A.
Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah
Sebagai pejabat formal, kepala sekolah mempunnyai tugas tanggung
jawab terhadap atasan, terhadap sesame atasan, terhadap sesame rekan kepala
sekolah atau lingkungan terkait, dan kepada bawahan.
1.
Kepada Atasan
Seorang kepala sekolah mempunnyai atasan langsung, karena
kedudukannya yang terikat kepada atasan/sebagai bawahan, maka seorang kepala
sekolah:
a)
Wajib loyal dan melaksanakan apa yang digariskan oleh atasan
b)
Wajib berkonsultasi atau memberikan laporan mengenai pelaksanaan
tugas yang menjadi tanggung jawabnya
c)
Wajib selalu memelihara hubungan yang bersifat hirarki antara
kepala sekolah dan atasan
2.
Kepada sesama rekan kepala
sekolah atau instansi terkait
a)
Wajib memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan para sekolah
yang lain
b)
Wajib memelihara hubungan kerja sama yang sebaik baiknya dengan
lingkungan, baik dengan instansi terkait maupun tokoh-tokoh masyarakat dan BP3
3.
Kepada bawahan
Kepala
sekolah berkewajiban menciptakan
hubungan yang sebaik-baiknya dengan para staf, dan siswa, sebab esensi kepemimpinan adalah kepengikutan.
Peran
kepala sekolah sebagai pejabat formal, secara singkat dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a.
Kedudukan sebagai pejabat formal, kepala sekolah diangkat dengan
surat keputusan oleh atasan yang mempunnyai kewenangan dalam pengangkatan
sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
b.
Sebagai pejabat formal memiliki tugas dan tangung jawab yang jelas
serta hak-hak dan sanksi yang perlu dilaksanakan dan dipatuhi.
c.
Sebagai pejabat formal kepala sekolah secara hierarkis mempunnyai
atasan langsung, atasan yang lebih tinggi dan memiliki bawahan
d.
Sebagai pejabat formal kepala sekolah mempunnyai hak kepangkatan,
gaji dan karier.
e.
Sebagai pejabat formal kepala sekolah terikat oleh kewajiban,
peraturan, serta ketentuan yang berlaku.
f.
Sebagai pejabat formal kepala sekolah berkewajiban dan bertangung
jawab atas keberhasilan sekolah mencapai tujuan/misi.
g.
Sebagai pejabat formal jabatan kepala sekolah adalah suatu ajabatn
formal yang perlu dibatasi masa pengabdiannya.
h.
Sebagai pejabat formal karier kepala sekolah dapat dikembangkan ke
jabatan yang lebih tinggi
i.
Sebagai pejabat formal jabatan kepala sekolah sewaktu-waktu dapat
diganti, diberhentikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
B.
Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
1.
Pengertian Supervisi
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesional guru adalah melalui
supervisi, baik oleh kepala sekolah maupun oleh supervisor yang khusus untuk itu.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan sistem pendidikan nasional, supervisi terhadap
guru merupakan salah satu perwujudan upaya pengawasan sebagaimana tercantum dalam pasal 52 undang-undang nomor
2 tahun 1989. Penjelasan tersebut menyatakan bahwa :
Pemerintah berkewajiban membina perkembangan pendidikan nasional
dan oleh sebab itu wajib mengetahui keadaan satuan dan kegiatan pendidikan baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat. Pengawasan
lebih merupakan upayauntuk memberikan bimbingan, binaan, dorongan dan
pengayoman bagi satuan pendidikan yang bersangkutan yang dang diharapakan terus
menerus dapat meningkatkan mutu pendidikan maupun pelayanannya.[1]
Istilah supervisi telah lama dikenal dan di bicarakan dalam dunia
pendidikan, terutama di negara-negara maju. Supervisi dipandang sebagai suatu
pendekatan yang sangat sesuai dalam dunia pendidikan yang demokratis untuk
memberikan bimbingan dan pelayanan
kepada guru-guru agar dengan kemampuan dan kemauan sendiri dapat meningkatkan
keterampilan dan profesi mereka.
Konsep bimbingan atau pelayanan profesional bagi guru-guru yang
berorientasi pada usaha-usaha membantu
guru memperbaiki sistem pengajaran merupakan perwujudan praktek supervisi.
Di Indonesia sekalipun istilah supervisi pendidikan telah lama
dikenal, nampaknya masih terdapat keragaman pendapat dalam menafsirkan istilah
tersebut. Tentu saja keadaan itu akan menimbulkan implikasi yang baerbeda pula
dalam praktek pelaksanaannya. Bagian berikut ini akan menjelaskan berbagai
konsep tentang supervisi, sehingga
diharapkan memperoleh suatu kerangka acuan tentang pengertian supervisi
pengajaran.
Istilah supervisi tidak hanya dijumpai dalam organisasi pendidikan,
akan tetapi secara lebih popular dan telah lama dikenal dalam lingkungan
organisasi industri dan perusahaan. “Dalam organisasi perusahaan dan industry
kegiatan supervisi mempersoalkan hubungan antara supervisor dengan pekerja
(employers), sedangakan dalam organisasi pendidikan kegiatan supervisi
mempersoalkan hubungan antara supervisor dengan guru-guru”.[2]
Dalam organisasi pendidikan istilah supervisi sudah lama dikenal
dan dibicarakan, yang maknanya sebagai pelayanan yang berorientasi kepada
perbaikan pengajaran. Kegiatan supervisi menaruh perhatian pada usaha
mengembangkan kegiatan belajar mengajar dengan memperhatikan berbagai faktor
yang mempengaruhinya, seperti guru, murid, kurikulum, alat dan buku-buku
pengajaran serta kondisi lingkungan sosial dan fisik yang mempengaruhi proses belajar
mengajar.
Djam’an Satori menegaskan: “Supervisi sebagai usaha yang sistematis
dan terus menerus dalam rangka memberikan dorongan, motivasi dan mengarahkan
pertumbuhan professional guru-guru”.[3]
Dengan cara demikian guru-guru dapat bekerja lebih efektif dalam mencapai
tujuan-tujuan pendidikan bagi murid-murid yang menjadi tanggung jawabnya.
Kimbal Wiles sebagaimana dikutip oleh Oteng Sutisna mengemukakan
supervise adalah: “Bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar yang
lebih baik, suatu kegiatan pelayanan yang disediakan untuk membantu para guru
menjalankan pekerjaan mereka dengan lebih baik”.[4]
Made Pidarta mengemukakan bahwa supervisi adalah: ”Suatu Proses
pembimbingan dari pihak atasan kepada guru dan para personalia sekolah lainnya
yang langsung menanggani belajar para siswa, untuk memperbaiki situasi belajar
mengajar, sehingga para siswa dapat belajar secara efektif dengan prestasi
belajar yang semakin meningkat”.[5]
Ben M. Haris, mengemukakan: Supervion of instruction is what scool
personnel do with adults and things to maintain or change the school operation
is way that directly influence the teaching processes employed to promote pupil
learning. Supervision is highly instruction-related but not highly pupil
related. Supervision is a majors function of the school operation, not task or
a specific job or a set of technigues. Supervision of instruction is directed
toward both maintaining and improving the teaching-learning processes of the
school.[6]
Batasan yang dikemukakan oleh Ben M. Harris di atas mengandung
pengertian:
1.
Supervisi berhubungan erat dengan kegiatan pengajaran, namun tidak
berhubungan langsung dengan murid.
2.
Supervisi berfungsi untuk kelancaran pelaksanaan proses belajar
mengajar di sekolah untuk mencapai tujuan hasil yang lebih baik.
3.
Supervisi pengajaran bertujuan untuk mengadakan pemeliharaan dan
perbaikan pelaksanaan proses belajar mengajar.
Dalam buku administrasi pendidikan: dasar teoritis untuk praktek
professional, Oteng Sutisna mengemukakan rumusan yangsenada dengan batasan yang
dikemukakan di atas sebagai berikut: “Supervisi ialah suatu bentuk pelayanan,
bantuan professional atau bimbingan bagi guru-guru membangun program latihan
dalam jabatan untuk meningkatkan keterampilan guru, dan membantu guru
meningkatkan kemampuannya”.[7]
Menurut Ibrahim Bafadal, Supervisi pengajaran adalah “Serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar
mengajar demi mencapai tujuan pengajaran”.[8]
Selanjutnya Alfonso dan kawan-kawan mengemukakan :”Instructional
supervision is herein defined as : Behafior officially designated by the
organization that directly affects teacher behavior in such a way as to
facilitate pupil learning and achieve the goals of the organization”[9]
ungkapan ini mengandung makna bahwa : supervisi
pengajaran adalah perbuatan yang secara langsung mempengaruhi tingkah
laku guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana proses belajar
mengajar, dan melalui pengaruhnya tersebut bertujuan untuk mempertinggi
kualitas belajar murid demi pencapaian tujuan organisasi (sekolah) yang tinggi
pula.
Berdasarkan beberapa rumusan pengertian supervisi seperti
disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi merupakan pelayanan atau
bimbingan professional bagi guru-guru. Bimbingan dan pelayanan professional
dimaksud adalah segala bentuk usaha yang sifatnya memberikan bantuan, dorongan
dan kesempatan kepada guru-guruuntuk meningkatkan kemampuan profesinya agar
mereka dapat melasanakan tugas mengajarnya dengan lebih baik, yaitu memperbaiki
proses belajar mengajar dan meningkatkan mutu hasil belajar murid. Kualitas
hasil belajar murid ini erat kaitannya dengan kemampuan dan keterampilan
mengajar guru. Hal ini sesuai dengan rumusan supervise pengajaran yang
dikemukakan Alfonso, bahwa dengan meningkatnya kemampuan guru akan mempertinggi
kualitas belajar murid sehingga tujuan sekolah akan tercapai.
Peningkatan kualitas mengajar guru tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain : penetaran, lokakarya, seminar, kunjungan kelas,
pertemuan individual, pemberian brosur-brosur dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang bertujuan meningkatkan professional guru.
2.
Fungsi Supervisi Pengajaran
Made Pidarta, membagi fungsi supervisi ke dalam dua bagian, yaitu
fungsi utama dan fungsi tambahan, yaitu:
1)
Fungsi utama ialah membantu sekolah yang sekaligus mewakili
pemerintah dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yaitu membantu perkembangan
individu para siswa
2)
Fungsi tamabahan ialah membantu sekolah dalam membina guru-guru
agar dapat bekerja dengan baik dan dalam mengadakan kontak dengan masyarakat
dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat serta memelopori
kemajuan masyarakat.[10]
Wiles dan Lovell mengemukakan tujuh
macam supervisi, yaitu:
1.
Goal
development.
2.
Program
development.
3.
Control
and coordination.
4.
Motivation.
5.
Problem
solving.
6.
Professional
development.
7.
Evalution
of education outcome.[11]
Ketujuh sasaran
kegiatan supervisi yang dikemukakan Willes di atas adalah : (1) pengembangan
tujuan, (2) pengembangan program, (3) control dan koordinasi, (4) motivasi, (5)
pemecahan masalah, (6) pengembangan profesi, dan (7) evaluasi hasil pendidikan.
Sahertian dan
Mataheru yang mengutip pendapat Swaeringen, mengemukakan delapan fungsi
supervisi, yaitu:
1.
Mengkoordinasikan
semua usaha sekolah.
2.
Memperlengkapi
kepemimpinan sekolah
3.
Memperluas
pengalaman guru-guru.
4.
Menstimulasikan
usaha-usaha yang kreatif.
5.
Memberikan
fasilitas dan penilaian yang terus menerus.
6.
Menganalisa
situasi belajar mengajar.
7.
Memberikan
pengetahuan dan skill kepada setiap anggota staf.
8.
Mengintegrasikan
tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan mengajar guru.[12]
Selain pendapat
diatas, Oteng Sutisna mengelompokkan fungsi supervisi kepada empat macam,
yaitu: “(a) supervisi sebagai penggerak perubahan, (b) supervisi sebagai
program layanan untuk memajukan pengajaran, (c) supervisi sebagai keterampilan
dalam hubungan manusia, dan (d) supervisi sebagai kepemimpinan kooperatif”.[13]
Keempat fungsi tersebut dijelaskan
secara singkat sebagi berikut:
a. Supervisi Penggerak Perubahan
Kegiatan
pendidikan khususnya kegiatan belajar mengajar di sekolah ditujukan untuk
menghasilkan perubahan prilaku peserta didik, baik secara individual maupun
secara kelompok. Hal ini ditegaskan oleh undang-undang Nomor 2 tahun 1989
tentang sistem pendidikan nasional : “ pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional”.[14]
Penegasan
undang-undang tersebut pada hakekatnya mengandung makna bahwa pendidikan itu
adalah kegiatan untuk menghasilkan suatu perobahan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Untuk itu supervisor pengajaran dituntut dapat mendorong
imajinasi dan kreatifitas guru dalam menggalakkan perubahan, yaitu meningkatkan
profesional guru dengan bimbingan, pelatihan pengajaran, diskusi dan lain
sebagainya.
b. Supervisi Memajukan Pengajaran
Sasaran utama
supervisi pengajaran adalah memperbaiki dan memajukan pengajaran. Untuk itu
maka pelayanan supervisi pengajaran didasarkan kepada perencanaan yang mantap,
sistematis, rasional, dan dapat dilaksanakan.
Keberhasilan
pendidikan sangat ditentukan oleh peran guru, karena guru memegang posisi kunci
dalam pelaksanaan pengajaran disekolah. Untuk dapat berperan sebagai pendidik
yang mampu membimbing, memberi pelayanan kepada peserta didik dibutuhkan tenaga
pendidik yang professional.
Dalam
penyusunan program pelayanan supervisi Oteng Sutisna menawarkan dua cara
mendekati masalah, yaitu:
Pertama pendekatan secara umum dan
berjangka panjang tertuju pada perbaikan seluruh pekerjaan guru secara serempak, yang dilakukan supervisor dan
guru-guru secara kooperatif. Konperensi, rapat kerja yang diikuti para
pengawas, kepala sekolah dan guru menghasilkan rencana-rencana pembaharuan dan
penyempurnaan kurikulum serta kebijakan-kebijakan pelaksanaannya. Cara yang
kedua, adalah supervisi secara memusat, memusatkan pada bidang yang sangat
terbatas, mungkin pada satu kelas saja, atau pada satu sekolah saja, berupa
bantuan khusus kepada guru perorangan, yang sering disebut supervisi langsung.[15]
Dengan
pelayanan supervisi yang dilakukan secara langsung supervisor dapat mengamati
kegiatan guru, dan pertemuan secara individual membantu guru yang bersangkutan
membuat perubahan-perubahan yang diperlukan.
c. Supervisi Membina Hubungan Manusia
Supervisi
sebagai keterampilan dalam membina hubungan antara manusia menitik beratkan
kepada unsur pelakunya. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa tidak selalu
penguasaan pengetahuan, latar belakang pendidikan, terampil dalam bidangnya,
belum merupakan jaminan keberhasilan pekerjaan karena sikap yang bersangkutan
ikut mempengaruhi produktivitas kerjanya.
Untuk
mewujudkan sikap positif dalam bidang tugas diperlukan hubungan yang akrab
secara mendalam antara guru dan supervisor pengajaran, hubungan antara guru dan
kepala sekolah, antara sesama guru sehingga dapat melahirkan kerjasama yang
tinggi dan proses belajar mengajar yang berkualitas.
Oleh
karena itu pelayanan supervisi pengajaran, tidak dapat mengenyampingkan
hubungan insan yang akrab dan harmonis diantara personil sekolah, terutama
antara pengawas pendidikan dengan para guru, sehingga berbagai masalah dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar dapat diatasi dan dicarikan permasalahannya
d. Supervisi Meningkatkan Kerjasama
Keterlibatan
berbagai pihak dalam pelaksanaan supervisi seperti pengawas pendidikan, guru
dan kepala sekolah menunjukkan bahwa tanggung jawab supervisi tidak berada di
satu tangan, seperti pada pengawas pendidikan atau kepala sekolah saja, tetapi
mereka merupakan kepemimpinan kolektif.
Untuk
mewujudkan kepemimpinan kolektif dalam supervisi dapat ditempuh dengan mengikut
sertakan guru-guru dalam penyusunan program supervisi dan program sekolah.
Melalui
supervisi, supervisor dapat bekerjasama memecahkan kesulitan yang mereka hadapi
dan menyertakan guru-guru dalam merumuskan tujuan yang akan dicapai.
Berdasarkan
pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi
supervisi pengajaran adalah berusaha
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan
guru dalam meningkatkan mutu pelajaran.
3. Tujuan Supervisi Pengajaran
Untuk memahami
tujuan supervisi pengajaran, berikut ini dikemukakan pandangan beberapa pakar:
Kimbal Wiles mengungkapkan tujuan
supervisi adalah untuk: “assistance
in development of better teaching-learning situation”[16]
Pendapat
tersebut menunjukkan bahwa tujuan supervisi
pengajaran untuk membantu guru dapat melaksanakan proses belajar
mengajar secara baik. Bantuan yang dimaksud adalah bantuan profesional yang
memungkinkan guru dapat merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi proses belajar
mengajar secara efektif dan efisien.
Oteng Sutisna
dalam bukunya Supervisi dan administrasi Pendidikan mengemukakan tujuan
supervisi adalah: membantu para guru
memperoleh arah diri dan belajar memecahkan masalah sendiri masalah-masalah
yang mereka hadapi, dan mendorong mereka kepada kegiatan-kegiatan untuk
menciptakan situasi-situasi dimana murid dapat belajar dengan efektif.[17]
Dari ungkapan
ini dapat disimak bahwa tujuan supervisi
pengajaran adalah untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan serta
ketrampilan mengajar guru agar dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik.
Tujuan supervisi pengajaran juga tercermin pada definisi supervisi pengajaran
yang dikemukakan Alfonso sebagaimana telah dikutip pada sub bahasan pengertian
supervisi pengajaran di muka (halaman..)
yang mengandung makna: (1) bahwa supervisi pengajaran adalah perbuatan secara
langsung mempengaruhi prilaku dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana
proses belajar mengajar, (2) bahwa supervisi pengajaran melalui pengaruhnya
terhadap prilaku guru, bertujuan untuk mempertinggi mutu belajar murid demi
mencapai hasil yang tinggi pula.
Kemampuan memadukan kedua sumber prilaku pengajaran
tersebut dalam usaha memberikan pembinaan professional kepada guru-guru sangat
dibutuhkan oleh supervisor untuk terwujudnya tujuan supervisi pengajaran.
“Menurut Hadari Nawawi, tujan
supervise adalah untuk menilai kemampuan guru sebagai pendidik dan mengajar
dalam bidang masing-masing guna membantu mereka melakukan perbaikan-perbaikan
bilamana diperlukan dengan menunjukkan kekurangan-kekurangannya agar diatasi
dengan usaha sendiri, dengan keadasaran sendiri itu berusaha untuk berkembang
dan tumbuh menjadi guru yang lebih cakap dan lebih baik dalam menjalankan
tugas-tugasnya.”[18]
“Dalam buku
pedoman supervisi dan pembinaan professional guru sekolah dasar
dikemukakan: supervisi/pembinaan
professional guru dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru
dalam melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari, yaitu mengelola proses belajar
mengajar dengan segala aspek pendukungnya sehingga berjalan dengan baik, supaya
tujuan PBM khususnya dan tujuan pendidikan dasar umumnya tercapai secara
optimal”.[19]
Berdasarkan
rumusan pendapat diatas dapat dikatakan bahwa tujuan suervisi dalah melakukan
pembinaan professional guru untuk meningkatkatkan kemampuan dan keterampilan
mengajar mereka serta kualitas proses
belajar mengajar dan tercapainya tujuan pembelajaran.
Supervisi
pengajaran tidak hanya memberikan bantuan kepada guru dengan menunjukkan
kelemahan dan kekurangan mereka, tetapi juga berupaya memahami dan peka
terhadap tujuan sekolah (organisasi).
Untuk
mewujudkan tujuan supervisi pengajaran tersebut secara optimal, maka seorang
supervisor pengajaran harus memiliki sejumlah kompetensi agar ia dapat menjalankan
perananya dengan efektif. Pertama, ia harus memiliki kemampuan tekhnis
(technical competence), yaitu kemampuan yang berkaitan dengan pekerjaan
orang-orang yang dibinanya. Tanpa penguasaan bidang itu seseorang tidak mungkin
menjadi supervisor yang efektif, sekalipun ia menguasai kecakapan lainnya. Hal
ini berati bahwa supervisor pengajaran harus memiliki pengetahuan yang
memadai mengenai aspek-aspek yang
menyangkut proses belajar mengajar, seperti cara merumuskan tujuan
instruksional, memahami prinsip-prinsip psikologi perkembangan anak,
mengimplementsikan perencanaan program pengajaran termasuk memilih dan
mengunakan metode mengajar yang cocok, cara-cara meningkatkan aktifitas belajar
murid, cara-cara pengorganisasian kelas, memilih dan mengunakan alat-alat bantu
mengajar dan menilai hasil belajar murid-murid.
Dengan memiliki
pengetahuan memadai mengenai hal-hal tersebut di atas, supervisor pengajaran
dapat menilai kualitas pekerjaan guru dengan demikian ia dapat memberikan
bantuan yang dibutuhkan. Kompetensi lain yang harus dimiliki supervisor
pengajaran adalah “managerial competence”, yaitu : “The ability to
provide conditions and promote the behavior for the achievement of the
objective of supervision”.[20]
Kompetensi
tersebut di di atas dicerminkan pada
keterampilan supervisor dalam bergaul, mengadakan hubungan dengan orang-orang
yang bekerja sama dengannya. Dengan demikiam seorang supervisor pengajaran akan
dinilai efektif apabila ia dapat memepengaruhi guru-guru untuk melakukan esuatu
sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh supervisor, dan pada saat yang sama
guru-guru menunjukkan motivasi yang
tinggi dalammelakukan kegiatan belajar mengajar tanpa ada keterpaksaan untuk
memperoleh kecakapan seperti itu.
Kompetensi lain
yang harus dimiliki oleh seorang supervisor
adalah kekuasaan (power), Power diartikan “intentional force”
yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan mempengaruhi orang lain.
Disamping
kompetensi dan power yang dimiliki oleh supervisor pengajaran, ia juga
mempunyai sifat-sifat pribadi dan professional yang dapat diobservasi dan
dirasakan oleh guru-guru. Sifat-sifat pribadi yang perlu dimiliki dan
dikembangkan oleh seorang supervisor pengajaran menurut Wiles adalah sebagai
berikut :
1.
The
ability to win respect and condifidence.
2.
The
empathy and sensitivity.
3.
Enthusiasm.
4.
Feeling
of adequacy, that is, the supervisor is likely to be optimism, self confident and parsisten in the
face of advercity.
5.
Originality.
6.
Sense
of humor.
7.
Sense
of relative value of education aims.
8.
Sincerity,
that is, the comitmen to the task of instructional improvement, the integrity
in dealing with others and the respect for the individuality of co-workes.[21]
Kedelapan sifat-sifat pribadi yang dimiliki oleh seorang
supervisor, sebagai bentuk kompetensi professional yang bersangkutan adalah :
(1) kemampuan untuk mendapatkan perhatian dan kepercayaan diri, (2) empati dan
kepekaan, (3) antusias (bergairah), (4) perasaan sangup (mampu), yakni
supervisor itu tampak optimis, percaya diri dan gigih dalam mengahadapi
kesulitan, (5) orisinalitas (keaslian), (6) mempunnyai rasa humor, (7)
mempunnyai pandangan tentang nilai-nilai tujuan pendidikan yang relatif, dan
(8) ketulusan hati, yakni memiliki komitmen terhadap tugas-tugas perbaikan pengajaran,
memiliki integritas dalam berhubungan dengan orang lain dan respek terhadap
kepribadian (individualitas) teman sejawat.
Kompetensi yang telah disebutkan di atas patut menjadi perhatian
dan dikuasai oleh seorang supervisor, jika dalam melaksanakan tugasnya ingin
mendapatkan hasil yang optimal.
Program
dan struktur Organisasi
1.
Program
Sebagaiamana telah disingung pada uraian terdahulu bahwa supervisi
pengajaran yang diberikan di sekolah-sekolah diarahkan dalam upaya peningkatan
mutu pembelajaran guru yang akhirnya menghasilkan kualitas pendidikan pada
umumnya.
Menginggat peran dan fungsi supervisor demikian strategis, maka
sudah seharusnya seorang supervisor memahami dan mengetahui sedemikian rupa
lingkup kegiatan yang menjadi tugasnya. Lingkup kegiatan yang menjadi tugas
dimaksud antara lain tercakup dalam bentuk-bentuk program bantuan supervisi
pengajaran seperti yang dikemukakakan oleh Subari, yaitu :
(1)bantuan dalam tujuan pendidikan, (2) bantuan dalam sumber
pengajaran, (3) bantuan dalam memilih buku pelajaran, (4) bantuan dalam membuat
persiapan pengajaran, (5) bantuan dalam memahami metodologi pengajaran, (6)
bantuan dalam mengunakan alat peraga, (7) bantuan dalam pembentukan school
public relation, (8) bantuan dalam ikut menciptakan “staf harmony”, (9) bantuan
dalam mengenal kebutuhan murid, (10) bantuan dalam menciptakan disiplin
sekolah, (11)bantuan dalam mengevaluasi hasil belajar.[22]
Dalam panduan tugas jabatan fungsional pengawas pendidikan agama
islam secara khusus dikemukakan bahwa seorang supervisor/pengawwas pendidikan
agama Islam hendaknya mencermati hal-hal berikut : (1) persiapan mengajar yang
dilakukan guru, (2) pelakasanaan belajar mengajar (KBM), (3) pemanfaatan
sarana, alat atau media pembelajaran, (4) penggunaan pendekatan, metode dan
tekhnik belajar mengajar, dan (5) evaluasi/penilaian proses dan ahsil belajar
siswa.[23]
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa fungsi dan kedudukan seorang
supervisor pengajaran sangat sarat dalam bersentuhan dengan tugas-tugas
kepengajaran. Artinya supervisor yang ingin berhasil dalam melaksanakan fungsi
dan kedudukannya mau-tidakmau dituntut memahami dan menguasai tugas-tugas
kepengajaran dimaksud. Supervisor yang tidak mau memahami, dan bahkan tidak
peduli terhadap tugas-tugas kepengajaran dimaksud jelas akan menemui kesulitan
dan kegagalan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Apalagi kalau
proses-proses dalam penetapan dan
pengangkatan seoarang supervisor hanya sekedar untuk melakukan tindakan
penyelamatan, dalam arti memperpanjang masa kerja kepegawaian, ini tentu akan
lebih memperparahketidak tercapainnya tujuan supervise pengajaran tersebut.
4.
Teknik Supervisi Pengajaran
Supervisi tidak
mungkin dpat dilaksanakan sepenuhnya oleh pengawas pendidikan, karena pengawas
belum tentu menguasai seluruhnya bidang studi yang ada disuatu sekolah , maka
untuk itu dikembangkan strategi supervisi.
Strategi
yang dapat dikembangkan adalah supervisi langsung dan tidak langsung. Supervisi
langsung, dilaksanakan secara lansung terhadap guru-guru, berupa pertemuan
pribadi, konsultasi, rapat kelompok, dan kunjunagan kelas . sedangkan supervisi
tidak lansung adalah dengan mendayagunakan orang atau sarana lain, seperti
bantuan dari guru senior, guru sejawat, guru bidang studi diberi kesempatan
berkonsultasi dengan pihak-pihak yang dipandang memiliki keahlian, dalam tugas
kesupervisian.
[1]
Departemen Pendidikan dan Kebudyaan, Undang-undang
RI No. 2 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka,
1999), h. 75-76.
[2]
Djam’an Satori, Efektifitas Sistem
Supervisi Sekolah dalam Rangka Pembinaan Professional Guru, (Bandung: IKIP,
1995) h. 11
[4]
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan,
Dasar Teoritis Untuk Praktek Professional, (Bandung: Angkasa, 1993), cet.
Ke. 10, h. 264.
[5]
Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi
Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. Pertama, h. 5.
[6] Ben
M. Harris, Supervisory Behavior in Education, (Yersey :Prentice-hall,
Inc., Englewood Cliffs, 1985), Second Edition,
p.10.
[7]
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan, h. 264.
[8]Ibrahim
Bafadal, Supervisi Pengajaran, Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), cet. Pertama, h. 27.
[9]
Alfonso, R.J., Firt, G.R., Neevile, R.F., Instructional Supervision : A
Behavior System, (Boston : Allyn and Bacon, Inc., 1981), h.43.
[10]
Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi, h. 15.
[11]
Kimbal Wiles dan John T. Lovell, Supervision
for Better School, (New Yersey: Pritice-Hall, Inc. Englewood-cliffs, 1975),
Fourt Edition, p. 8.
[12]
Piet A.Sahertian dan Frans Mataheru, Tekhnik
dan Supervisi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 26.
[13]
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan,
h. 277-284.
[14]
Departemen Pendidikan dan Kebudyaan, Undang-undang
Pendidikan Nasional, h. 9.
[15]
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan, h. 280-281.
[16]
Kimbal Wiles dan Jhon T. Lovell, Supervision
for Better School, h. 8.
[17]
Oteng Sutisna, Supervisi dan
Administrasi, (Bandung : Jemmars, 1979), h. 69.
[18]
Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : haji masagung, 1992),
cet Ke 8, h. 105.
[19]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman Supervisi Dan Pembinaan
Professional Guru Sekolah Dasar, (Jakarta : 1989), h. 4.
[20]
Djam’an Satori, Efektifitas Supervisi, h. 39.
[21]
Kimbal Wiles dan Jhon T. Lovell, Supervision, for Better School, h. 41.
[22] Subari,
Supervise Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), cet. Pertama, h.
11.
[23]
Dirjen Binbaga Islam, Panduan Tugas Jabatan Fungsional Pengawas pendidikan
Agama Islam, (Jakarta : 1999/2000), h. 4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar