A.
Kepala Sekolah
1.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam bahasa Arab, kepemimpinan sering diterjemahkan sebagai al-Riayah, al-Imarah, al Qiyadah
atau al Zaamah. kata-kata tersebut memiliki satu makna sehingga disebut
sinonim atau Murodif, sehingga kita bisa menggunakan salah satu dari
keempat kata tersebut untuk menerjemahkan kata kepemimpinan. Sementara itu,
untuk menyebut istilah kepemimpinan pendidikan para ahli lebih memilih
istilah qiyadah tarbawiyah. [1]
Pembahasan mengenai kepemimpinan tidak terlepas dari pembicaraan
mengenai bagaimana kepemimpinan seorang pemimpin. Pemimpin merupakan orang yang
memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk
melakukan kerja sama ke arah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.[2]Allah
dalam firman-Nya telah menceritakan tentang kepemimpinan nabi Musa as yaitu :

Berkata Musa: "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu
melihat mereka telah sesat.”
Kepala sekolah dengan
kapasitasnya sebagai seorang pemimpin dalam pengelolaan pendidikan di sekolah,
gaya kepemimpinannya sangat mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan.
Kemampuan dalam menetapkan, mengelola,dan menggerakkan semua komponen-komponen
yang ada, sehingga bekerja secara efektif dan efisien, untuk mencapai visi
sekolah dan tujuan pendidikan, merupakan salah satu indikasi dari pemimpin
ideal.
Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.47 tahun 2008, tentang
pengelolaan sekolah dalam usaha untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
menjadi tanggung jawab kepala sekolah sebagai seorang pemimpin. Adapun bunyi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.47 tahun 2008 pada Bab IV berbicara
tentang pengelolaan pendidikan, pasal 6 ayat 4 mengatakan bahwa “Pengelolaan
program wajib belajar pada tingkat satuan pendidikan dasar menjadi tanggung
jawab pemimpin satuan pendidikan dasar”.[3]
Kebijakan pemerintah mengenai sistem pengelolaan sekolah dengan
menggunakan Manajamen Berbasis Sekolah, menjadi motivator bagi kepala sekolah
untuk terus mengembangkan dan meningkatkan potensi dirinya dalam pengelolaan
sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), merupakan suatu konsep yang
menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi
keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah,
masyarakat dan pemerintah.[4]
Kebijakan pemerintah
mengenai desentralisasi pendidikan maksudnya ialah penyerahan sebagian
kewenangan kepada pemerintahan kabupaten dan kota untuk menangani bidang
pendidikan sehingga diharapkan pemerintahan di daerah dapat meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat lebih lancar, lebih mudah dan lebih cepat.[5]
Kurikulum 2013 memberikan perhatian dalam pembentukan sikap sebagai
bagian utama dalam pendidikan di samping kognitif, dalam hal ini, sangat
terbuka kesempatan bagi setiap kepala sekolah untuk menentukan kebijaksanaan
dalam pembinaan akhlak siswa. Dengan adanya desentralisasi pendidikan, membuka
kesempatan kepada pemerintah, kota/kabupaten/sekolah untuk mengembangkan
kurikulum, salah satunya dari segi muatan materi/isi kurikulum, yang dikenal
dengan muatan lokal.
Kepala sekolah dalam
Manajemen Berbasis Sekolah mempunyai peran penting dalam pencapaian tujuan
pendidikan nasional, sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun
2003, yang pelaksanaannya mengacu pada kurikulum 2013. Kompetensi kepala
sekolah dalam kegiatan manajerial sangat menentukan keberhasilan pengelolaan
lingkungan sekolah, yaitu penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif, aman,
nyaman dan terjalin kerjasama antara komponen-komponen sekolah, untuk
pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sebagaimana diketahui,
pada bidang manajemen dikenal istilah POAC (planning, organizing, actuating,
controling) dan evaluasi, dalam hal inilah dituntut keprofesionalan kepala
sekolah untuk memberdayakan segala komponen pendidikan yang ada.
Keberhasilan pendidikan di sekolah, merupakan salah satu tolak ukur
keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer. Kesuksesan kepala
sekolah dalam melakukan manajemen terhadap komponen pendidikan di sekolah,
dipengaruhi oleh kesuksesan kepala sekolah dalam mengelola personalia.
Personalia ialah semua anggota organisasi yang bekerja untuk kepentingan
organisasi yaitu untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.[6]Dalam
hal ini, kepala sekolah sebagai manajer harus membuat perencanaan yang
berhubungan dengan personalia, adapun hal-hal yang harus direncanakan kepala
sekolah adalah :
a.
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh organisasi.
b.
Jenis keterampilan yang dibutuhkan dan jumlah orang setiap jenis
keterampilan, macam keahlian apa saja dan berapa dibutuhkan untuk setiap jenis
keahlian.
c.
Upaya menempatkan mereka pada pekerjaan yang tepat untuk jangka
waktu tertentu, dengan harapan dapat memajukan dan memberikan keuntungan
optimal baik kepada organisasi maupun kepada anggota.[7]
Menurut Rusman, tugas dan peran kepala sekolah dari sub-kompetensi
manajerial kepala sekolah terkait dengan mengelola guru dan staf yaitu
mengidentifikasi karakteristik tenaga pendidik dan kependidikan yang efektif;
merencanakan tenaga kependidikan sekolah (permintaan, persediaan, dan
kesenjangan);merekrut, menyeleksi, menempatkan, dan mengorientasikan tenaga
kependidikan baru;mengembangkan profesionalisme tenaga kependidikan,
memanfaatkan dan memelihara tenaga kependidikan; menilai kinerja tenaga guru
dan tenaga kependidikan;mengembangkan sistem pengupahan, reward, dan punishment
yang mampu menjamin kepastian dan keadilan; melaksanakan dan mengembangkan
sistem pembinaan karier;memotivasi tenaga pendidik dan kependidikan; membina
hubungan kerja yang harmonis;memelihara dokumentasi personel sekolah atau
mengelola administrasi personel sekolah; mengelola konflik;melakukan analisis
jabatan dan menyusun uraian jabatan tenaga kependidikan;memiliki apresiasi,
empati, dan simpati terhadap tenaga pendidikan dan kependidikan.[8]
Kecermatan dan ketepatan kepala sekolah dalam menempatkan
personalia, sangat mempengaruhi kelancaran aktifitas pendidikan di sekolah.
Untuk menempatkan tenaga yang cocok pada pekerjaan tertentu, para manajer
(kepala sekolah) perlu bersikap selektif dan objektif. Selektif artinya
kompetensi para petugas perlu diteliti dan bagi yang baru perlu dites macam
kompetensinya, kemudian ditempatkan secara objektif tanpa pandang teman, family
atau kelompok.[9]
Di samping itu kepala sekolah juga harus melakukan pendataan personalia yaitu
pengumpulan data tentang personalia dalam lembaga pendidikan dan
menganalisisnya biasanya untuk jangka satu tahun.[10]
Data-data yang terkumpul, dijadikan sebagai landasan bagi kepala sekolah dalam
mengevaluasi untuk dilanjutkan dengan
kegiatan supervisi. Pengumpulan data juga harus dilakukan kepala sekolah
terhadap tenaga pendidikan yang akan direkrut, khususnya untuk tenaga
pendidikan honorer seperti guru, tata usaha, tujuannya agar diperoleh
informasi, sehingga memudahkan kepala sekolah dalam menentukan kebijaksanaan
untuk kelancaran dan keberhasilan pendidikan.
Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan pendidikan dalam
pencapaian tujuan pendidikan, kepala
sekolah melakukan kegiatan supervisi, disebut dengan supervisi pengajaran.
Sebagai seorang pemimpin kepala sekolah harus bisa mengatur, mengelola dan
melakukan supervisi terhadap kegiatan-kegiatan sekolah sebagai berikut :
a.
Pengembangan kurikulum dan program pengajaran.
Kepala
sekolah sebagai supervisor harus melakukan supervisi terhadap penerapan
kurikulum di sekolah, untuk mengetahui tingkat kemampuan guru dalam menerapkan
kurikulum, kemudian memberikan bimbingan, motivasi, pengarahan. Hal ini sesuai
dengan pengertian dari supervisi yaitu semua usaha yang dilakukan supervisor
dalam bentuk pemberian bantuan, bimbingan, penggerakan motivasi, nasihat dan
pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses
belajar mengajar, yang pada gilirannya meningkatkan hasil belajar siswa.[11]
Kegiatan
manajemen dan administrasi tidak
terlepas dari aktifitas sekolah sebagai organisasi pendidikan. Mulyasa dalam
hal ini menyamakan antara manajemen pengajaran dengan administrasi pengajaran,
sebagaimana yang terlihat pada pengertian manajemen atau administrasi
pengajaran menurut Mulyasa, “Manajemen atau administrasi pengajaran adalah
keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan di bidang pengajaran yang bertujuan
agar seluruh kegiatan pengajaran terlaksana secara efektif dan efisien.[12]
b.
Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
Menurut UU Sisdiknas tenaga
kependidikan dan tenaga pendidik mempunyai perbedaan, tenaga kependidikan
adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lainnya yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. [13]
Jadi dalam hal ini semua sumber daya manusia yang berpartisipasi dan
berpengaruh dalam kegiatan pendidikan merupakan tenaga kependidikan.
Tenaga kependidikan yang mencakup tenaga pendidik merupakan sumber
daya sekolah, yang berperan penting sekaligus komponen utama dalam pengimplementasian
kurikulum dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Sesistematis dan
secermat apapun suatu kurikulum dirancang, jika sumber daya manusia tidak
memiliki kompetensi dalam pengaplikasiannya, tentu hasil yang diperoleh tidak
sesuai dengan yang ditetapkan.
Berbicara mengenai sumber daya manusia yang harus dikelola,
dibimbing, diarahkan dan dipimpin oleh kepada sekolah, merupakan pembicaraan
mengenai komponen utama pendidikan. Dalam pengelolaan sumber daya manusia
kepala sekolah dihadapkan kepada permasalahan yang kompleks, karena manusia
merupakan makhluk yang kompleks dengan keragaman karakternya, baik dari
kognitif, afektif, psikomotor, konatif dan performancenya. Segala perbedaan
yang ada harus harus menjadi bahan pertimbangan kepala sekolah, dalam merancang, merencanakan dan menentukan
segala kebijaksanaan yang akan ditetapkan untuk mencapai visi sekolah dan
tujuan pendidikan. Dalam hal ini, kompetensi manajerial kepala sekolah untuk pengelolaan tenaga kependidikan dan tenaga
pendidik (guru), merupakan salah satu tugas utama yang harus ditingkatkan oleh
kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu menciptakan suasana yang harmonis,
kondusif dan terjalinnya kerjasama yang baik antara semua pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Sebagai
supervisor, kepala sekolah melakukan penilaian terhadap segala aktivitas
pendidikan, yang melibatkan tenaga kependidikan dan tenaga pendidik, untuk
mengetahui pencapaian visi sekolah dan tujuan pendidikan. Setelah supervisi dilakukan, kepala sekolah menemukan ada
beberapa permasalahan yang mengakibatkan pencapaian tujuan pendidikan kurang
maksimal, maka kepala sekolah harus segera mengambil kebijakan yang bersifat kuratif.
c.
Peserta didik
Peserta didik merupakan subjek dalam kegiatan pendidikan terutama
dalam proses belajar mengajar. Dalam konsep dan pengimplementasi kurikulum 2013
peserta didik tidak lagi menjadi cangkir kosong yang menunggu isi dari teko,
tapi peserta didik berperan aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar.
Peserta didik dalam kurikulum 2013, melalui strategi, metode dan teknik yang
dirancang guru diharapkan bisa menjadi generasi kreatif, inovatif, motivator,
kompetitor, mandiri, berkarakter (berakhlak mulia), beriman dan bertakwa. Dalam
hal ini guru harus mampu menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang
harmonis, dinamis dan kondusif, sehingga bisa menghantarkan peserta didik
kepada tujuan pendidikan.
Peserta didik dalam UU sisdiknas no. 20 tahun 2003, disebutkan
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.[14]
Jadi dalam hal ini kepala sekolah harus melakukan supervisi terhadap peserta salah
satunya terkait dengan proses belajar mengajar dan hasil belajar peserta didik.
d.
Keuangan dan prasarana
pendidikan
Keuangan merupakan salah
satu faktor esensial penunjang efektifitas dan keefisienan penyelenggaraan
pendidikan. Sistem pengelolaan pendidikan yang berdasarkan manajemen berbasis
sekolah (MBS) dan sistem pendidikan nasional yang menggunakan kurikulum 2013,
dengan menggunakan model pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), Inquiry
discovery, tematik integratif, team teaching[15]
secara tidak langsung sangat membutuhkan perencanaan, pelaksanaan,
pengontrolan dan evaluasi dalam penggunaan keuangan sekolah secara efektif dan
efisien.
Lembaga yang didirikan oleh masyarakat, terkait dengan permasalahan
pendanaan, yaitu sumber dana dan penggunaan dana, merupakan salah satu
permasalahann yang urgen dalam penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan PP RI nomor 48 tentang pendanaan pendidikan
paragraph 2 pasal 34 ayat 2 dan 3 yang berbunyi :
“Ayat 2 :
Pendanaan biaya investasi selian lahan untuk satuan pendidikan penyelenggaraan
program wajib belajar, baik formal maupuan non formal, yang diselenggarakan
masyarakat, menjadi tanggung jawab penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat.
Ayat 3 :
Tanggung jawab pendanaan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sampai
dengan terpenuhinya Stranda Nasional Pendidikan.”
Kebijakan pemerintah
mengenai keuangan atau pendanaan sekolah sebagaimana tercantum pada PP nomor
48, bahwa sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat akan diberikan
bantuan pendanaan dari pemerintah, yaitu pada pasal 35 ayat 2 dan 3, membuka
kesempatan seluas-luasnya bagi pihak sekolah, khususnya kepala sekolah sebagai
pimpinan lembaga pendidikan dalam mengelola dana sekolah.
Berdasarkan hasil bacaan beberapa literatur dan pengalaman di
lapangan, menurut peneliti kepemimpinan serta kepiawaian kepala sekolah yang
efektif dan efisien mampu menciptakan suasana sekolah yang kondusif dengan
terjalinnya kerjasama yang baik berbagai pihak seperti kerjasama antara kepala
sekolah dengan guru, kerjasama antara kepala sekolah dengan komite, kerjasama
antara kepala sekolah dengan pihak yayasan bagi sekolah swasta, kerjasama
kepala sekolah dengan staf administrasi, staf kepustakaan, penjaga sekolah,
sopir sekolah dan penjaga kantin, kerjasama antara guru dengan guru, kerjasama
guru dengan staf administrasi, staf kepustakaan, penjaga sekolah, sopir sekolah
dan penjaga kantin.
2.
Tugas dan fungsi kepala sekolah
Sehubungan dengan uraian di atas mengenai Manajamen Berbasis
Sekolah (MBS), kepala sekolah berperan sebagai seorang manajer mempunyai tugas
dan fungsi sebagai berikut :
a.
Tugas kepala sekolah
Adapun tugas kepala sekolah adalah melaksanakan, dan mengawasi aktivitas
sekolah dengan menyusun tujuan, memelihara disiplin dan mengevaluasi hasil
pembelajaran dan pengajaran yang dicapai.[16]
Sedangkan tugas sebagai kepemimpinan pengajaran menekankan tugas kepala sekolah
pada dua hal utama yaitu (1) perubahan tingkah laku dan yang terlibat dalam
kegiatan mengajar bertujuan untuk mencapai tujuan sekolah, dan (2)
mengembangkan kebersamaan sistem sosial di dalam sekolah, secara bersama
mencapai tujuan sekolah. [17]
b.
Fungsi kepala sekolah
Beberapa fungsi atau kewajiban kepala sekoklah menurut Roe dan
Drake dalam Syafaruddin, yaitu :
1)
Mendorong dan memotivasi staf untuk kinerja
maksimal.
2)
Mengembangkan
staf secara realistik dan bertujuan dari akuntabilitas pengajaran (memonitor
program pengajaran dan proses pengajaran).
3)
Mengembangkan
kerjasama dalam menilai prosedur bagi kelangsungan program untuk
mengidentifikasi dan mengajukan alternatif untuk perbaikan kelemahan.
4)
Bekerja
dengan staf dalam mengembangkan dan melaksanakan evaluasi staf.
5)
Bekerja
dengan staf dalam menyusun rencana untuk evaluasi dan pelaporan kemajuan
pelajar.
6)
Menyediakan
jaringan untuk keterlibatan masyarakat dalam operasional sekolah.
7)
Mendorong
kajian berkelanjutan terhadap kurikulum dan inovasi pengajaran serta memberikan
pertolongan dan sumber daya untuk memajukan sekolah.
8)
Menyediakan
kepemimpinan untuk pelajar dalam membantu mereka mengembangkan diri penuh
tanggung jawab.
9)
Membangun
pusat sumber belajar dan menata penggunaannya.
10)
Mengembangkan
kerjasama dengan staf dalam pengembangan keoprofesionalan yang dinamis dan
program pelayanan pendidikan sendiri.[18]
3.
Peranan Kepala Sekolah
Peran
Kepala sekolah sebagai pihak penentu dinamisasi sekolah dalam penerapan
kurikulum 2013
a.
Kepala Sekolah sebagai Pendidikan (educator)
Kepala Sekolah sebagai educator (pendidik), kepala sekolah
harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga
kependidikan di sekolah. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan
nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan,
serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik.[19]
b.
Kepala Sekolah sebagai Manajer
Sekolah merupakan sebuah organisasi pendidikan, yang terdiri dari
komponen-komponen yang saling terkait dalam kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi (sekolah) dan yang berperan sebagai manajer yaitu kepala sekolah.
Sebagai seorang manajer kepala sekolah melakukan kegiatan manajemen personalia,
menurut Evans dalam Pidarta mengatakan manajemen personalia adalah bagian
manajemen yang memperhatikan orang-orang dalam organisasi.[20]
Sedangkan pengertian personalia yaitu semua anggota organisasi yang
bekerja untuk kepentingan organisasi yaitu untuk mencapai tujuan yang sudah
ditentukan. Personalia organisasi pendidikan mencakup para guru, para pegawai,
dan para wakil siswa/mahasiswa.[21]
c.
Kepala Sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat
erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat
pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah.[22]
d.
Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Kata supervisi berasal dari dua kata bahasa inggris yaitu super dan vision. Super
berarti “di atas” dan vision
artinya melihat, serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pangawasan dan
penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan, orang yang berposisi
di atas yaitu pimpinan, terhadap hal-hal yang ada di bawahnya, yaitu yang
menjadi bawahannya.[23]
Dengan berperan sebagai supervisor, maka kepala sekolah harus mampu
melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja
tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar
kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. [24]
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam kegiatan supervisi
yaitu pendekatan humanistik, pendekatan kompetensi, pendekatan klinis,
pendekatan profesional. Menurut Mulyasa, pengawasan dan pengendalian yang
dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga kependidikannya khusus guru, disebut
supervisi klinis, dengan karakteristik berikut :
1)
Supervisi
diberikan berupa bantuan (bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada di
tangan tenaga kependidikan guru.
2)
Aspek
yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah
sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan.
3)
Instrumen
dan metode observasi dikembangkann bersama oleh guru dan kepala sekolah.
4)
Mendiskusikan
dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru.
5)
Supervisi
dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka, dan supervisor lebih banyak
mendengarkan serta menjawab pertanyaan guru daripada member saran dan
pengarahan.
6)
Supervisi
klinis sedikitnya memiliki tiga tahap yaitu pertemuan awal, pengamatan, dan
umpan balik.
7)
Adanya
penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai supervisor terhadap
perubahan perilaku guru yang positif sebagai hasil pembinaan.
8)
Supervisi
dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan dan memecahkan
suatu masalah.[25]
e.
Kepala Sekolah sebagai Pemimpin (Leader)
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan
petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.[26]
Kemampuan untuk menggerakkan, menciptakan suasana yang dinamis, dan lingkungan
kondusif dalam usaha kerjasama dengan para staff dan guru untuk mencapai tujuan
pendidikan, merupakan salah satu kunci dan kekuatan kepala sekolah dalam
kepemimpinannya. Jika kepala sekolah tidak mampu menciptakan suasana kerjasama
yang dinamis dan tidak adanya pendelegasian tugas dengan staff dan guru, kepala
sekolah bisa dikatakan tidak berhasil menjadi seorang pemimpin.
f.
Kepala Sekolah sebagai Inovator
Kepala sekolah sebagai pemimpin sangat dinantikan oleh para bawahan
atau guru, terkait dengan inovasi atau penemuan hal yang terbaru, untuk
peningkatan kinerja dalam pencapaian hasil pembelajaran. Kepala sekolah
dituntut untuk melakukan inovasi, untuk mencapai perubahan dan suasana kerja
yang dinamis.
Inovasi terdiri dari tindakan-tindakan mengembangkan cara-cara baru
yang lebih baik untuk melaksanakan pekerjaan. Seorang manajer dapat
menghasilkan ide-ide baru mengkombinasikan ide-ide lama menjadi ide-ide baru,
dan mengadaptasi mereka sesuai dengan kebutuhan atau mungkin dapat bertindak
sebagai katalisator.[27]
g.
Kepala Sekolah sebagai Motivator
Sebagai pemimpin harus mampu menggerakan terus kelompok dan anggota
perorangan menuju arah yang dikehendaki. Kemampuan umum untuk menggerakan atau
menggairahkan orang agar bertindak dinamakan motivasi. [28]Motivator
merupakan orang yang mampu memberikan dorongan atau sugesti kepada orang di
sekitar nya, peran ini juga dipegang oleh kepala sekolah. Untuk meningkatkan
kinerja para bawahan atau guru kepala sekolah harus selalu memberikan motivasi,
sehingga terciptanya suasana kerja yang energik.
Demikianlah pembahasan mengenai kepemimpinan kepala sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pada prinsipnya, setiap kepemimpinan
secara umum, dan kepemimpinan seorang kepala sekolah hendaknya memegang prinsip
kejujuran dan keikhlasan, karena semuanya akan dipertanggung jawabkan dihadapan
Allah SWT.
[1]
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, ( Jakarta : Erlangga,
2007).,h. 268-269
[2]
Herabudin, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, ( Bandung : Pustaka
Setia, 2009).,h. 56
[3]
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar
dan Nomor 48 tentang Pendanaan Pendidikan, (Jakarta : CV.Citra Utama Media,
2008).,h. 5
[4] E.Mulyasa,Manajemen Berbasis Sekolah,
konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung : PT.Remaja Rosda Karya,
2003).,h. 11
[5] Ibid.,h.
11
[6] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan
Indonesia, (Bandung : Rineka Cipta, 2004), cet.ke-2.,h. 108
[7]
Ibid.,h. 112
[8]
Rusman, Log.cit.,h. 13
[10] Ibid.,h.
114
[11]
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosda
Karya, 2006).,h. 63
[12]
E.Mulyasa,Ibid.,h. 41
[13] UU
Guru dan Dosen.,h.. 61
[14] UU
guru dan dosen, Ibid.,h. 61
[15] E. Mulyasa, Pengembangan dan
pengimplementasian Kurikulum 2013, (Bandung : Rosda Karya, 2013).,h.50
[17]
Syafaruddin, Ibid.h. 104
[18]
Ibid.,h.105
[19]E.
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, ( Bandung : Rosda Karya,
2007).,h.99
[20] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan
Indonesia, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004).,h.109
[21] Ibid.,h.
108
[22]
E.Mulyasa, Menjadi kepala sekolah profesional, (Bandung : Remaja Rosda
Karya, 2007).,cet. ke. 9.,h.107
[23]
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Supervisi, (Jakarta : PT Rineka Cipta,
2004).,h.2
[24] E. Mulyasa,
Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara,
2011).,h.253
[25]
E.Mulyasa, Manajemen.,Ibid.
[26] E.
Mulyasa, Menjadi kepala sekolah
professional, op.cit, h. 115
[27]
Winardi, S.E, Kepemimpinan dalam
Manajemen. (Jakarta : 2000).,h. 167
[28]
John Adair, Menjadi Pemimpin Efektif, (Jakarta : Gramedia, 1994).,h. 177
Tidak ada komentar:
Posting Komentar