Cari Blog Ini

Kamis, 31 Mei 2018

Guru


A.    Guru
Sebagaimana telah dibahas pada pembahasan sebelumnya guru atau pendidik menurut UU Sisdiknas no.20 tahun 2003 Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1 guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”[1]
Guru sebagai tenaga profesional, menjadi ujung tombak keberhasilan penerapan kurikulum dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan  pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Rusman memberikan kriteria-kriteria dari kompetensi-kompetensi tersebut, yaitu:
1)      Kompetensi pedagogik
Adapun kriteria kompetensi pedagogik guru yaitu :
a.       Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
b.      Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c.       Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
d.      Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
e.       Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
f.       Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g.      Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik.
h.      Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar ; memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
i.        Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. [2]
2)      Kompetensi kepribadian
Kriteria kompetensi kepribadian guru meliputi :
a.       Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional Indonesia.
b.      Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
c.       Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
d.      Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e.       Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.[3]
3)      Kompetensi sosial
Kriteria kompetensi sosial meliputi :
a.       Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
b.      Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
c.       Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
d.      Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
4)      Kompetensi profesional
Adapun kompetensi profesional guru yaitu :
a.       Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
b.      Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
c.       Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.
d.      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.[4]

Jika guru telah memenuhi semua kriteria tersebut, akan terwujudnya keefektifan dan keefisienan proses belajar mengajar sebagai usaha untuk perwujudan tujuan pendidikan. Kedudukan guru sebagai pelaksana pendidikan di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 11 tahun 2011 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[5]
Guru dalam kapasitasnya sebagai seorang pendidik yang secara langsung berinteraksi dengan peserta didik, pihak utama dalam pengimplementasian kurikulum pada proses belajar mengajar, dihadapkan pada permasalahan yang kompleks. Oleh sebab itu keprofesionalan guru dengan berbagai kompetensinya dituntut mampu menghantarkan peserta didik ke ranah tujuan pendidikan Islam.
Menurut Ramayulis tujuan pendidikan Islam itu luas yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotorik, konatif dan performance. Konatif, berhubungan dengan motivasi atau dorongan dari dalam atau disebut niat, sebagai titik tolak peserta didik untuk melakukan sesuatu. Sedangkan performance adalah kualitas/kinerja yang dilakukan seseorang, misalnya ranah tujuan ibadah shalat. Ranah kognitif yaitu pengetahuan tentang shalat, ranah konatif adalah niat (motivasi) melaksanakan shalat, ranah psikomotor pengamalan shalat, ranah afektif, pengaruh shalat terhadap mental dan ranah performance seperti khusu’ tawadhu’tuma’ninah di dalam pelaksanaan shalat.[6]

1.      Guru profesional
Proses belajar mengajar bukan sekedar kegiatan pentransformasian ilmu, pewarisan kebudayaan dan pewarisan nilai-nilai, tapi suatu proses pengembangan, peningkatan  potensi-potensi dan perubahan prilaku peserta didik, baik pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor, serta penginternalisasian nilai-nilai agama kepada peserta didik. Pada kegiatan pembelajaran terjadi interaksi antara manusia dewasa yang sudah memiliki kematangan dari segi fisiologis dan psikologis, dengan manusia belum dewasa, serta interaksi antar manusia belum dewasa  yang memiliki berbagai perbedaan, baik pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Tentunya hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan belajar mengajar bukanlah suatu hal yang sederhana, karena dalam satu situasi terjadi interaksi antara sejumlah manusia (peserta didik) dengan segala perbedaan, dihadapi oleh satu orang manusia (guru).
Kegiatan belajar mengajar harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi-kompetensi yang dapat membantu tercapainya tujuan dari pembelajaran tersebut, dan mampu menciptakan pembelajaran/pengajaran yang efektif. Menurut Dunkin dalam David Kember, ada 4 dimensi pembelajaran efektif yaitu Structuring learning, motivating learning, encouraging activity and independence, and establishing interpersonal relationships.[7] Dalam hal ini Dunkin memandang bahwa pembelajaran yang efektif merupakan pembelajaran yang terstruktur, pembelajaran yang mampu memberikan motivasi, kegiatan yang memberikan dorongan dan mandiri dan membangun hubungan interpersonal.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka guru sebagai seorang pendidik sangat dituntut keprofesionalitasannya, dalam perannya sebagai aktor utama yang langsung berinteraksi dengan objek pendidikan, serta bertanggung jawab untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, dengan merancang suatu pembelajaran yang mampu memotivasi, pembelajaran yang kreatif, inovatif dan terjalinnya hubungan yang baik dengan warga kelas. Hal ini juga dipertegas dalam Undang-undang RI nomor 14 tahun 2005 bab III pasal 2 tentang kedudukan guru yaitu “ Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal……….”.[8]
 Guru yang profesional harus memiliki sejumlah keterampilan spesifik pada kualifikasi bidang keilmuan tertentu, dan hal ini berlaku bagi semua profesi termasuk guru atau pendidik. Menurut Wina Sanjaya kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan.[9] Wina Sanjaya juga menyebutkan beberapa kemampuan yang berhubungan dengan kompetensi profesional yaitu :
a.       Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran.
b.      Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar dan sebagainya.
c.       Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya.
d.      Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran.
e.       Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.
f.       Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran.
g.      Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran.
h.      Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang misalnya paham akan administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan.
i.        Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.[10]

Guru profesional  mempunyai strategi yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Arends ada 4 karakteristik yang harus dimiliki guru dalam menciptakan pembelajaran yang efektif yaitu :
a.      Effective teachers have personal qualities that allow them to develop authentic human relationships with their students, parent, and colleaques and to creat democratic, socially just classrooms for children and adolescents.
b.      Effective teachers have positive dispositions toward knowledge. They have command of at least three, broad knowledge bases that deal with subject matter, human development and learning, and pedagogy. They use this knowledge to guide the science and art ot their teaching practice.
c.       Effective teachers command a repertoire of teaching practices known to stimulate student motivation, to enhance student achievement of basic skills, to develop higher-level thinking, and to produce self-regulated learners.
d.      Effective teachers are personally disposed toward reflection and problem solving. they consider learning to teach a lifelong process, and they can diagnose situations and adapt and use their profesional knowledge appropriately to enhance student learning and to improve schools.[11]

Pendapat Arends mengenai karakter yang dimiliki guru untuk terwujudnya pembelajaran yang efektif dan efisien di atas dapat diartikan :
a.       Guru efektif mempunyai kualitas pribadi yang mampu meningkatkan  hubungan dengan para siswa, orangtua, dan rekan kerja dan menciptakan suasana demokratis,  sosial untuk anak-anak dan anak remaja.
b.      Guru efektif mempunyai disposisi hal positif ke arah pengetahuan. Mereka harus menguasai tiga hal yang mendasar, yaitu  pengetahuan yang luas terkait dengan pokok, pengembangan manusia dan pelajaran, dan ilmu mendidik. Mereka menggunakan pengetahuan ini untuk memandu seni dan ilmu pengetahuan mengajar.
c.       Guru efektif harus mengetahui prakterk mengajar yang mampu memberikan stimulus untuk merangsang motivasi siswa, untuk meningkatkan prestasi siswa dari keterampilan dasar, untuk dikembangkan ke tingkat pemikiran yang lebih tinggi, dan untuk menghasilkan pelajar self-regulated.
d.      Guru efektif secara pribadi ditempatkan sebagai pemecah permasalahan. Mereka mempertimbangkan pelajaran untuk mengajar dalam proses pembelajaran, dan mereka dapat mendiagnosa situasi dan menyesuaikan dan menggunakan profesional pengetahuan mereka yang sewajarnya untuk tingkatkan siswa yang belajar dan untuk meningkatkan sekolah.
2.      Peranan guru dalam pengembangan kurikulum
 Kurikulum mempunyai empat komponen yaitu tujuan, isi, metode atau proses belajar mengajar dan evaluasi atau penilaian.[12] Keempat merupakan tugas utama guru untuk mencapai tujuan kurikulum yang telah ditentukan. Kunci utama keberhasilan guru dalam pencapaian tujuan kurikulum yaitu komponen isi kurikulum dan metode atau proses belajar mengajar, karena kedua komponen tersebut terkait dengan proses pencapaian keberhasilan pendidikan, sedangkan komponen tujuan berupa serangkaian sasaran yang hendak dicapai secara teoritis dan evaluasi terkait dengan penilaian secara teoritis terhadap pencapaian atau keberhasilan proses pembelajaran. Komponen isi adalah seperangkat pengalaman belajar yang harus diperoleh para peserta didik sehingga memberikan perubahan kearah tercapainya tujuan pendidikan. isi kurikulum secara keseluruhan memuat seluruh materi subyek yang harus dikuasai oleh peserta didik agar dapat mencapai tujuan.[13] Adapun pengertian dari komponen metode dan proses belajar mengajar adalah cara-cara yang diwujudkan dalam membantu peserta didik dalam mengubah dirinya agar dapt mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[14]
Usaha pengembangan kurikulum, melibatkan guru dalam  pengembangan materi, strategi, metode, dan teknik mengajar. Guru sebagai perencana atau perancang pembelajaran terlebih dahulu mengidentifikasi apa yang dibutuhkan peserta didik dalam pencapaian tujuan dari pendidikan. Fan Jianging dalam Kember,  mengatakan “…….we want to educate them so that key can go out to the real world and work with the tools and techniquies they have learnt. From time to time, we also launch very specific, focused areas, and this always gauges the demand of the students,”[15] dalam hal ini di maksudkan bahwa dengan mendidik peserta didik dan membekali mereka dengan keterampilan dan teknik merupakan kunci keberhasilan mereka, yang setiap saat harus terus ditingkatkan dan mampu memenuhi kebutuhan mereka.
Jadi peranan guru dalam pengembangan kurikulum, yaitu pada pengembangan materi pelajaran terkait dengan komponen kurikulum yaitu komponen isi, komponen metode atau proses belajar-mengajar dan komponen evaluasi atau penilaian. Guru profesional harus mampu menguasai dan mengembangkan materi mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Penerapan kurikulum 2013 yang menggunakan pembelajaran tematik integratif dengan pendekatan scientifik, guru tidak hanya dituntut untuk menguasai materi mata pelajaran yang ditugaskan kepadanya, tapi juga materi-materi lain terkait dengan tema pembelajaran. Materi yang menjadi keharusan bagi guru untuk menguasainya selain mata pelajaran yang ditugaskan, diantaranya materi terkait dengan sikap (akhlak), karena kurikulum 2013 menjadikan sikap sebagai kompetensi inti yang harus dimiliki peserta didik.
Menurut Hamalik, guru yang baik antara lain, harus mampu membuat program belajar mengajar yang baik serta menilai dan melakukan pengayaan terhadap materi kurikulum yang telah digariskan dan mampu menciptakan pengajaran yang  baik. Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang berhasil melalui proses pengajaran yang efektif. [16]


[1] UU guru dan dosen., Ibid.,h. 2
[2] Rusman, Op.cit.,h. 322
[3]Ibid.,h. 323
[4]  Ibid.,h.325
[5]  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 11 tahun 2011, (Bandung : Citra Umbara, 2012.,h.5
[6] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2012).,h. 227
[7] David Kember dan Carmel Mcnaught, Enhancing University Teaching, (New York : Routhledge, 2007).,h.12
[8]  UU guru dan dosen, Ibid.,h.5
[9] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2010).,h.278
[10] Wina Sanjaya, Ibid.
[11] Richard I.Arends, Learning to Teach, (New  York : Mc Graw Hill, 2007).,h.19
[12]  Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Semarang :Aneka Ilmu, 2003).,h. 265
[13] Mohammad Surya, Ibid.,h. 263
[14] Mohammad Surya, Ibid.
[15] David Kember,  Ibid.,h. 18
[16] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru, berdasarkan pendekatan kompetensi,  (Jakarta : Bumi Aksara, 2004).,h.24

Tidak ada komentar: