A.
Perkembangan Anak
1.
Fase-fase perkembangan anak
Perkembangan
manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase perkembangan. Para ahli
psikologi perkembangan umumnya membagi periodesasi perkembangan berdasarkan
pada perubahan-perubahan yang tejadi pada tiga hal antara lain; 1) Periodesasi
berdasarkan biologis, 2) Priodesasi berdasarkan psikologis, 3) Periodesasi
berdasarkan didaktis. Ketiga periodesasi ini akan dijelaskan dalam
alinea-alinea berikut ini :[1]
a.
Periodesasi Berdasarkan Perubahan Biologis
1)
Pendapat Aristoteles
Periodesasi ini
bisa dilihat dari pembagian yang dilakukan Aristoteles yang menggambarkan anak
sejak lahir sampai mencapai dewasa dalam tiga periode, masing-masing :
1.1)
Fase kecil, dari 0,0 s.d. 7,0 tahun atau sering juga disebut sebagai
fase bermain.
1.2)
Fase anak sekolah, 0,7- 14,0 tahun atau sering juga disebut sebagai
masa anak sekolah rendah.
1.3)
Fase remaja, dari 14,0-21,0 tahun atau sering juga disebut sebagai
masa peralihan dari anak menjadi dewasa.[2]
Dasar dari
pembagian Aristoteles di atas adalah dengan memperhatikan gejala pertumbuhan
jasmani : antara fase pertama dan fase kedua dibatasi dengan pergantian gigi,
antara fase kedua dengan ketiga ditandai dengan bekerjanya kelenjar kelegkapan
kelamin.
2)
Pendapat Kretschmer
Kretscmer
mengemukakan bahwa dari lahir sampai dewasa, setiap individu melewati empat
tahap, seperti dikemukakan di bawah ini:
2.1)
Tahap I dari 0,0 sampai kira-kira 3,0 Fullungs periode I. Pada fase
ini anak kelihatan pendek gemuk
2.2)
Tahap II, kira-kira 3,0 sampai kira-kira 7,0, Streckungs periode I.
Pada fase ini akan kelihatan langsing (memanjang/ meninggi)
2.3)
Tahap III, kira-kira 7,0 sampai 13,0, Fullungs periode II. Pada
fase ini kelihatan pendek gemuk kembali.
2.4)
Tahap IV, kira-kira 13,0 sampai 20,0, Streckungs periode II. Pada
fase ini anak kembali kelihatan langsing.[3]
3)
Pendapat Freud
Pembagian
tahap-tahap perkembangan manusia oleh Freud didasarkan oleh perkembangan
psikoseksual. Secara garis besar Freud membagi perkembangan manusia atas tiga
periode:[4]
3.1)
Periode seksual kekanak-kanakan (infantil) yang berlangsung dari
umur 0-6 tahun, terdiri dari tiga fase perkembangan yaitu:
· Fase mulut (oral)
Fase ini
berlangsung pada tahun pertama keidupan bayi. Selama periode oral, daerah mulut
dan kulit merupakan daerah pemuasan seksual yang sangat tinggi. Prinsip kesenangan
sangat menguasai tingkah laku anak pada saat ini. Sifat-sifat bayi pada periode
ini adalah tingkah laku penyatuan diri. Ia merasa satu dengan ibu dan
benda-benda lain disekitarnya. Oleh karena itu anak bertingkah laku mengikuti
keadaan lingkungannya saja. Ini berlangsung enam bulan pertama, enam bulan
selanjutnya anak menampakkan sifat tingkah laku agresif. Pelayanan yang
dibutuhkan anak adalah pemberian kasih sayang dengan menyusukan dan membelai
atau mengusap, sehingga anak akan merasakan nyaman.[5]
· Fase anus
(anal)
Periode ini
berlangsung pada tahun kedua sampai keempat kehidupan anak. anak mendapat
kepuasan dan kenikmatan seksual dengan buang air. Sifat-sifat tingkah laku yang
menonjol adalah mereka menerima segala rangsangan dari lingkungan yang kemudian
ditampilkan saat yang dikendakinya. Tak heran anak sering mendengar pembicaraan
orang dewasa bahkan rahasia orang tua sering dibuka oleh anak. Pelayanan orang
tua yang diharapkan untuk anak pada periode ini adalah latihan buang air yang
tertib. Anak-anak dilatih untuk buang air pada tempat yang pantas. [6]
· Fase kelamin
(Phalic)
Priode ini
berlangusng pada tahun keempat sampai keenam kehidupan anak. Energi seks atau
libido dipusatkan pada organ kelamin. Objek seksual atau libido diarahkan
kepada orang tua yang berbeda jenis kelamin. Keadaan ini disebut peristiwa
percintaan dalam keluarga (the family ronance). Anak laki-laki jatuh
cinta kepada ibu (komplek oedipus). Anak wanita jatuh cinta kepada ayah
(kompleks electra). Hubungan yang ganjil dengan orang tua ini akan
segera teratasi pada perkembangan yang normal sewaktu anak menempuh periode
puber.
3.2)
Periode seksual tenang atau terpendam (laten) yang berlangsung
antara umur 6-11 tahun.
Berlangsung pada
tahun keenam sampai kedua belas kehidupan anak. Perhatian anak sekarang dipusatkan
pada masalah perkembangan intelekstual, sosial, dan moral; anak mulai masuk
sekolah dan serentak dengan itu anak meninggalkan minat seksual permulaannya.
Pada umur ini sifat-sifat yang menampakkan ide yang tinggi, altruistik dan
sopan. Anak-anak periode ini memperlihatkan kasih sayang yang besar kepada dua
orang tuanya. Pelayanan orang tua yang
diharapkan ialah memberi kesempatan dan menyokong berbagai ide anak untuk berbuat
sesuatu sampai berhasil.
3.3)
Periode puberitas (genital) yang berlangsung antara umur 11-14
tahun.
Selama periode
ini hormon seksual berfungsi dan kenikmatan seks beralih kepada ketertarikkan
kepada lawan jenis. Dengan kata lain lawan jenis menjadi objek seksual. Tingkah
laku seksual yang igin dipuaskan terhadap lawan jenis dikontrol oleh
pertimbangan kognitif estetika, sehingga tingkah laku seksual itu tidak
dipuaskan begitu saja.[7]
b.
Periodesasi Berdasarkan Didaktis.
Dasar didaktis
yang dipergunakan dalam pembagian masa perkembangan ini adalah berhubungan
dengan masalah materi apa yang harus diberikan dan bagaimana mengajarkan materi
itu kepada peserta didik. Tokoh pencetus pembagian periode ini adalah John Amos
Comenius yang terkenal konsepsinya mengenai bermacam-macam sekolah yang
disesuaikan dengan perkembangan anak. Secara singkat periodesasi yang dibuat oleh
para ahli antara lain sebagai berikut:
1)
Comenius
a. Sekolah ibu (scola
materna), untuk anak umur 0,0-6,0 tahun
b. Sekolah bahasa
ibu (scola vernacula), untuk anak umur 6,0- 12,0 tahun
c. Sekolah latin (scola
latins), untu remaja umur 12,0-18,0 tahun
d. Akademi (academia),
untuk pemuda-pemudi umur 18,0-24,0 tahun
2)
Rousseau
a.
Tahap I: umur 0,0-2,0 masa asuhan
b.
Tahap II: umur 2,0- 12,0 masa pendidikan jasmani dan latihan panca
indera
c.
Tahap III: umur 12,0-15,0 periode pendidikan akal
d.
Tahap IV: umur 15,0-20,0 periode pendidikan watak dan pendidikan
agama.[8]
Periode
perkembangan yang telah dikemukakan di atas merupakan pembagian lama di mana
jarak antara masa lahir sampai dewasa memakai rentang umur 0,0-21/25 tahun.
Dalam rentang ini masa pranatal dan masa usia lanjut belum dimasukkan.
3)
Elizabeth B. Hurlock
Pembagian lebih
modern dibuat oleh Elizabeth B. Hurlock yang membagi periodesasi perkembangan
sebagai berikut:
a.
Fase pranatal, Fase ini berlangsung sejak kehamilan sampai bayi lahir,
kira-kira 9 bulan 10 hari atau 270 sampai 280 hari. Namun dalam banyak hal
periode ini merupakan yang terpenting dari semua periode.[9]
b.
Fase lahir, Masa ini dimulai dari sejak lahir sampai kira-kira
berumur 10-15 hari. Pada masa ini terjadi platean stage artinya masa
tidak terjadi pertumbuhan dan perkembangan. Terjadi masa resting stage masa
istirahat untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru di dunia yaitu suhu
udara, menghisap dan menelan air susu, bernapas dan membuang kotoran.
c.
Fase bayi, Masa ini berlangsung mulai umur 2 minggu sampai umur 2
tahun.
d.
Masa kanak-kanak awal, Masa ini berlangsung dari dua sampai enam
tahun
e.
Masa kanak-kanak akhir, Masa disebut juga masa anak sekolah,
berlangsung dari umur enam sampai dua belas tahun. Masa ini disebut juga masa
usia tidak rapi, karena mereka cenderung mempedulikan atau sering bertindak
ceroboh. Pada masa ini lebih banyak mengikuti teman-temannya dari pada orang
tuanya sendiri.
f.
Masa Puber, masa puber merupakan awal masa remaja, yaitu dari umur
12-17 tahun. Biasanya orang sering mengidentifikasi bahwa seorang anak telah
memasuki usia ini jika ia telah haid bagi perempuan dan mimpi basah pada anak
laki-laki. Dalam tahap ini biasanya anak mulai kritis dalam menanggapi sesuatu
ide atau pengetahuan dari orang lain, menunjukkan kekuatan intelek dan energi
fisik yang kuat. Hanya saja kekuatan itu tidak di barengi dengan kemauan yang
kuat pula.
g.
Masa remaja (Adolescence), lazimnya masa remaja dianggap
sebagai permulaan seorang anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat
ia mencapai usia matang secara hukum.[10]
Secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu masa awal remaja
berlangsung kira-kira sejak umur 15/16 atau 17 tahun dan berakhir umur 21 tahun
atau berakhir pada saat individu matang secara hukum.
h.
Masa dewasa awal, masa ini berlangsung sejak umur empat puluh tahun
sampai umur enam puluh tahun. Terdapat beberapa ciri yang menyangkut pribadi
dan sosial, masa ini diantaranya:
1)
Periode ini merupakan periode yang ditakutkan dari kesekuruhan
manusia
2)
Masa dewasa muda ini merupakan masa transisi di mana pria dan wanita
meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya, memasuki suatu
periode kehidupan yang baru.
3)
Masa ini adalah suatu masa yang berprestasi bahkan menurut Erikson
selama usia ini orang bisa menjadi lebih sukses atau sebalikya mengalami
stagnasi
4)
Masa ini memberikan perhatian kepada agama secara lebih besar
dibandingkan dengan masa sebelumnya. Rata-rata perhatian yang lebih besar
kepada agama dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
i.
Masa usia lanjut, Usia lanjut adalah periode akhir dalam rentang hidup
seseorang. Hal ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai akhir hayat yang
ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang
semakin menurun.
c.
Periodesasi Berdasarkan Gejala Psikologis
Tokoh yang
menggunakan periodesasi ini adalah Oswald Kroch. Gejala psikologis yang
dijadikan dasar pembagiannya adalah masa-masa kegoncangan. Menurut Kroch,
kegoncangan yang ia istilahkan dengan trotz, dialami manusia selama dua
kali, yakni: a) Pada tahun ketiga, keempat dan kadang-kadang permulaan tahun
kelima dan b) Pada permulaan masa pubertas, pada anak laki-laki pada tahun
ketiga belas.
Menurut Erik
Erikson dan Piaget yang dikutip oleh Elida Prayitno, periode-periode
perkembangan berdasarkan perubahan psikologis adalah sebagai berikut:
1)
Periode perkembangan psikososial
Dalam setiap
periode terdapat dimensi baru tentang bentuk interaksi sosial yaitu interaksi
individu itu dengan dirinya sendiri dan lingkunga sosialnya. Periode
perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
1.1)
Periode keyakinan Dasar yang Benar (Basic Trust) >< keyakinan
dasar yang salah (misbasic Trust) 0-2 tahun
1.2)
Periode autonomi (autonomy) >< malu (doubt)
1.3)
Periode inisiatif (initiative) >< perasaan bersalah (guilt)
1.4)
Periode aktif produktif (industry) >< tidak berdaya
(inveriority)
1.5)
Periode identitas diri (self identity) >< kebingungan peran
(role confusion)
1.6)
Keakraban (intimacy) >< terisolasi (isolation)
1.7)
Fase generative (generatiority) >< mandek (stagnation)
1.8)
Fase integritas (integrity) >< putus asa (despair)
2)
Periode perkembangan kognitif
Piaget membagi
periode perkembangan inteligensi manusia atas dua bagian, yaitu periode
sensorimotorik dan periode konseptual. Setiap periode terdiri dari beberapa
fase yang ditandai oleh tingkah laku khusus yang menonjol.
2.1) Periode sensorimotorik
Piaget membagi
periode sensorimotorik yang berlangsung selama delapan bulan atau dua bulan di
atas enam fase, yaitu:
· Fase bulan
pertama kehidupan bayi (lahir-1 bulan)
· Fase umur 1-4
bulan
· Fase umur 4-10
bulan
· Fase umur 8-12
bulan
· Fase umur 12-18
bulan
· Fase umur 18
bulan -2 tahun
2.2) Periode berfikir
preoperasional, dari umur 2,0 sampai 7,0 tahun
2.3) Fase berfikir
formal, yang berlangsung dari umu 7,0 sampai 12,0 tahun.
Selanjutnya
Islam sendiri membagi fase perkembangan itu adalah sebagai berikut yang sesuai
dengan firman Allah:
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# bÎ) óOçFZä. Îû 5=÷u z`ÏiB Ï]÷èt7ø9$# $¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒB 7ps)¯=sC Îöxîur 7ps)¯=sèC tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4 É)çRur Îû ÏQ%tnöF{$# $tB âä!$t±nS #n<Î) 9@y_r& wK|¡B §NèO öNä3ã_ÌøéU WxøÿÏÛ ¢OèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r& ( Nà6ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGã Nà6ZÏBur `¨B tã #n<Î) ÉAsör& ÌßJãèø9$# xøx6Ï9 zNn=÷èt .`ÏB Ï÷èt/ 8Nù=Ïæ $\«øx© 4 ts?ur ßöF{$# ZoyÏB$yd !#sÎ*sù $uZø9tRr& $ygøn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur ôMtFt6/Rr&ur `ÏB Èe@à2 £l÷ry 8kÎgt/ ÇÎÈ
Artinya :
Hai manusia,
jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah)
Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani,
Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang Sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami
tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan
berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah
diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.(Q.S
al-Hajj ayat 5)[11]
Berdasarkan
ayat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fase perkembangan yang dibuat oleh
Elizabet B Hurlock sesuai dengan fase-fase yang ada dalam Islam. Secara garis
besar fase-fase tersebut adalah:[12]
1.
Fase Pranatal, Fase pranatal (sebelum lahir) mulai masa konsepsi
sampai proses kelahrannya, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari.[13]
2.
Fase lahir, masa ini dimulai dari kelahiran dan berakhir pada saat
bayi menjelang dua minggu.
3.
Fase 2 tahun pertama, berlangusng dua tahun pertama setelah periode
bayi yang baru lahir dua minggu.
4.
Fase kanak-kanak awal, disebut juga usai pra-sekolah
5.
Fase kanak-kanak akhir, berlangsung dari enam tahun sampai anak
mencapai kematangan seksual, yaitu sekitar sebelas atau dua belas tahun. Oleh
pendidik disebut juga masa anak sekolah.
6.
Fase puber (remaja awal), periode ini merupakan masa pertumbuhan
dan perubahan yang pesat meskipun masa puber merupakan periode singkat yang
bertumpang tindih dengan masa akhir anak-anak dan permulaan masa remaja. Masa
ini ditandai dengan datangnya haid bagi perempuan dan mimpi basah bagi
laki-laki.
7.
Fase remaja, masa remaja yang berlangsung dari saat individu
menjadi matang secara seksual sampai usia delapan belas tahun usia kematangan
yang resmi dibagi ke dalam awal masa remaja, yang berlangsung sampai usia tujuh
belas tahun, dan akhir masa remaja yang berlangsung sampai usia kematangan yang
resmi.[14]
8.
Fase dewasa dini (awal), masa ini adalah masa pencaharian yang
kemantapan masa reproduktif, yaitu masa yang penuh masalah dan ketegangan
emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan,
perubahan nilai-nilai, kreativitas, dan penyusupan diri pada pola hidup yang
baru. Masa dewasa dini, dari umur delapan belas hingga lebih kurang empat puluh
tahun.
9.
Fase dewasa madya, pada umunya usia dewasa akhir (madya) atau usia
setengah baya dipandang sebagai masa usia antara40 sampai 60 tahun.
10.
Fase dewasa akhir (lansia), adapun ciri-ciri dari usia lanjut
adalah merupakan periode kemunduran, sebagaimana yang diterangkan ayat di atas
kembali lemah/ tidak berdaya dan pada masa ini terjadi proses menua. Tahapan
umur ini oleh Rasulullah Saw, dinamakan masa “pergulatan maut”, yaitu masa-masa
umur enampuluh hingga tujuh puluhan.
2.
Aspek-aspek
perkembangan anak
Pertumbuhan
fisik yang terjadi pada diri anak adalah menyangkut semua aspek organ tubuh dan
struktur fisiknya baik organ bagian dalam maupun organ bagian luar. Adapun
perkembangan mental psikologis yang terjadi pada diri anak adalah mencakup
segala aspek mental psikologis anak, baik dari segi pengetahuan, keterampilan,
kecerdasan, sifat sosial, moral, agama, sikap, reaksi dan mental. Reaksi
psikologis lainnya yang kesemuanya melalui proses perkembangan serta mengalami
perubahan yang bisa dilihat secara kuantitatif dan kualitatif sekaligus,
sehingga seiring dengan pertumbuhan fisik, maka terjadi pula perkembangan
mental.[15]
a.
Perkembangan Fisik (Motorik)
Berkaitan
dengan perkembangan fisik ini, Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa
perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu:
1) Sistem syaraf,
yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi
2) Otot-otot,
yang mempengarhi perkembangan kekuatan dan kemapuan motorik
3) Kelenjar
endoktrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada
usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan yang
sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis
4) Srtuktur
fisik/ tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi[16]
Perkembangan
fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak.
Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh
yang dikontrol oleh otak. Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan
motorik kasar dan motorik halus.
1) Perkembangan
motorik kasar. Kemampuan
anak untuk duduk, berlari, melompat, menangkap bola, dan menendang termasuk
contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh
anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan
motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan
setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda
dengan anak lainnya.
2) Perkembangan
motorik halus. Adapun
perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan
otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek
ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan
memegang benda, menulis, menggunting, dan mengancingi baju termasuk contoh
gerakan motorik halus.
b. Perkembangan Inteligensi
Inteligensi
bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan sesuatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan
intelektual. Dalam mengartikan intiligensi (kecerdasan) ini, para ahli
mempunyai pengertian yang beragam diantaranya adalah:
1) C.P
Chaplin, mengartiak nteligensi itu sebgai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan
diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif
2) Anita
E.Woolfolk, mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama, inteligensi ini
meliputi tiga pengertian, yaitu: kemapuan untuk belajar, keseluruhan
pengetahuan yang diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil
dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya. Selanjutnya, Woolfolk
mengemukakan inteligensi itu merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh
dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi
lingkungan.[17]
c. Perkembangan Emosi.
Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan
anak untuk merasakan dan memahami gejolak perasaan seperti mencintai, merasa
nyaman, berani, gembira, takut, marah serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada
aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan
orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang/ dikeluarkan anak akan sesuai
dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan
kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi. Beberapa contoh tentang
pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya adalah:
1) Memperkuat
semangat, apbila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai
2) Melemahkan
semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari
keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi)
3) Menghambat
atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi
dan bias juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam bicara
4) Terganggu
penyesuaian social, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati
5) Suasana
emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi
sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.[18]
Emosi
dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:
1) Emosi
sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh ransangan dari luar terhadap tubuh,
seperti rasa dingin, masis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
2) Emosi
psikis, emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, diantaranya:
2.1) Perasaan
intelektual, yaitu mempunyai sangkut paut dengan ruang ligkup kebenaran
2.2) Perasaan
sosial, yaitu menyangkut hubungan dengan orang lain
2.3) Perasaan
susila, yaitu yang berhubungan dengan nilai-nilai baik buruk atau etika (moral)
2.4) Perasaan
keindahan (estetis), yaitu yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu,
baik bersifat kebendaan maupun kerohanian
2.5) Perasaan
ketuhanan, salah satu kelebihan manusai sebagai makhluk tuhan, dianugerahi
fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain
manusia dikarunia insting religious (naluri beragama).[19]
d. Perkembangan
Bahasa
Bahasa
sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan
pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk
pengertian, menyusun, dan menarik kesimpulan. Dalam berbahasa anak dituntut
untuk menuntaskan atau emngausai empat pokok yang satu sama lain saling
berkaitan yaitu:
1. Pemahaman,
yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
2. Pengembangan
perbendaharaan kata,
3. Penyusunan
kata-kata menjadi kalimat, pada umumnya berkembang pada usia dua tahun
4. Ucapan,
kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi
(peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama
orang tuanya).[20]
e. Perkembangan sosial.
Aspek
sosial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa, berinteraksi dan bermain bersama
teman-teman sebayanya. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses
perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai
aspek kehidupan social, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta
mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua ini lazim
disebut sosialisasi.
Pada
usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut:
1) Pembangkangan
(negativisme), Tingkah laku ini mulai muncul pada kira-kira usai 18
bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun.
2) Agresi
(agresion), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik/ nonverbal maupun
kata-kata / verbal. Agresi ini mewujud dalam perilaku menyerang,
seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit dan marah-marah.
3) Berselisih/
bertengkar (quarrelling), terajadi apabila seorang anak merasa
tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu
pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
4) Menggoda
(teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif
5) Persaingan
(rivarly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong
(distimulasi) oleh orang lain
6) Kerjasama
(coorperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok
7) Tingkah
laku berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku utuk
menguasai situasi social, mendominasi atau bersikap “bossiness”
8) Mementingkan
diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam memenuhi
keinginannya.
9) Simpati
(sympaty), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh
perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerjasama dengannya.
f. Perkembangan
Kepribadian
Kepribadian
dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tampak dalam
melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik”. Kepribadian
dienagruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas pembawaan maupun lingkungan
yaitu:
1) Fisik
2) Inteligensi
3) Keluarga
4) Teman
sebaya
5) Kebudayaan
g. Perkembangan
Moral
Istilah
moral berasal dari kata latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/ nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral. Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh
lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dilingkungannya terutama dari
orang tuanya. Bebetapa sikap orang tua yang perlu diperhatikan sehubungan
dengan perkembangan moral anak, di antaranya adalah:
1) Konsisten
dalam mendidik anak
2) Sikap
orang tua dalam keluarga
3) Penghayatan
dan pengamalan agama yang dianut
4) Sikap
konsisten orang tua dalam menerapkan norma
h. Perkembangan
kesadaran beragama
Perkembangan
beragama seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor pembawaan dan lingkungan
1) Faktor
Pembawaan (Internal)
Salah
satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah Swt, adalah dianugerahi fitrah
(perasaaan atau kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya.
Karena fitrah ini manusia dijuluki sebagai “homo devinans” dan “homo religious”
yaitu makhluk yang bertuhan atau beragama. Keyakinan bahwa manusia itu
mempunyai fitrah atau kepercayaan kepada Tuhan didasarkan kepada firman Allah:
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
Artinya:
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)",(Q.S Al-A’raf
ayat 172)[21]
Berdasarkan
ayat di atas telah dijelaskan bahwa fitrah keagaman itu telah ada pada diri
setiap manusia. Di masyarakat yang primitive muncul kepercayaan terhadap
roh-roh gaib yang dapat memberikan kebaikan atau bahkan malapetaka.
2) Faktor
Lingkungan (Eksternal)
2.1)
Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu kedudukan
keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan. Menurut
Hurlock, keluarga merupakan “Training Centre” bagi penanaman
nilai-nilai.[22]
Pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak, seyogyanya bersamaan dengan
perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak
dalam kandungan. Pentingnya peranan orang tua dalam mengembangkan fitrah
beragama anak ini, dalam al-Quran dijelaskan:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. (Q.S at-Tahrim ayat 6).[23]
2.2)
Lingkungan Sekolah
Menurut
Hurlock, pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar,
karena sekolah merupakan subtitusi dari keluarga dan guru-guru subtitusi dari
orang tua.[24]
Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama para siswa, maka
sekolah terutama guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan
wawasan pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia dan
sikap apresiatif terhadap ajaran agama.
2.3)
Lingkungan Masyarakat
Maksud
lingkungan masyarakat di sini adalah situasi atau kondisi interaksi social dan
sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah
beragama atau kesadaran beragama individu.
Guna mewujudkan
perkembangan yang seimbang itu, tidak ada cara lain kecuali mengaktifkan
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab para pendidik termasuk orang tua dalam
membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses pendidikan
ini baik diselenggarakan di rumah, sekolah maupun tempat-tempat lainnya, sebab
pada hakikatnya proses pendidikan itu tidak bisa dibatasi secara formal atau
terpaku pada tempat tertentu saja.[25]
3.
Tugas perkembangan anak
Maksud dari
tugas-tugas perkembangan anak dalam pembahasan ini adalah tinjauan mengenai
dinamika dari perkembangan anak. Tugas
perkembangan menurut Havighurst diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk melakukan
berbagai permainan umum
Selama periode
ini pertumbuhan otot dan tulang berlangsung dengan cepat. Mereka memiliki
kebutuhan yang sangat tinggi untuk beraktivitas dan bermain. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan guru untuk mengoptimalkan pencapaian tugas perkembangan
fisik anak sekolah dasar, yaitu sebagai berikut:
1)
Merencanakan program pembelajaran yang berorientasi kepada anak
untuk melakukan berbagai aktivitas fisik atau bermain. Hal ini bertujuan untuk menyalurkan
dorongan-dorongan dalam diri anak untuk aktif bergerak dan bermain.
2)
Selama proses pembelajaran, upaya membatasi gerakan-gerakan anak
secara ketat tidak pantas dilakukan guru, karena tidak menunjang tuntutan tugas
perkembangan anak.
3)
Usaha yang terencana dan serius dalam menanggulangi gangguan
perkembangan fisik anak sangat diharapkan dari keluarga dan sekolah.[26]
b.
Membina sikap hidup yang sehat terhadap diri sendiri sebagai
individu yang sedang berkembang
Tugas
perkembangan kedua adalah mampu mengembangkan kebiasan hidup sehat dengan
membiasakan diri memelihara kebersihan, kesehatan, dan keselamatan diri sendiri
serta lingkungannya. Dengan demikian anak mengetahui bahaya atau akibat yang
akan dialaminya, apabila ia bertingkah laku yang dapat membahayakan keselamatan
atau kesehatan diri dan lingkungannya.
c.
Belajar bergaul dengan teman sebaya
Dengan masuknya
anak ke sekolah memunculkan tuntutan baru bagi anak untuk melakukan interaksi
sosial yang luas dengan teman sebaya. Anak hendaknya telah mampu membina
keakraban dengan orang lain di luar lingkungan keluarganya, mampu belajar
menguasai pola-pola pergaulan yang peuh kasih sayang, keramahan, dan pemahaman
perasaan orang lain, khususnya teman sebaya. Tugas perkembangannya adalah bahwa
sekolah dan keluarga harus bertanggung jawab membina sifat-sifat pribadi
masing-masing anak, sehingga ia memiliki hubungan sosial yang baik dan diterima
dalam kelompok teman sebaya.
d.
Mulai mengembangkan peran sesuai jenis kelamin secara tepat
Pada usia 9-10
tahun anak mulai menyadari peran sesuai dengan jenis kelaminnya. Tugas
perkembangannya bisa dengan pemberian tugas, sesuai dengan peranan sebagai pria
dan wanita, kerja kelompok dan cerita-cerita kepahlawanan untuk anak laki-laki
dan cerita-cerita yang menggambarkan kefeminiman untuk anak perempuan.
e.
Mengembangkan berbagai keterampilan dasar untuk membaca, menulis
dan berhitung.
Sekolah dan keluarga hendaknya membina
kesenangan atau kegemaran anak belajar membaca, menulis dan berhitung.
f.
Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari
Berbagai konsep
seperti konsep warna, jumlah dan lain sebagainya yang telah dikenal anak adalah
tugas pendidik mengajarkan dan mengembangkan konsep-konsep itu, karena sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan banyaknya konsep yang telah
dimiliki anak, memudahkan mereka untuk berfikir, karena konsep-konsep itu
merupakan alat berpikir bagi mereka.
g.
Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai
Pada periode
sekolah dasar anak hendaknya diajarkan mengontrol tingkah laku sesaui nilai dan
moral yang berlaku. Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan moral anak diantaranya adalah:
1)
Memberikan model tingkah laku yang bermoral (tauladan yang baik)
2)
Menjadikan kelompok sebaya sebagi tempat belajar moral
3)
Menghargai anak yang bertingkah laku bermoral atau bernilai dan
menghukum tingkah laku yang amoral atau tidak sesuai dengan nilai, dan aturan
yang belaku.
4)
Memberikan pelajaran tentang tngkah laku atau budi pekerti yang
bermoral atau bernilai.
h.
Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga sosial
Pembentukan
sikap ini dapat diusahakan dengan cara sebagai berikut:
1)
Menjadikan seseorang sebagai model terutama orang tua, guru dan
teman sebaya
2)
Memberikan pengalaman yang menyenangkan atau memberikan kesan
emosional yang mendalam tentang lembaga atau kelompok sosial
3)
Mengajarkan kepada anak berbagai lembaga dan kelompok sosial dan
fungsinya bagi kehidupan anak
i.
Mencapai kebebasan pribadi
Hakikat tugas
perkembangan pada periode ini adalah untuk membentuk pribadi yang otonom, tanpa
tergantung pada orang lain dalam mengambil keputusan yang menyangkut dirinya,
maupun peristiwa lain dalam kehidupannya. Usaha orang tua dan sekolah membina
kemandirian pada peserta didik sekolah dasar adalah dengan cara berikut:
1)
Menghargai pendapat atau ide anak sekecil apapun nilai pendapat
atau ide itu
2)
Tidak selalu menuntut anak berbuat besar. Hal ini dapat
menghindarkan terjadinya perasaan bersalah dalam diri anak. Dengan demikian
anak akan memiliki keyakinan diri untuk mengembangkan kemandirian
3)
Menjelaskan kepada anak bahwa usaha untuk mengerjakan tugas apapun
sangat dihargai orang tua dan guru, walaupun belum berhasil sesuai dengan yang
diharapkan.
4.
Perkembangan
Jiwa Keberagamaan Anak
Pada diri
manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan untuk mengabdikan dirinya
kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggapnya sebagai zat yang mempunyai kekuasaan
tertinggi. Namun apakah yang menjadi sumber pokok yang mendasarkan timbulnya
keinginan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan? Atau dengan kata lain, apakah
yang menjadi sumber kejiwaan agama itu?. Untuk memberikan jawaban itu telah
timbul beberapa teori antara lain:
1)
Thomas Van Aquino
Menurutnya yang
menjadi sumber kejiwaan itu adalah berpikir. Manusia bertuhan karena manusia
menggunakan kemampuan berpikirnya.
2)
Fredrick Hegel
Agama adalah
suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi.
Berdasrkan hal itu, agama semata-mata merupakan hal-hal atau persoalan yang
berhubungan dengan pikiran.
3)
Fredrick Schleimacher
Sumber
keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend).
Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia measakan dirinya
lemah. Kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan
sesuatu kekuasaan yang berada di luar
dirinya. Berdasrkan ketergnatungan itulah maka timbul konsep tentang Tuhan.
4)
Rudolf Otto
Menurutnya
sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang bersal dari the wholly other (yang
sama sekali lain). Seseorang diengaruhi rasa kagum terhadap sesautu yang
dianggapnya lain dari yang lain, maka keadaan mental seperti itu diistilahkan
oleh R. Otto numinous.
5)
Sigmund Freud
Sumber kejiwaan
adalah libido sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah
ide tentnag ke-Tuhanan dan upacara kegamaan setelah melalui proses:[28]
5.1) Oedipoes
Complex, yakni mitos Yunani kuno yang menceritakan bahwa karena perasaa
cinta kepada ibunya, maka Oedipoes membunuh ayahnya. Setelah ayah mereka mati,
maka timbullah rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak itu.
5.2) Father
Image (citra bapak): setelah mereka membunuh ayah mereka dan dihantui rasa
bersalah, timbullah rasa penyesalan.perasaan itu menimbulkan ide untu menebus
kesalahan dengan memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh. Realisasi dari
pemujaan itu menurutnya sebagai asal dari upacara keagamaan. Jadi menurut Freud
agama muncul dari ilusi (khayalan) manusia.
6)
William Mac Dougall
Sumber
kejiwaan merupakan kumpulan dari
beberapa insting. Manusai memiliki 14 macam instink, maka agama timbul dari
dorongan instink secara terintegrasi. Namun demikian teroi instink ini banya
mendapat bantahan dari ahli psikologi agama. Jika agama adalah instink maka
setiap orang tanpa harus belajar agama pasti akan terdorong secara spontan ke
gereja, tetapi kenyataanya bukan demikian.
1)
Cipta (reason), meruakan fungsi intelektual jiwa manusia.
Ilmu kalam (theologi) merupakan cerminan adanya engaruh fungsi intelek. Melalui
cipta orang dapat menilai dan membandingkan dan selanjutnya memutuskan suatu
tindakan terhadap stimulant tertentu.
2)
Rasa (emotion)
Suatu tenaga
dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam membentuk motivasi dalam corak
tingkah laku seseorang. Melihat seberapa jauh peran emosi dalam agama.
3)
Karsa (will)
Merupakan funsi
eksekutif dalam jiwa manusia. Will berfungsi mendorong timbulny
pelaksanaan doktrin sebagai ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan. Mungkin
penglaman agama seseorang bersifat intelek ataupun emosi namun jika tanpa
adanya peranan will maka agama tersebut belum tentu terwujud sesuai
dengan kehendak reason dan emosi.
Pendidikan
agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga agama itu benar-benar
menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali dalam hidupnya
dikemudian hari. Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya
membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja
dan tidak pula mengisi dan mentuburkan perasaan (sentiment) agama saja, akan tetapi ia menyangkut
keseluruhan pribadi anak, mulai dari latihan-latihan maliah sehari-hari, yang
sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia lain, manusia dan alam serta manusia dengan diriya
sendiri.
Bermacam-macam
cara pembagian umur pertumbuhan yang dibuat oleh ahli jiwa, tapi pada umumya
perbedaan yang terdapat antara mereka tidaklah dalam hal yang pokok. Secara
khusus perkembangan jiwa keberagaman oleh Zakiah Daradjat membagi umur anak
kepada dua tahap yaitu:[30]
c. Kanak-kanak
pada tahun pertama (0-6 tahun)
Pendidikan
agama, dalam arti pembinaan kepribadian, sebenarnya telah mulai sejak anak
lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Keadaan orang tua, kerika si anak dalam
kandungan, mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nanti, hal ini banyak
terbukti dalam perawatan jiwa.
Pendidikan
agama dalam keluarga, sebelum si anak masuk sekolah terjadi secara tidak
formal. Pendidikan agama pada umur ini melalui semua pengalaman anak, baik
melalui ucapan yang didengarnya, tindakan perbuatan dan sikap yang dilihatnya,
maupun perlakuan yang dirasakannya. Oleh karena itu, keadaan orang tua dalam
kehidupan mereka sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
pembinaan kepribadian anak.
Si
anak mulai mengenal Tuhan dan agama, melalui orang-orang dalam lingkunga tempat
mereka hidup. Mereka mendengar nama Tuhan disebut oleh orang tua atau orang
lain dalam keluarganya. Kata Tuhan yang pada mulanya mungkin tidak menjadi
perhatiannya, tapi lama kelamaan akan menjadi perhatiannya dan ia akan ikut
mengucapkannya setelah ia mendengar kata Tuhan it berulang kali dalam berbagai
keadaan, tempat dan situasi, apalagi ia melihat mimik muka yang membyangkan
kesungguh-sungguhan, ketika kata itu diucapkan, maka perhatiannya akan
bertambah, yang lama kelamaan menimbulkan pertanyaan dalam hatinya, siapa Tuhan
itu? Karena itu maka anak pada umur 3 atau 4 tahun telah mulai menanakan kepada
orang tuanya siapa Tuhan itu?
Apapun
jawaban orang tuanya ketika itu, akan diterimanya dan itulah yang benar
baginya. Andai kata orang tuanya tersalah dalam menjawab pertanyaannya itu,
maka yang akan bertumbuh dalam jiwanya itu adalah yang salah itu, kecuali jika
diperbaiki nanti oleh guru agama setelah ia masuk sekolah. Demikian seterusnya
tentang doa-doa singkat yang dapat diakuinya.
Disamping
itu semua, perlu pula kita ingat bahwa hubungan anak dan orang tua, mempunyai
pengaruh yang besar pula terhadap pertumbuhan jiwa agama pada anak. Andaikata
hubungan anak dengan orang tuanya tidak baik, misalnya ia mersa tidak disayang
dan diperlakuan kejam, keras atau tidak adil, maka besar kemungkinan sikap si
anak terhadap Tuhan akan memantulkan sikapnya terhadap orang tuanya, mungkin ia
akan menolak kepercayaan terhadap Tuhan, atau menjadi acuh tak acuh terhadap
ketentuan agam, sebabnya adalah karena sumber pembinaan rohano anak adalah
orang tuanya sendiri.
Berdasarkan
paparan di atas bisa penulis ambil kesimpulan bahwa, perkembangan jiwa
keberagamaan anak sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan yang dilaluinya.
Jika lingkungan yang dialaminya baik dan nyaman, selalu memberikan
pembinaan-pembinaan yang baik. Maka akan membawa dampak yang bai pula terhadap
perkembangan jiwa keberagamaan anak.
Sebaliknya ketika lingkungan disekitarnya buruk, baik orang tua, saudara atau
siapapun yang ditemuinya, berlalu kasar dan cenderung tidak nyaman. Akan
senantiasa membawa perasaan membangkang dari anak dan membawa pengaruh buruk
pula terhadap perkembangan jiwa keberagamaan anak.
d. Anak-anak pada
umur sekolah (6-12 tahun)[31]
Ketik
si anak masuk sekolah dasar, dalam jiwanya ia telah membawa bekal rasa agama
yang terdapat dalam kepribadiannya, dari orang tuanya dan dari gurnya di taman
kanak-kanak. Andaikata didikkan agama yang diterimanya dari orang tuanya
dirumah sejalan dan serasi dengan apa yang diterimanya dari gurunya di taman
kanak-kanak, maka ia masuk ke sekolah dasar telah membawa dasar agama yang
bulat (serasi), akan tetapi jika belainan , maka yang dibawanya adalah
keragu-raguan, ia belum dapat memikirkan mana yang benar, apakah agama orang
tuanya atau agama gurunya, yang ia rasakan adalah adanya perbedaan,
kedua-duanya masuk ke dalam pembinaan pribadinya. Demikian pula sikap orang tua
yang acuh tak acuh atau negative terhadap agama, akan mempunyai akibat yang
seperti itu pula dalam pribadi anak.
Oleh
karena itu, guru agama sekolah dasar harus meyadari bahwa anak-anak didik yang
dihadapi telah membawa bekal agama dalam pribadinya masing-masing, sesuai
dengan pengalaman hidup yang dilaluinya.
Pendidikan
agama sesungguhnya jauh lebih berat dari pada pengajaran pengetahuan umum
apapun. Beratnya tidak terletak pada ilmiahnya, akan tetapi pada isi dan tujuan
pendidikan itu sendiri. Pendidikan agama itu ditujukan pada pembentukan sikap,
pembinaan kepercayaan agama dan pembinaan akhlak, atau dengan ringkas dikatakan
pembinaan kepribadian di samping pembinaan pengetahuan agama anak.
Maka
setiap guru atau guru agama pada sekolah dasar, hendaknya memahami betul-betul
perkembangan jiwa anak pada sekolah dasar yang berkisar antara 6-12 tahun. Guru
harus ingat bahwa anak bukanlah orang dewasa yang kecil, artinya apa yang cocok
untuk orang dewasa, tidak akan cocok untuk anak. Penyajian agama untuk anak,
harus sesuai dengan pertumbuhan jiwa anak, dengan cara yang lebih kongkret,
dengan bahasa yang sederhana serta banyak bersifat latihan dan pembiasaan yang
menumbuhkan nilai-nilai dalam pribadinya.
Kepercayaan
anak kepada Tuhan umur permulaan masa sekolah itu bukanlah berupa keyakinan
hasil pemikiran, akan tetapi merupakan sikap emosi yang membutuhkan pelindung.
Hubungannya dengan Tuhan bersifat individual dan emosional. Oleh karena itu
tonjolkanlah sikap pengasih dan penyayang Tuhan kepada si anak dan jangan dulu
dibicarakan sifat-sifat Tuhan yang menghukum, membalas dengan azab neraka dan sebagainya.[32]
Sembahyang
da berdoa yang menarik bagi anak pada umur ini adalah yang mengandung gerak dan
tidak asing baginya. Doanya bersifat pribadi, misalnya memohon sesuatu yang
diinginkannya, minta ampun atas kesalahannya dan minta tolong atas hal-hal yang
tak mampu dicapainya. Si anak akan gembira untuk ikut katif dalam upacara dan
kegiatan agama yang menarik baginya, misalnya sembahyang berjamaah di masjid
atau musalla, ikut membantu dalam pengabdian sosial agama seperti membagi zakat
fitrah daging korban juga menarik bagi mereka, ikut serta dalam sandiwara agama
dan nyanyian keagamaan.
Hubungan
social anak semakin serta pada masa sekolah ini, maka perhatiannya terhadap
agama juga banyak dipengaruhi oleh teman-temannya. Kalau teman-temannya pergi
mengaji, mereka akan ikut mengaji, temannya ke masjid mereka akan senang pula
ke masjid. Oleh karena itu perbanyaklah kegiatan-kegiatan keagamaan yang dapat
dilakukan bersama oleh anak-anak, sehingga semua anak dapat ikut aktif.
Semakin
besar si anak, semakin bertambah fungsi agama baginya. Misalnya pada umu 10
tahun ke atas, agama mempunyai fungsi moral dan social bagi anak. Ia mulai
dapat menerima bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari pada nilai-nilai
pribadi atau nilai keluarga. Si anak mulai mengerti bahwa agama bukan
kepercayaan pribadi atau keluarga, akan tetapi kepercayaan masyarakat.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan agama itu tidak terjadi sekaligus matang,
akan tetapi melalui tahap-tahap pertumbuhan yang merupakan tangga yang
dilaluinya satu persatu, dari keluarga, sekolah dan akhirnya masyarakat.
[1]
Akhyas Azhari, psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta : Teraju,
2004), h. 172-173
[2]
Ibid
[3] Abu
Ahmadi & Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2005), h. 30
[4]
Elida Prayitno, anak Usia Dini dan Usia SD, (Padang : Angkasa raya,
2005), h. 31-36
[5] Ibid
[6]
Ibid
[7]
Ibid
[8] Abu
Ahmadi & Munawar Sholeh, Op.Cit, h. 32-33
[9]
Elizabet B Hurlock, Developmental Psycology, terj. Istiwidayanti &
Soedjarwo, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1998), h.28
[10]
Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit, 206
[11]
Departemen Agama, Al-Quran dan terjemahan, (Jakarta : Departemen Agama,
2006), h.333
[12]
Netty Hartati dkk, Islam & Psikologi, (Jakarat : Raja grafindo
Persada, 2004), h.19-52, lihat Juga, abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa
Psikologi Islam, (Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada, 2001), h.98
[13]
Sebelum fase paranatal, ada fase sebelumnya yang dinamakan dengan fase
pra-pembuahan. Rasulullah SAW bersabda: “wanita itu dinikahi karena empat
hal,hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Karena itu pilihlah
agamanya niscaya kamu akan beruntung”(HR Bukhari Muslim). Dalam riwayat
lain, “pilihlah agama dan akhlaknya”(HR Ibnu Hibban). Maksud dari hadis
di atas adalah dengan memilih istri karena agama dan akhlaknya diharapkan menjadi
jaminan bagi pendidikan dan pertumbuhan anak-anak dengan pertumbuhan yang baik
dan benar.
[14]
Ibid, h. 41
[15]
Akhyas Azhari, Psikologi Umum danPerkembangan, (), h.172
[16]
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung : PT
Ramaja Rosdakarya, 2001), h. 101
[17]
Ibid, h. 106
[18]
Ibid, 115
[19]
Ibid, h. 117
[20]
Ibid, h. 119-120
[21]
Al-Quran dan Terjemahan, h. 174
[22]
Elizabet B Hurlock, Developmental Psycology, terj. Istiwidayanti &
Soedjarwo, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1998), 434
[23]
Op.Cit, h. 561
[24]
Ibid
[25] Ibid
[26]
Elida Prayitno, Op.Cit, h. 144-145
[27]
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004),
h.54-56
[28]
Ibid
[29]
Ramayulis , Psikologi Agama, (Jakarta
: Kalam Mulia, 2004),h. 29-30
[30]
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan BIntang, 2005), h.
126
[31]Ibid,
h. 129
[32]
Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar