Cari Blog Ini

Kamis, 31 Mei 2018

Kepala Sekolah


A.    Kepala Sekolah
1.      Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam bahasa Arab, kepemimpinan sering diterjemahkan sebagai          al-Riayah, al-Imarah, al Qiyadah atau al Zaamah. kata-kata tersebut memiliki satu makna sehingga disebut sinonim atau Murodif, sehingga kita bisa menggunakan salah satu dari keempat kata tersebut untuk menerjemahkan kata kepemimpinan. Sementara itu, untuk menyebut istilah kepemimpinan pendidikan para ahli lebih memilih istilah qiyadah tarbawiyah. [1]
Pembahasan mengenai kepemimpinan tidak terlepas dari pembicaraan mengenai bagaimana kepemimpinan seorang pemimpin. Pemimpin merupakan orang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerja sama ke arah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.[2]Allah dalam firman-Nya telah menceritakan tentang kepemimpinan nabi Musa as yaitu :
 
Berkata Musa: "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat.”


 Kepala sekolah dengan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin dalam pengelolaan pendidikan di sekolah, gaya kepemimpinannya sangat mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan. Kemampuan dalam menetapkan, mengelola,dan menggerakkan semua komponen-komponen yang ada, sehingga bekerja secara efektif dan efisien, untuk mencapai visi sekolah dan tujuan pendidikan, merupakan salah satu indikasi dari pemimpin ideal.
Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.47 tahun 2008, tentang pengelolaan sekolah dalam usaha untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional menjadi tanggung jawab kepala sekolah sebagai seorang pemimpin. Adapun bunyi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.47 tahun 2008 pada Bab IV berbicara tentang pengelolaan pendidikan, pasal 6 ayat 4 mengatakan bahwa “Pengelolaan program wajib belajar pada tingkat satuan pendidikan dasar menjadi tanggung jawab pemimpin satuan pendidikan dasar”.[3] 
Kebijakan pemerintah mengenai sistem pengelolaan sekolah dengan menggunakan Manajamen Berbasis Sekolah, menjadi motivator bagi kepala sekolah untuk terus mengembangkan dan meningkatkan potensi dirinya dalam pengelolaan sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.[4]
 Kebijakan pemerintah mengenai desentralisasi pendidikan maksudnya ialah penyerahan sebagian kewenangan kepada pemerintahan kabupaten dan kota untuk menangani bidang pendidikan sehingga diharapkan pemerintahan di daerah dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat lebih lancar, lebih mudah dan lebih cepat.[5]
Kurikulum 2013 memberikan perhatian dalam pembentukan sikap sebagai bagian utama dalam pendidikan di samping kognitif, dalam hal ini, sangat terbuka kesempatan bagi setiap kepala sekolah untuk menentukan kebijaksanaan dalam pembinaan akhlak siswa. Dengan adanya desentralisasi pendidikan, membuka kesempatan kepada pemerintah, kota/kabupaten/sekolah untuk mengembangkan kurikulum, salah satunya dari segi muatan materi/isi kurikulum, yang dikenal dengan muatan lokal.
 Kepala sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah mempunyai peran penting dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, yang pelaksanaannya mengacu pada kurikulum 2013. Kompetensi kepala sekolah dalam kegiatan manajerial sangat menentukan keberhasilan pengelolaan lingkungan sekolah, yaitu penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif, aman, nyaman dan terjalin kerjasama antara komponen-komponen sekolah, untuk pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sebagaimana diketahui, pada bidang manajemen dikenal istilah POAC (planning, organizing, actuating, controling) dan evaluasi, dalam hal inilah dituntut keprofesionalan kepala sekolah untuk memberdayakan segala komponen pendidikan yang ada.
Keberhasilan pendidikan di sekolah, merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer. Kesuksesan kepala sekolah dalam melakukan manajemen terhadap komponen pendidikan di sekolah, dipengaruhi oleh kesuksesan kepala sekolah dalam mengelola personalia. Personalia ialah semua anggota organisasi yang bekerja untuk kepentingan organisasi yaitu untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.[6]Dalam hal ini, kepala sekolah sebagai manajer harus membuat perencanaan yang berhubungan dengan personalia, adapun hal-hal yang harus direncanakan kepala sekolah adalah :
a.       Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh organisasi.
b.      Jenis keterampilan yang dibutuhkan dan jumlah orang setiap jenis keterampilan, macam keahlian apa saja dan berapa dibutuhkan untuk setiap jenis keahlian.
c.       Upaya menempatkan mereka pada pekerjaan yang tepat untuk jangka waktu tertentu, dengan harapan dapat memajukan dan memberikan keuntungan optimal baik kepada organisasi maupun kepada anggota.[7]
Menurut Rusman, tugas dan peran kepala sekolah dari sub-kompetensi manajerial kepala sekolah terkait dengan mengelola guru dan staf yaitu mengidentifikasi karakteristik tenaga pendidik dan kependidikan yang efektif; merencanakan tenaga kependidikan sekolah (permintaan, persediaan, dan kesenjangan);merekrut, menyeleksi, menempatkan, dan mengorientasikan tenaga kependidikan baru;mengembangkan profesionalisme tenaga kependidikan, memanfaatkan dan memelihara tenaga kependidikan; menilai kinerja tenaga guru dan tenaga kependidikan;mengembangkan sistem pengupahan, reward, dan punishment yang mampu menjamin kepastian dan keadilan; melaksanakan dan mengembangkan sistem pembinaan karier;memotivasi tenaga pendidik dan kependidikan; membina hubungan kerja yang harmonis;memelihara dokumentasi personel sekolah atau mengelola administrasi personel sekolah; mengelola konflik;melakukan analisis jabatan dan menyusun uraian jabatan tenaga kependidikan;memiliki apresiasi, empati, dan simpati terhadap tenaga pendidikan dan kependidikan.[8]
Kecermatan dan ketepatan kepala sekolah dalam menempatkan personalia, sangat mempengaruhi kelancaran aktifitas pendidikan di sekolah. Untuk menempatkan tenaga yang cocok pada pekerjaan tertentu, para manajer (kepala sekolah) perlu bersikap selektif dan objektif. Selektif artinya kompetensi para petugas perlu diteliti dan bagi yang baru perlu dites macam kompetensinya, kemudian ditempatkan secara objektif tanpa pandang teman, family atau kelompok.[9] Di samping itu kepala sekolah juga harus melakukan pendataan personalia yaitu pengumpulan data tentang personalia dalam lembaga pendidikan dan menganalisisnya biasanya untuk jangka satu tahun.[10] Data-data yang terkumpul, dijadikan sebagai landasan bagi kepala sekolah dalam mengevaluasi  untuk dilanjutkan dengan kegiatan supervisi. Pengumpulan data juga harus dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga pendidikan yang akan direkrut, khususnya untuk tenaga pendidikan honorer seperti guru, tata usaha, tujuannya agar diperoleh informasi, sehingga memudahkan kepala sekolah dalam menentukan kebijaksanaan untuk kelancaran dan keberhasilan pendidikan.
Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan pendidikan dalam pencapaian tujuan  pendidikan, kepala sekolah melakukan kegiatan supervisi, disebut dengan supervisi pengajaran. Sebagai seorang pemimpin kepala sekolah harus bisa mengatur, mengelola dan melakukan supervisi terhadap kegiatan-kegiatan sekolah  sebagai berikut :
a.       Pengembangan kurikulum dan program pengajaran.
Kepala sekolah sebagai supervisor harus melakukan supervisi terhadap penerapan kurikulum di sekolah, untuk mengetahui tingkat kemampuan guru dalam menerapkan kurikulum, kemudian memberikan bimbingan, motivasi, pengarahan. Hal ini sesuai dengan pengertian dari supervisi yaitu semua usaha yang dilakukan supervisor dalam bentuk pemberian bantuan, bimbingan, penggerakan motivasi, nasihat dan pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar, yang pada gilirannya meningkatkan hasil belajar siswa.[11]
Kegiatan manajemen  dan administrasi tidak terlepas dari aktifitas sekolah sebagai organisasi pendidikan. Mulyasa dalam hal ini menyamakan antara manajemen pengajaran dengan administrasi pengajaran, sebagaimana yang terlihat pada pengertian manajemen atau administrasi pengajaran menurut Mulyasa, “Manajemen atau administrasi pengajaran adalah keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan di bidang pengajaran yang bertujuan agar seluruh kegiatan pengajaran terlaksana secara efektif dan efisien.[12]
b.      Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
 Menurut UU Sisdiknas tenaga kependidikan dan tenaga pendidik mempunyai perbedaan, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. [13] Jadi dalam hal ini semua sumber daya manusia yang berpartisipasi dan berpengaruh dalam kegiatan pendidikan merupakan tenaga kependidikan.
Tenaga kependidikan yang mencakup tenaga pendidik merupakan sumber daya sekolah, yang berperan penting sekaligus komponen utama dalam pengimplementasian kurikulum dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Sesistematis dan secermat apapun suatu kurikulum dirancang, jika sumber daya manusia tidak memiliki kompetensi dalam pengaplikasiannya, tentu hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang ditetapkan.
Berbicara mengenai sumber daya manusia yang harus dikelola, dibimbing, diarahkan dan dipimpin oleh kepada sekolah, merupakan pembicaraan mengenai komponen utama pendidikan. Dalam pengelolaan sumber daya manusia kepala sekolah dihadapkan kepada permasalahan yang kompleks, karena manusia merupakan makhluk yang kompleks dengan keragaman karakternya, baik dari kognitif, afektif, psikomotor, konatif dan performancenya. Segala perbedaan yang ada harus harus menjadi bahan pertimbangan kepala sekolah, dalam   merancang, merencanakan dan menentukan segala kebijaksanaan yang akan ditetapkan untuk mencapai visi sekolah dan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, kompetensi manajerial kepala sekolah untuk  pengelolaan tenaga kependidikan dan tenaga pendidik (guru), merupakan salah satu tugas utama yang harus ditingkatkan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu menciptakan suasana yang harmonis, kondusif dan terjalinnya kerjasama yang baik antara  semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan.
Sebagai supervisor, kepala sekolah melakukan penilaian terhadap segala aktivitas pendidikan, yang melibatkan tenaga kependidikan dan tenaga pendidik, untuk mengetahui pencapaian visi sekolah dan tujuan pendidikan. Setelah supervisi  dilakukan, kepala sekolah menemukan ada beberapa permasalahan yang mengakibatkan pencapaian tujuan pendidikan kurang maksimal, maka kepala sekolah harus segera mengambil kebijakan yang bersifat kuratif.
c.       Peserta didik
Peserta didik merupakan subjek dalam kegiatan pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar. Dalam konsep dan pengimplementasi kurikulum 2013 peserta didik tidak lagi menjadi cangkir kosong yang menunggu isi dari teko, tapi peserta didik berperan aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar. Peserta didik dalam kurikulum 2013, melalui strategi, metode dan teknik yang dirancang guru diharapkan bisa menjadi generasi kreatif, inovatif, motivator, kompetitor, mandiri, berkarakter (berakhlak mulia), beriman dan bertakwa. Dalam hal ini guru harus mampu menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang harmonis, dinamis dan kondusif, sehingga bisa menghantarkan peserta didik kepada tujuan pendidikan.
Peserta didik dalam UU sisdiknas no. 20 tahun 2003, disebutkan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.[14] Jadi dalam hal ini kepala sekolah harus melakukan supervisi terhadap peserta salah satunya terkait dengan proses belajar mengajar dan hasil belajar peserta didik.
d.       Keuangan dan prasarana pendidikan
 Keuangan merupakan salah satu faktor esensial penunjang efektifitas dan keefisienan penyelenggaraan pendidikan. Sistem pengelolaan pendidikan yang berdasarkan manajemen berbasis sekolah (MBS) dan sistem pendidikan nasional yang menggunakan kurikulum 2013, dengan menggunakan model pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), Inquiry discovery, tematik integratif, team teaching[15] secara tidak langsung sangat membutuhkan perencanaan, pelaksanaan, pengontrolan dan evaluasi dalam penggunaan keuangan sekolah secara efektif dan efisien.
Lembaga yang didirikan oleh masyarakat, terkait dengan permasalahan pendanaan, yaitu sumber dana dan penggunaan dana, merupakan salah satu permasalahann yang urgen dalam penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan  PP RI nomor 48 tentang pendanaan pendidikan paragraph 2 pasal 34 ayat 2 dan 3 yang berbunyi :
“Ayat 2 : Pendanaan biaya investasi selian lahan untuk satuan pendidikan penyelenggaraan program wajib belajar, baik formal maupuan non formal, yang diselenggarakan masyarakat, menjadi tanggung jawab penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.
Ayat 3 : Tanggung jawab pendanaan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sampai dengan terpenuhinya Stranda Nasional Pendidikan.”

 Kebijakan pemerintah mengenai keuangan atau pendanaan sekolah sebagaimana tercantum pada PP nomor 48, bahwa sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat akan diberikan bantuan pendanaan dari pemerintah, yaitu pada pasal 35 ayat 2 dan 3, membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pihak sekolah, khususnya kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga pendidikan dalam mengelola dana sekolah.  
Berdasarkan hasil bacaan beberapa literatur dan pengalaman di lapangan, menurut peneliti kepemimpinan serta kepiawaian kepala sekolah yang efektif dan efisien mampu menciptakan suasana sekolah yang kondusif dengan terjalinnya kerjasama yang baik berbagai pihak seperti kerjasama antara kepala sekolah dengan guru, kerjasama antara kepala sekolah dengan komite, kerjasama antara kepala sekolah dengan pihak yayasan bagi sekolah swasta, kerjasama kepala sekolah dengan staf administrasi, staf kepustakaan, penjaga sekolah, sopir sekolah dan penjaga kantin, kerjasama antara guru dengan guru, kerjasama guru dengan staf administrasi, staf kepustakaan, penjaga sekolah, sopir sekolah dan penjaga kantin.
2.      Tugas dan fungsi kepala sekolah
Sehubungan dengan uraian di atas mengenai Manajamen Berbasis Sekolah (MBS), kepala sekolah berperan sebagai seorang manajer mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
a.       Tugas kepala sekolah
Adapun tugas kepala sekolah adalah melaksanakan, dan mengawasi aktivitas sekolah dengan menyusun tujuan, memelihara disiplin dan mengevaluasi hasil pembelajaran dan pengajaran yang dicapai.[16] Sedangkan tugas sebagai kepemimpinan pengajaran menekankan tugas kepala sekolah pada dua hal utama yaitu (1) perubahan tingkah laku dan yang terlibat dalam kegiatan mengajar bertujuan untuk mencapai tujuan sekolah, dan (2) mengembangkan kebersamaan sistem sosial di dalam sekolah, secara bersama mencapai tujuan sekolah. [17]
b.      Fungsi kepala sekolah
Beberapa fungsi atau kewajiban kepala sekoklah menurut Roe dan Drake dalam Syafaruddin, yaitu :
1)   Mendorong dan memotivasi staf untuk kinerja maksimal.
2)      Mengembangkan staf secara realistik dan bertujuan dari akuntabilitas pengajaran (memonitor program pengajaran dan proses pengajaran).
3)      Mengembangkan kerjasama dalam menilai prosedur bagi kelangsungan program untuk mengidentifikasi dan mengajukan alternatif untuk perbaikan kelemahan.
4)      Bekerja dengan staf dalam mengembangkan dan melaksanakan evaluasi staf.
5)      Bekerja dengan staf dalam menyusun rencana untuk evaluasi dan pelaporan kemajuan pelajar.
6)      Menyediakan jaringan untuk keterlibatan masyarakat dalam operasional sekolah.
7)      Mendorong kajian berkelanjutan terhadap kurikulum dan inovasi pengajaran serta memberikan pertolongan dan sumber daya untuk memajukan sekolah.
8)      Menyediakan kepemimpinan untuk pelajar dalam membantu mereka mengembangkan diri penuh tanggung jawab.
9)      Membangun pusat sumber belajar dan menata penggunaannya.
10)  Mengembangkan kerjasama dengan staf dalam pengembangan keoprofesionalan yang dinamis dan program pelayanan pendidikan sendiri.[18]

3.      Peranan Kepala Sekolah
Peran Kepala sekolah sebagai pihak penentu dinamisasi sekolah dalam penerapan kurikulum 2013
a.       Kepala Sekolah sebagai Pendidikan (educator)
Kepala Sekolah sebagai educator (pendidik), kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik.[19]
b.      Kepala Sekolah sebagai Manajer
Sekolah merupakan sebuah organisasi pendidikan, yang terdiri dari komponen-komponen yang saling terkait dalam kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi (sekolah) dan yang berperan sebagai manajer yaitu kepala sekolah. Sebagai seorang manajer kepala sekolah melakukan kegiatan manajemen personalia, menurut Evans dalam Pidarta mengatakan manajemen personalia adalah bagian manajemen yang memperhatikan orang-orang dalam organisasi.[20]
Sedangkan pengertian personalia yaitu semua anggota organisasi yang bekerja untuk kepentingan organisasi yaitu untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Personalia organisasi pendidikan mencakup para guru, para pegawai, dan para wakil siswa/mahasiswa.[21]
c.       Kepala Sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah.[22]
d.      Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Kata supervisi berasal dari dua kata bahasa inggris  yaitu super dan vision. Super berarti “di atas”   dan vision artinya melihat, serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pangawasan dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan, orang yang berposisi di atas yaitu pimpinan, terhadap hal-hal yang ada di bawahnya, yaitu yang menjadi bawahannya.[23]
Dengan berperan sebagai supervisor, maka kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. [24]
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam kegiatan supervisi yaitu pendekatan humanistik, pendekatan kompetensi, pendekatan klinis, pendekatan profesional. Menurut Mulyasa, pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga kependidikannya khusus guru, disebut supervisi klinis, dengan karakteristik berikut :
1)      Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada di tangan tenaga kependidikan guru.
2)      Aspek yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan.
3)      Instrumen dan metode observasi dikembangkann bersama oleh guru dan kepala sekolah.
4)      Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru.
5)      Supervisi dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka, dan supervisor lebih banyak mendengarkan serta menjawab pertanyaan guru daripada member saran dan pengarahan.
6)      Supervisi klinis sedikitnya memiliki tiga tahap yaitu pertemuan awal, pengamatan, dan umpan balik.
7)      Adanya penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai supervisor terhadap perubahan perilaku guru yang positif sebagai hasil pembinaan.
8)      Supervisi dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan dan memecahkan suatu masalah.[25]

e.       Kepala Sekolah sebagai Pemimpin (Leader)
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.[26] Kemampuan untuk menggerakkan, menciptakan suasana yang dinamis, dan lingkungan kondusif dalam usaha kerjasama dengan para staff dan guru untuk mencapai tujuan pendidikan, merupakan salah satu kunci dan kekuatan kepala sekolah dalam kepemimpinannya. Jika kepala sekolah tidak mampu menciptakan suasana kerjasama yang dinamis dan tidak adanya pendelegasian tugas dengan staff dan guru, kepala sekolah bisa dikatakan tidak berhasil menjadi seorang pemimpin.
f.       Kepala Sekolah sebagai Inovator
Kepala sekolah sebagai pemimpin sangat dinantikan oleh para bawahan atau guru, terkait dengan inovasi atau penemuan hal yang terbaru, untuk peningkatan kinerja dalam pencapaian hasil pembelajaran. Kepala sekolah dituntut untuk melakukan inovasi, untuk mencapai perubahan dan suasana kerja yang dinamis.
Inovasi terdiri dari tindakan-tindakan mengembangkan cara-cara baru yang lebih baik untuk melaksanakan pekerjaan. Seorang manajer dapat menghasilkan ide-ide baru mengkombinasikan ide-ide lama menjadi ide-ide baru, dan mengadaptasi mereka sesuai dengan kebutuhan atau mungkin dapat bertindak sebagai katalisator.[27]
g.      Kepala Sekolah sebagai Motivator
Sebagai pemimpin harus mampu menggerakan terus kelompok dan anggota perorangan menuju arah yang dikehendaki. Kemampuan umum untuk menggerakan atau menggairahkan orang agar bertindak dinamakan motivasi. [28]Motivator merupakan orang yang mampu memberikan dorongan atau sugesti kepada orang di sekitar nya, peran ini juga dipegang oleh kepala sekolah. Untuk meningkatkan kinerja para bawahan atau guru kepala sekolah harus selalu memberikan motivasi, sehingga terciptanya suasana kerja yang energik.
Demikianlah pembahasan mengenai kepemimpinan kepala sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pada prinsipnya, setiap kepemimpinan secara umum, dan kepemimpinan seorang kepala sekolah hendaknya memegang prinsip kejujuran dan keikhlasan, karena semuanya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.


[1] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, ( Jakarta : Erlangga, 2007).,h. 268-269
[2] Herabudin, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, ( Bandung : Pustaka Setia, 2009).,h. 56
[3] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar dan Nomor 48 tentang Pendanaan Pendidikan, (Jakarta : CV.Citra Utama Media, 2008).,h. 5
[4]  E.Mulyasa,Manajemen Berbasis Sekolah, konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung : PT.Remaja Rosda Karya, 2003).,h. 11
[5] Ibid.,h. 11
[6]  Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Bandung : Rineka Cipta, 2004), cet.ke-2.,h. 108
[7] Ibid.,h. 112
[8] Rusman, Log.cit.,h.  13
[9] Ibid.,h.113
[10] Ibid.,h. 114
[11] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2006).,h. 63
[12] E.Mulyasa,Ibid.,h. 41
[13] UU Guru dan Dosen.,h.. 61
[14] UU guru dan dosen, Ibid.,h. 61
[15]  E. Mulyasa, Pengembangan dan pengimplementasian Kurikulum 2013, (Bandung : Rosda Karya, 2013).,h.50
 [16] Syafaruddin, Kepemimpinan Pendidikan, akuntabilitas pimpinan pendidikan dalam konteks otonomi daerah, (Ciputat : Quantum Teaching, 2010).,h.96
[17] Syafaruddin, Ibid.h. 104
[18] Ibid.,h.105
[19]E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, ( Bandung : Rosda Karya, 2007).,h.99
[20]  Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004).,h.109
[21] Ibid.,h. 108
[22] E.Mulyasa, Menjadi kepala sekolah profesional, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2007).,cet. ke. 9.,h.107 
[23] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Supervisi, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004).,h.2
[24] E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011).,h.253
[25] E.Mulyasa, Manajemen.,Ibid.
[26] E. Mulyasa, Menjadi kepala sekolah  professional, op.cit, h. 115
[27] Winardi, S.E,  Kepemimpinan dalam Manajemen. (Jakarta : 2000).,h. 167
[28] John Adair, Menjadi Pemimpin Efektif,  (Jakarta : Gramedia, 1994).,h. 177

Tidak ada komentar: