Î) ÉAsŒör& ̍ßJãèø9$# Ÿxøx6Ï9 zNn=÷ètƒ .`ÏB Ï÷èt/ 8Nù=Ïæ $\«øx© 4 ts?ur šßöF{$# ZoyÏB$yd !#sŒÎ*sù $uZø9tRr& $ygøŠn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur ôMtFt6/Rr&ur `ÏB Èe@à2 £l÷ry 8kŠÎgt/ ÇÎÈ

Artinya :

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.(Q.S al-Hajj ayat 5)[11]

Berdasarkan ayat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fase perkembangan yang dibuat oleh Elizabet B Hurlock sesuai dengan fase-fase yang ada dalam Islam. Secara garis besar fase-fase tersebut adalah:[12]
1.    Fase Pranatal, Fase pranatal (sebelum lahir) mulai masa konsepsi sampai proses kelahrannya, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari.[13]
2.    Fase lahir, masa ini dimulai dari kelahiran dan berakhir pada saat bayi menjelang dua minggu.
3.    Fase 2 tahun pertama, berlangusng dua tahun pertama setelah periode bayi yang baru lahir dua minggu.
4.    Fase kanak-kanak awal, disebut juga usai pra-sekolah
5.    Fase kanak-kanak akhir, berlangsung dari enam tahun sampai anak mencapai kematangan seksual, yaitu sekitar sebelas atau dua belas tahun. Oleh pendidik disebut juga masa anak sekolah.
6.    Fase puber (remaja awal), periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat meskipun masa puber merupakan periode singkat yang bertumpang tindih dengan masa akhir anak-anak dan permulaan masa remaja. Masa ini ditandai dengan datangnya haid bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki-laki.
7.    Fase remaja, masa remaja yang berlangsung dari saat individu menjadi matang secara seksual sampai usia delapan belas tahun usia kematangan yang resmi dibagi ke dalam awal masa remaja, yang berlangsung sampai usia tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja yang berlangsung sampai usia kematangan yang resmi.[14]
8.    Fase dewasa dini (awal), masa ini adalah masa pencaharian yang kemantapan masa reproduktif, yaitu masa yang penuh masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas, dan penyusupan diri pada pola hidup yang baru. Masa dewasa dini, dari umur delapan belas hingga lebih kurang empat puluh tahun.
9.    Fase dewasa madya, pada umunya usia dewasa akhir (madya) atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia antara40 sampai 60 tahun.
10.              Fase dewasa akhir (lansia), adapun ciri-ciri dari usia lanjut adalah merupakan periode kemunduran, sebagaimana yang diterangkan ayat di atas kembali lemah/ tidak berdaya dan pada masa ini terjadi proses menua. Tahapan umur ini oleh Rasulullah Saw, dinamakan masa “pergulatan maut”, yaitu masa-masa umur enampuluh hingga tujuh puluhan.

2.    Aspek-aspek perkembangan anak

Pertumbuhan fisik yang terjadi pada diri anak adalah menyangkut semua aspek organ tubuh dan struktur fisiknya baik organ bagian dalam maupun organ bagian luar. Adapun perkembangan mental psikologis yang terjadi pada diri anak adalah mencakup segala aspek mental psikologis anak, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, kecerdasan, sifat sosial, moral, agama, sikap, reaksi dan mental. Reaksi psikologis lainnya yang kesemuanya melalui proses perkembangan serta mengalami perubahan yang bisa dilihat secara kuantitatif dan kualitatif sekaligus, sehingga seiring dengan pertumbuhan fisik, maka terjadi pula perkembangan mental.[15]


a.    Perkembangan Fisik (Motorik)
Berkaitan dengan perkembangan fisik ini, Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu:
1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi
2) Otot-otot, yang mempengarhi perkembangan kekuatan dan kemapuan motorik
3) Kelenjar endoktrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis
4) Srtuktur fisik/ tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi[16]
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
1)    Perkembangan motorik kasar. Kemampuan anak untuk duduk, berlari, melompat, menangkap bola, dan menendang termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.
2)    Perkembangan motorik halus. Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan memegang benda, menulis, menggunting, dan mengancingi baju termasuk contoh gerakan motorik halus.
b.    Perkembangan Inteligensi
Inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan sesuatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intiligensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam diantaranya adalah:
1)   C.P Chaplin, mengartiak nteligensi itu sebgai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif
2)   Anita E.Woolfolk, mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama, inteligensi ini meliputi tiga pengertian, yaitu: kemapuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya. Selanjutnya, Woolfolk mengemukakan inteligensi itu merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi lingkungan.[17]

c.    Perkembangan Emosi.
Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk merasakan dan memahami gejolak perasaan seperti mencintai, merasa nyaman, berani, gembira, takut, marah serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang/ dikeluarkan anak akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi. Beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya adalah:
1)   Memperkuat semangat, apbila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai
2)   Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi)
3)   Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bias juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam bicara
4)   Terganggu penyesuaian social, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati
5)   Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.[18]

Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:
1)   Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh ransangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, masis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
2)   Emosi psikis, emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, diantaranya:
2.1)  Perasaan intelektual, yaitu mempunyai sangkut paut dengan ruang ligkup kebenaran
2.2)  Perasaan sosial, yaitu menyangkut hubungan dengan orang lain
2.3)  Perasaan susila, yaitu yang berhubungan dengan nilai-nilai baik buruk atau etika (moral)
2.4)  Perasaan keindahan (estetis), yaitu yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian
2.5)  Perasaan ketuhanan, salah satu kelebihan manusai sebagai makhluk tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain manusia dikarunia insting religious (naluri beragama).[19]
d.   Perkembangan Bahasa
Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun, dan menarik kesimpulan. Dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau emngausai empat pokok yang satu sama lain saling berkaitan yaitu:
1.    Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
2.    Pengembangan perbendaharaan kata,
3.    Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, pada umumnya berkembang pada usia dua tahun
4.    Ucapan, kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orang tuanya).[20]
e.    Perkembangan sosial.
Aspek sosial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa, berinteraksi dan bermain bersama teman-teman sebayanya. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan social, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua ini lazim disebut sosialisasi.
Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut:
1)   Pembangkangan (negativisme), Tingkah laku ini mulai muncul pada kira-kira usai 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun.
2)   Agresi (agresion), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik/ nonverbal maupun kata-kata / verbal. Agresi ini mewujud dalam perilaku menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit dan marah-marah.
3)   Berselisih/ bertengkar (quarrelling), terajadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
4)   Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif
5)   Persaingan (rivarly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh orang lain
6)   Kerjasama (coorperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok
7)   Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku utuk menguasai situasi social, mendominasi atau bersikap “bossiness”
8)   Mementingkan diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam memenuhi keinginannya.
9)   Simpati (sympaty), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerjasama dengannya.

f.     Perkembangan Kepribadian
Kepribadian dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik”. Kepribadian dienagruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas pembawaan maupun lingkungan yaitu:
1)      Fisik
2)      Inteligensi
3)      Keluarga
4)      Teman sebaya
5)      Kebudayaan
g.    Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/ nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dilingkungannya terutama dari orang tuanya. Bebetapa sikap orang tua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, di antaranya adalah:
1)   Konsisten dalam mendidik anak
2)   Sikap orang tua dalam keluarga
3)   Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
4)   Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma

h.    Perkembangan kesadaran beragama
Perkembangan beragama seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor pembawaan dan lingkungan
1)   Faktor Pembawaan (Internal)
Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah Swt, adalah dianugerahi fitrah (perasaaan atau kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Karena fitrah ini manusia dijuluki sebagai “homo devinans” dan “homo religious” yaitu makhluk yang bertuhan atau beragama. Keyakinan bahwa manusia itu mempunyai fitrah atau kepercayaan kepada Tuhan didasarkan kepada firman Allah:
øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
Artinya:
 Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)",(Q.S Al-A’raf ayat 172)[21]
Berdasarkan ayat di atas telah dijelaskan bahwa fitrah keagaman itu telah ada pada diri setiap manusia. Di masyarakat yang primitive muncul kepercayaan terhadap roh-roh gaib yang dapat memberikan kebaikan atau bahkan malapetaka.
2)   Faktor Lingkungan (Eksternal)
2.1) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan. Menurut Hurlock, keluarga merupakan “Training Centre” bagi penanaman nilai-nilai.[22] Pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak, seyogyanya bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan. Pentingnya peranan orang tua dalam mengembangkan fitrah beragama anak ini, dalam al-Quran dijelaskan:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
Artinya:
 Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S at-Tahrim ayat 6).[23]
2.2) Lingkungan Sekolah
Menurut Hurlock, pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan subtitusi dari keluarga dan guru-guru subtitusi dari orang tua.[24] Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama para siswa, maka sekolah terutama guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan wawasan pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia dan sikap apresiatif terhadap ajaran agama.
2.3) Lingkungan Masyarakat
Maksud lingkungan masyarakat di sini adalah situasi atau kondisi interaksi social dan sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama atau kesadaran beragama individu.

Guna mewujudkan perkembangan yang seimbang itu, tidak ada cara lain kecuali mengaktifkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab para pendidik termasuk orang tua dalam membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses pendidikan ini baik diselenggarakan di rumah, sekolah maupun tempat-tempat lainnya, sebab pada hakikatnya proses pendidikan itu tidak bisa dibatasi secara formal atau terpaku pada tempat tertentu saja.[25]

3.    Tugas perkembangan anak
Maksud dari tugas-tugas perkembangan anak dalam pembahasan ini adalah tinjauan mengenai dinamika dari perkembangan anak.  Tugas perkembangan menurut Havighurst diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk melakukan berbagai permainan umum
Selama periode ini pertumbuhan otot dan tulang berlangsung dengan cepat. Mereka memiliki kebutuhan yang sangat tinggi untuk beraktivitas dan bermain. Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru untuk mengoptimalkan pencapaian tugas perkembangan fisik anak sekolah dasar, yaitu sebagai berikut:
1)   Merencanakan program pembelajaran yang berorientasi kepada anak untuk melakukan berbagai aktivitas fisik atau bermain. Hal ini bertujuan untuk menyalurkan dorongan-dorongan dalam diri anak untuk aktif bergerak dan bermain.
2)   Selama proses pembelajaran, upaya membatasi gerakan-gerakan anak secara ketat tidak pantas dilakukan guru, karena tidak menunjang tuntutan tugas perkembangan anak.
3)   Usaha yang terencana dan serius dalam menanggulangi gangguan perkembangan fisik anak sangat diharapkan dari keluarga dan sekolah.[26]
b.    Membina sikap hidup yang sehat terhadap diri sendiri sebagai individu yang sedang berkembang
Tugas perkembangan kedua adalah mampu mengembangkan kebiasan hidup sehat dengan membiasakan diri memelihara kebersihan, kesehatan, dan keselamatan diri sendiri serta lingkungannya. Dengan demikian anak mengetahui bahaya atau akibat yang akan dialaminya, apabila ia bertingkah laku yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan diri dan lingkungannya.
c.    Belajar bergaul dengan teman sebaya
Dengan masuknya anak ke sekolah memunculkan tuntutan baru bagi anak untuk melakukan interaksi sosial yang luas dengan teman sebaya. Anak hendaknya telah mampu membina keakraban dengan orang lain di luar lingkungan keluarganya, mampu belajar menguasai pola-pola pergaulan yang peuh kasih sayang, keramahan, dan pemahaman perasaan orang lain, khususnya teman sebaya. Tugas perkembangannya adalah bahwa sekolah dan keluarga harus bertanggung jawab membina sifat-sifat pribadi masing-masing anak, sehingga ia memiliki hubungan sosial yang baik dan diterima dalam kelompok teman sebaya.
d.   Mulai mengembangkan peran sesuai jenis kelamin secara tepat
Pada usia 9-10 tahun anak mulai menyadari peran sesuai dengan jenis kelaminnya. Tugas perkembangannya bisa dengan pemberian tugas, sesuai dengan peranan sebagai pria dan wanita, kerja kelompok dan cerita-cerita kepahlawanan untuk anak laki-laki dan cerita-cerita yang menggambarkan kefeminiman untuk anak perempuan.
e.    Mengembangkan berbagai keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung.
 Sekolah dan keluarga hendaknya membina kesenangan atau kegemaran anak belajar membaca, menulis dan berhitung.
f.     Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
Berbagai konsep seperti konsep warna, jumlah dan lain sebagainya yang telah dikenal anak adalah tugas pendidik mengajarkan dan mengembangkan konsep-konsep itu, karena sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan banyaknya konsep yang telah dimiliki anak, memudahkan mereka untuk berfikir, karena konsep-konsep itu merupakan alat berpikir bagi mereka.
g.    Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai
Pada periode sekolah dasar anak hendaknya diajarkan mengontrol tingkah laku sesaui nilai dan moral yang berlaku. Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk  mengembangkan moral anak diantaranya adalah:
1)   Memberikan model tingkah laku yang bermoral (tauladan yang baik)
2)   Menjadikan kelompok sebaya sebagi tempat belajar moral
3)   Menghargai anak yang bertingkah laku bermoral atau bernilai dan menghukum tingkah laku yang amoral atau tidak sesuai dengan nilai, dan aturan yang belaku.
4)   Memberikan pelajaran tentang tngkah laku atau budi pekerti yang bermoral atau bernilai.
h.    Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga sosial
Pembentukan sikap ini dapat diusahakan dengan cara sebagai berikut:
1)   Menjadikan seseorang sebagai model terutama orang tua, guru dan teman sebaya
2)   Memberikan pengalaman yang menyenangkan atau memberikan kesan emosional yang mendalam tentang lembaga atau kelompok sosial
3)   Mengajarkan kepada anak berbagai lembaga dan kelompok sosial dan fungsinya bagi kehidupan anak
i.      Mencapai kebebasan pribadi
Hakikat tugas perkembangan pada periode ini adalah untuk membentuk pribadi yang otonom, tanpa tergantung pada orang lain dalam mengambil keputusan yang menyangkut dirinya, maupun peristiwa lain dalam kehidupannya. Usaha orang tua dan sekolah membina kemandirian pada peserta didik sekolah dasar adalah dengan cara berikut:
1)   Menghargai pendapat atau ide anak sekecil apapun nilai pendapat atau ide itu
2)   Tidak selalu menuntut anak berbuat besar. Hal ini dapat menghindarkan terjadinya perasaan bersalah dalam diri anak. Dengan demikian anak akan memiliki keyakinan diri untuk mengembangkan kemandirian
3)   Menjelaskan kepada anak bahwa usaha untuk mengerjakan tugas apapun sangat dihargai orang tua dan guru, walaupun belum berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

4.    Perkembangan Jiwa Keberagamaan Anak

Pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan untuk mengabdikan dirinya kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggapnya sebagai zat yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Namun apakah yang menjadi sumber pokok yang mendasarkan timbulnya keinginan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan? Atau dengan kata lain, apakah yang menjadi sumber kejiwaan agama itu?. Untuk memberikan jawaban itu telah timbul beberapa teori antara lain:
a.    Teori Monistik (mono = satu)[27]
1)      Thomas Van Aquino
Menurutnya yang menjadi sumber kejiwaan itu adalah berpikir. Manusia bertuhan karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya.
2)      Fredrick Hegel
Agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi. Berdasrkan hal itu, agama semata-mata merupakan hal-hal atau persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
3)      Fredrick Schleimacher
Sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia measakan dirinya lemah. Kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan sesuatu kekuasaan yang berada di  luar dirinya. Berdasrkan ketergnatungan itulah maka timbul konsep tentang Tuhan.
4)      Rudolf Otto
Menurutnya sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang bersal dari the wholly other (yang sama sekali lain). Seseorang diengaruhi rasa kagum terhadap sesautu yang dianggapnya lain dari yang lain, maka keadaan mental seperti itu diistilahkan oleh R. Otto numinous.
5)      Sigmund Freud
Sumber kejiwaan adalah libido sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah ide tentnag ke-Tuhanan dan upacara kegamaan setelah melalui proses:[28]
5.1) Oedipoes Complex, yakni mitos Yunani kuno yang menceritakan bahwa karena perasaa cinta kepada ibunya, maka Oedipoes membunuh ayahnya. Setelah ayah mereka mati, maka timbullah rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak itu.
5.2) Father Image (citra bapak): setelah mereka membunuh ayah mereka dan dihantui rasa bersalah, timbullah rasa penyesalan.perasaan itu menimbulkan ide untu menebus kesalahan dengan memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh. Realisasi dari pemujaan itu menurutnya sebagai asal dari upacara keagamaan. Jadi menurut Freud agama muncul dari ilusi (khayalan) manusia.
6)      William Mac Dougall
Sumber kejiwaan  merupakan kumpulan dari beberapa insting. Manusai memiliki 14 macam instink, maka agama timbul dari dorongan instink secara terintegrasi. Namun demikian teroi instink ini banya mendapat bantahan dari ahli psikologi agama. Jika agama adalah instink maka setiap orang tanpa harus belajar agama pasti akan terdorong secara spontan ke gereja, tetapi kenyataanya bukan demikian.
b.    Teori Faculty[29]
1)      Cipta (reason), meruakan fungsi intelektual jiwa manusia. Ilmu kalam (theologi) merupakan cerminan adanya engaruh fungsi intelek. Melalui cipta orang dapat menilai dan membandingkan dan selanjutnya memutuskan suatu tindakan terhadap stimulant tertentu.
2)      Rasa (emotion)
Suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Melihat seberapa jauh peran emosi dalam agama.
3)      Karsa (will)
Merupakan funsi eksekutif dalam jiwa manusia. Will berfungsi mendorong timbulny pelaksanaan doktrin sebagai ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan. Mungkin penglaman agama seseorang bersifat intelek ataupun emosi namun jika tanpa adanya peranan will maka agama tersebut belum tentu terwujud sesuai dengan kehendak reason dan emosi.

Pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga agama itu benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali dalam hidupnya dikemudian hari. Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan mentuburkan perasaan (sentiment)  agama saja, akan tetapi ia menyangkut keseluruhan pribadi anak, mulai dari latihan-latihan maliah sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dan alam serta manusia dengan diriya sendiri.
Bermacam-macam cara pembagian umur pertumbuhan yang dibuat oleh ahli jiwa, tapi pada umumya perbedaan yang terdapat antara mereka tidaklah dalam hal yang pokok. Secara khusus perkembangan jiwa keberagaman oleh Zakiah Daradjat membagi umur anak kepada dua tahap yaitu:[30]
c.    Kanak-kanak pada tahun pertama (0-6 tahun)
Pendidikan agama, dalam arti pembinaan kepribadian, sebenarnya telah mulai sejak anak lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Keadaan orang tua, kerika si anak dalam kandungan, mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nanti, hal ini banyak terbukti dalam perawatan jiwa.
Pendidikan agama dalam keluarga, sebelum si anak masuk sekolah terjadi secara tidak formal. Pendidikan agama pada umur ini melalui semua pengalaman anak, baik melalui ucapan yang didengarnya, tindakan perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun perlakuan yang dirasakannya. Oleh karena itu, keadaan orang tua dalam kehidupan mereka sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan kepribadian anak.
Si anak mulai mengenal Tuhan dan agama, melalui orang-orang dalam lingkunga tempat mereka hidup. Mereka mendengar nama Tuhan disebut oleh orang tua atau orang lain dalam keluarganya. Kata Tuhan yang pada mulanya mungkin tidak menjadi perhatiannya, tapi lama kelamaan akan menjadi perhatiannya dan ia akan ikut mengucapkannya setelah ia mendengar kata Tuhan it berulang kali dalam berbagai keadaan, tempat dan situasi, apalagi ia melihat mimik muka yang membyangkan kesungguh-sungguhan, ketika kata itu diucapkan, maka perhatiannya akan bertambah, yang lama kelamaan menimbulkan pertanyaan dalam hatinya, siapa Tuhan itu? Karena itu maka anak pada umur 3 atau 4 tahun telah mulai menanakan kepada orang tuanya siapa Tuhan itu?
Apapun jawaban orang tuanya ketika itu, akan diterimanya dan itulah yang benar baginya. Andai kata orang tuanya tersalah dalam menjawab pertanyaannya itu, maka yang akan bertumbuh dalam jiwanya itu adalah yang salah itu, kecuali jika diperbaiki nanti oleh guru agama setelah ia masuk sekolah. Demikian seterusnya tentang doa-doa singkat yang dapat diakuinya.
Disamping itu semua, perlu pula kita ingat bahwa hubungan anak dan orang tua, mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap pertumbuhan jiwa agama pada anak. Andaikata hubungan anak dengan orang tuanya tidak baik, misalnya ia mersa tidak disayang dan diperlakuan kejam, keras atau tidak adil, maka besar kemungkinan sikap si anak terhadap Tuhan akan memantulkan sikapnya terhadap orang tuanya, mungkin ia akan menolak kepercayaan terhadap Tuhan, atau menjadi acuh tak acuh terhadap ketentuan agam, sebabnya adalah karena sumber pembinaan rohano anak adalah orang tuanya sendiri.
Berdasarkan paparan di atas bisa penulis ambil kesimpulan bahwa, perkembangan jiwa keberagamaan anak sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan yang dilaluinya. Jika lingkungan yang dialaminya baik dan nyaman, selalu memberikan pembinaan-pembinaan yang baik. Maka akan membawa dampak yang bai pula terhadap perkembangan  jiwa keberagamaan anak. Sebaliknya ketika lingkungan disekitarnya buruk, baik orang tua, saudara atau siapapun yang ditemuinya, berlalu kasar dan cenderung tidak nyaman. Akan senantiasa membawa perasaan membangkang dari anak dan membawa pengaruh buruk pula terhadap perkembangan jiwa keberagamaan anak. 
d.   Anak-anak pada umur sekolah (6-12 tahun)[31]
Ketik si anak masuk sekolah dasar, dalam jiwanya ia telah membawa bekal rasa agama yang terdapat dalam kepribadiannya, dari orang tuanya dan dari gurnya di taman kanak-kanak. Andaikata didikkan agama yang diterimanya dari orang tuanya dirumah sejalan dan serasi dengan apa yang diterimanya dari gurunya di taman kanak-kanak, maka ia masuk ke sekolah dasar telah membawa dasar agama yang bulat (serasi), akan tetapi jika belainan , maka yang dibawanya adalah keragu-raguan, ia belum dapat memikirkan mana yang benar, apakah agama orang tuanya atau agama gurunya, yang ia rasakan adalah adanya perbedaan, kedua-duanya masuk ke dalam pembinaan pribadinya. Demikian pula sikap orang tua yang acuh tak acuh atau negative terhadap agama, akan mempunyai akibat yang seperti itu pula dalam pribadi anak.
Oleh karena itu, guru agama sekolah dasar harus meyadari bahwa anak-anak didik yang dihadapi telah membawa bekal agama dalam pribadinya masing-masing, sesuai dengan pengalaman hidup yang dilaluinya.
Pendidikan agama sesungguhnya jauh lebih berat dari pada pengajaran pengetahuan umum apapun. Beratnya tidak terletak pada ilmiahnya, akan tetapi pada isi dan tujuan pendidikan itu sendiri. Pendidikan agama itu ditujukan pada pembentukan sikap, pembinaan kepercayaan agama dan pembinaan akhlak, atau dengan ringkas dikatakan pembinaan kepribadian di samping pembinaan pengetahuan agama anak.
Maka setiap guru atau guru agama pada sekolah dasar, hendaknya memahami betul-betul perkembangan jiwa anak pada sekolah dasar yang berkisar antara 6-12 tahun. Guru harus ingat bahwa anak bukanlah orang dewasa yang kecil, artinya apa yang cocok untuk orang dewasa, tidak akan cocok untuk anak. Penyajian agama untuk anak, harus sesuai dengan pertumbuhan jiwa anak, dengan cara yang lebih kongkret, dengan bahasa yang sederhana serta banyak bersifat latihan dan pembiasaan yang menumbuhkan nilai-nilai dalam pribadinya.
Kepercayaan anak kepada Tuhan umur permulaan masa sekolah itu bukanlah berupa keyakinan hasil pemikiran, akan tetapi merupakan sikap emosi yang membutuhkan pelindung. Hubungannya dengan Tuhan bersifat individual dan emosional. Oleh karena itu tonjolkanlah sikap pengasih dan penyayang Tuhan kepada si anak dan jangan dulu dibicarakan sifat-sifat Tuhan yang menghukum, membalas dengan azab neraka dan sebagainya.[32]
Sembahyang da berdoa yang menarik bagi anak pada umur ini adalah yang mengandung gerak dan tidak asing baginya. Doanya bersifat pribadi, misalnya memohon sesuatu yang diinginkannya, minta ampun atas kesalahannya dan minta tolong atas hal-hal yang tak mampu dicapainya. Si anak akan gembira untuk ikut katif dalam upacara dan kegiatan agama yang menarik baginya, misalnya sembahyang berjamaah di masjid atau musalla, ikut membantu dalam pengabdian sosial agama seperti membagi zakat fitrah daging korban juga menarik bagi mereka, ikut serta dalam sandiwara agama dan nyanyian keagamaan.
Hubungan social anak semakin serta pada masa sekolah ini, maka perhatiannya terhadap agama juga banyak dipengaruhi oleh teman-temannya. Kalau teman-temannya pergi mengaji, mereka akan ikut mengaji, temannya ke masjid mereka akan senang pula ke masjid. Oleh karena itu perbanyaklah kegiatan-kegiatan keagamaan yang dapat dilakukan bersama oleh anak-anak, sehingga semua anak dapat ikut aktif.
Semakin besar si anak, semakin bertambah fungsi agama baginya. Misalnya pada umu 10 tahun ke atas, agama mempunyai fungsi moral dan social bagi anak. Ia mulai dapat menerima bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari pada nilai-nilai pribadi atau nilai keluarga. Si anak mulai mengerti bahwa agama bukan kepercayaan pribadi atau keluarga, akan tetapi kepercayaan masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan agama itu tidak terjadi sekaligus matang, akan tetapi melalui tahap-tahap pertumbuhan yang merupakan tangga yang dilaluinya satu persatu, dari keluarga, sekolah dan akhirnya masyarakat.



[1] Akhyas Azhari, psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta : Teraju, 2004), h. 172-173
[2] Ibid
[3] Abu Ahmadi & Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), h. 30
[4] Elida Prayitno, anak Usia Dini dan Usia SD, (Padang : Angkasa raya, 2005), h. 31-36
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Abu Ahmadi & Munawar Sholeh, Op.Cit, h. 32-33
[9] Elizabet B Hurlock, Developmental Psycology, terj. Istiwidayanti & Soedjarwo, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1998), h.28
[10] Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit, 206
[11] Departemen Agama, Al-Quran dan terjemahan, (Jakarta : Departemen Agama, 2006), h.333
[12] Netty Hartati dkk, Islam & Psikologi, (Jakarat : Raja grafindo Persada, 2004), h.19-52, lihat Juga, abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada, 2001), h.98
[13] Sebelum fase paranatal, ada fase sebelumnya yang dinamakan dengan fase pra-pembuahan. Rasulullah SAW bersabda: “wanita itu dinikahi karena empat hal,hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Karena itu pilihlah agamanya niscaya kamu akan beruntung”(HR Bukhari Muslim). Dalam riwayat lain, “pilihlah agama dan akhlaknya”(HR Ibnu Hibban). Maksud dari hadis di atas adalah dengan memilih istri karena agama dan akhlaknya diharapkan menjadi jaminan bagi pendidikan dan pertumbuhan anak-anak dengan pertumbuhan yang baik dan benar.
[14] Ibid, h. 41
[15] Akhyas Azhari, Psikologi Umum danPerkembangan, (), h.172
[16] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung : PT Ramaja Rosdakarya, 2001), h. 101
[17] Ibid, h. 106
[18] Ibid, 115
[19] Ibid, h. 117
[20] Ibid, h. 119-120
[21] Al-Quran dan Terjemahan, h. 174
[22] Elizabet B Hurlock, Developmental Psycology, terj. Istiwidayanti & Soedjarwo, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1998), 434

[23] Op.Cit, h. 561
[24] Ibid
[25] Ibid
[26] Elida Prayitno, Op.Cit, h. 144-145
[27] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.54-56
[28] Ibid
[29] Ramayulis , Psikologi Agama,  (Jakarta : Kalam Mulia, 2004),h. 29-30
[30] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan BIntang, 2005), h. 126
[31]Ibid, h. 129
[32] Ibid

Tidak ada komentar: