Cari Blog Ini

Minggu, 29 April 2018

STRATEGI PEMBELAJARAN


A.       Strategi
Pada awalnya strategi merupakan istilah yang digunakan militer yang berarti seni merencanakan untuk memenangkan perang. Selanjutnya, istilah ini digunakan dalam berbagai bidang kegiatan dengan makna yang lebih luas. Strategi berarti seni, rancangan, atau cara mengelola sesuatu secara cerdas untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Strategi sebagai rancangan kegiatan sekurang-kurangnya memiliki 4 komponen utama, yaitu (1) tujuan (2) proses pelaksanaan (3) tahap pelaksanaan atau jadwal, dan (4) hasil yang diharapkan.
Kejelasan tujuan dikembangkan dalam bentuk indikator, indikator operasional, indikator output, dan kriteria keberhasilan pada tiap indikator.
Sejarah pertumbuhan peradaban manusia banyak menunjukkan bukti bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan organisasi adalah kuat tidaknya kepemimpinan. Kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi banyak ditentukan oleh pemimpin karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah  yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan yang akan dicapai. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Siagan,[1] bahwa arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang ada. Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun dan dijalankan oleh organisasi bersangkutan. Perumus serta penentu strategi dan cara adalah pemimpin  (Kepala Madrasah) dalam organisasi tersebut.

B.       Kepala Sekolah
1.      Pengertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai seorang tenaga profesional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah mana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.[2]
Kepala sekolah berarti orang atau guru yang memimpin suatu sekolah. Dengan demikian kepala sekolah merupakan pihak yang ditunjuk untuk memimpin suatu lembaga pendidikan.[3]
Definisi lain tentang pengertian kepala sekolah menyatakan bahwa kepala sekolah adalah orang yang bertugas sebagai pemegang  policy umum dalam menentukan kebijakan dilingkungan sekolah.[4] Definisi yang hampir bersamaan bahwa kepala merupakan seseorang yang bertanggung jawab kepada atasannya terhadap tugas yang telah dipikulkan kepadanya pada lingkungan lembaga pendidikan.[5]
Berdasarkan pengertian di atas dipahami bahwa kepala sekolah merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan di lembaga yang dipimpinya. Sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses kependidikan di sekolah, kepala sekolah memegang kebijaksanaan tentang pengembangan lembaga pendidikan yang dipimpin tersebut. Apapun pekerjaan yang dilakukan dalam memimpin lembaga pendidikan tersebut berkaitan dengan proses pertanggungjawaban yang harus disampaikan kepada atasannya secara langsung.
2.      Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah
      a.   Tugas kepala sekolah
Seorang kepala sekolah yang memimpin sebuah lembaga pendidikan bertugas memenuhi kebutuhan kelompok yang dipimpinnya, yakni lembaga pendidikan. Dalam hal ini, tugas seorang pemimpin lembaga pendidikan, kecuali harus memenuhi kebutuhan kelompok juga harus dapat mempengaruhi kelompok sedemikian rupa sehingga apa yang dirasakan sebagai kebutuhan benar-benar bersifat realistis, yaitu sesuai dengan kenyataan, idam-idam mau kelompok yang buruk-buruk atau hanya khayalan belaka harus dirombak oleh pemimpin ke dalam kehendak yang realistis.[6]
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga harus menyesuaikan perjalanan (kinerja) organisasi dengan tujuan yang hendak dicapai. Hal ini dilakukan supaya apa yang akan dicapai oleh lembaga pendidikan tidak saja menjadi rencana belaka tapi direalisasikan dalam dunia nyata.
Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan lembaga pendidikan yang dipimpinnya tersebut, seorang kepala sekolah mempunyai tugas praktis. Tugas praktis yang harus dipedomani seorang kepala sekolah adalah :
1)      Mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara individu maupun secara kelompok bagi guru dan perangkat sekolah.
2)      Mengembang suasana kerjasama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan orang-orang yang dipimpin.
3)      Mengusahakan dan mendorong terjadinya pertemuan pendapat/-buah pikiran dengan sikap menghargai sehingga timbul perasaan ikut terlibat dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan.
4)      Membantu menyelesaikan masalah-masalah, baik yang dihadapi secara perseorangan ataupun kelompok dengan memberikan petunjuk-petunjuk dalam mengatasinya.[7]  
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh kepala sekolah tersebut tergambar bahwa seorang kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan harus dapat mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berfikir seluruh guru dan perangkat sekolah yang ada sehingga akan tercipta suasana kerja yang efektif dan efisien. Selain itu kepala sekolah juga harus dapat mendorong terjadinya persamaan terdapat dengan sikap saling menghargai dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan saling menghormati dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan kemajuan lembaga pendidikan.
Tugas kepala sekolah sebagai pendidikan terbagi atas dua bagian yaitu pertama tugas yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai, kedua tugas yang bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan yang sehat. Pendapat ini juga berkaitan dengan tugas kepala sekolah dalam menangani masalah-masalah teknis yang ada di sekolah.[8]
Dari ketiga pendapat yang dikemukakan di atas, terlihat adanya persamaan pendapat antara keduanya tentang tugas kepala sekolah, yakni sama-sama memberikan penekanan pada penyesuaian manajerial persoalan yang dihadapi dalam lembaga pendidikan. Persoalan manajerial ini di antaranya adalah kemampuan yang harus ditonjolkan kepala sekolah dalam kemampuan untuk menyelesaikan masalah jika terjadi perbedaan pendapat ataupun terjadinya konflik dalam lembaga pendidikan.
b.   Fungsi kepala sekolah
Fungsi merupakan jabatan  pekerjaan yang dilakukan. Artinya fungsi merupakan aktualitas dan implementasi dari jabatan seseorang dalam jabatannya, seperti implementasi dari seseorang yang dijadikan oleh kepala sekolah, guru maupun pekerjaan lainnya.
Sebagai pemimpin pendidikan fungsi kepala sekolah sama dengan fungsi pemimpin pendidikan lainnya. Kepala sekolah memiliki fungsi mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perseorangan maupun secara berkelompok dalam suasana yang demokratis dengan kerjasama yang efektif melalui pemberian penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan orang-orang yang di pimpin sehingga timbul kepercayaan pada dirinya sendiri dan kesediaan menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan masing-masing.[9]
Berdasarkan pendapat di atas dipahami bahwa fungsi kepala sekolah adalah menciptakan suasana kerja yang kondusif dalam pelaksanaan tugas-tugas di sekolah. Pendapat yang hampir sama mengatakan bahwa fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan dibagi atas 2 bagian, yaitu pertama berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan memaksimalkan tujuan kelompok serta menjelaskan supaya anggota  dapat menyadari dalam bekerjasama mencapai tujuan itu, kedua fungsi kepala sekolah yang berkaitan dengan penciptaan suasana pekerjaan yang sehat dengan menanamkan dan memupuk kesediaan bekerjasamaa di dalam kelompok ataupun mempergunakan kelebihan-kelebihan yang terdapat pada pimpinan untuk memberikan sumbangan dalam kelompok menuju pencapaian tujuan bersama.
Dengan demikian fungsi kepala sekolah di lembaga pendidikan sangat erat hubungannya dengan penciptaan suasana kerja yang kondusif dalam pelaksanaan proses belajar mengajar untuk mencapai hasil sesuai dengan yang digariskan dalam tujuan yang akan dicapai.
Di samping mengetahui dan menguasai tugas dan fungsi kepala sekolah, kepala sekolah harus dilengkapi dengan kemampuan dalam berbagai keterampilan, diantaranya adalah keterampilan pengelolaan pendidikan secara profesional, di antaranya :
1)      Kepala sekolah harus dapat berfungsi sebagai seorang pendidik, yang mampu mengajar, memberikan peragaan, melaksanakan pertemuan, dan memberi bimbingan.     
2)      Kepala sekolah harus menjadi mahkota dari berbagai macam teknik mengajar, seperti audio aids, roli playing, pertanyaan dan merencanakan pengajaran.
3)      Kepala sekolah harus mampu menampilkan analisis tinggi untuk mengumpulkan, mencatat dan menguraikan tugas pekerjaan, dan elemen-elemen jabatan/kedudukan, mampu memanfaatkan data untuk menentukan proses belajar mengajar, menerjemahkan persyaratan ke dalam sasaran pendidikan dan merencanakan satu sistem pengajaran yang akan mampu mencapai sasaran.
4)      Kepala sekolah harus mampu mengembangkan silabus rangkaian mata pelajaran (caurce) dan program-program pengajran, menyusun lesson plan dan dokumen pengajaran yang lain, menyusun test keberhasilan dan merencanakan peralatan pendidikan.
5)      Kepala sekolah harus mampu merencanakan dan melaksanakan penelitian dalam pendidikan dan mempergunakan temuan riset itu untuk mempergunakan program pendidikan.
6)      Kepala sekolah harus mampu mengadakan supervisi dan evaluasi pengajaran, fasilitas, kelengkapan dan materi pengajaran.
7)      Kepala sekoalah mengetahui apa yang terjadi di luar sekolah yang berhubungan dengan paket dan pelayanan pendidkan, harus mampu merumuskan dan melaksanakan program pengembangan diri secara berkelanjutan dan sistematik.
8)      Kepala sekolah harus menjadi seorang pemimpin yang baik dan seorang komunikator yang efektif.[10] 
Dengan demikian kepala sekolah harus memiliki kepemimpinan yang profesional dalam menjalankan segala aktivitas dalam berbagai bidang terutama bidang pendidikan, dan sebagai tolak ukur untuk mencapai keberhasilan sekolah terutama anak didik dalam mencapai pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.


3.       Efektifitas Kepemimpinan Kepala Sekolah
Efektifitas kepemimpinan kepala sekolah berarti kepala sekolah bertanggung jawab memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan dan penilaian terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan teknis penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran, berupa perbaikan program kegiatan belajar mengajar.
Dalam penyelenggaraan pendidikan disebutkan bahwa cara atau teknik kegiatan supervisi yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah, yaitu:
a.       penyesuaian terhadap situasi baru,
b.      kunjungan kelas dan sekolah,
c.       pertemuan individu atau kelompok dan
d.      memberi kesempatan kepada guru untuk memenuhi in-service training.[11]  
Untuk lebih jelasnya, kegiatan kepemimpinan yang dapat dilakukan kepala sekolah tersebut akan diuraikan secara satu persatu di bawah ini :
a.       Penyesuaian terhadap situasi baru
Adanya aturan dan ketentuan-ketentuan baru di bidang pendidikan memerlukan upaya-upaya agar guru dan kepala sekolah memahami latar belakang dan tujuan dari ketentuan-ketentuan tersebut agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang baru tersebut. Dalam hal ini kepala sekolah berperan dalam mengenalkan dan penyesuaian diri tersebut.
Orientasi penyesuaian diri yang digunakan oleh kepala sekolah adalah orientasi personal, yakni kepada siapa seharusnya guru harus bertanya dan minta pengarahan di lingkungan sekolah. Orientasi program yakni penjelasan tentang rencana dan kegiatan yang telah akan dilaksanakan, kemudian orientasi fasilitas, yakni yang akan digunakan dalam peningkatan efisiensi dan peningkatan pekerjaan, serta orientasi lingkungan yakni kegiatan memperkenalkan guru dengan situasi dan keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya. Dengan demikian sebelum guru memulai tugasnya di lingkungan yang baru, perlu diberikan kesempatan terlebih dahulu kepadanya untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan dan mengenai tugas-tugas yang dipikulnya pengenalan tersebut akan menumbuhkan rasa senang dan puas yang akan mendorong tumbuhnya etos kerja.
b.      Pengikutsertaan guru dengan diskusi dan rapat-rapat sekolah
Kepala sekolah harus melibatkan guru dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan di sekolah, seperti pada rapat-rapat sekolah atau diskusi staf. Hal ini tersebut dapat meningkatkan wawasan guru sehingga meningkatkan keterampilannya dalam memegang jabatan yang diserahkan kepadanya.
Dalam mengadakan pertemuan atau diskusi staf tersebut, kepala sekolah harus demokratis dengan mendengarkan ide dan masukan dari guru-guru, kemudian mempergilirankan pimpinan rapat di antara para guru setiap para guru mendapat giliran. Dalam pelaksanaan rapat tersebut, kepala sekolah harus memberitahukan materi yang akan dibicarakan agar para guru terangsang mengeluarkan ide-ide positif dalam pertemuan.
c.       Penyelenggaraan kunjungan kelas dan sekolah
Kunjungan kelas adalah kunjungan seorang guru kepada kelas lain di sekolah untuk mengobservasi pelaksanaan tugas guru yang dikunjungi agar dapat dijadikan bahan perbandingan atau diteladani oleh guru yang berkunjung. Kunjungan tersebut sebaiknya dilakukan terhadap guru yang lebih senior sehingga dapat di petik berbagai kebaikan dari senioritas guru tersebut.
Observasi terhadap sekolah lain, terutama sekolah yang memiliki keunggulan dan prestasi tertentu, baik di lingkungan kecamatan, kabupaten bahkan propinsi, selama fasilitas pembiayaan tersedia. Dimana kegiatan ini para guru diharapkan memperoleh pengalaman baru guna meningkatkan kecakapannya dalam melak-sanakan tugas sehari-hari dengan cara melihat, bertanya, berdiskusi bahkan mungkin mencontoh guru yang di observasi dalam mengajar atau dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan di sekolah yang dikunjungi.
Dalam melakukan kunjungan kepala sekolah, kepala sekolah harus memberitahukan terlebih dahulu ke sekolah lain yang akan di kunjungi agar kegiatan kunjungan dapat dilaksanakan dengan terarah. Dalam kegiatan kunjungan tersebut, kepala sekolah harus memberi kesempatan kepada guru-guru muda dengan didampingi oleh guru-guru senior. Dalam pelaksanaan kunjungan harus disertai dengan catatan-catatan yang perlu sesuai dengan tujuan kunjungan semula agar setelah selesai kegiatan kunjungan hasilnya dapat didiskusikan dengan rekan-rekan guru lainnya untuk peningkatan kompetensi keguruan.
d.      Pertemuan individu atau kelompok
Adapun seorang supervisor atau kepala sekolah menemukan kekurangan atau kelemahan guru dalam pelaksanaan tugasnya, maka ia harus dapat bimbingan dengan kekurangan yang pantas didiskusikan dalam kelompok dan harus didiskusikan dengan guru yang bersangkutan secara individual. Dimana pertemuan individual tersebut bertujuan untuk menyadarkan guru tentang kekurangan yang harus diperbaikinya. Dalam hal ini harus dihindarkan kesulitan yang bersifat pribadi yang perlu dirahasiakan.
Pertemuan kelompok dilaksanakan untuk mendiskusikan, kelemahan-kelemahan yang umum dilakukan oleh para guru. Dalam pertemaan ini supervisor atau kepala sekolah tidak dibenarkan menunjuk pribadi-pribadi tertentu, karena hal tersebut melanggar asas supervisi. Dalam kenyataannya bentuk ini sering disebut pengarahan atau bimbingan.
e.       Memberikan kesempatan kepada guru untuk menempuh latihan dalam jabatan
Latihan dalam jabatan (in servicing training) sering juga di sebut dengan pendidikan dalam jabatan. Istilah lain yang dapat di pakai adalah penataran atau pelatihan. Kesempatan untuk mengikuti penataran atau pelatihan ini diberikan kepada guru-guru yang di pandang perlu harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan perkembangan-perkembangan yang terjadi.
Di samping hal tersebut di atas, dalam rangka peningkatan kompetensi, kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan juga bertugas membentuk kelompok kerja guru secara  demokratis dan dinamis.
Berdasarkan hal di atas dipahami bahwa kepada sekolah mempunyai tugas yang sangat berat terutama dalam rangka meningkatkan kompetensi dan profesi guru. Sebagai seorang pemimpin pendidikan kepala sekolah harus senantiasa berusaha untuk meningkatkan kemampu-an guru sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.




C.       Kepemimpinan Kepala Sekolah
1.      Pengertian
Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi. Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja keamanan,kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.Sebagaimana dikatakan Hani Handoko bahwa pemimpin juga memainkanperanan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untukmencapai tujuan mereka.[12]
Bagaimanapun juga kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan tehnik-tehnik kepemimpinanefektif, Kepemimpinan dalam bahasa inggris disebut leadership berarti .being a leader power of leading . atau the qualities of leader.[13]
Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership telah didefinisikan oleh banyak para ahli antaranya adalah Stoner mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang selain berhubungan dengan tugasnya. Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan manajemen.
Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, penorganisasian , pengawasan dan evaluasi.[14]
Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada dibawahpengawasannya.[15]
Disinilah peranan kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan perilaku bawahan. menurut Handoko kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran.[16]

2. Pendekatan Kepemimpinan
Pendidikan dipandang sebagai suatu proses melalui sistem yang terdiri dari komponen‑komponen yang saling berkaitan, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi kepemimpinan kepala sekolah.
Strategi merupakan pendekatan, cara, dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Selain itu, strategi juga dapat diartikan sebagai jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Sebahagian dari komponen‑komponen atau sub sistem dari pendidikan itu di antaranya adalah pendekatan. Orientasi pendekatan tersebut dititik beratkan kepada usaha pencapaian satu strategi dan beberapa metode yang tepat yang dijalankan sesuai dengan langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal.
Dalam kepemimpinan, terdapat berbagai pendekatan yang dapat digunakan, di antaranya :
a.         Pendekatan paedagogis dan psikologis
Menurut pendekatan ini menuntut agar kita berpandangan bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan yang berada dalam proses perkembangan jasmani dan rohani yang memerlukan bimbingan dan pengarahan. Maka dalam hal ini yang berperan penting di dalamnya adalah pendidikan.
Bimbingan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap bimbingan dan pengarahan terhadap perkembangan jiwa seseorang, karena orientasi kepemimpinan adalah manusia. Sedangkan perkembangan dan pertumbuhan harus didasarkan terhadap, perkembangan psikologis.
Tanpa disadari dengan pandangan psikologis, bimbingan dan arahan bimbingan serta arahan yang bernilai psikologis tidak akan menemukan sasaran yang tepat. Artinya antara bimbingan dan arahan yang sifatnya paedagogis secara tidak langsung telah mengarah pada nilai‑nilai psikologis peserta didik. Dalam hal ini paedagogis dan psikologis saling memperkokoh terhadap perkembangan lebih lanjut.
Dalam pelaksanaannya tidak tertutup kemungkinan adanya rintangan yang bersifat paedagogis dalam diri seseorang. Karena sesungguhnya proses kepemimpinan dalam mentransferkan ilmu manajemen kepada  guru merupakan transfer of knowledge selalu mengalami hambatan‑hambatan jika tidak disiasati dengan teliti. Ini semua disebabkan karena seseorang mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Di antara pendekatan yang mendukung terlaksananya pendekatan psikologis dan paedagogis dalam kepemimpinan adalah :
a.       Pendekatan individual
Sewaktu proses kepemimpinan berlangsung di dalam organisasi, guru sesungguhnya mempunyai gaya yang berbeda‑beda baik cara mengajar, mengungkapkan pendapat, daya serap, tingkat kecerdasan dan sebagainya, yang disebabkan oleh faktor jasmani dan rohaninya.
Perbedaan individual ini memberikan gambaran bahwa dalam proses kepemimpinan, kepala sekolah harus memperhatikan perbedaan individual yang ada dalam diri guru. Dalam hal ini dituntut kepala sekolah dapat memainkan strategi dalam kepemimpinan, jika kepala sekolah tidak mampu memainkan strategi yang bagus, kinerja guru tidak akan pernah jadi kenyataan.
Kepala sekolah harus mampu menguasai hal-hal yang berkenaan dengan organisasi dengan baik dan menghidupkan suasana, karena jika tidak maka organisasi pada waktu itu akan menjadi vakum dan kaku. Oleh karena-nya kepala sekolah  harus bisa mensiasatinya dengan pendekatan individual.
Di antara prosedur yang harus dilalui adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Ambo Andre Abdullah bahwa aspek kompetensi mendorong dan menggalakkan keterlibatan siswa dalam proses  kepemimpinan terdiri atas aktifitas :
1)      Menggunakan prosedur yang melibatkan guru pada setiap kegiatan sekolah
2)      Memberikan kesempatan kepada guru untuk berprestasi
3)      Memelihara keterlibatan guru dalam kegiatan pendidikan
4)      Menguatkan keterlibatan guru untuk memelihara keterlibatan.[17]
Dalam kepemimpinan, kepala sekolah harus mampu mengaktifkan guru selama proses kepemimpinan.
b.      Pendekatan kelompok
Manusia pada hakekatnya adalah homo socius yang mempunyai kecenderungan hidup bersama. Maka potensi seperti ini haruslah ditumbuhkembangkan untuk menumbuhkan rasa jiwa sosial di antara mereka yang tujuannya untuk mengendalikan rasa egois yang ada pada tiap diri masing‑masing individu.
Guru di sekolah harus dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok. Mereka akan menyadari kekurangan yang ada dalam dirinya dan secara perlahan mereka juga akan mau belajar dengan orang yang lebih pintar dari dirinya.
Dalam kepemimpinan, kepala sekolah haruslah mempunyai perencanaan yang matang, karena pendekatan kelompok harus sesuai dengan tujuan, fasilitas yang mendukung, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang akan diberikan guru memang cocok didekati dengan pendekatan kelompok.
Perbedaan individu guru pada aspek biologis, intelektual dan psikologis dijadikan landasan utama pendekatan kelompok. Dengan adanya pendekatan kelompok diharapkan guru lebih mudah lagi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam proses kepemimpinan, kepala sekolah dapat menggunakan pendekatan kelompok dengan memberikan perhatian secara merata kepada setiap guru. Dengan kata lain, kepala sekolah tidak membedakan guru.
c.        Pendekatan bervariasi
Ketika kepala sekolah berhadapan dengan guru yang bermasalah, maka kepala sekolah akan dihadapkan kepada permasalahan guru yang bervariasi. Setiap permasalahan yang dihadapi oleh guru tidaklah sama, terkadang ada perbedaan.
Dalam melaksanakan tugasnya, di antara guru mempunyai motivasi kinerja yang berbeda, ada guru yang berkinerja tinggi, ada guru yang  kinerjanya rendah. Guru yang satu bergairah dalam mengajar, guru yang lain kurang bergairah dalam mengajar.
Permasalahan yang dihadapi guru bervariasi maka pendekatan yang digunakan pun harus bervariasi pula. Permasalahan pendekatan bertolak dari konsepsi bahwa masalah yang dihadapi guru bermacam-­macam.
d.      Pendekatan edukatif
Guru yang melakukan kesalahan yakni mengabaikan tugasnya, misalnya dengan dipanggil di depan guru lainnya atau dengan mengutamakan memberikan peringatan tertulis. Ini adalah sanksi atau hukuman yang tidak bernilai pendidikan, kepala sekolah telah melakukan pendekatan yang salah yaitu pendekatan kekuasaan, akan tetapi pendekatan yang benar bagi kepala sekolah adalah pendekatan edukatif setiap sikap dan tindakan yang dilakukan oleh kepala sekolah bernilai pendidikan, agar mereka dapat menghargai nilai‑nilai norma yang sama, baik norma hukum sosial moral dan norma agama.
Dari berbagai kasus yang terjadi di sekolah, kepala sekolah harus melakukan pendekatan yang ada agar kinerja guru tepat pada sasaran yang dlinginkan. Di samping kepala sekolah melakukan pendekatan individual, kelompok dan pendekatan bervariasi sebagai sarana untuk menunjang pendekatan itu. Pada masing‑masing pendekatan haruslah berdampingan dengan edukatif. Dan semua pendekatan yang diberikan oleh haruslah bernilai edukatif.
e.       Pendekatan pengalaman
Pendekatan ini bertujuan agar guru dapat menarik kesimpulan dari pengalaman yang diberikan kepala sekolah dalam berorganisasi, terutama pengalaman berorganisasi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang dilaluinya. Yang perlu dipertimbangkan dalam pendekatan ini adalah metode meningkatkan kinerja guru berkaitan dengan pengalaman guru. Dalam proses kepemimpinan, kepala sekolah dapat menggunakan pendekatan ini dengan memberikan kesempatan kepada guru untuk dapat menunjukkan kemampuannya.
f.       Pendekatan pembiasaan
Pendekatan pembiasaan ini sangat penting peranannya dalam proses kepemimpinan, pembiasaan yang baik dengan sendirinya akan menuntut guru menunjukkan kinerja yang baik, sebaliknya pembiasaan yang buruk akan membentuk kinerja guru menjadi buruk.
Pendekatan pembiasaan yang dilakukan oleh kepala sekolah tidaklah mudah, kadang‑kadang memerlukan waktu yang lama dalam proses kepemimpinan. Akan tetapi sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sulit untuk mengubahnya, maka penting dalam kehidupan dikembangkan pembiasaan yang sifatnya positif. Pendekatan ini dilakukan dalam kepemimpinan pendidikan, karena dengan pembiasaan itulah diharapkan guru dapat senantiasa menunjukkan kinerja yang tinggi.
g.      Pendekatan emosional
Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan masalah perasaan, seseorang yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah ataupun rohaniyah.[18]  
Di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan sosial dan perasaan harga diri. Dalam kehidupan sehari‑hari, orang yang tergugah perasaannya, emosionalnya tergugah. Orang yang emosional adalah orang yang cepat tergugah perasaannya. Emosi atau perasaan adalah sesuatu yang peka, emosi akan memberi tanggapan bila ada rangsangan baik rangsangan itu sifatnya verbal atau rangsangan yang sifatnya non verbal. Menurut Mazhahiri, emosi yang sifatnya verbal misalnya ceramah, pujian, sindiran, ejekan, cerita, dialog, anjuran, perintah dan sebagainya. Sedangkan rangsangan non verbal dalam bentuk prilaku berupa sikap dan perbuatan.[19]
Dalam kepemimpinan pendidikan, pendekatan emosional sangat penting peranannya dalam meningkatkan kinerja guru. Pendekatan emosional dalam hal ini adalah usaha dalam menggugah emosi  guru dalam meyakini, memahami dan menghayati serta melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. untuk mendukung tujuan dari pendekatan emosional ini. Penggunaan pendekatan dalam proses pembelajaran, guru menggugah perasaan guru bahwa ia mampu melaksanakan tugas yang diberikan kepala sekolah.
h.      Pendekatan melalui nasehat
Memberi nasehat merupakan salah satu metode pembinaan yang sangat penting dalam proses pencapaian tujuan kepemimpinan. Dengan metode ini kepala sekolah dapat mengembangkan pengaruh yang baik ke dalam jiwa guru dengan cara mengetuk jiwa. Bahkan dengan metode pembinaan ini dapat mengarahkan guru kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan.
Nasehat merupakan penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangan kebahagiaan dan manfaat.
Dalam menyampaikan nasehat, kepala sekolah harus meng-gunakan bahasa yang lemah lembut yang dapat menyentuh perasaan guru dan dengan nasehat yang tulus akan berbekas dan berpengaruh ke dalam jiwanya. Dalam meningkatkan kinerja guru, nasehat yang diberikan oleh kepala sekolah hendaknya dilaksanakan dengan cara yang lemah lembut sehingga guru mudah menerimanya.[20]  
i.        Pendekatan melalui pemberian ganjaran dan hukuman 
Pendekatan ganjaran dan hukuman diberikan kepada guru merupakan jalan terakhir yang harus dilakukan oleh kepala sekolah. Dalam memberikan hukuman haruslah mengandung sifat pendidikan dan hukuman baru diberikan apabila pembinaan melalui keteladanan dan nasehat tidak mempan digunakan. Dengan kata lain, pendekatan dengan memberikan ganjaran dan hukuman merupakan metode pembinaan yang sebaiknya dihindarkan penggunaannya, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan.
Dalam penggunaan pendekatan ini, ada beberapa yang harus diperhatikan kepala sekolah, yaitu :
1)      Lemah lembut dan kasih sayang, jadi tidak dengan kebencian.
2)      Menjaga tabiat seseorang yang salah dalam menggunakan hukuman (jangan sampai merusak dan menghancurkan hidupnya).
3)      Dalam upaya memperbaiki, hendaknya dilakukan secara bertahap dan yang paling ringan hingga yang paling keras, dengan :
a)    Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan
b)   Menunjukkan dengan keramah-tamahan.
c)    Menunjukkan kesalahan dengan memberi isyarat.
d)   Menunjukkan kesalahan dengan memberi isyarat.
e)    Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.
f)    Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan setelah diperingati berkali-kali.
g)   Menunjukkan kesalahan dengan memukul.[21]  
Dalam proses pembelajaran, kepala sekolah dapat menggunakan pendekatan pemberian ganjaran dan hukuman manakala pendekatan ini pantas dan patut digunakan. Misalnya; kepala sekolah menegur guru yang tidak masuk mengajar ketika seharusnya guru mengajar, setelah ditegur dan dinasehati beberapa kali namun guru tidak mengindahkan nasehat kepala sekolah.
j.        Pendekatan keagamaan
Sedangkan orientasi dan pendekatan keagamaan ini adalah mencari keridhaan Allah SWT, karena di samping seorang murid, siswa juga adalah makhluk Tuhan yang harus mengabdi kepada Nya, baik pengajaran itu sifatnya ritual keagamaan atau sosial kemasyarakatan.
Pendekatan keagamaan didasarkan kepada pandangan religius yang berpendapat bahwa, pertama, tiap manusia adalah makhluk ber-ketuhanan yang mampu mengembangkan dirinya menjadi manusia yang bertaqwa dan taat kepada Allah Swt. Kedua, proses pendidikan diarahkan pada proses terbentuknya manusia yang dedikatif kepada Allah yang menyerahkan dirinya secara total kepada Allah Swt. Ketiga, proses pendidikan harus diisi dengan materi pelajaran yang mengandung nilai spiritual. Keempat, strategi operasionalisasinya adalah meletakkan manusia didik berada dalam proses pendidikan sepanjang hayat dari sejak lahir sampai meninggal dunia.[22]
Penggunaan pendekatan keagamaan dalam memimpin lembaga pendidikan dapat dilakukan dengan membawa guru kepada nilai-nilai agamis, yang dapat membawa guru tunduk dan patuh kepada Allah.
Selain menggunakan pendekatan di atas, kepemimpinan kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas sekolah juga dapat menggunakan pendekatan berikut ini, di antaranya :
a.       Pendekatan otoriter
Pendekatan otoriter memandang bahwa manajerial pendidikan sebagai suatu pendekatan pengendalian perilaku guru. Pendekatan ini menempatkan kepala sekolah dalam peranan menciptakan dan memelihara ketertiban  sekolah dengan  menggunakan strategi pengendalian. Kepala sekolah bertanggung jawab mengendalikan perilaku guru karena kepala sekolah yang paling mengetahui dan berurusan dengan bawahannya. Tugas ini dilakukan kepala sekolah dengan menciptakan dan menjalankan pertauran dan hukum.
Pendekatan otoriter bukanlah pendekatan yang bersifat bertindak secara tegas, merendahkan guru dan bertindak kasar. Akan tetapi pendekatan otoriter adalah pendekatan yang bertujuan dalam rangka penegakan disiplin dan meningkatkan kinerja.
b.      Pendekatan intimidasi
Pedekatan intimidasi adalah pendekatan yang mengandung manajemen sekolah sebagai proses pengendalian tingkah laku guru. Berbeda dengan pendekatan otoriter yang menekankan perilaku yang manusiawi. Pendekatan ini menuntut peranan kepala sekolah untuk mampu membantu guru memecahkan masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, pendekatan ini menekankan peranan kepala sekolah sebagai pembimbing terhadap guru, di mana kepala sekolah membimbing dan menuntun guru untuk mampu memecahkan masalah yang dihadapinya.
c.       Pendekatan permisif
Pendekatan permisif adalah pendekatan yang menekankan kebebasan guru, karena pendekatan ini akan dapat membantu perkembangan guru secara wajar. Campur tangan kepala sekolah hendaknya seminimal mungkin, dan berperan sebagai pendorong mengembangkan potensi dan meningkatkan kinerja guru. Namun dalam pendekatan ini kepala sekolah perlu menyarankan guru untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat, misalnya diskusi bersama.
d.      Pendekatan instruksional
Pendekatan instruksional didasarkan kepada suatu anggapan bahwa dalam suatu pemecahan masalah dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku guru dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini mengajarkan tingkah laku kepala sekolah dan menghentikan tingkah laku guru yang kurang pada tempatnya.
Peranan kepala sekolah dalam pendekatan ini adalah merencanakan dan mengimpelementasikan pengembangan dan peningkatan kinerja guru dengan baik.
e.       Pendekatan pengubahan perilaku
Pendekatan pengubahan perilaku adalah pengubahan perilaku yang tidak baik menjadi baik, perilaku yang kurang wajar menjadi wajar. Misalnya apabila guru kurang memperhatikan nasehat kepala sekolah pada waktu rapat, maka dalam hal ini kepala sekolah melakukan pendekatan dengan cara yang bijaksana bagaimana guru dapat meningkatkan perhatiannya.
f.       Pendekatan sosio-emosional
Menurut pendekatan ini, lembaga pendidikan merupakan suatu proses menciptakan iklim dan suasana emosional dan hubungan sosial yang positif, artinya ada hubungan timbal balik antara kepala sekolah dan guru, antara guru dengan staf dan dengan anak didik. Dalam pendekatan ini akan muncul kerja sama baik antara kepala sekolah dengan guru maupun antara guru dengan guru lainnya.
Peranan kepala sekolah dalam hal ini adalah menciptakan hubungan pribadi yang sehat, yang akhirnya secara ototmatis mendorong peningkatan kinerja guru. Pendekatan ini dikenal dengan konsep menciptakan persaudaraan di antara sesama.
Dalam menigkatkan kualitas guru dan pegawai di sekolah, perlu dipahami bahwa setiap pemimpin bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi guru dan pegawainya, dan dia sendiri harus berbuat baik. Dalam meningkatkan kinerja guru, kepala sekolah sebagai  pimpinan harus memiliki berbagai kemampuan dalam menggunakan berbagai strategi diantaranya :
a.       Pembinaan disiplin
Seorang pemimpin harus mampu menumbuhkan disiplin, terutama disiplin diri. Dalam kaitan ini, pemimpin harus mampu membantu pegawai mengembangkan pola dan meningkatkan standar perilakunya, serta menggunakan pelaksanaan aturan  sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Disiplin merupakan sesuatu yang penting untuk menanamkan rasa hormat terhadap kewenangan, menamkan kerjasama, dan merupakan kebutuhan untuk berorganisasi, serta untuk menanamkan rasa hormat terhadap orang lain. 
Peningkatan kinerja guru perlu dimulai dengan sikap demokratis. Oleh karena itu dalam membina disiplin perlu berpedoman pada sikap tersebut, yakni dari, oleh dan untuk pegawai.
b.      Peningkatan motivasi
Motivasi merupakan perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.[23] Motivasi merupakan salah faktor yang turut menentukan keefektifan kerja. Para pegawai akan bekerja dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motifasi yang tinggi. Apabila pegawai memiliki motivasi yang positif, ia akan memperlihatkan minat, mempunyai perhatian, dan ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan. Dengan kata lain, seorang pegawai akan melakukan semua pekerjaannya dengan baik apabila ada  faktor motivasi. Dalam kaitan ini pemimpin dituntut untuk memiliki kemampuan membangkitkan motifasi para pegawai sehingga kinerja mereka meningkat.
Ada dua jenis motivasi yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang datang dari dalam diri seseorang sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar diri seseorang.
Berdasarkan pengertian di atas, terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk memotivasi guru agar mau dan mampu meningkatkan kinerjanya, di antaranya guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan.
Tujuan kegiatan harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada guru sehingga mengetahui tujuan bekerja. Guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut. Guru harus selalu diberitahu tentang hasil pekerjaannya dan pemberian hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan. Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita, dan rasa ingin tahu pegawai.
c.       Memberikan penghargaan
Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan kegiatan yang produktif dan mengurangi kegiatan yang kurang produktif. dengan penghargaan, guru akan terangsang untuk meningkatkan kinerja yang positif dan produktif. pengharaan ini akan bermakna apabila dikaitkan dengan prestasi guru secara terbuka sehingga setiap guru memiliki peluang untuk meraihnya. Penggunaan penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat, efektif, dan efisien agar tidak menimbulkan dampak negatif.
Selain menggunakan berbagai pendekatan di atas, kepala sekolah juga dapat menggunakan strategi atau pendekatan lain dalam meningkatkan mutu sekolah, di antaranya :
a.    Pendekatan Sifat
 Pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan. Kepemimpinan dipandang sebagai sesuatu yang mengandung lebih banyak unsur individu. Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan tidak berhasil.
Pendekatan sifat berpendapat bahwa terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensial, pada kepemimpinan yang efektif. Sifat-sifat yang tak terpisahkan ini seperti intelegensi, dianggap bisa dialihkan dari satu situasi ke situasi lain. Karena tidak semua orang memiliki sifat-sifat ini, hanyalah mereka yang memiliki ini yang bisa dipertimbangkan untuk menempati kedudukan kepemimpinan.
Dengan demikian ada seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat bawaan yang membedakannya dari yang bukan pemimpin. Pendekatan ini menyarankan beberapa syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu : 1) kekuatan fisik dan susunan syaraf, 2) penghayatan terhadap arah dan tujuan, 3)antusiasme, 4) keramah-tamahan, 5) integritas, 6) keahlian teknis, 7) kemampuan mengambil keputusan, 8) intelegensi, 9) keterampilan memimpin, 10) kepercayaan.
b.    Pendekatan perilaku
Setelah pendekatan sifat kepribadian tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan, perhatian para pakar berbalik dan engarahkan studi mereka kepada perilaku pemimpin. Studi ini memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain.
c.    Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap, dan persepsi.[24] Pendekatan situasional hampir sama dengan dengan  pendekatan prilaku, keduanya menyoroti perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu.
Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kekepimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan pada situasi tertentu.
Berbagai pendekatan dalam kepemimpinan kepala sekolah sebagaimana dikemukakan di atas merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja guru.
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah teori kepemimpinan dari pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi pendekatan ini masih difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan (leadership style), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada proses dinamika kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu situasi tertentu.
Gaya kepemimpinan ialah pola-pola perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi aktuivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya dapat berubah bagaimana pemimpin mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan bawahannya.
 Para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yaitu gaya dengan orientasi tugas (Task Oriented) dan gaya dengan orientasi karyawan (Employee Oriented).[25] Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan Sifat-sifat Perilaku Situasional Contingency, pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.[26]
Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya tidak dilakukan. Namun pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya gaya kepemimpinan digunakan dalam berinteraksi dengan bawahannya, melalui berinteraksi ini antara atasan dan bawahan masing-masing memilki status yang berbeda. Berinteraksinya dua status yang berbeda terjadi, apabila status pemimpin dapat mengerti keadaan bawahannya. Pada umumnya bawahan merasa dilindungi oleh pimpinan apabila pimpinan dapat menyejukkan hati bawahan terhadap tugas yang dibebankan kepadanya. Cara berinteraksi oleh pimpinan akan mempengaruhi tujuan organisasi. Bawahan umumnya lebih senang menerima atasan yang mengayomi bawahan sehingga perasaan senang akan tugas timbul, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja karyawan.
Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan kondisi bawahan guna pencapaian tujuan organisasi. Gaya yang akan digunakan mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran untuk bekerja sama dan bekerja produktif.Bermacam-macam cara mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu tujuan organisasi.
Pimpinan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi dalam kepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan pengambilan keputusan.
Pola dasar terhadap gaya kepemimpinan yang lebih mementingkan pelaksanaan tugas oleh para bawahannya, menuntut penyelesaian tugas yang dibebankan padanya sesuai dengan keinginan pimpinan. Pemimpin menuntut agar setiap anggota seperti dirinya, menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam melaksanakn tugas-tugasnya. Pemimpin beranggapan bahwa bila setiap anggota melaksanakn tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan dicapai hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing-masing anggota.
Gaya kepemimpinan yang berpola untuk mementingkan pelaksanaan kerjasama, pemimpin berkeyakinan bahwa dengan kerjasama yang intensif, efektif, dan efisien, semua tugas dapat dilaksanakan secara optimal. Pelaksanakan dan bagaimana tugas dilaksanakan berada diluar perhatian pemimpin, karena yang penting adalah hasilnya bukan prosesnya. Namun jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan, tidak ada pilihan lain, selain mengganti pelaksananya tanpa menghiraukan siapa orangnya. Pola dasar ini menggambarkan kecenderungan, jika dalam organisasi tidak ada yang mampu, mencari pengganti dari luar meskipun harus menyewa serta membayar tinggi.
Pemimpin hanya membuat beberapa keputusan penting pada tingkat tertinggi dengan pemahaman yang konseptual. Pemimpin yang efektif dalam organisasi menggunakan desentralisasi dalam membuat keputusannya. Hal tersebut memberikan kewenangan pada bawahan serta melaksanakan sharing dalam  memutuskan suatu keputusan.
a.  Gaya dalam Pendekatan Perilaku Kepemimpinan
Prilaku kepemimpinan cenderung diekspreikan dalam dua gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.[27] Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas menekankan pada pengawasan yang ketat. Dengan pengawasan yang ketat dapat dipastikan bahwa tugas yang diberikan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Gaya kepemimpinan ini lebih menekankan pada tugas dan kurang dalam pembinaan karyawan. Sedangakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan, mengutamakan untuk memotivasi dari mengontrol bawahan, dan bahkan dalam beberapa hal bawahan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan bawahan.
Kedua gaya kepemimpinan tersebut, dapat dirasakan oleh bawahan secara langsung ketika pimpinan berinteraksi dengan bawahannya. Setiap  pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda, karena banyak factor  yang mempengaruhinya. Bawahan pada umumnya cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan atau bawahan, karena merasa lebih dihargai dan diperlakukan secara manusiawi, memanusiakan manusia sehingga kan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dan kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan yang berorintasi  pada tugas, lebih menekankan pada penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan pada karyawan. Pimpinan pada umunya lebih memperhatikan hasil daripada proses. Keadaan tersebut membentuk kondisi tempat kerja menjadi kurang kondusif, karena masing-masing karyawan berkonsentrasi pada tugas yang harus diselesaikan karena terikat waktu dan tanggungjawab.
 b.   Gaya Managerial Grid
Menurut Blake dan Mountoun, ada empat gaya kepemimpinan yang  dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrem[28], sedangkan lainnya hanya satu gaya yang ditengah-tengah gaya ekstrem tersebut. Gaya kepemimpinan dalam managerial grid yaitu: (1) Manajer tim yang nyata (the real team manager), (2) Manajemen club (the country club management), (3) Tugas secara otokratis (authocratic task managers), dan (4) Manajemen perantara(organizational man management).

         c.  Teori Kepemimpinan Situasional
Dalam mengembangkan teori kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif berbeda-beda sesuai dengan kematangan bawahan. Kematangan atau kedewasaan bukan sebagai sebatas usia atau emosional melainkan sebagai keinginan untuk menerima tanggungjawab, dan kemampuan serta pengalaman yang berhubungan dengan tugas. Hubungan antara pimpinan dan bawahan bergerak melalui empat tahap yaitu: (a) hubungan tinggi dan tugas rendah, (b)tugas rendah dan hubungan rendah, (c) tugas tinggi dan hubungan tinggi, dan (d) tugas tinggi dan hubungan rendah.
Pimpinan perlu mengubah gaya kepemimpinan sesuai dengan perkembangan setiap tahap, dan pada gambar di atas terdapat empat tahap. Pada tahap awal, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi, gaya kepemimpina yang berorientasi tugas paling tepat. Pada tahap dua, gaya kepemimpina yang berorientasi tugas masih penting karena belum mampu menerima tanggungjawab yang penuh. Namun kepercayaan dan dukungan pimpinan terhadap bawahan dapat meningkat sejalan dengan makin akrabnya dengan bawahan dan dorongan yang diberikan kepada bawahan untuk berupaya lebih lanjut. Sedangkan pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi bawahan meningkat, dan bawahan secara aktif mencari tanggungjawab lebih besar, sehingga pemimpin tidak perlu lagi bersifat otoriter. Dan pada tahap empat (akhir), bawahan lebih yakin dan mampu mengarahkan diri, berpengalaman serta pimpinan dapat mnegurangi jumlah dukungan dan dorongan. Bawahan sudah mampu berdiri sendiri dan tidak memerlukan atau mengharapkan pengarahan yang detil dari pimpinannya. Pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional sangat tergantung dengan kematangan bawahan, sehingga perlakuan terhadap bawahan tidak akan sama baik dilihat dari umur atau masa kerja.
         d.  Gaya Kepemimpinan Fiedler
Di sini Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan model Kontingensi Kepemimpian yang Efektif(A Contingency Model of Leadership Effectiveness) berhubungan anatar gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi sebagai berikut:
1)  Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi.
   2)   Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan tidak kepastian.[29]
Gaya kepemimpinan diatas, sama dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan dan berorientasi pada tugas, seperti yang telah  dijelaskan sebelumnya. Fiedler mengukur gaya kepemimpinan dengan skala yang menunjukan tingkat seseorang menguraikan secara menguntungkan atau merugikan rekan sekerjanya yang paling tidak disukai (LPC, Least Preferred Co-worker), karyuawan yang hampir tidak dapat diajak bekerjasama dengan orang tadi. Dalam hal ini ditentukan delapan kombinasi yang mungkin dari tiga variabel dalam situasi kepemimpinan tersebut dapat menunjukan hubungan antara pemimpin dengan anggota dapat baik atau buruk, tugas dapat struktur, dan kekuasaan dapat kuat atau lemah. Pemimpin dengan LPC rendah yang berorientasi tugas atau otoriter paling efekif dalam situasi ekstrem, pemimpin mempunyai kekuasaan dan pengaruh amat besar atau mempunyai kekuasaan dan pengaruh amat kecil.
e.       Gaya Kepemimpinan Kontinum.
Tannenbaum dan Schmidt mengusulkan bahwa, seorang manajer perlu mempertimbangkan tiga perangkat kekuatan sebelum memilih gaya kepemimpinan yaitu: kekuatan yang ada dalam diri manajer sendiri, kekuatan yang ada pada bawahan, dan kekuatan yang ada dalam situasi.
 Sehubungan dengan teori tersebut terdapat tujuh tingkat hubungan pemimpin dengan bawahan yaitu: (1) manajer mengambil keputusan dan mengumumkannya, (2) manajer menjual keputusan, (3) manajer menyajikan gagasan dan mengundang pertanyaan, (4) manajer menawarkan keputusan sementara yang masih diubah, (5) manajer menyajikan masalah, menerima saran, membuat keputusan, (6) manajer menentukan batas-batas, meminta kelompok untuk mengambil keputusan, dan (7) manajer membolehkan bawahan dalam batas yang ditetapkan atasan.


          f. Gaya Kepemimpinan menurut Likert
Menurut Likert, bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative management, yaitu keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan komunikasi.[30] Selanjutnya ada empat sistem kepemimpinan dalam manajemen yaitu sebagai berikut:
1)        Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya otoriter (ekspoitiveauthoritive). Pemimpin   hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
2)        Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati (benevalent autthoritive). Pemimpin mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya kepada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah tetapi bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.
3)        Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan yang konsultatif. Pemimpin menentukan tujuan, dan mengemukakan pendapat berbagai ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui proses diskusi dengan para bawahan. Bawahan di sini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.
4)        Sistem 4, dalam sistem ini dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok berparsipatif (participative group). Karena pemimpin dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan bersama. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya bersama atasannya.
Dari keempat sistem diatas, sistem ke 4 mempunyai kesempatan untuk sukses sebagai pemimpin, karena mempunyai organisasi yang lebih produktif.
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan dalam tulisan ini adalah penilaian karyawan terhadap gaya kepemimpinan pemimpin atau atasan dalam mempengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi yang mencakup ke dalam tiga aspek yaitu: gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan, dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan. Gaya kepemimpinan pada tugas terdiri dari empat indikator yaitu: (1) Pengawasan yang ketat, (2) pelaksanaan tugas, (3) memberi petunjuk, dan (4) mengutamakan hasil daripada proses. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan terdiri dari empat indikator yaitu: (1) melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, (2) memberi dukungan, (3) kekeluargaan, dan (4) kerjasama. Dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan terdiri dari empat indikator yaitu: (1) ketekunan bekerja, (2) aktif, (3) pengalaman
          g.   Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS
Dalam Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke disentralistik menuntut proses pengambilan keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk pendidikan dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom seperti itu dapat dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan MBS. Dalam melaksanakan MBS menurut Komite Reformasi Pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis.
Kepemimpinan transformasional dapat dicirikan dengan adanya proses untuk membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran. Dalam kepemimpinan transformasional menurut Burns, pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang  lebih tinggi dan nilai-nilai moral. Masih menurut Burns, kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang didasarkan atas kekuasaan birokratis dan memotivasi para pengikutnya demi kepentingan diri sendiri.
Kepemimpinan transformational mampu mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan cara;  (1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya suatu pekerjaan,(2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuhankebutuhan pengikut pada tarap yang lebih tinggi. Tipe kepemimpinan transformasional dapat sejalan dengan fungsi manajemen model MBS.Pertama, adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama. Kedua, para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi.Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.


  [1] Siagaan, Sondang P, Manajemen Strategik (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), 49.

[2] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 83

[3] Depdiknas RI., Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta : Dirjen Pendidikan Menengah, 1999), h. 65

[4] Depag RI., Kepemimpinan kepala Madrasah, (Jakarta : Dirjen Binbaga, 2001), h. 97

[5] M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991),  h. 43
[6] M. Ngalim Purwanto, Op.cit., h. 62
[7] Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Haji Mas Agung, 1998),  h. 83

[8] Hendiyat Soetopo dan Wasty Sumanto, Kepemimpinan dan Supervisi  Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 1998), h. 96
[9] Hadari Nawawi, Op.cit., h. 86
[10] Handiyat Soetopo dan Wasty Sumanti, Op.cit., h. 86

[11] Imam Dawam Rahardjo, Supervisi Pendidikan, Semarang : Toha Putra, 2002), h. 54
[12] Hani Handoko, Manajemen. (Jakarta : Gramnedia, 1999), h.. 293

[13] AS. Hornby, Oxford Edvanced Dictionary of English. (London: Oxford University, 1990),   h.  481
[14]  Ibid., h. 294

[15] Ibid., h. 486

[16] T.Hani Handoko, Op. Cit,  h. 294

[17] Amvo Andre Abdullah, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Bandung : Sinar Maju, 2008), h. 54
[18] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta : Bina Aksara, 2004), h. 76               

[19] Husain Mazhahiri, Kepemimpinan (Tinjauan Agamis), (Surabaya : Usaha Nasional, 2009), h. 32
[20] Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan, (Jakarta : Aneka Ilmu, 2001), h. 87
[21] Abdullah Nasih Ulwan, Kepemimpinan yang Bermasyarakat, (Semarang : Aneka Ilmu, 2004), h. 48
[22] Ibid., h. 64
[23] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995),h.106
[24] Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan,(Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1996),h.95
[25] Ibid, hal. 299

[26] Ibid., h. 294

[27]  Stoner dan Freeman, op.cit., p. 475.
[28] Robert R Black dan Jane S. Mouton, The New Managerial Grid, Gulf Publishing, Houston, 1978.

[29] T. Hani Handoko, Op. Cit,  h.  311
[30] Thoha, op. cit., pp. 59-61


Tidak ada komentar: