Cari Blog Ini

Kamis, 03 Mei 2018

Hakekat Guru Agama dan Guru Bimbingan dan Konseling.


A.  Hakekat Guru Agama dan Guru Bimbingan dan Konseling.
1.    Pengertian Guru Agama dan  Guru Bimbingan dan Konseling
28
                           Sebelum penulis membahas tentang pengertian guru agama dan guru BK, terlebih dahulu penulis kemukakan pengertian guru secara umum. Menurut pandangan tradisional guru adalah seseorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Menurut persatuan guru-guru Amerika Serikat, guru adalah semua petugas yang terlibat dalam tugas-tugas kependidikan. Menurut Balnadi Sutadipura, guru adalah orang yang layak digugu dan ditiru. Menurut Depertemen Kependidikan dan Kebudayaan, guru adalah seorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga menunjang hubungan sebaik-baiknya dengan anak didik dan menjunjung tinggi, mengembangkan serta menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, moral, kebudayaan, dan keilmuan.[1] Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[2] Berdasarkan   Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Guru dan Dosen, guru adalah “Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.[3]
Menurut Zakiah Daradjat, dkk. guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah me-rela-kan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itu pun menunjukan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat men-jabat guru.[4] Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberi ilmu pengetahuan kepada anak didik.[5]
Menurut Madyo Ekososilo sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, bahwa pendidik adalah seorang yang bertanggung jawab memberikan bimbingan secara sadar terhadap perkembangan kepribadian dan kemampuan peserta didik baik itu dari aspek jasmani maupun rohani-nya agar ia mampu hidup mandiri dan dapat memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial.[6]
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan hanya memberi ilmu pengetahuan kepada murid-murid-nya. Akan tetapi dia seorang tenaga professional yang dapat menjadikan murid-murid-nya mampu merencanakan, menganalisis, dan menyimpulkan masalah yang dihadapi. Dengan kata lain seorang guru hendaklah bercita-cita tinggi berwawasan luas, berkepribadian kuat dan tegar, serta berperi- kemanusiaan yang dalam.
Guru/pendidik dalam kontek Pendidikan Islam, diistilahkan dengan murabbi, mu`allim dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata murabbi ditunjukkan pada kalimat yang mengarahkan kepada pemeliharaan, baik jasmani maupun rohani seperti pemeliharaan orang tua kepada anaknya. Kata mu`allim adalah isim fa`il dari `allama, kata mu`alim pada umumnya dipakaikan pada aktivitas yang terpokus pada pemberian ilmu pengetahuan. Kata muaddib berasal dari kata addaba, yuaddibu, kata muaddib lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam, seperti sabda Rasul : Allah mendidikku, maka ia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan (أدبنى ربى فأحسن تأديبى). Kelihatannya ketiga trem tersebut mempunyai makna yang berbeda satu sama lainnya sesuai dengan konteks kalimat walaupun dalam situasi tertentu mempunyai makna yang sama.[7]

Menurut Muhaimin[8] dalam literatur kependidikan Islam, seorang guru atau pendidik biasa di sebut sebagai ustadz, mua`alim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu`adib.
Kata ustadz biasa digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya. Sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap Continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan Zaman
Kata mu`alim berasal dari kata dasar `ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu. Dalam setiap `ilm terkandung dimensi amaliah. Maksudnya seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakekat `ilm pengetahuan yang diajarkannya, serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktis-nya, dan berusaha membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya, mengajarkan al-hikmah, yakni kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat dan menjauhi  mudharat.
Kata murabbiy berasal dari kata dasar Rabb. Tuhan sebagai Rabb al-`alamin dan Rabb al-Nas, yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya termasuk manusia sebagai khalifah-Nya diberi tugas untuk menumbuhkembangkan kreativitas-nya agar mampu men- kreasi, mengatur dan memelihara alam semesta.
Kata mudarris berasal dari akar kata darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti: terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadi usang, melatih, mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat kemampuannya. Pengetahuandan keterampilan seseorang akan cepat usang selaras dengan percepatan kemajuan IPTEK dan perkembangan zaman, sehingga guru dituntut untuk memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbaharui pengetahuan dan keahlian nya secara berkelanjutan, agar tetap up to date dan tidak cepat usang.
Sedangkan kata mu`addib berasal dari kata adab, yang bermoral, etika, dan adab atau kemajuan (kecerdasan dan kebudayaan) lahir dan batin. Kata peradaban (Indonesia) juga berasal dari kata dasar adab, sehingga guru adalah seorang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas di masa depan.
Dari istilah-istilah tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dalam konteks pendidikan tugas pokok guru yang profesional adalah mendidik, mengajar dan melatih peserta didik. Dalam konteks pendidikan Islam, karakteristik ustadz selalu tercermin dalam segala aktivitasnya sebagai murabbiy, mu`alim, mursyid, mudarris, dan muaddib. Oleh karena itu guru pendidikan agama Islam yang profesional adalah orang yang menguasai ilmu pengetahuan sekaligus mampu melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi, serta amaliah (implementasi), mampu menyiapkan peserta didik agar tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasi-nya untuk kemaslahatan diri dan masyarakat, memiliki kepekaan informasi, intelektual, mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik serta menjadi konsultan bagi peserta didik yang diridhai oleh Allah.
Menurut Bukhari Umar, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik berarti juga orang orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohani-nya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah SWT dan mampu melakukan tugasnya sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individual yang mandiri.[9]
  Menurut Ramayulis, yang dimaksud dengan pengertian guru agama Islam adalah orang yang melaksanakan bimbingan terhadap peserta didik secara Islami, dalam suatu situasi pendidikan Islam untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan ajaran Islam.[10]
Adapun yang dimaksud dengan pengertian guru Bimbingan dan Konseling atau konselor sekolah adalah seorang tenaga professional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan. Bagi konselor sekolah pelayanan bimbingan menjadi profesi atau jabatan seumur hidup. Konselor sekolah memberikan layanan-layanan bimbingan kepada para siswa dan menjadi konsultan bagi staf sekolah dan orang tua. Komponen bimbingan bimbingan yang mendapat perhatian utama ialah konseling.[11]
Konselor sekolah adalah sebagai petugas profesional, artinya secara formal mereka telah di siapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Mereka di didik secara khusus untuk menguasai seperangkat kompetensi yang diperlukan bagi pekerjaan bimbingan dan konseling. Jadi dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa konselor sekolah memang sengaja dibentuk atau disiapkan untuk menjadi tenaga-tenaga yang profesional, dalam pengetahuan, pengalaman dan kualitas pribadinya dalam bimbingan dan konseling.

2. Tugas, Tanggung Jawab Guru Agama dan guru Bimbingan dan Konseling
a. Tugas, tanggung jawab guru agama.
Secara sederhana tugas guru adalah mengarahkan dan membimbing peserta didik agar pengetahuannya semakin meningkat, keterampilannya semangkin baik, serta semangkin terbina dan berkembangnya potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini ada ahli yang mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu melaksanakan inspiring teaching, yaitu guru yang melalui kegiatan pembelajaran mampu mengilhami peserta didiknya, dan mampu mendorong peserta didik agar dapat mengemukakan gagasan-gagasan yang baik.[12]
Bila yang dibicarakan tentang tugas dan tanggung jawab guru agama dalam pendidikan agama Islam, maka yang terbayang dalam pikiran adalah suatu tugas dan tanggung jawab yang berat. Artinya, dipundak guru agama sudah terpikul beberapa tugas dan tanggung jawab, yaitu sebagai pengemban amanat orang tua, dan pengemban amanat Allah SWT sekaligus. Hal ini akan dimintai pertanggung jawabannya (ditanyai) oleh Allah SWT kelak di hari akhir. Sebagai mana dinyatakan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya :
"حدثنا بشر بن محمد السخيتاني أخبرنا عبد الله   أخبرنا يونس عن الزهري قال أخبرني سالم عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: كلكم راع ومسؤل عن رعيته والإمام راع ومسؤل عن رعيته والرجل راع في أهله ومسؤل عن رعيته والمرأة في بيت زوجها راعيتة ومسؤلة عن رعيتها والخادم في مال سيده راع ومسؤل عن رعيته. قال: وحسبت أن قد قال: والرجل راع في مال أبيه(رواه البخاري)". [13]

Artinya: “Bahwasanya Abdullah Bin Umar ra. pernah mendengar bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinan-nya. Imam (pemimpin) adalah menjadi pemimpin terhadap rakyatnya, dan bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang wanita (istri) adalah pemimpin terhadap rumah tangganya, dan bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Pelayan adalah menjadi pemimpin terhadap harta majikannya, dan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Abdullah berkata: Nabi SAW. juga bersabda: “Laki-laki itu pemimpin bagi harta benda ayahnya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Kamu semua adalah pemimpin dan pertanggung jawab atas kepemim-pinannya”. (Hadis Shahih Bukhari).  

Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT termasuk guru agama yang berfungsi sebagai pemimpin terhadap peserta didik / siswanya di sekolah. Dipihak lain, guru agama seorang tenaga profesional dibidangnya juga mempunyai tugas dan tanggung jawab, menurut Zuhairini dan dkk., sebagaimana dikutip oleh Syafruddun Nurdin tugas guru agama adalah:
1)     Mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia.
2)     Menanamkan keimanan dan ketaqwaan anak.
3)     Mendidik anak agar taat menjalankan agama.
4)     Mengajarkan pendidikan agama Islam.[14]

Secara garis besar tugas dan tanggung jawab guru agama itu, akan penulis uraikan berikut ini :
1)     Mendidik anak agar berbudi pekerti mulia.
Pendidikan budi pekerti atau akhlak bertujuan untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia (berkeperibadian muslim) merupakan dari jiwa pendidikan agama Islam. Karena Nabi Muhammad SAW sendiri pun memiliki misi dan tugas pokok yang sama dengan apa yang diuraikan di atas. Sebagaimana  sabdanya: “Dari Abi Hurairah semoga Allah SWT meridhainya. Dia berkata Rasulullah saw berkata: Sesungguhnya aku diutus untuk menyem-purnakan budi pekerti”.
Dari gambaran dan tugas dan tanggung jawab guru agama di atas, jelaslah bahwa guru agama tidak hanya sekedar mengisi otak anak didik dengan ilmu dan teori-teori semata, tetapi yang lebih penting adalah mendidik budi pekerti dan menanamkan jiwa agama ke dalam dirinya, sehingga tujuan pendidikan agama Islam tercermin dalam setiap gerak dan tingkah lakunya.
2)     Menanamkan keimanan ke dalam jiwa peserta didik
Sebagai pendidik, guru agama di samping mengajarkan ilmu pengetahuan agama juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi yaitu menanamkan keimanan ke dalam peserta didik atau siswanya, sehingga benar-benar merekat ke dalam dirinya.
3)     Mendidik peserta didik agar taat menjalankan ajaran agama.
Agar peserta didik/siswa taat menjalankan ajaran agama perlu adanya pembiasaan pada diri mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam. Sebab dengan pembiasan-pembiasaan yang terus-menerus secara berkesi-nambungan, hal-hal yang dianggap berat dan sukar pada mulanya, lambat laun akan menjadi ringan. Secara umum ada kecenderungan bahwa anak/peserta didik kurang tertarik mempelajari pengetahuan agama dan melaksanakan aturan-aturan agama yang mengikat, biasanya mereka mau bebas. Hal ini merupakan tugas-tugas bagi guru dan mesti ada upaya untuk mengatasinya.
4)     Mengajarkan pendidikan agama Islam.
Guru-guru agama mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengajarkan pengetahuan agama kepada peserta didik secara utuh (kaffah), sehingga mereka mengerti dan paham akan ajaran agama Islam yang di sampaikan oleh Nabi Muhammad SAW ajaran agama tersebut. Merupakan bekal hidup dan kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Ajaran agama tidak ubah-nya seperti obor atau pelita dalam kehidupan manusia, baik bagi diri pribadi maupun dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dengan ajaran agama manusia dapat selamat dan menempuh hidup dan kehidupannya dari dunia sampai ke akhirat. Hidup tanpa agama tidak akan merasakan kebahagiaan dan ketentraman.

Sebagai guru agama maka ia diberikan kewenangan dalam menjalankan tugasnya. Tugas guru agama sebenarnya sama saja dengan guru umum hanya dalam aspek-aspek tertentu ada perbedaan terutama yang erat kaitannya dengan misi-nya sebagai guru pada umumnya. Di antara tugas guru agama adalah :
1)     Sebagai pembimbing, guru agama harus membawa peserta didik ke arah kedewasaan berfikir yang kreatif dan inovatif.
2)     Sebagai penghubung, antara sekolah dan masyarakat, setelah peserta didik tamat belajar di suatu sekolah, guru agama harus membantu agar alumni-nya mampu mengabdikan dirinya dalam lingkungan masyarakat.
3)     Sebagai penegak disiplin, guru agama harus menjadi contoh dalam melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah.
4)     Sebagai administrator, seorang guru agama harus pula mengerti dan melaksanakan urusan tata usaha terutama yang berhubungan dengan administrasi pendidikan.
5)     Sebagai suatu profesi, seorang guru agama harus bekerja professional dan menyadari benar-benar pekerjaannya amanat dari Allah SWT.
6)     Sebagai perencana kurikulum, maka guru agama harus berpartisipasi aktif dalam setiap penyusunan kurikulum, karena ia yang lebih tahu kebutuhan peserta didik dan masyarakat tentang masalah keagamaan. 
7)     Sebagai pekerja yang memimpin, (guidance worker) guru agama harus berusaha membimbing peserta didik dalam pengalaman belajar.
8)     Sebagai fasilitator pembelajaran, guru agama bertugas membimbing dalam mendapatkan pengalaman belajar, memonitor kemajuan belajar, membantu kesulitan belajar (melancarkan pembelajaran).
9)     Sebagai motivator, guru agama harus dapat memberikan dorongan dan niat yang ikhlas karena Allah SWT dalam belajar.
10)  Sebagai organization, guru agama harus dapat mengorganisir kegiatan belajar peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.
11)  Sebagai manusia sumber, maka guru agama harus menjadi sumber nilai keagamaan, dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik terutama dalam aspek keagamaan.
12)  Sebagai manejer, guru agama harus berpartisipasi dalam manajemen pendidikan di sekolahnya baik yang bersifat kurikulum maupun di luar kurikulum.[15]

Tugas dan tanggung jawab guru agama bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap anak didiknya akan tetapi lebih jauh dari itu. pendidik akan mempertanggungjawabkan segala tugas yang di laksanakan-nya kepada allah SWT .begitu juga dengan guru agama mempunyai tanggung jawab yang besar terutama, dalam pengajaran remedial, karena jika dibiarkan siswa larut dalam ketidak pahaman terhadap materi pelajaran agama maka siswa pun akan sulit menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, guru agama membimbing siswa ke arah hidup yang sukses dunia dan akhirat .  
    
b.    Tugas, tanggung jawab guru BK
Dalam SK Menpan No. 84/1993 ditegaskan bahwa tugas pokok guru pembimbing adalah “Menyusun program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya”. (pasal 4).[16]
Unsur-unsur utama yang terdapat di dalam tugas pokok guru pembimbing meliputi :
1)      Bidang-bidang bimbingan
2)      Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling
3)      Jenis-jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
4)      Tahapan pelaksanaan program bimbingan dan konseling
5)      Jumlah siswa yang menjadi tanggung jawab guru pembimbing untuk memperoleh pelayanan (minimal 150 orang siswa).[17]

Menurut Dewa Ketut Sukardi sebagaimana yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, bahwa tugas-tugas konselor di sekolah secara khusus adalah sebagai berikut:
1)      Bertanggung jawab tentang keseluruhan pelaksanaan layanan konseling di sekolah.
2)      Mengumpulkan, menyusun, mengolah serta menafsirkan data, yang kemudian dapat dipergunakan oleh semua staf bimbingan sekolah.
3)      Memilih dan mempergunakan berbagai instrument tes psikologis untuk memperoleh berbagai informasi mengenai bakat khusus, minat, kepribadian, dan intelegensi untuk masing-masing peserta didik.
4)      Melaksanakan bimbingan kelompok maupun bimbingan individual (wawancara konseling).
5)      Membantu petugas bimbingan untuk mengumpulkan, menyusun dan mempergunakan informasi tentang berbagai permasalahan pendidikan, pekerjaan, jabatan atau karier, yang dibutuhkan oleh guru bidang studi dalam proses belajar-mengajar.
6)      Melayani orang tua / wali peserta didik ingin mengadakan konsultasi tentang anak-anaknya.[18]

3.    Fungsi, Peranan Guru Agama dan Guru Bimbingan dan Konseling
Menurut Roestijah NK peran guru dalam interaksi adalah:
a.    Sebagai Fasilitator, yakni menyediakan situasi dan kondisi yang dibutuhkan oleh individu yang belajar.
b.    Sebagai pembimbing, yakni memberikan bimbingan terhadap siswa dalam interaksi belajar mengajar, agar siswa tersebut mampu belajar dengan lancar dan berhasil secara efektif dan efisien.
c.    Sebagai motivator, yaitu memberi dorongan dan semangat agar siswa mau dan giat belajar.
d.   Sebagai organizator, yakni mengorganisasikan kegiatan belajar mengajar siswa dengan guru.
e.    Manusia sebagai sumber informasi, yakni memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa, baik berupa pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.[19]

Pendidik/guru adalah orang yang berperan dalam pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam segala bidang. Untuk itu guru sebagai satu unsur pendidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman yang berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terdapat tanggung jawab atau kematangan tertentu. Disini terlihat bahwa guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar yang hanya melakukan “transfer of knowledge”, akan tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan “transfer of value”, dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengertian dan menuntun peserta didik dalam belajar. Sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat komplit dalam proses belajar mengajar, untuk mengantarkan siswa ke tahap yang dicita-citakanya.
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki siswa tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.[20]
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh computer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsure-unsur manusiawi seperti sikap, system nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.[21]
Hal senada juga diungkapkan oleh Ramayulis, kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh teknologi seperti radio, tape recorder, internet, maupun computer yang paling modern. Banyak unsure-unsur manusiawi seperti sikap, system nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan, dan keteladanan, yang diharapkan dari hasil proses pembelajaran, yang tidak dapat dicapai kecuali melalui pendidik.[22]
Menurut al-Nalahwi sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, bahwa peran guru hendaklah mencontoh peran yang dilakukan Rasulullah yaitu mengaji dan mengembangkan ilmu Ilahi. Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran : 79 : 
$tB tb%x. @t±u;Ï9 br& çmuŠÏ?÷sムª!$# |=»tGÅ3ø9$# zNõ3ßsø9$#ur no§qç7Y9$#ur §NèO tAqà)tƒ Ĩ$¨Z=Ï9 (#qçRqä. #YŠ$t6Ïã Ík< `ÏB Èbrߊ «!$# `Å3»s9ur (#qçRqä. z`¿ÍhŠÏY»­/u $yJÎ/ óOçFZä. tbqßJÏk=yèè? |=»tGÅ3ø9$# $yJÎ/ur óOçFZä. tbqßâôs?                            

Artinya: “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.

Kata “Rabbani” pada ayat di atas menunjukan pengertian bahwa pada diri setiap orang kedalaman kesempurnaan ilmu atau taqwa. Hal ini tentu erat kaitannya dengan fungsinya sebagai pendidik. Ia tidak akan dapat memberikan pendidikan yang baik, bila ia sendiri tidak memperhatikan dirinya sendiri.[23] Dengan kata lain guru menempati peranan kunci dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Peranan kunci ini dapat diemban apabila ia memiliki tingkat kemampuan professional yang tinggi.  
Dalam pendidikan agama Islam keberhasilan proses pembelajaran, sangat ditentukan oleh profesionailtas guru agama. Profesionalitas adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional. Indikator guru yang profesional adalah:
a.    Selalu membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Sebelum mengajar guru harus sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin berupa persiapan fisik, mental, materi pendidikan, dan metodologi pembelajaran. Persiapan fisik berupa performance baik berupa pakaian, kerapian, dan kebugaran jasmani. Persiapan mental mencakup sikap batin guru untuk mempunyai komitmen dan mencintai profesi pendidik untuk membantu peserta didik mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Sedangkan kesiapan materi meliputi penguasaan bahan belajar yang akan disampaikan kepada peserta didik. Kesiapan metodologi adalah penguasaan terhadap metode mengajar tercermin dari pemahaman yang utuh tentang materi pokok yang ada dalam kurikulum dan diperkaya.
b.    Berusaha mengubah pola fikir lama menjadi pola fakir baru yang menempatkan peserta didik sebagai arsitek pembangunan gagasan dan guru berfungsi untuk “melayani” dan berperan sebagai mitra peserta didik supaya peristiwa belajar bermakna berlangsung pada semua individu. Guru perlu mengkondisikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik aktif mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga ia memperoleh pengalaman belajar. Hal ini terjadi jika ditunjang oleh penerapan srategi belajar yang mendorong peserta didik terlibat secara fisik dan psikis tentang proses pembelajaran.
c.    Bersikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang eduktif. Guru diharapkan mengembangkan dan mengelaborasi sendiri materi pokok yang diterapkan dalam kurikulum. Untuk itu, sikap kritis harus dimiliki oleh guru yang tercermin antara lain dari praktek pembelajaran yang mengaitkan dengan problem realitas yang ada di masyarakat selain itu, guru juga diharapkan berani memberikan masukan tentang praktek pendidikan di sekitarnya, terutama di lingkungan sekolahnya, yang tidak mencerminkan praktek pendidikan, misalnya tidak membuat peserta didik melalui strategi pembelajaran yang diterapkan para guru lain.
d.   Berkehendak mengubah pola tindakan dalam menetapkan  peran peserta didik, guru berperan dan bergaya mengajar. Peran peserta didik digeser dari peran sebagai “konsumen” gagasan, seperti menyalin, mendengar, menghafal, ke peran sebagai “produsen” gagasan, seperti bertanya, meneliti, dan mengarang. Peran guru harus berada pada fungsi sebagai fasilitator (pemberi kemudahan peristiwa belajar) dan bukan pada fungsi sebagai penghambat peristiwa belajar. Gaya belajar lebih difokuskan pada model pemberdayaan dan pengkondisian dari pada model latihan (drill) dan pemaksaan (indoktrinasi). Hal ini akan terwujud jika guru mempunyai pemahaman atau kesadaran tentang hakekat pendidikan, yakni sebagai proses memanusiakan manusia (peserta didik) dengan cara mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
e.    Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat agar dapat berpihak pada kepentingan peserta didik cenderung sulit diterima oleh orang awam dengan menggunakan argumentasi yang logis dan kritis. Dalam system kurikulum berbasis kompetensi, keberpihakan pada kepentingan peserta didik perlu ditekankan dalam kegiatan pembelajaran, dalam pengertian bahwa semua aktifitas pembelajaran pada dasarnya diperuntukkan untuk kemanfaatan dan kebermaknaan peserta didik. Untuk itu, guru dituntut aktif dan kreatif mengembangkan dan menciptakan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik aktif, tidak hanya dipahami sebatas yang berlangsung di kelas tapi juga di luar kelas.
f.     Bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan seperti pembuatan alat bantu belajar, analisis materi pembelajaran, penyusunan lat penilaian beragam, perancangan beragam organisasi kelas, dan perancangan kebutuhan kegiatan pembelajaran lainnya. Untuk mengoptimalkan KP guru perlu memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekitar sekolah, baik sumber belajar yang dirancang khusus untuk tujuan pembelajaran (by design) maupun sumber belajar yang sudah bersedia secara alami yang tinggal dimanfaatkan oleh guru (by Utilization).[24]

Sementara itu Muhammad Surya memberikan pemahaman terhadap profesionalitas guru pada penampilan. Bukan menyebut dengan istilah “penampilan profesional”, stuasi dan kondisi pada dasarnya merupakan cerminan dari kualitas kepribadian.
Penampilan guru dapat digambarkan sebagai berikut :
a.    Komponen Penampilan, yaitu unsur kemampuan mewujudkan-kan berbagai perilaku kinerja yang nampak sesuai dengan bidang jabatan dan tugasnya sebagai pendidik.
b.    Komponen Subyek, yaitu unsur kemampuan penguasaan bahan, substansi pengetahuan yang relevan dengan bidang jabatan dan tugas pendidik sebagai prasyarat bagi penampilan kinerjanya secara tepat dan efektif.
c.    Komponen Profesional, yaitu unsure kemampuan penguasaan substansi pengetahuan dan keterampilan teknis keahlian khusus dalam bidang jabatan dan tugas pendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan atau latihan secara khusus.
d.   Komponen Proses, yaitu unsur kemampuan penguasaan proses-proses mental intelektual yang cukup proses berfikir (logis, kritis, rasional, kreatif), dalam pemecahan masalah, pembuatan keputusan, dan sebagainya. Ssebagai prasyarat bagi terwujudnya penampilan kinerja pendidik.
e.    Komponen Penyesuaian diri, yaitu unsure kemampuan penyerasian dan penyesuaian diri terhadap tuntutan lingkungan berdasarkan karakteristik pribadi untuk merencanakan keefektifan kinerja pendidikan.
f.     Komponen Kepribadian, yaitu kualitas keseluruhan perilaku sebagai prasyarat fundamental bagi terwujudnya penampilan kinerja secara keseluruhan. Dan tentu saja kepribadian yang diharapkan adalah kepribadian yang sesuai dengan nilai ajaran Islam. [25]

Jabatan guru termasuk salah satu jenis pekerjaan profesional. Sebagai pekerja profesional, sekurang-kurangnya harus menguasai 4 (empat) kompetensi dengan baik, yaitu sebagai berikut:
a.       Menguasai substansi, yakni materi dan kompetensi berkaitan dengan mata pelajaran yang dibina-nya, sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
b.      Menguasai metodologi mengajar, yakni metodik khusus untuk mata pelajaran yang dibina-nya.
c.       Menguasai teknik evaluasi dengan baik
d.      Memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai moral dan kode etik profesi.[26]

Adapun tugas dan peranan guru BK menurut Prayitno dan Erman Amti yaitu[27] :


a.    Membantu guru bidang studi dalam mendiagnosis kesulitan belajar siswa
1)        Menjelaskan pengertian, tujuan kegunaan dan contoh-contoh diagnosis kesulitan belajar kepada personal sekolah, siswa dan orang tua.
2)        Mengidentifikasi siswa-siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3)        Menganalisis latar belakang penyebab kesulitan belajar siswa.
4)        Membantu guru bidang studi dalam menyelenggarakan tes diagnostic
5)        Bekerja sama dengan guru bidang studi untuk menemukan letak kesulitan belajar siswa
6)        Bekerja sama dengan guru bidang studi dalam menerapkan teknik dan starategi penanganan kesulitan belajar siswa.
7)        Memantau dan melaksanakan penilaian terhadap usaha diagnosis kdaulitan belajar.
8)        Merancang dan melaksanakan tindak lanjut penanganan kesulitan belajar siswa.
9)        Menyusun laporan kegiatan diagnosis dan penanganan kesulitan belajar dan menyampaikan-nya kepada pimpinan sekolah sesuai kode etik BK.                                                                                                                                                                                       
b.    Membantu guru bidang studi dalam penyelenggaraan pengajaran perbaikan dan program pengayaan.
1)        Menjelaskan pengertian, tujuan kegunaan dan contoh-contoh pelajaran perbaikan / program pengayaan kepada personal sekolah, siswa dan orang tua.
2)        Membantu guru bidang studi dalam menyusun persiapan pengajaran perbaikan / program pengayaan.
3)        Membantu guru dalam melaksanakan pengajaran perbaikan / program pengayaan.
4)        Menilai pelaksanaan pengajaran perbaikan / program pengayaan
5)        Menyusun laporan tentang proses dan hasil pengajaran perbaikan / program pengayaan dan menyampaikan-nya kepada pimpinan sekolah sesuai dengan kode etik sekolah sesuai dengan kode etik BK.



[1]Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Padang: IAIN-IB Press, 1999), h. 5.
[2] WJS. Purwadarminta, Loc.cit.
[3] Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Fokus Media, 2008), h. 2.
[4]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 39
[5]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h. 31
[6]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 50.
[7]Ramayulis, Op. cit, h. 17.
[8]Muhaimin, Pengembangan Kurukulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 44.
[9]Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:  Amzah, 2010), h. 83
[10] Ramayulis, Op. cit, h.  46.
[11]W.S Winkel dan M. M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta, 2004),  h. 168.
[12] Abudin Nata, Pradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Grafindo, 2001), h. 134.
[13]محمد بن إسماعيل أبو عبد الله البخاري الجعفي, الكتاب : الجامع الصحيح المختصر, ( بيروت : دار ابن كثير, 1987 م , ص. 1010, ج. 3 
[14]Syafruddin Nurdin, Implementasi Pola Pembinaan Pendidikan Agama Islam terpadu Oleh Guru Agama SLTP Negeri Se Kota Madya Padang, (Padang: IAIN “IB” Padang, Tahun Anggaran 1997/1998), h. 25
[15]Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), cet. ke-4,       h. 55-56

[16]Nurihsan, Op.cit., h. 43.
[17] Ibid. h. 44.
[18]Abu Ahmadi, Op. cit. h. 50-51.
[19]Roestijah NK, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, (Jakarta: PT Bina Aksarah, 1982), h. 46.
[20]E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional MenciptakanPembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 35.
[21] Nana Sudjana, Op. Cit. h. 12  
[22]Ramayulis, Op. cit. h. 74.
[23]Ibid
[24] Ibid, h. 57-58
[25]Ibid, h. 69-60. 
[26]Ibid  
[27]Prayitno dan Erman Amti, Op.cit., h. 336-337
[28]Depdikbud, Pedoman Analisis Hasil Evaluasi Belajar, (Jakarta: PPKG dan PMTK, 1992), h. 45   
[29]S.C. Utami Munandar, Bunga Rampai Anak-Anak Berbakat, Pembinaan dan Ke- pendidikannya, (Jakarta: Rajawali, 1986),  h. 34    
[30]Be Kim Hoa Nio, Diagnosa Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial Mata Pelajaran Bahasa Inggris, (Jakarta: Depdikbud-Ditjen Dikti. LPTK, 1984), h. 25
[31]Silverius Suke, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, (Jakarta: PT. Grasindo, 1991), h. 16 
[32]Slavin Robert E., Educational Psichology Theory In To Practice, (New Jersy: Drentice Hall International, 1978), h. 45 
[33] Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta: Erl;angga, 1998), h. 60
[34]Ibid, h. 62
[35]Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan, Perangkat Sistem Pengajaran Modul.  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986), h. 105
[36] Depdikbud, Op.cit., h. 19
[37]Moh. Uzer Usman dan Lili Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), h. 104.
[38]Abu Ahmadi Dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1991), h. 145.
[39]Ibid. 
[40]Depdikbud, Op. cit. h. 2. 
[41]Moh. Uzer dan lilisetiawati, Op. cit. h. 104.
[42]Depdikbud, Op.cit, h. 34.

[43]Abu Ahmadi, Op.cit, h. 155-156.  
[44]Achmad Juntika Nurihsan, Srategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 23.
[45]Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991) h. 174-179. 
[46]Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Op.cit., h. 174-179
[47]Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 21. 

[48]Depdikbud, Op.cit., h. 7-10
[49]Be Kim Hoa Nio, Op.cit., h. 14-15
[50] Depdikbud, Op.cit., h. 45
[51] Abin Syamsudin Makmun, Op.cit., h. 257
[52] Hafni Ladjid, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Padang: IAIN IB Press, 1999),   h. 81
[53]  Prayitno dan Erman Amti, Op.cit., h. 336-337
[54]Dekdikbud Kurikulum SMU, Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah direktoral Pendidikan Menengah Umum, 1994), h. 46
[55]Dewa Ketut Sukardi, Manajemen Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Alfabeta, 2003), h. 5 
[56]Ibid
[57]Ibid, h. 6

[58]Suharsimi Arikunto, Penilaian Program pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1988),       h. 1
[59]M. Bin Isya` Abu Isya`, At-Tirmizi, Al-Jami` As-shahih Sunan At-Tirmizi, (Bairut: Darul, Ihya` At-Turas Al-`Arabi, tt.), Jus 5, h. 34 
58Abu H.F. ramadhan, Tarjamah Duratun Nasihin, (Surabaya: Mahkota, 1987), h.365

Tidak ada komentar: