A. Strategi Belajar Mengajar
1. Pengertian
Strategi Belajar Mengajar
Sebelum
dijelaskan apa yang dimaksud dengan strategi belajar mengajar, terlebih dulu
akan menjelaskan masing-masing dari kata tersebut.
- Pengertian
Strategi
Strategi
berasal dari kata “strategos” yang berasal dari bahasa latin yang
berarti cara memimpin pasukan atau seni menjalankan kampanye perang. Kata
“strategi” ini kemudian meliputi segala peraturan perencanaan atau seni manejerial
dalam segala aspek kehidupan.[1]
Secara
bahasa kata strategi berarti cara, sedangkan menurut istilah strategi adalah
cara yang digunakan seseorang terhadap sesuatu pekerjaan untuk mencapai suatu
tujuan yang diharapkan.[2] Dalam ensiklopedi dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
strategi adalah “cara atau jalan yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan tertentu, sesuai dengan rencana yang telah diterapkan
sebelumnya.”[3]
M.
Arifin mengemukakan tentang strategi sebagai berikut:
Strategi
biasanya berkaitan dengan taktik (terutama banyak dikenal di lingkungan
militer). Taktik adalah segala cara dan daya untuk memperoleh hasil yang
diharapkan secara maksimal dalam proses pendidikan. Taktik tidak lazim
digunakan, akan tetapi dipergunakan istilah metode atau teknik. Metode dan
teknik mempunyai pengertian yang berbeda meskipun tujuannya sama. Metode adalah
‘jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan’, sedangkan teknik adalah cara
mengerjakan suatu tujuan. Jadi metode mempunyai pengertian yang lebih luas,
lebih ideal dan konseptual.[4]
Dengan kata lain strategi adalah segala
cara dan daya yang digunakan seseorang dengan mengambil kebijakan dalam
pelaksanaan sesuatu, agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal.
- Pengertian Belajar
Menurut
Oemar Hamalik Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku melalui
interaksi antara individu dan lingkungan.[5]
Higrad
E.R, yang dikutip oleh Masrial
dalam bukunya Teras Kuliah Belajar Mengajar
menjelaskan, belajar adalah suatu proses timbul dan berubahnya tingkah laku
melalui latihan (usaha pendidikan), dan dibedakan dengan perubahan yang
disebabkan faktor-faktor yang tidak dapat digolongkan kepada latihan (usaha
pendidikan) itu sendiri. Menurut Kingsley, belajar adalah proses dimana tingkah
laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau dirobah melalui praktek atau latihan.[6]
Sardiman
menerangkan belajar secara arti luas adalah suatu kegiatan psiko-fisik menuju
perkembangan pribadi seutuhnya, dan dalam arti sempit belajar adalah usaha
penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagaian menuju terbentuknya
kepribadian yang seutuhnya.[7]
Sedangkan Menurut Lester D. Crow and Alice Crow, sebagaimana dikutip oleh Aksya
Azhari, belajar adalah usaha untuk memperoleh kebiasaan, pengetahuan dan sikap.[8]
Jadi
belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, sabagai
hasil dari pengalaman individu tersebut, dalam interaksi dengan lingkungannya
yang terjadi secara sadar, bersifat kontiniu dan fungsional, bersifat positif
dan aktif, tidak bersifat sementara, memiliki tujuan atau terarah, dan mencakup
seluruh aspek tingkah laku.
- Pengertian
Mengajar
Mengajar
berasal dari bahasa Yunani “didoskein” yang berarti pengajaran, atau “didaktos”
yang berarti pandai mengajar.[9]
Pengertian mengajar menurut para ahli :
1) Maria Motessori mengartikan mengajar
sebagai pengajaran yang mempertimbangkan masa peka setiap pelajar. Dengan model
ini kepada pelajar diberikan pendidikan yang tepat sesuai dengan irama, tempo,
dan perkembangan mereka.
2) Menurut Kilpatrik pengajaran adalah “problem
solving” (penyelesaian masalah). Dengan strategi ini para pelajar
diusahakan dapat mengatasi persoalan apapun yang timbul di dalam kehidupan.
3) Alvin W. Howard mengartikan mengajar
sebagai aktivitas untuk menolong atau membimbing pelajar untuk mendapatkan,
mengubah, dan mengembangkan skill, attitudes, ideal atau cita-cita apreciation
penghargaan dan pengetahuan / Knowlodgy.
4) Menurut J.J. Hasibuan mengajar adalah
menciptakan sistem lingkugan yang memungkinkan terjadinya proses. Sistem lingkungan
ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yaitu tujuan
instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru, peserta didik
yang harus memainkan peran, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan
prasarana belajar mengajar yang tersedia.[10]
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah menciptakan sistem
yang peka terhadap lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses untuk menolong atau membimbing pelajar untuk
mendapatkan, mengubah, dan mengembangkan kemampuan, sikap agar
terpecahkan suatu permasalahan.
d. Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Menurut Oemar Hamalik dalam Prakatanya dalam buku Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar
Berdasarkana CBSA menuturkan bahwa Strategi belajar mengajar merupakan
seluruh proses yang ditempuh oleh guru dan siswa yang memungkinkan atau memberi
kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan belajar dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Strtaegi apa yang dipilih dan digunakan, pada hakikatnya bergantung
pada kemampuan guru sendiri, yang ditandai oleh tingkat pengetahuan,
keterampilan, sikap dan pengalamannya serta bertalian dengan ruang lingkup
proses belajar mengajar umumnya dan startegi belajar mengajar bidang studi
khususnya.[11]
Kegiatan
belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional merupakan interaksi antara
peserta didik dengan komponen-komponen lain. Guru sebagai penyelenggara
kegiatan belajar mengajar hendaknya memikirkan dan mengupayakan terjadinya
interaksi peserta didik dengan komponen yang lain secara optimal. Sehingga akan
mengefektifkan kegiatan belajar mengajar. Dalam pengajaran
strategi dimaksudkan sebagai segala daya upaya guru dalam menciptakan suatu
sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar.
Moedjiono
menjelaskan strategi pengajaran adalah kegiatan guru untuk mengupayakan
terjadinya konsisten antara aspek-aspek dari komponen pembentukan sistem
instruksional dimana guru menggunakan siasat tertentu.[12]
Menurut Ahmad Rohani, strategi pengajaran adalah kegiatan taktik yang digunakan
guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat
mempengaruhi para peserta didik mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien.[13]
Dengan
demikian strategi belajar mengajar adalah taktik atau kegiatan yang dilakukan
oleh guru dalam memikirkan dan mengupayakan terjadinya proses belajar mengajar,
pada mata pelajaran tertentu dengan menggunakan
siasat tertentu, yang nantinya berpengaruh pada keinginan atau kemauan peserta
didik untuk belajar agar tercapai tujuan pembelajaran.
Strategi
belajar mengajar memiliki dua dimensi sekaligus. Pertama strategi belajar
mengajar pada dimensi perancangan, kedua strategi belajar mengajar pada dimensi
pelaksanaan. Strategi belajar pada dimensi perancangan merupakan pemikiran dan
pengupayan secara strategis untuk merumuskan, memilih, dan menetapkan
aspek-aspek pembentuk sistem instruksional,[14]
yang dikenal dengan istilah Persiapan Mengajar atau Rencana Pembelajaan.
Dimensi ini gunanya adalah untuk membantu penciptaan situasi kegiatan belajar
mengajar secara efektif.
Strategi
belajar mengajar pada dimensi pelaksanaan merupakan “usaha nyata dari dalam guru melaksanakan
pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien”.[15]
Dengan kata lain pada dimensi ini merupakan taktik guru dalam proses
pembelajaran di kelas.
2. Strategi pada Dimensi Perencanaan
Perencanaan (planning) merupakan
suatu kegiatan yang penting untuk memperoleh keberhasilan dalam suatu kegiatan.
Menurut Made Pidarta perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk
organisasi tetap berdiri tegak dan maju sebagai satu sistem dalam tenunan
suprasistem yang tetap berubah.[16]
Sementara Udin Syaefuddin Sa’ud mengartikan perencanaan merupakan suatu
rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan
terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan
dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, substitusi,
kreasi, dan sebagainya).[17]
Dalam sudut pandang Koontz sebagaimana dikutip
oleh Malayu SP. Hasibuan menerangkan bahwa “perencanaan
berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan,
prosedur-prosedur, program-program dari alternatif yang ada”.[18]
Jonson mengartikan perencanaan adalah “suatu
rangkaian kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya”.[19]
Dengan kata lain perencanaan adalah
pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan, prosedur, dan program dengan
menggunakan asumsi-asumsi dengan menghubungkan apa yang ada sekarang dengan
yang akan datang yang diikuti dengan usaha mencapainya.
Dalam pembelajaran, perencanaan sering
diidentikkan dengan Perencanaan Pembelajaran atau Rencana Pelaksanan Pembelajaran. Rencana Pelaksanan Pembelajaran adalah “penjabaran silabus
dengan menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi”,[20]
yang digunakan “sebagai
pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, di
lapangan”,[21]
dll.
- Hakikat
Perencanaan
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran pada
hakikatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau
memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran. Dengan memperkirakan
tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bermuara pada
pelaksanaan pembelajaran yang sekurangnya mencakup tiga kegiatan yaitu
identifikasi kebutuhan, perumusan kompentensi dasar, dan penyusunan program
pembelajaran.[22]
1) Identifikasi Kebutuhan
Kebutuhan
merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan. Tujuannya adalah
untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan
oleh mereka sebagai bagian dari hidupnya dan mereka merasa memiliki.[23]
2) Identifikasi Kompetensi
Kompetensi
yang jelas akan memberikan arah yang jelas terhadap materi yang harus
dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta pemberian
petunjuk terhadap penilaian. Setiap kompetensi harus merupakan perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak.
Pembentukan
kompetensi melibatkan Intelegensi Question (IQ), Emosional Intelegensi (EI),
Creativity Intelegensi (CI) yang secara keseluruhan harus tertuju pada
pembentukan Spiritual Intelegensi (SI). Sehingga terdapat hubungan antara
tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di sekolah dengan kemampuan yang
diperlukan di dunia kerja, dan untuk hidup di masyarakat.[24]
Oleh sebab itu peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar dan tingkat
penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian ketuntasan belajar.
3) Penyusunan Program Pembelajaran
Penyusunan
Program Pembelajaran memberikan arah kepada suatu program, sehingga program itu
menjadi pedoman yang kongkrit dalam pengembangan program selanjutnya.
Penyusunan Program Pembelajaran akan bermuara pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran sebagai produk program jangka pendek, yang mencakup program
kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program.[25]
b. Fungsi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran merupakan suatu perkiraan guru mengenai seluruh
kegiatan yang akan dilakukan baik oleh guru maupun peserta didik terutama
dengan kaitannya dengan pembentukan kompetensi.
Fungsi
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah sebagai fungsi perencanaan dan fungsi
pelaksanaan.
1) Fungsi perencanaan
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan
kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang
akan datang. Sehingga setiap akan melakukan
pembelajaran guru wajib memiliki persiapan baik tertulis maupun tidak tertulis.
Tanpa persiapan guru hanya akan merusak mental dan moral siwa serta akan
menurunkan wibawa guru secara keseluruhan”[26]
dan perencanan bertujuan untuk “mengarahkan seorang guru dalam pemilihan
dan penggunaan strategi dalam pembelajaran”.[27]
2) Fungsi pelaksanaan
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran
sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini materi standar yang dikembangkan
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional,
praktis, serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan, sekolah dan
daerah.[28]
3. Strategi pada Dimensi Pelaksanaan
a. Tahap
Mengajar
Secara
umum ada tiga tahap pokok yang terdapat dalam tahap ini, yaitu:
1) Tahap pra Instruksional
Tahap
pra Instruksional adalah tahap yang ditempuh guru pada saat ia akan memulai
proses belajar mengajar. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan dalam tahap ini
adalah:
a) Guru
mencek kehadiran peserta didik, dengan menanyakan dan mencatat peserta didik
yang tidak hadir dengan dengan alasannya,
b) Bertanya
kepada peserta didik, tentang pembahasan pelajaran sebelumnya,
c) Mengajukan
pertanyaan kepada peserta didik tertentu tentang bahan pelajaran yang
sebelumnya,
d) Memberikan
kesempatan kepada peserta didik mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya
dari pengajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya,
e) Mengulang
kembali pelajaran yang lalu secara singkat, tapi mencakup semua aspek bahan
yang telah dibahas sebelumnya.[29]
Tahap
ini merupakan sebuah tahapan awal sebelum siswa dihadapkan dengan materi baru
atau wawasan baru yang berkaitan dengan materi yang telah dipelajari ataupun
materi baru yang akan disajikan oleh guru nantinya, yang nantiny berguna untuk
merefres ingatan siswa.
2) Tahap
Instruksional (tahap inti)
Tahap instruksional (tahap inti) yaitu
tahapan memberikan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Dengan
kegiatan :
a) Menjelaskan
kepada peserta didik tentang tujuan pengajaran yang akan dicapai,
b) Menulis
pokok materi yang dibahas hari ini
c) Membahas
pokok materi yang ditulis tadi,
d) Pada
setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh yang
kongkrit,
e) Penggunaan
alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan pada setiap pokok materi
yang sangat diperlukan,
f) Menyimpulkan
hasil pembahasan dari semua pokok bahasan.[30]
Dalam
tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dalam menyajikan sebuah materi atau
pokok bahasan ayang akan disajikan, dengan metode, model yang dianggap cocok
diterapkan kepada siswa, ehingga siswa terlibat dan aktif dalam proses
pembelajaran.
3) Tahap penutup dan tindak lanjut
Tahap
ini adalah tahap evaluasi dan penilaian, untuk mengetahui tingkat keberhasilan
peserta didik pada tahap sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini
adalah:
a)
Mengajukan
pertanyaan kepada kelas, mengenai pokok materi yang dibahas di tahap dua,
b)
Bila
pertanyaan baru dapat dijawab oleh peserta didik kurang dari 70%, maka guru
harus mengulang kembali materi yang diajarkan.
c)
Memberikan
tugas atau pekerjaan rumah, untuk memperkaya pemahaman peserta didik,
sehubungan dengan meteri yang diajarkan,
d)
Akhiri
pelajaran dengan memberitahukan pokok pembahasan yang akan dibahas berikutnya.[31]
Pada
tahap ini merupakan tahapan dimana seorang guru memastikan bahwa sebuah materi
yang telah diajarkan dapat dikuasai siswa dengan baik, sehingga layak dianggap
tuntas atau tidak.
b.
Pengelolaan Kelas
Mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan keterampilan untuk
mengembalikan pada kondisi belajar yang optimal, dan mengambalikannya apabila
terjadi gangguan dalam proses pembelajaran.[32]
Keterampilan Mengelola kelas terbagi menjadi 2 jenis keterampilan yaitu:
1)
Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan
pemeliharaan kondisi belajar yang optimal.
Keterampilan
menciptakan dan memelihara kondisi belajar optimal meliputi:
a)
Menunjukkan Sikap Tanggap
Sikap
tanggap menggambarkan
tingkah laku guru yang terlihat pada peserta
didik, bahwa guru sadar dan tanggap terhadap perhatian keterlibatan, masalah
dan ketidakacuhan mereka. Dengan sikap ini peserta didik merasa guru
hadir di tengah mereka.
Kesan tanggap dapat dilakukan dengan cara :
(1)
Memandang dengan saksama, yang memungkinkan guru meliput keterlibatan peserta didik dalam tugas di kelas serta menunjukkan kesiapan guru untuk memberi respon baik terhadap
kelompok maupun individu.
(2)
Bergerak mendekati, dapat dilakukan untuk menunjukkan
kesiapan, minat dan perhatian kepada peserta didik. Hal ini membantu peserta
didik yang menghadapi kesulitan belajar, mengalami frustasi atau sedang marah.
Gerak yang mendekati hendaknya dilakukan dengan wajar, bukan menakuti atau
maksud lain.
(3)
Memberikan pernyataan/
peringatan dapat dilihat dari ungkapan guru kepada peserta didik melalui pernyataan bahwa ia telah siap untuk
memulai kegiatan belajar serta siap memberi respon terhadap kebutuhan peserta
didik. Hal yang harus dihindari adalah menunjukkan dominasi guru dengan
pernyataan atau komentar yang mengandung ancaman. Contoh : “Untuk
memulai pembelajaran, Bapak menunggu
sampai semua anak Bapak diam”.
(4)
Memberikan Reaksi Terhadap Gangguan dan ketidak-cocokan Peserta
didik. Dengan adanya teguran menandakan adanya guru bersama peserta didik.
Teguran harus diberikan pada saat yang tepat serta dialamatkan pada sasaran
yang tepat.[33]
b)
Membagi Perhatian
Pengelolaan
kelas yang efektif terjadi apabila guru membagi perhatian kepada beberapa
kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Ini dapat dilaksanakan dengan
cara sebagai berikut :
(1)
Visual. Pembagian perhatian secara visual dilakukan untuk menunjukkan
perhatian terhadap sekelompok peserta didik atau individu namun tidak
kehilangan keterlibatannya dengan kelompok peserta didik atau individu lain. Keterampilan ini digunakan untuk memonitor kegiatan kelompok atau
individu, mengadakan koreksi kegiatan peserta didik, memberi komentar atau
memberi reaksi terhadap peserta didik yang mengganggu.
(2)
Verbal. Guru dapat memberikan komentar terhadap aktivitas seseorang yang dilihat
atau dilaporkan oleh peserta didik lain. Penggunaan teknik visual maupun verbal
menunjukkan bahwa guru menguasai kelas.[34]
c)
Memusatkan Perhatian
Keterlibatan
peserta didik dalam proses pembelajaran dapat dipertahankan apabila dari waktu
ke waktu guru mampu memusatkan kelompok terhadap tugas-tugas yang
dilaksanakannya. Dapat dilakukan dengan cara :
(1)
Menyiapkan peserta didik, merupakan yang dilakukan guru sebelum memulai pembelajaran adalah menciptakaan suasana yang menarik sebelum guru
menyampaikan pertanyaan atau topik pelajarannya. Misalnya : “coba anak-anak, semuanya perhatikan dengan
teliti gambar ini untuk mengetahui urutan gerakan solat”.
(2)
Menuntut tanggung jawab peserta didik, dengan komunikasi yang jelas dari guru mengenai tugas
peserta didik merupakan hal yang sangat penting dalam mempertahankan pusat
perhatian peserta didik seperti : meminta untuk diperlihatkan hasil pekerjaan tugas.
d)
Memberikan Petunjuk Yang Jelas
Petunjuk yang diberikan harus bersifat langsung,
dengan bahasa yang jelas dan tidak membingungkan serta dengan tuntutan yang
wajar dapat dipenuhi oleh peserta didik.[35]
e)
Menegur
Tidak semua tingkah laku yang
mengganggu kelompok, peserta didik dalam kelas dapat dicegah atau dihindari
dengan baik, sehingga guru harus melakukan teguran secara verbal atau
memperingatkan peserta didik. Teguran itu efektif jika :
(1)
Tegas dan jelas tertuju kepada peserta didik yang mengganggu
(2)
Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan serta
mengandung penghinaan.
(3)
Menghindari ocehan atau ejekan yang berkepanjangan
(4)
Guru dan peserta didik lebih baik mengadakan kesepakatan sehingga
penyimpangan yang terjadi hanya sifatnya mengingatkan. Seperti: “Suharto..., ingat...!” [36]
f)
Memberi Penguatan
Penguatan
digunakan untuk mengatasi
peserta didik yang tidak mau terlibat dalam kegiatan pembelajaran atau
menggangu temanya, yaitu dengan
cara:
(1)
Memegang peserta didik ketika ia melakukan
tingkah-laku yang wajar, atau sebaliknya
bila peserta didik melakukan tingkah yang tidak wajar dengan tujuan perbuatan
yang wajar tadi dapat terulang.
(2)
Guru dapat memberikan berbagai komponen penguatan
kepada peserta didik yang bertingkah laku yang wajar, untuk pembelajaran kepada peserta didik yang lain sebagai teladan.[37]
2)
Keterampilan yang
berhubungan dengan kondisi belajar optimal setelah mendapat gangguan.
Keterampilan ini berhubungan dengan tanggapan guru
terhadap gangguan anak didik yang berkelanjutan dengan maksud guru dapat
mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan tindakan optimal. Apabila terdapat anak didik
yang menimbulkan gangguan yang berulang-ulang walaupun guru telah mencoba
memadamkan dengan tanggapan yang relevan tetap saja terjadi kembali, guru dapat
meminta bantuan untuk mengatasinya kepada :
(1)
Konselor/BP
(2) Wakil Kesiswaan
Bukanlah
kesalahan profesional guru apabila tidak dapat menangani permasalahan anak
didik dalam kelas berkenaan dengan itu guru dapat menggunakan seperangkat
strategi untuk tindakan perbaikan terhadap tingkah anak didik yang terus
menerus menimbulkan gangguan dan yang tidak mau terlibat dalam kegiatan di
kelas.
Strategi yang dapat digunakan adalah:
a)
Modifikasi Tingkah Laku
Guru hendaklah
menganalisis tingkah anak didik yang mengalami masalah dan berusaha
memodifikasi tingkah-laku tersebut.
Dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.[39] Proses analisis dapat
dilakukan dengan cara:
(1) Bekerja sama dengan rekan kerja dalam mengatasi
masalah
(2)
Merinci dengan tepat tingkah-laku yang menimbulkan masalah
(3)
Memilih dengan teliti prilaku yang akan dirubah, seperti prilaku yang paling
menjengkelkan yang sering muncul.
(4)
Tepat memilih pemberian penguatan yang dapat digunakan untuk
mempertahankan tingkah yang telah menjadi baik.[40]
b)
Pendekatan Pemecahan Masalah Kelompok
(1) Memperlancar
tugas, mengadakan terjadinya kerjasama yang baik dalam pelaksanaan tugas.
(2)
Memelihara kegiatan-kegiatan kelompok, memelihara
dan memulihkan semangat anak didik dan menangani konflik yang timbul.[41]
c)
Menemukan dan memecahkan tingkahlaku yang
menimbulkan masalah.
Guru
dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkahlaku keliru yang
muncul, guru harus mengetahui sebab dasar yang mengakibatkan ketidak paAllah
tingkah tersebut. Serta berusaha mencari pemecahanya.[42]
c. Variasi Mengajar
Variasi mengajar adalah “suatu
kegiatan guru dalam mengenal konteks interaksi belajar mengajar dengan tujuan
untuk mengatasi kebosan peserta didik, sehingga dalam pembelajaran peserta
didik senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi”. [43]
Semua orang tidak menyukai
adanya kebosanan. Sesuatu yang membosankan biasanya disebabkan oleh hal yang
tidak menarik dan tidak menyenangkan. Demikian halnya dengan peserta
didik yang sedang belajar, mereka tidak menyukai adanya
peristiwa dan kodisi yang membosankan dalam belajarnya. Dengan adanya variasi guru dalam membelajarkan peserta
didik, akan menumbuhkan antusias pada diri peserta didik untuk belajar,
sehingga peserta didik akan belajar dengan tekun dan penuh partisipasi.
Bobbi De Porter dalam Quantum
Teaching, menjelaskan bahwa “pembelajaran
yang berhasil haruslah dalam suasana menyenangkan dan menggembirakan. Untuk
menciptakan suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran di dalam kelas,
seorang guru dituntut untuk dapat menggunakan
variasi dalam mengajar. Apabila guru
tidak menggunakan variasi, maka akan membuat peserta didik menjadi bosan, perhatian peserta didik
berkurang, mengantuk dan akibatnya tujuan belajar tidak tercapai”. [44]
Prinsip penggunaan variasi adalah:
1)
Hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan
yang hendak dicapai,
2)
Variasi harus digunakan dengan lancar dan berkesinambungan, sehingga tidak
merusak perhatian peserta didik, dan tidak mengganggu pembelajaran,
3)
Direncanakan secara baik dan eksplisit yang dicantumkan dalam RPP.[45]
Tujuan seorang guru harus menggunakan variasi
mengajar adalah:
1) Untuk menimbulkan dan
meningkatkan perhatian peserta didik kepada aspek pembelajaran yang relevan,
2) Untuk memberi kesempatan bagi
berkembangnya bakat ingin mengetahui dan menyelidiki pada diri peserta didik
tentang hal-hal yang baru,
3) Memberi kesempatan untuk
memperoleh cara memperoleh pelajaran yang disenangi peserta didik.[46]
Komponen yang biasanya ada pada keterampilan
seorang guru dalam mengadakan variasi mengajar adalah:[47]
1)
Variasi Gaya Mengajar
Variasi gaya mengajar pada dasarnya
meliputi variasi suara, variasi gerakan
anggota badan dan variasi perpindahan posisi guru dalam kelas. Dengan
menggunakan variasi ini peserta didik akan melihat sebagai sesuatu yang energik,
bersemangat dan semuanya mempunyai relevansi dengan hasil belajar. Adapun variasi-variasi
tersebut adalah: [48]
a) Variasi
suara
Suara
guru dapat bervariasi dalam: intonasi, nada, volume dan kecepatan. Dalam Proses Belajar Mengajar
(PBM), variasi suara ini dapat dikombinasikan antara satu dengan yang lainnya
sesuai dengan kebutuhan.
b) Penekanan
/ pemusatan perhatian (focusing)
Untuk
memfokuskan perhatian peserta didik pada suatu aspek yang penting dapat dilakukan penekanan secara
verbal, misalnya: perhatikan baik-baik, dengarkan baik-baik dan
sebagainya. Contoh “ Perhatikan baik-baik “dengar baik-baik ”nah, ini
penting sekali, dsb.
c) Kesenyapan atau pemberian waktu luang (Pausing)
Untuk
menarik perhatian peserta didik dapat dilakukan dengan mengubah suasana menjadi sepi, dari
suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan/diam. Kesenyapan tiba-tiba yang disengaja guru saat mengajar merupakan alat yang baik untuk menarik
perhatian karena peserta didik ingin tahu apa yang terjadi. Dalam mengajukan pertanyaan guru menggunakan waktu
tunggu atau kesenyapan memberikan kesempatan peserta didik berpikir.
d) Kontak
pandang (eye contact)
Ketika
berinteraksi dengan peserta didik, guru sebaiknya berbicara dengan megarahkan pandangannya
kepada semua peserta didik, hal ini dimaksudkan untuk membangun hubungan yang
positif dengan peserta didik. Seorang guru dapat memanfaatkan pandangan
matanya untuk membantunya dalam penyampaian materi dan juga dapat
digunakan untuk menarik perhatian peserta didik.
e)
Gerakan Badan Dan Mimik (gesturing)
Ekpresi wajah guru, gerakan kepala, gerakan badan
adalah aspek yang sangat penting dalam komunikasi. Ekpresi wajah misalnya tersenyum cemberut,
mengerutkan dahi berjalan mendekati berdiri siap membantu dan lain-lain, dapatmenarik
perhatian peserta didik juga dapat menolong dalam menyampaikan arti pembicaraan
f)
Penggantian Posisi Guru Dalam Kelas
Perpindahan
posisi guru dalam ruangan,
seperti berdiri di tengah, dapat didepan, belakang, bagian kiri, atau kanan kelas bertujuan untuk mempertahankan perhatian peserta
didik. Penggunaan variasi ini cukup penting artinya bagi guru karena dapat
menciptakan suasana yang tidak monoton dalam mengajar.
2)
Variasi
Dalam Penggunaan Media dan Bahan
Pengajaran
Saiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa “setiap anak didik
mempunyai kemampuan indera yang tidak sama, baik pendengaran maupun
penglihatannya, demikian juga kemampuan berbicara. Ada yang
lebih suka mendengarkan dulu baru membaca, atau sebaliknya”.[49]
Dalam menggunakan media
seorang guru mesti melihat situasi dan kondisi apa yang akan dihadapinya,
sehingga tidak terjadi hal yang sia-sia, Karena tujuan utama dalam penggunaan
media ialah untuk membantu dalam proses belajar mengajar di dalam kelas amupun
diluar kelas, agar tercapainya tujuan dari materi yang akan disampaikan.
Model pembelajaran ini sendiri bervariasi, sesuai
dengan materi apa yang akan disampaikan, variasi media ini dapat dibagi kepada
:
a) Variasi
media visual, dapat diartikan sebagai penggunaan alat
dan bahan ajaran khusus untuk komunikasi
seperti misalnya; buku, majalah, film, televisi,
gambar, model dan sebagainya.
b)
Variasi media audio, pada
umumnya dalam proses belajar mengajar di kelas, suara guru adalah alat utama dalam komunikasi. Dalam
menggunakan media dengar memerlukan kombinasi
dengan media pandang dan taktil,
seperti; pembicaraan peserta didik,
rekaman kaset, wawancara dan sebagainya.
c)
Variasi media audio-visual adalah penggunaan media yang memberi kesempatan kepada anak didik
untuk menyentuh dan memanipulasi benda atau bahan ajaran secara bersamaan. Dalam hal ini akan melibatkan peserta didik dalam kegiatan
penyusunan atau pembuatan model. [50]
3)
Variasi Pola
Interaksi
Variasi interaksi adalah pergantian aksi
antara guru dengan peserta didik, dan
peserta didik dengan peserta didik lain
secara tepat.
Variasi dalam pola interaksi guru dengan peserta didik berawal dari dua sisi
yaitu di satu sisi peserta didik belajar secara bebas tanpa ada campur tangan
dari guru dan di sisi yang lain situasinya didominasi oleh guru, di mana guru berbicara
kepada peserta didik dan peserta didik mendengarkannya secara pasif.[51]
Penggunaan variasi interaksi bertujuan agar tidak menimbulkan kebosanan tetapi
agar dapat menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan peserta didik dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Kegiatan
belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai pendidikan (interaksi
edukatif). Interaksi edukatif adalah “hubungan
timbal balik antara
guru sebagai pendidik dan peserta didik, dalam suatu sistem pengajaran. Interaksi
edukatif merupakan faktor penting dalam usaha mencapai terwujudnya situasi
belajar dan mengajar yang baik dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran”.[52]
Sebagai
salah satu komponen strategi pembelajaran, metode mengajar menempati peranan penting dalam
kegiatan belajar mengajar. Besar kecilnya variasi interaksi tergantung pada metode
mengajar yang dipergunakan. “pembelajaran
akan dapat berlangsung dengan lebih baik ketika peserta didik
lebih banyak aktif dibanding guru”.[53]
Kemampuan yang diharapkan dapat
dimiliki peserta didik akan ditentukan oleh kesesuaian penggunaan suatu metode. Hal ini berarti
bahwa tujuan pembelajaran akan dapat tercapai dengan baik apabila digunakan
metode yang tepat atau sesuai dengan standar keberhasilan yang ditetapkan.
Pola interaksi dalam pembelajaran terkait dengan
penggunaan metode mengajar yang digunakan oleh guru. Istilah “metode” berasal dari dua kata yaitu meta dan hodos. Meta artinya “melalui”, sedangkan hodos berarti “jalan atau cara”.[54] Jadi
metode bisa dipahami sebagai jalan yang harus ditempuh atau dilalui untuk
mencapai tujuan tertentu. Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka metode adalah
jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam bahasa Arab, kata metode
diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata al-tharīqah, manhaj, atau al-wasīlah.
Al-Tharīqah berarti jalan, manhaj berarti
sistem, sedangkan al- wasīlah berarti
perantara atau mediator. Jadi kata Arab yang lebih dekat dengan metode adalah tharīqah yang berarti langkah-langkah
strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.[55]
Menurut
Abu Ahmadi metode mengajar adalah
“Suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau
instruktur”[56].
Dalam pengertian lain metode mengajar dapat diartikan sebagai teknik penyajian
yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada
peserta didik di dalam kelas baik secara individual maupun secara kelompok,
supaya materi pelajaran tersebut dapat diserap, dipahami dan di
manfaatkan oleh peserta didik dengan baik, sehingga tujuan atau kompetensi
yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Abuddin Nata menyebutkan bahwa
secara umum metode berfungsi sebagai pemberi jalan atau cara untuk pelaksanaan operasional dari ilmu
pendidikan. Selain itu metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji
dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dari
pemahaman seperti ini, Abuddin mengatakan bahwa pada intinya metode berfungsi
mengantarkan pada suatu tujuan kepada objek sasaran tersebut.[57]
Untuk menggunakan metode yang
sesuai dengan kebutuhan, perlu diperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan
Islam tersebut. Menurut al-Syaibani, ada empat dasar metode pendidikan Islam,
yaitu: pertama, dasar agamis yaitu
meliputi pertimbangan bahwa metode yang digunakan diambil dari tuntunan
al-Qur’an dan hadis, kemudian dari sumber yang lain dengan berbagai cabangnya
dan dari peninggalan dan amalan orang-orang terdahulu yang shaleh; kedua, dasar biologis, yang meliputi
pertimbangan kebutuhan jasmani peserta didik dan tingkat perkembangan usia anak
didik; ketiga, dasar psikologis,
yaitu meliputi pertimbangan terhadap sejumlah kekuatan psikologis termasuk
motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat,
dan kecakapan akal (intelektual); dan keempat,
dasar sosial, yaitu meliputi pertimbangan kebutuhan sosial di lingkungan
peserta didik, artinya metode yang digunakan mesti disesuaikan dengan
nilai-nilai masyarakat dan tradisi-tradisi yang berkembang di dalamnya.[58]
Dalam
mengajar, penggunan metode besar pengaruhnya dalam mencapai keberhasilan
peserta didik dalam belajar. Penggunaan metode harus sesuai dengan situasi, kondisi,
dan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik. Di antara metode yang
sering digunakan dalam kegiatan mengajar adalah: Metode proyek, Metode eksperimen, Metode tugas dan resitasi, Metode diskusi, Metode sosiodrama, Metode demontrasi, Metode problem solving, Metode karya wisata, Metode tanya jawab, Metode latihan (training), dan Metode ceramah,[59]
Al-Syaibany mengemukakan ada
dua belas metode yang dapat digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu: metode
pengambilan kesimpulan atau induktif, metode perbandingan (qiyasiah), metode kuliah, metode dialog dan perbincangan, metode
lingkaran (halaqah), metode riwayat,
metode mendengar, metode membaca, metode imla’ (dictation), metode hafalan, metode pemahaman, dan metode lawatan
untuk menuntut ilmu (pariwisata).[60]
Abdurrahman an-Nahlawi juga
mengemukakan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan Islam. Menurutnya, metode yang dianggap paling penting dan
paling menonjol adalah sebagai berikut:
a. Metode
dialog Qur’ani dan Nabawi, meliputi dialog khithabi dan ta’abbudi, dialog
deskriptif, dialog naratif, dialog argumentatif, dan dialog nabawi;
b. Mendidik
melalui kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi;
c. Mendidik
melalui perumpamaan (amtsal) Qur’ani dan Nabawi;
d. Mendidik
melalui keteladanan;
e. Mendidik
melalui aplikasi dan pengamalan;
f. Mendidik
melalui ibrah dan nasehat; dan
g. Mendidik
melalui targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut).[61]
Dan banyak lagi
metode lain yang bisa digunakan dalam mencapai tujuan pendidikan, tergantung
kepada materi, guru, waktu, situasi dan kondisi yang akan digunakan oleh
seorang guru dalam mengajar. Tidak ada satu pun metode
yang mutlak ideal untuk menyampaikan
suatu materi pelajaran, di antara metode-metode lain, karena masing-masing metode memiliki kelebihan
dan kelemahan. Yang lebih baik adalah apabila guru mampu mengkombinasikan
beberapa metode yang relevan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam
pembelajaran.
d.
Menjelaskan Pembelajaran
Menjelaskan dalam kaitannya
dengan kegiatan pembelajaran mengacu kepada perbuatan mengorganisasikan materi
pelajaran dalam tata urutan yang terencana dan sistematis sehingga dalam
penyajiannya peserta didik dengan mudah dapat memahaminya. “Pentingnya
penguasaan keterampilan menjelaskan bagi guru adalah agar guru dapat
meningkatkan efektivitas penggunaan waktu dan penyajian penjelasannya,
mengestimasi tingkat pemahaman peserta didik, membantu peserta didik memperluas
cakrawala pengetahuannya, serta mengatasi kelangkaan buku sebagai sarana dan
sumber belajar”.[62]
Kegiatan menjelaskan dalam
kegiatan pembelajaran bertujuan untuk membantu peserta didik memahami berbagai
konsep, hukum, prosedur, dan sebagainya secara objektif, membimbing peserta
didik memahami pertanyaan, meningkatkan keterlibatan peserta didik, memberi
peserta didik kesempatan untuk menghayati proses penalaran serta memperoleh
balikan tentang pemahaman peserta didik.[63]
Komponen-komponen keterampilan
menjelaskan meliputi:[64]
1)
Keterampilan
merencanakan penjelasan mencakup
a)
Isi pesan yang
dipilih dan disusun secara sistematis disertai dengan contoh-contoh dan
b)
Hal-hal yang yang akan dijelaskan harus berkaitan dan sesuai
dengan perkembangan peserta didik.
2)
Keterampilan
menyajikan penjelasan mencakup :
a) Kejelasan,
agar penguasaan materi yang akan diterima oleh peserta
didik sesuai dengan yang diharapkan, maka harus disampaikan dengan jelas.
b) Penggunaan
contoh dan ilustrasi yang digunakan harus mengikuti
pola induktif dan deduktif. Sehinga peserta didik dapat
dengan mudah untuk memahami maksud apa yang akan disampaikan oleh guru,
c) Pemberian
tekanan pada bagian-bagian yang penting, maksudnya adalah,
pada bagian-bagian materi pembelajaran yang dianggap penting, maka dalam
menjelaskan pembelajaran guru harus memberikan penekanan khusus, agar cepat dan
bisa dipahami dengan baik oleh peserta didik, serta
d) Balikan, yaitu umpan baik yang diberikan oleh guru untuk menanggapi apa yang sudah
dijelaskan kepada peserta didik, atau sebaliknya apabila ada peserta didik yang
bertanya, maka guru harus bisa merespon dan menjelaskan dengan baik kepada
peserta didik.
Penyajian
penjelasan harus didasari prinsip-prinsip sebagai
berikut:
(a) Adanya relevansi antara penjelasan dengan tujuan
pembelajaran,
(b) Sesuai dengan keperluan,
(c) Mengingat latar belakang dan kemampuan peserta didik,
(d) Diberikan secara spontan atau sesuai dengan rencana yang
telah disiapkan, dan
e. Pendekatan
Mengajar
Pendekatan mengajar sangat
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar kegiatan mengajar. Setiap guru yang
profesional ia akan memilih beberapa pendekatan yang terbaik yang berkaitan
dengan materi yang akan diajarkan dalam proses belajar mengajar. [66] Di antara pendekatan tersebut
adalah:
1)
Pendekatan
individual,
2)
Pendekatan
kelompok,
3)
Pendekatan
berfariasi,
4)
Pendekatan
edukatif,
5)
Pendekatan
pengalaman,
6)
Pendekatan
pembiasaan,
7)
Pendekatan
emosional,
8) Pendekatan rasional,
9)
Pendekatan
fungsional, dan
Sedangkan menurut Bruced Joyce ada empat model dalam pendekatan
pengajaran, yaitu:
1)
Pendekatan
ekspository atau model informasi, tingkah laku kalas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan
ditentukan oleh guru. Hakikat menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu
pengetahuan kepada peserta didik. Biasanya penyampaian informasi dengan bentuk
penjelasan secara lisan. Dalam pendekatan ini peserta didik diharapkan
menangkap dan mengingat informasi yang telah dimilikinya melalui respon yang ia
berikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru. Komunikasi dalam pendekatan
ini menggunakan komunikasi satu arah, sehingga kegiatan belajar peserta didik
kurang optimal.
2)
Pendekatan
Enquiry Discovery Learning (belajar mencari dan merumuskan sendiri), peserta didik dianggap
sebagai subjek seklaligus objek, yang mempunyai kemampuan dasar untuk
berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya. Proses pembelajaran
berupa stimulus yang bisa menantang peserta didik untuk melakukan kegiatan
belajar. Peranan guru banyak menempatkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin
dan fasilitator belajar, yang menyediakan sumber belajar bagi peserta didik.
Pendekatan ini berusaha melatakkan dasar dan mengembangkan cara
berfikir ilmiah, di mana peserta didik lebih banyak belajar sendiri,
mengembangkan kreativitas dalam pemecahan masalah.
3)
Pendekatan interaksi sosial, hakikatnya adalah peserta didik mengadakan
hubungan sosial dalam arti peserta didik berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya dan sesama kelompok dengan mengembangkan sikap dan prilaku
demokratis, serta menumbuhkan produktifitas belajar. Pendekatan
ini hampir sama dengan pendekatan inquiry terutama social inquiry.
4)
Pendekatan
tingkah laku (behavioral model), aspek penting dari pendekatan ini adalah melatih dan memperkuat respon
peserta didik yang paling tepat terhadap stimulus. Tingkah laku individu pada
dasarnya dikontrol oleh stimulus dan respon yang diberikan individu. Pendekatan
ini lebih menekankan pada tingkah laku, sebagai aplikasi dari teori belajar behaviorism.[68]
f. Evaluasi
Secara harfiah evaluasi berasal dari
kata “to evaluate” yang berarti menilai. Nilai dalam bahasa Arab disebut “al-Qīmah, al-Taqdi”.[69] Dikenal juga istilah “imtihān yang berarti ujian atau istilah khataman
sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan”.[70]
Dalam arti luas evaluasi adalah suatu
proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat perlu
untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.[71]
Kalau dikaitkan dengan pembelajaran
evaluasi adalah “penilaian
terhadap tingkat keberhasilan peserta didik mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam pembelajaran”.[72]
“Evaluasi tidak hanya
untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar, tetapi juga sebagai dasar untuk
umpan balik dari proses belajar mengajar yang dilakukan”.[73]
Oleh sebab itu kemampuan dan keterampilan guru
dalam menyusun alat evaluasi dan melaksanakannya merupakan bagian dari
kemampuan mengelola kegiatan belajar mengajar secara keseluruhan.
1) Tujuan Evaluasi
Evaluasi
merupakan proses penyusunan deskripsi peserta didik baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Tujuan dari evaluasi adalah:
a) Untuk
mengetahui kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik dalam suatu kurun
waktu dalam proese belajar tertentu.
b) Untuk
mengetahui posisi dan kedudukan seorang peserta didik dalam kelompok kelasnya.
c) Untuk
mengetahui tingkat usaha yang dilakukan peserta didik dalam belajar.
d) Untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya
untuk belajar.
e) Untuk
mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah
digunakan guru dalam PBM.[74]
Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20
tahun 2003 pasal 58 ayat (1) dijelaskan evaluasi dilakukan untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.[75]
2) Fungsi evaluasi
Fungsi evaluasi dalam pembelajaran adalah
:
a) Fungsi
administratif yaitu, untuk penyusunan daftar nilai dan rapor peserta didik
b) Fungsi
promosi, yaitu untuk penetapkan kenaikan atau kelulusan
c) Fungsi
diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam
mencapai SKBM dan merencanakan program remedial
d) Sebagai
sumber data BP yang dapat memasok data peserta didik tertentu yang memerlukan
bimbimngan
e) Sebagai
bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan datang yang meliputi
kurikulum, metode dan alat-alat untuk proses belajar mengajar.[76]
3) Prinsip Evaluasi
Dalam
evaluasi Pendidikan Agama Islam terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan yaitu:
a.
Prinsip
berkesinambungan (kontinuitas), Seorang guru harus terus menerus mengikuti
pertumbuhan, perkembangan, dan perubahah peserta didik. Terus menerus ini bukan
hanya sekedar pada kegiatan tes formal tapi juga pada perhatian guru kepada
peserta didik ketika duduk, berbicara dan bersikap, baik di kelas saat proses
belajar mengajar atau di luar kelas. Dari pengamatan tersebut ada yang perlu
dicatat terutama mengenai kelainan pertumbuhan yang diikuti dengan bimbingan.
b.
Prinsip
menyeluruh, maksudnya penilaian harus mengumpulkan data mengenai seluruh aspek
kepribadian, baik yang berhubungan dengan aspek qauliyah, fi’liyah, atau qalbiyah
peserta didik. Dalam istilah Bloom, mengacu kepada tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Ini
dilakukan dengan
memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik serta bobot tiap aspek dari
segenap materi.
c.
Prinsip objektif, yaitu melakukan penilaian apa adanya, jujur tanpa
melakukan kecurangan sedikit pun.
d.
Prinsip sistematis, yakni penilaian dilakukan secara sistematis dan
teratur.[77]
Dengan
prinsip-prinsip di atas, maka evaluasi yang dilakukan diharapkan mampu
meningkatkan kemampuan peserta didik dan kualitas pendidikan secara
kelembagaan. Hal itu akan dapat terwujud jika hasil dari evaluasi tersebut
ditindak-lanjuti dengan melakukan berbagai pembenahan dan
perbaikan kemudian hasil dari pembenahan tersebut terus dievaluasi sehingga
memperoleh hasil seperti yang diharapkan.
4) Jenis evaluasi
Jenis evaluasi dibedakan menjadi 2 macam yaitu
evaluasi berdasarkan fungsi dan manfaat dan evaluasi ditinjau dari segi alat
evaluasi.
a) Jenis evaluasi berdasarkan fungsi dan
manfaat
(1) Tes
awal (pree-test), yaitu evaluasi yang dikembangkan sebelum satu satuan
pembelajaran disajikan dalam proses belajar mengajar. Fungsinya untuk
mengetahui penguasaan peserta didik terhadap materi baru tersebut sebelum
diberikan.
(2) Tes
akhir (post-test), yaitu evaluasi yang diberikan setelah selesai satu
satuan pelajaran. Fungsinya adalah untuk mengetahui hasil pencapaian tujuan
instruksional khusus yang dirumuskan dalam rencana pembelajaran.
(3) Evaluasi
formatif / sub sumatif, yaitu evaluasi yang diberikan kepada peserta didik
setelah mengikuti / menyelesaikan satuan bahasan tertentu. Fungsuinya untuk
mengetahui seberapa besar penguasaan peserta didik terhadap satuan bahasan yang
dites.
(4) Evaluasi
sumatif, yaitu evaluasi yang diberikan kepada sejumlah peserta didik setelah
mengukuti atau menyelesaikan beberapa satuan bahasan tertentu. Fungsinya adalah
untuk menentukan keberhasilan masing-masing peserta didik dalam mengkuti
beberapa program pengajaran dalam waktu tertentu.
(5) Evaluasi
belajar tahap akhir, yaitu evaluasi yang diberikan kepada sejumlah peserta
didik setelah menyelesaikan seluruh program pengajaran untuk satuan jenjang
persekolahan.
(6) Evaluasi
diagnostik, yaitu evaluasi yang fungsinya untuk mendiagnosa sebab-sebab
kegagalan pengajaran untuk selanjutnya membentu peserta didik memecahkan
kegagalan atau kesulitan peserta didik mempelajari bahan pengajaran tersebut.
(7) Evaluasi
penempatan, yaitu evaluasi yang menentukan penempatan peserta didik pada suatu
program pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan, baik dari segi potensi
maupun minat dan bakat peserta didik yang bersangkutan.[78]
b) Evaluasi ditinjau dari segi alat
evaluasi
(1) Evaluasi
menggunakan tes baku (tes standar). Tes ini bisa dijadikan alat ukur secara
tepat dan cepat.
(2) Evaluasi
menggunakan tes tidak baku, yaitu tes yang tidak diketahui
keabsahannya dalam mengukur kemampuan secara tetap dan belum bisa dipercaya
ketepatannya.[79]
5) Teknik evaluasi
Ada
dua teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan evaluasi, yaitu teknik tes
dan non tes.
a) Teknik tes
Teknik ini ada yang sudah
distandarisasi, artinya tes tersebut sudah mengalami proses ketepatan (validasi)
dan reabilitasi untuk suatu tujuan tertentu untuk sekelompok peserta didik.
Teknik tes dibedakan menjadi 3 macam yaitu tes lisan, tes tulisan, dan tes perbuatan.
Tes lisan
adalah tes yang pelaksanaannya secara lisan, yang bermanfaat untuk hal-hal :
(1) Menilai
kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah
(2) Menilai
proses berfikir peserta didik
(3) Menilai
kemampuan peserta didik mengkomunikasikan hasil belajar dengan bahasa lisan,
(4) Menilai
kamampuan peserta didik mempertanggung-jawabkan pendapatnya sehubungan dengan
konsep/ ide yang dikemukakan.[80]
Tes perbuatan,
adalah tes yang berhubungan dengan kemampuan peserta didik melakukan suatu
tindakan atau perbuatan yang berhibungan dengan aspek psikomotor, gunanya untuk
mengetahui hal-hal:
(1) Mentes
kemampuan peserta didik dalam menggunakan alat-alat pelajaran tertentu,
(2) Mentes
kemampuan peserta didik melakukan suatu perbuatan yang dituntut berdasarkan
petunjuk-petunjuk tertentu,
(3) Mentes
kemampuan peserta didik untuk hal-hal yang sulit dilakukan secara tes tertulis,
(4) Memotivasi
peserta didik, baik yang mampu maupun yang kurang mampu. Untuk menyadari batas
kemampuannya hingga dapat berbuat lebih tekun dan bersungguh-sungguh pada masa
berikutnya.[81]
Tes tulisan,
adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik pertanyaan maupun jawaban. Tes
ini dapat dilakukan untuk kelompok maupun individu. Tes inilah yang populer
dikalangan persekolahan karena di samping memiliki mamfaat yang cukup luas juga
dapat dipersiapkan oleh para guru secara lebih terarah dan terencana.
b) Teknik non tes
Teknik
non tes biasanya menggunakan cara-cara berikut:
(1) Wawancara
(interview), yaitu tanya jawab tentang materi tertentu yang pelaksanaan
secara lisan,
(2) Angket
(kuesioner), yakni wawancara tertulis baik pertanyan maupun jawaban
dengan mengisi daftar isian,
(3) Pengamatan
(observasi), yakni melakukan pengamatan terhadap suatu topik yang pada
umumnya diikuti dengan kegiatan diskusi, kerja kelompok, eksperimen, menarrik
kesimpulan sementara atau merumuskan hipotesis topik baik secara kelompok
maupun individual.
(4) Skala
penilaian (rating scale), yaitu penilaian yang lebih banyak berhubungan
dengan masalah sikap dengan menggunakan skala penilaian kuantitatif,
(5) Daftar
cek (cheklist), yaitu penilaian yang
menggunakan daftar cek yang pada umumnya dilakukan berbarengan dengan kegiatan
observasi.[82]
6) Aspek yang dinilai
Penilaian
yang membuktikan tuntas atau tidaknya peserta didik dalam suatu mata pelajaran
tidak hanya sekedar berpedoman pada nilai akhir saja, tetapi meliputi:
a)
Aspek
kognitif diberikan dalam bentuk ulangan harian ditambah tugas, ujian blok,
ulangan umum semester, ujian nasional tulis, dll.
b)
Aspek
psikomotor diberikan dalam bentuk ujian praktik, ujian nasional praktik, serta
nilai inovasi, diskusi, demonstrasi, studi lapangan / studi kasus, dsb.
c)
Aspek
afektif dengan ketuntasan baik.[83]
Aspek
kognitif didominasi oleh unsur pokok yaitu keimanan, syari’ah, dan sejarah.
Aspek afektif didominasi oleh unsur pokok akhlaq dan aspek psikomotor
didomonasi oleh unsur ibadah dan Al-Qur’an.[84]
[1] Hasan Langgulung, Peralihan
Paradigma dalam Pendidikan Islâm dan Sains Sosial, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2002),
h. 255
[2] Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1987), h. 946
[3] Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Balai Pustaka,
1986), cet. Ke-3, h. 415
[4] M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islâm, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Indisipliner, (Jakarta:
Bumi Aksatra, 1996),
cet.ke-4, h. 58
[5] Oemar Hamalik, Pendekatan
Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2009), Cet Ke-5, h. 4
[7] Sardiman A.M, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
h. 22-23
[10] J.J Hasibuan, Proses
Belajar Mengajar, (Jakarta: Remaja Rosyda Karya, 1995), h. 3
[11] Oemar Hamalik, Op
Cit, h. v
[12] Moedjiono, Strategi
Belajar Mengajar,(Depdikbud Diktoral Pendidikan Tinggi,1992), h.3
[13] Ahmad Rohani, Pengelolaan
Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 33
[14]M. Basyirudin Usman, Strategi
Belajar Mengajar dan Media Pendidikan, (Jakarta: Quantum Press, 2002), h. 4
[15]Ahmad Sabri, Strategi
Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h.
2
[16] Made Pidarta, Perencanaan
Pendidikan Parsipatori, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005) Cet ke-3, h.3
[17] Udin Syaepufudin,
dkk, Perencanaan Pendidikan,
(Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2005), h.3
[18] Malayu SP. Hasibuan, Manajemen
Dasar, Pengertian dan Masalah, (Bandung, Sinar Grafika, 2003), h. 92
[19] Syafrudin, Manajemen
Lembaga Pendidikan Islâm, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 63
[20] E. Mulyasa, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2006), h. 212
[21] Departemen Pendidikan
Nasional, Buku Saku Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,
2006), h. 38
[22] E. Mulyasa, op.cit,
h. 213
[25] Ibid, h. 216
[27] Muhaimin, Strategi
Belajar Mengajar, Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama,
(Surabaya: Citra Media, 1996), h. 107
[28] E. Mulyasa, Op.Cit,
h. 218
[29] Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Aglesindo, 2004), h. 148-149
[30] Ahmad Sabri, op.cit,
h. 6-7
[31] Ahmad Sabri, Ibid,
h. 8
[33] James
Pophams, Teknik Mengajar Secara
sistematis, terj. Amrul Hadi, (Jakarta: PT. Asdi Maha Satya, 2005), h. 101
[43] Ahmad
Sabri, op.cit, h. 76
[48]Sunaryo, Strategi Belajar Mengajar Dalam Pengajaran IPS,
(Jakarta: Depdikbud,
1989), h. 35 lihat juga Ahmad Sabri, op.cit, h. 76-77
[51]Sardiman
A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
(Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 204
[54]Oemar Muhammad at-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islâm, Penj.
Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), h. 65
[58]Oemar
Muhammad at-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan
Islâm, Penj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), h. 586-591
[59]Syaiful Bahri Djamrah
Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,1995),, h.
94-100. Lihat juga Ramayulis, Metodologi
Pendidikan Agama Islâm, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), cet. ke-4, h. 215-318
[61]Abdurrahman an-Nahlawi,
Pendidikan Islâm di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995). 204-297
[63]
http://massofa.wordpress.com/2008/01/11/ketrampilan-menjelaskan-dan-bertanya/
[64] Ahmad
sabri, op.cit, h. 71
[66] Saiful
Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,1995),
h. 5
[67] Dimayati, Belajar
Dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 161-170
[71]Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip
dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Rosyda Karya, 2002), h. 3
[72] Muhibbin Syah, Psikologi
Belajar, (Jakarta: PT. Remaja Rosyda Karya, 2005), h. 195
[73]Muhamad Ali, Guru
dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Sinar Baru Aglesindo,2002), h.
113
[75] Niki Sae, Petunjuk
Pelaksanaan Sisdiknas 2003, (Jakarta: CV.Ekojaya, 2003), h. 136
[78]Lalu Muhamad Azwar, Proses
Belajar Mengajar Pola CBSA, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), h. 118-123
[79] Ibid, h. 123
[83]Al-Baini Zuhdi, loc.cit,
h. 3
[84] Departemen Agama RI, Penilaian
Pendidikan Agama Islâm, (Jakarta: tp, 2001), h. 37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar