A. Hakekat
Guru Agama dan Guru Bimbingan dan Konseling.
1. Pengertian
Guru Agama dan Guru Bimbingan dan Konseling
28
|
Menurut
Zakiah Daradjat, dkk. guru adalah pendidik professional, karenanya secara
implisit ia telah me-rela-kan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung
jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua. Mereka ini, tatkala
menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab
pendidikan anaknya kepada guru. Hal itu pun menunjukan pula bahwa orang tua
tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak
sembarang orang dapat men-jabat guru.[4]
Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberi ilmu pengetahuan
kepada anak didik.[5]
Menurut
Madyo Ekososilo sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, bahwa pendidik adalah
seorang yang bertanggung jawab memberikan bimbingan secara sadar terhadap
perkembangan kepribadian dan kemampuan peserta didik baik itu dari aspek
jasmani maupun rohani-nya agar ia mampu hidup mandiri dan dapat memenuhi
tugasnya sebagai makhluk Tuhan sebagai individu dan juga sebagai makhluk
sosial.[6]
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan hanya memberi ilmu
pengetahuan kepada murid-murid-nya. Akan tetapi dia seorang tenaga professional
yang dapat menjadikan murid-murid-nya mampu merencanakan, menganalisis, dan
menyimpulkan masalah yang dihadapi. Dengan kata lain seorang guru hendaklah
bercita-cita tinggi berwawasan luas, berkepribadian kuat dan tegar, serta
berperi- kemanusiaan yang dalam.
Guru/pendidik dalam kontek Pendidikan Islam,
diistilahkan dengan murabbi, mu`allim dan muaddib. Kata murabbi
berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata murabbi ditunjukkan pada
kalimat yang mengarahkan kepada pemeliharaan, baik jasmani maupun rohani
seperti pemeliharaan orang tua kepada anaknya. Kata mu`allim adalah isim
fa`il dari `allama, kata mu`alim pada umumnya dipakaikan pada
aktivitas yang terpokus pada pemberian ilmu pengetahuan. Kata muaddib
berasal dari kata addaba, yuaddibu, kata muaddib lebih
relevan dengan konsep pendidikan Islam, seperti sabda Rasul : Allah mendidikku,
maka ia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan (أدبنى
ربى فأحسن تأديبى). Kelihatannya ketiga trem tersebut mempunyai makna yang
berbeda satu sama lainnya sesuai dengan konteks kalimat walaupun dalam situasi
tertentu mempunyai makna yang sama.[7]
Menurut
Muhaimin[8]
dalam literatur kependidikan Islam, seorang guru atau pendidik biasa di sebut
sebagai ustadz, mua`alim, murabbiy, mursyid, mudarris,
dan mu`adib.
Kata
ustadz biasa digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini mengandung makna
bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam
mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya
melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya. Sikap komitmen terhadap
mutu proses dan hasil kerja, serta sikap Continous improvement, yakni
selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya
sesuai dengan tuntutan Zaman
Kata mu`alim
berasal dari kata dasar `ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu.
Dalam setiap `ilm terkandung dimensi amaliah. Maksudnya seorang guru
dituntut untuk mampu menjelaskan hakekat `ilm pengetahuan yang
diajarkannya, serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktis-nya, dan berusaha
membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya, mengajarkan al-hikmah,
yakni kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat dan
menjauhi mudharat.
Kata murabbiy
berasal dari kata dasar Rabb. Tuhan sebagai Rabb al-`alamin dan Rabb
al-Nas, yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya termasuk
manusia sebagai khalifah-Nya diberi tugas untuk menumbuhkembangkan
kreativitas-nya agar mampu men- kreasi, mengatur dan memelihara alam semesta.
Kata
mudarris berasal dari akar kata darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa
dirasatan, yang berarti: terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadi
usang, melatih, mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru
adalah berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau
memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan
bakat, minat kemampuannya. Pengetahuandan keterampilan seseorang akan cepat
usang selaras dengan percepatan kemajuan IPTEK dan perkembangan zaman, sehingga
guru dituntut untuk memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta
memperbaharui pengetahuan dan keahlian nya secara berkelanjutan, agar tetap up
to date dan tidak cepat usang.
Sedangkan
kata mu`addib berasal dari kata adab, yang bermoral, etika, dan
adab atau kemajuan (kecerdasan dan kebudayaan) lahir dan batin. Kata peradaban
(Indonesia) juga berasal dari kata dasar adab, sehingga guru adalah seorang
yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization)
yang berkualitas di masa depan.
Dari
istilah-istilah tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dalam konteks pendidikan
tugas pokok guru yang profesional adalah mendidik, mengajar dan melatih peserta
didik. Dalam konteks pendidikan Islam, karakteristik ustadz selalu tercermin
dalam segala aktivitasnya sebagai murabbiy, mu`alim, mursyid, mudarris, dan
muaddib. Oleh karena itu guru pendidikan agama Islam yang profesional
adalah orang yang menguasai ilmu pengetahuan sekaligus mampu melakukan transfer
ilmu pengetahuan, internalisasi, serta amaliah (implementasi), mampu menyiapkan
peserta didik agar tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasi-nya untuk
kemaslahatan diri dan masyarakat, memiliki kepekaan informasi, intelektual,
mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik serta menjadi konsultan
bagi peserta didik yang diridhai oleh Allah.
Menurut
Bukhari Umar, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta
didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik
(karsa). Pendidik berarti juga orang orang dewasa yang bertanggung jawab
memberikan pertolongan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan
rohani-nya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu mandiri dalam memenuhi
tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah SWT dan mampu melakukan
tugasnya sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individual yang mandiri.[9]
Menurut Ramayulis, yang dimaksud dengan pengertian guru agama Islam
adalah orang yang melaksanakan bimbingan terhadap peserta didik secara Islami, dalam suatu situasi pendidikan Islam untuk
mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan ajaran Islam.[10]
Adapun yang dimaksud dengan pengertian guru Bimbingan
dan Konseling atau konselor sekolah adalah seorang tenaga professional yang
memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh
waktunya pada pelayanan bimbingan. Bagi konselor sekolah pelayanan bimbingan
menjadi profesi atau jabatan seumur hidup. Konselor sekolah memberikan
layanan-layanan bimbingan kepada para siswa dan menjadi konsultan bagi staf
sekolah dan orang tua. Komponen bimbingan bimbingan yang mendapat perhatian
utama ialah konseling.[11]
Konselor sekolah adalah sebagai petugas
profesional, artinya secara formal mereka telah di siapkan oleh lembaga atau
institusi pendidikan yang berwenang. Mereka di didik secara khusus untuk
menguasai seperangkat kompetensi yang diperlukan bagi pekerjaan bimbingan dan
konseling. Jadi dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa konselor sekolah
memang sengaja dibentuk atau disiapkan untuk menjadi tenaga-tenaga yang
profesional, dalam pengetahuan, pengalaman dan kualitas pribadinya dalam
bimbingan dan konseling.
2. Tugas,
Tanggung Jawab Guru Agama dan guru Bimbingan dan Konseling
a. Tugas,
tanggung jawab guru agama.
Secara
sederhana tugas guru adalah mengarahkan dan membimbing peserta didik agar
pengetahuannya semakin meningkat, keterampilannya semangkin baik, serta
semangkin terbina dan berkembangnya potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini ada
ahli yang mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu melaksanakan inspiring
teaching, yaitu guru yang melalui kegiatan pembelajaran mampu mengilhami peserta
didiknya, dan mampu mendorong peserta didik agar dapat mengemukakan
gagasan-gagasan yang baik.[12]
Bila
yang dibicarakan tentang tugas dan tanggung jawab guru agama dalam pendidikan
agama Islam, maka yang terbayang dalam pikiran adalah suatu tugas dan tanggung
jawab yang berat. Artinya, dipundak guru agama sudah terpikul beberapa tugas
dan tanggung jawab, yaitu sebagai pengemban amanat orang tua, dan pengemban
amanat Allah SWT sekaligus. Hal ini akan dimintai pertanggung jawabannya
(ditanyai) oleh Allah SWT kelak di hari akhir. Sebagai mana dinyatakan oleh
Rasulullah SAW dalam sabdanya :
"حدثنا
بشر بن محمد السخيتاني أخبرنا عبد الله أخبرنا يونس عن الزهري قال أخبرني سالم عن ابن
عمر رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: كلكم راع ومسؤل
عن رعيته والإمام راع ومسؤل عن رعيته والرجل راع في أهله ومسؤل عن رعيته والمرأة في
بيت زوجها راعيتة ومسؤلة عن رعيتها والخادم في مال سيده راع ومسؤل عن رعيته. قال:
وحسبت أن قد قال: والرجل راع في مال أبيه(رواه البخاري)". [13]
Artinya:
“Bahwasanya Abdullah Bin Umar ra. pernah mendengar bahwa Rasulullah SAW.
bersabda : “Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab
atas kepemimpinan-nya. Imam (pemimpin) adalah menjadi pemimpin terhadap
rakyatnya, dan bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Seorang laki-laki
(suami) adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang
wanita (istri) adalah pemimpin terhadap rumah tangganya, dan bertanggung jawab
tentang kepemimpinannya. Pelayan adalah menjadi pemimpin terhadap harta
majikannya, dan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Abdullah berkata:
Nabi SAW. juga bersabda: “Laki-laki itu pemimpin bagi harta benda ayahnya dan
bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Kamu semua adalah pemimpin dan
pertanggung jawab atas kepemim-pinannya”. (Hadis Shahih Bukhari).
Dari
hadis di atas dapat dipahami bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggung
jawaban oleh Allah SWT termasuk guru agama yang berfungsi sebagai pemimpin
terhadap peserta didik / siswanya di sekolah. Dipihak lain, guru agama seorang
tenaga profesional dibidangnya juga mempunyai tugas dan tanggung jawab, menurut
Zuhairini dan dkk., sebagaimana dikutip oleh Syafruddun Nurdin tugas guru agama
adalah:
1) Mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia.
2) Menanamkan keimanan dan ketaqwaan anak.
3) Mendidik anak agar taat menjalankan agama.
4) Mengajarkan pendidikan agama Islam.[14]
Secara
garis besar tugas dan tanggung jawab guru agama itu, akan penulis uraikan
berikut ini :
1) Mendidik
anak agar berbudi pekerti mulia.
Pendidikan
budi pekerti atau akhlak bertujuan untuk membentuk manusia muslim yang
berakhlak mulia (berkeperibadian muslim) merupakan dari jiwa pendidikan agama
Islam. Karena Nabi Muhammad SAW sendiri pun memiliki misi dan tugas pokok yang
sama dengan apa yang diuraikan di atas. Sebagaimana sabdanya: “Dari Abi Hurairah semoga Allah
SWT meridhainya. Dia berkata Rasulullah saw berkata: Sesungguhnya aku diutus
untuk menyem-purnakan budi pekerti”.
Dari
gambaran dan tugas dan tanggung jawab guru agama di atas, jelaslah bahwa guru
agama tidak hanya sekedar mengisi otak anak didik dengan ilmu dan teori-teori
semata, tetapi yang lebih penting adalah mendidik budi pekerti dan menanamkan
jiwa agama ke dalam dirinya, sehingga tujuan pendidikan agama Islam tercermin dalam
setiap gerak dan tingkah lakunya.
2) Menanamkan
keimanan ke dalam jiwa peserta didik
Sebagai
pendidik, guru agama di samping mengajarkan ilmu pengetahuan agama juga
mempunyai tugas yang lebih penting lagi yaitu menanamkan keimanan ke dalam
peserta didik atau siswanya, sehingga benar-benar merekat ke dalam dirinya.
3) Mendidik
peserta didik agar taat menjalankan ajaran agama.
Agar
peserta didik/siswa taat menjalankan ajaran agama perlu adanya pembiasaan pada
diri mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam.
Sebab dengan pembiasan-pembiasaan yang terus-menerus secara berkesi-nambungan,
hal-hal yang dianggap berat dan sukar pada mulanya, lambat laun akan menjadi
ringan. Secara umum ada kecenderungan bahwa anak/peserta didik kurang tertarik
mempelajari pengetahuan agama dan melaksanakan aturan-aturan agama yang
mengikat, biasanya mereka mau bebas. Hal ini merupakan tugas-tugas bagi guru
dan mesti ada upaya untuk mengatasinya.
4) Mengajarkan
pendidikan agama Islam.
Guru-guru
agama mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengajarkan pengetahuan agama
kepada peserta didik secara utuh (kaffah), sehingga mereka mengerti dan paham
akan ajaran agama Islam yang di sampaikan oleh Nabi Muhammad SAW ajaran agama
tersebut. Merupakan bekal hidup dan kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat
kelak. Ajaran agama tidak ubah-nya seperti obor atau pelita dalam kehidupan
manusia, baik bagi diri pribadi maupun dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat. Dengan ajaran agama manusia dapat selamat dan menempuh hidup dan
kehidupannya dari dunia sampai ke akhirat. Hidup tanpa agama tidak akan
merasakan kebahagiaan dan ketentraman.
Sebagai
guru agama maka ia diberikan kewenangan dalam menjalankan tugasnya. Tugas guru
agama sebenarnya sama saja dengan guru umum hanya dalam aspek-aspek tertentu
ada perbedaan terutama yang erat kaitannya dengan misi-nya sebagai guru pada
umumnya. Di antara tugas guru agama adalah :
1) Sebagai pembimbing, guru agama harus membawa
peserta didik ke arah kedewasaan berfikir yang kreatif dan inovatif.
2) Sebagai penghubung, antara sekolah dan
masyarakat, setelah peserta didik tamat belajar di suatu sekolah, guru agama
harus membantu agar alumni-nya mampu mengabdikan dirinya dalam lingkungan
masyarakat.
3) Sebagai penegak disiplin, guru agama harus
menjadi contoh dalam melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah.
4) Sebagai administrator, seorang guru agama harus
pula mengerti dan melaksanakan urusan tata usaha terutama yang berhubungan
dengan administrasi pendidikan.
5) Sebagai suatu profesi, seorang guru agama harus
bekerja professional dan menyadari benar-benar pekerjaannya amanat dari Allah
SWT.
6) Sebagai perencana kurikulum, maka guru agama
harus berpartisipasi aktif dalam setiap penyusunan kurikulum, karena ia yang
lebih tahu kebutuhan peserta didik dan masyarakat tentang masalah
keagamaan.
7) Sebagai pekerja yang memimpin, (guidance
worker) guru agama harus berusaha membimbing peserta didik dalam pengalaman
belajar.
8) Sebagai fasilitator pembelajaran, guru agama bertugas
membimbing dalam mendapatkan pengalaman belajar, memonitor kemajuan belajar,
membantu kesulitan belajar (melancarkan pembelajaran).
9) Sebagai motivator, guru agama harus dapat
memberikan dorongan dan niat yang ikhlas karena Allah SWT dalam belajar.
10) Sebagai
organization, guru agama harus dapat mengorganisir kegiatan belajar peserta
didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.
11) Sebagai
manusia sumber, maka guru agama harus menjadi sumber nilai keagamaan, dan dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik terutama dalam aspek
keagamaan.
12) Sebagai
manejer, guru agama harus berpartisipasi dalam manajemen pendidikan di
sekolahnya baik yang bersifat kurikulum maupun di luar kurikulum.[15]
Tugas
dan tanggung jawab guru agama bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang
pendidik terhadap anak didiknya akan tetapi lebih jauh dari itu. pendidik akan
mempertanggungjawabkan segala tugas yang di laksanakan-nya kepada allah SWT
.begitu juga dengan guru agama mempunyai tanggung jawab yang besar terutama,
dalam pengajaran remedial, karena jika dibiarkan siswa larut dalam ketidak
pahaman terhadap materi pelajaran agama maka siswa pun akan sulit menerapkan
ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, guru agama membimbing
siswa ke arah hidup yang sukses dunia dan akhirat .
b. Tugas,
tanggung jawab guru BK
Dalam SK
Menpan No. 84/1993 ditegaskan bahwa tugas pokok guru pembimbing adalah
“Menyusun program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak
lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung
jawabnya”. (pasal 4).[16]
Unsur-unsur
utama yang terdapat di dalam tugas pokok guru pembimbing meliputi :
1) Bidang-bidang bimbingan
2) Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling
3) Jenis-jenis kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling
4) Tahapan pelaksanaan program bimbingan dan
konseling
5) Jumlah siswa yang menjadi tanggung jawab guru
pembimbing untuk memperoleh pelayanan (minimal 150 orang siswa).[17]
Menurut
Dewa Ketut Sukardi sebagaimana yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani,
bahwa tugas-tugas konselor di sekolah secara khusus adalah sebagai berikut:
1) Bertanggung jawab tentang keseluruhan
pelaksanaan layanan konseling di sekolah.
2) Mengumpulkan, menyusun, mengolah serta menafsirkan
data, yang kemudian dapat dipergunakan oleh semua staf bimbingan sekolah.
3) Memilih dan mempergunakan berbagai instrument
tes psikologis untuk memperoleh berbagai informasi mengenai bakat khusus,
minat, kepribadian, dan intelegensi untuk masing-masing peserta didik.
4) Melaksanakan bimbingan kelompok maupun
bimbingan individual (wawancara konseling).
5) Membantu petugas bimbingan untuk mengumpulkan,
menyusun dan mempergunakan informasi tentang berbagai permasalahan pendidikan,
pekerjaan, jabatan atau karier, yang dibutuhkan oleh guru bidang studi dalam
proses belajar-mengajar.
6) Melayani orang tua / wali peserta didik ingin
mengadakan konsultasi tentang anak-anaknya.[18]
3.
Fungsi, Peranan Guru Agama dan Guru Bimbingan
dan Konseling
Menurut
Roestijah NK peran guru dalam interaksi adalah:
a. Sebagai Fasilitator, yakni menyediakan situasi
dan kondisi yang dibutuhkan oleh individu yang belajar.
b. Sebagai pembimbing, yakni memberikan bimbingan
terhadap siswa dalam interaksi belajar mengajar, agar siswa tersebut mampu
belajar dengan lancar dan berhasil secara efektif dan efisien.
c. Sebagai motivator, yaitu memberi dorongan dan
semangat agar siswa mau dan giat belajar.
d. Sebagai organizator, yakni mengorganisasikan
kegiatan belajar mengajar siswa dengan guru.
e. Manusia sebagai sumber informasi, yakni memberikan
informasi yang dibutuhkan oleh siswa, baik berupa pengetahuan, keterampilan,
maupun sikap.[19]
Pendidik/guru
adalah orang yang berperan dalam pembentukan sumber daya manusia yang potensial
dalam segala bidang. Untuk itu guru sebagai satu unsur pendidikan harus
berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga
professional, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman yang berkembang. Dalam
arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terdapat tanggung
jawab atau kematangan tertentu. Disini terlihat bahwa guru tidak hanya bertugas
sebagai pengajar yang hanya melakukan “transfer of knowledge”, akan
tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan “transfer of value”, dan sekaligus
sebagai pembimbing yang memberikan pengertian dan menuntun peserta didik dalam
belajar. Sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat komplit dalam
proses belajar mengajar, untuk mengantarkan siswa ke tahap yang
dicita-citakanya.
Semua orang
yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan
peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat,
kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki siswa tidak akan berkembang secara
optimal tanpa bantuan guru.[20]
Kehadiran
guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran masih tetap memegang peranan
penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh
mesin, radio, tape recorder ataupun oleh computer yang paling modern sekalipun.
Masih terlalu banyak unsure-unsur manusiawi seperti sikap, system nilai,
perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil
dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di
sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang
diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.[21]
Hal
senada juga diungkapkan oleh Ramayulis, kehadiran guru dalam proses pembelajaran
merupakan peranan yang penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh
teknologi seperti radio, tape recorder, internet, maupun computer yang paling
modern. Banyak unsure-unsur manusiawi seperti sikap, system nilai, perasaan,
motivasi, kebiasaan, dan keteladanan, yang diharapkan dari hasil proses
pembelajaran, yang tidak dapat dicapai kecuali melalui pendidik.[22]
Menurut
al-Nalahwi sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, bahwa peran guru hendaklah
mencontoh peran yang dilakukan Rasulullah yaitu mengaji dan mengembangkan ilmu
Ilahi. Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran : 79 :
$tB tb%x. @t±u;Ï9 br& çmuÏ?÷sã ª!$# |=»tGÅ3ø9$# zNõ3ßsø9$#ur no§qç7Y9$#ur §NèO tAqà)t Ĩ$¨Z=Ï9 (#qçRqä. #Y$t6Ïã Ík< `ÏB Èbrß «!$# `Å3»s9ur (#qçRqä. z`¿ÍhÏY»/u $yJÎ/ óOçFZä. tbqßJÏk=yèè? |=»tGÅ3ø9$# $yJÎ/ur óOçFZä. tbqßâôs?
Artinya:
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu
menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.
Kata
“Rabbani” pada ayat di atas menunjukan pengertian bahwa pada diri setiap orang
kedalaman kesempurnaan ilmu atau taqwa. Hal ini tentu erat kaitannya dengan
fungsinya sebagai pendidik. Ia tidak akan dapat memberikan pendidikan yang
baik, bila ia sendiri tidak memperhatikan dirinya sendiri.[23]
Dengan kata lain guru menempati peranan kunci dalam mengelola kegiatan
pembelajaran. Peranan kunci ini dapat diemban apabila ia memiliki tingkat
kemampuan professional yang tinggi.
Dalam
pendidikan agama Islam keberhasilan proses pembelajaran, sangat ditentukan oleh
profesionailtas guru agama. Profesionalitas adalah paham yang mengajarkan bahwa
setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional. Indikator guru yang
profesional adalah:
a. Selalu membuat perencanaan konkrit dan detail
yang siap untuk dilaksanakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Sebelum
mengajar guru harus sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin berupa persiapan
fisik, mental, materi pendidikan, dan metodologi pembelajaran. Persiapan fisik
berupa performance baik berupa pakaian, kerapian, dan kebugaran jasmani.
Persiapan mental mencakup sikap batin guru untuk mempunyai komitmen dan
mencintai profesi pendidik untuk membantu peserta didik mengoptimalkan potensi
yang dimiliki. Sedangkan kesiapan materi meliputi penguasaan bahan belajar yang
akan disampaikan kepada peserta didik. Kesiapan metodologi adalah penguasaan
terhadap metode mengajar tercermin dari pemahaman yang utuh tentang materi
pokok yang ada dalam kurikulum dan diperkaya.
b. Berusaha mengubah pola fikir lama menjadi pola
fakir baru yang menempatkan peserta didik sebagai arsitek pembangunan gagasan
dan guru berfungsi untuk “melayani” dan berperan sebagai mitra peserta didik
supaya peristiwa belajar bermakna berlangsung pada semua individu. Guru perlu
mengkondisikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik aktif
mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga ia memperoleh pengalaman
belajar. Hal ini terjadi jika ditunjang oleh penerapan srategi belajar yang
mendorong peserta didik terlibat secara fisik dan psikis tentang proses
pembelajaran.
c. Bersikap kritis dan berani menolak kehendak
yang kurang eduktif. Guru diharapkan mengembangkan dan mengelaborasi sendiri
materi pokok yang diterapkan dalam kurikulum. Untuk itu, sikap kritis harus
dimiliki oleh guru yang tercermin antara lain dari praktek pembelajaran yang
mengaitkan dengan problem realitas yang ada di masyarakat selain itu, guru juga
diharapkan berani memberikan masukan tentang praktek pendidikan di sekitarnya,
terutama di lingkungan sekolahnya, yang tidak mencerminkan praktek pendidikan,
misalnya tidak membuat peserta didik melalui strategi pembelajaran yang
diterapkan para guru lain.
d. Berkehendak mengubah pola tindakan dalam
menetapkan peran peserta didik, guru
berperan dan bergaya mengajar. Peran peserta didik digeser dari peran sebagai
“konsumen” gagasan, seperti menyalin, mendengar, menghafal, ke peran sebagai
“produsen” gagasan, seperti bertanya, meneliti, dan mengarang. Peran guru harus
berada pada fungsi sebagai fasilitator (pemberi kemudahan peristiwa belajar)
dan bukan pada fungsi sebagai penghambat peristiwa belajar. Gaya belajar lebih
difokuskan pada model pemberdayaan dan pengkondisian dari pada model latihan
(drill) dan pemaksaan (indoktrinasi). Hal ini akan terwujud jika guru mempunyai
pemahaman atau kesadaran tentang hakekat pendidikan, yakni sebagai proses
memanusiakan manusia (peserta didik) dengan cara mengoptimalkan potensi yang
dimiliki.
e. Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua,
dan masyarakat agar dapat berpihak pada kepentingan peserta didik cenderung
sulit diterima oleh orang awam dengan menggunakan argumentasi yang logis dan
kritis. Dalam system kurikulum berbasis kompetensi, keberpihakan pada
kepentingan peserta didik perlu ditekankan dalam kegiatan pembelajaran, dalam
pengertian bahwa semua aktifitas pembelajaran pada dasarnya diperuntukkan untuk
kemanfaatan dan kebermaknaan peserta didik. Untuk itu, guru dituntut aktif dan
kreatif mengembangkan dan menciptakan proses pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik aktif, tidak hanya dipahami sebatas yang berlangsung di kelas
tapi juga di luar kelas.
f. Bersikap kreatif dalam membangun dan
menghasilkan karya pendidikan seperti pembuatan alat bantu belajar, analisis
materi pembelajaran, penyusunan lat penilaian beragam, perancangan beragam
organisasi kelas, dan perancangan kebutuhan kegiatan pembelajaran lainnya.
Untuk mengoptimalkan KP guru perlu memanfaatkan sumber belajar yang ada di
sekitar sekolah, baik sumber belajar yang dirancang khusus untuk tujuan
pembelajaran (by design) maupun sumber belajar yang sudah bersedia secara alami
yang tinggal dimanfaatkan oleh guru (by Utilization).[24]
Sementara
itu Muhammad Surya memberikan pemahaman terhadap profesionalitas guru pada
penampilan. Bukan menyebut dengan istilah “penampilan profesional”, stuasi dan
kondisi pada dasarnya merupakan cerminan dari kualitas kepribadian.
Penampilan
guru dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Komponen Penampilan, yaitu unsur
kemampuan mewujudkan-kan berbagai perilaku kinerja yang nampak sesuai dengan
bidang jabatan dan tugasnya sebagai pendidik.
b. Komponen Subyek, yaitu unsur
kemampuan penguasaan bahan, substansi pengetahuan yang relevan dengan bidang
jabatan dan tugas pendidik sebagai prasyarat bagi penampilan kinerjanya secara
tepat dan efektif.
c. Komponen Profesional, yaitu
unsure kemampuan penguasaan substansi pengetahuan dan keterampilan teknis
keahlian khusus dalam bidang jabatan dan tugas pendidik yang diperoleh melalui
pendidikan dan atau latihan secara khusus.
d. Komponen Proses, yaitu unsur
kemampuan penguasaan proses-proses mental intelektual yang cukup proses
berfikir (logis, kritis, rasional, kreatif), dalam pemecahan masalah, pembuatan
keputusan, dan sebagainya. Ssebagai prasyarat bagi terwujudnya penampilan
kinerja pendidik.
e. Komponen Penyesuaian diri, yaitu
unsure kemampuan penyerasian dan penyesuaian diri terhadap tuntutan lingkungan
berdasarkan karakteristik pribadi untuk merencanakan keefektifan kinerja
pendidikan.
f. Komponen Kepribadian, yaitu
kualitas keseluruhan perilaku sebagai prasyarat fundamental bagi terwujudnya
penampilan kinerja secara keseluruhan. Dan tentu saja kepribadian yang
diharapkan adalah kepribadian yang sesuai dengan nilai ajaran Islam. [25]
Jabatan
guru termasuk salah satu jenis pekerjaan profesional. Sebagai pekerja
profesional, sekurang-kurangnya harus menguasai 4 (empat) kompetensi dengan
baik, yaitu sebagai berikut:
a. Menguasai substansi, yakni materi dan
kompetensi berkaitan dengan mata pelajaran yang dibina-nya, sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.
b. Menguasai metodologi mengajar, yakni metodik
khusus untuk mata pelajaran yang dibina-nya.
c. Menguasai teknik evaluasi dengan baik
d. Memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai
moral dan kode etik profesi.[26]
Adapun
tugas dan peranan guru BK menurut Prayitno dan Erman Amti yaitu[27] :
a. Membantu guru bidang studi dalam mendiagnosis
kesulitan belajar siswa
1)
Menjelaskan pengertian, tujuan kegunaan dan
contoh-contoh diagnosis kesulitan belajar kepada personal sekolah, siswa dan
orang tua.
2)
Mengidentifikasi siswa-siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
3)
Menganalisis latar belakang penyebab kesulitan
belajar siswa.
4)
Membantu guru bidang studi dalam
menyelenggarakan tes diagnostic
5)
Bekerja sama dengan guru bidang studi untuk
menemukan letak kesulitan belajar siswa
6)
Bekerja sama dengan guru bidang studi dalam
menerapkan teknik dan starategi penanganan kesulitan belajar siswa.
7)
Memantau dan melaksanakan penilaian terhadap
usaha diagnosis kdaulitan belajar.
8)
Merancang dan melaksanakan tindak lanjut
penanganan kesulitan belajar siswa.
9)
Menyusun laporan kegiatan diagnosis dan
penanganan kesulitan belajar dan menyampaikan-nya kepada pimpinan sekolah
sesuai kode etik BK.
b. Membantu guru bidang studi dalam
penyelenggaraan pengajaran perbaikan dan program pengayaan.
1)
Menjelaskan pengertian, tujuan kegunaan dan
contoh-contoh pelajaran perbaikan / program pengayaan kepada personal sekolah,
siswa dan orang tua.
2)
Membantu guru bidang studi dalam menyusun
persiapan pengajaran perbaikan / program pengayaan.
3)
Membantu guru dalam melaksanakan pengajaran
perbaikan / program pengayaan.
4)
Menilai pelaksanaan pengajaran perbaikan /
program pengayaan
5)
Menyusun laporan tentang proses dan hasil
pengajaran perbaikan / program pengayaan dan menyampaikan-nya kepada pimpinan
sekolah sesuai dengan kode etik sekolah sesuai dengan kode etik BK.
[1]Syafruddin Nurdin, Guru
Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Padang: IAIN-IB Press, 1999), h.
5.
[2] WJS. Purwadarminta, Loc.cit.
[3] Tim
Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Guru dan
Dosen, (Bandung: Fokus Media, 2008), h. 2.
[4]Zakiah Daradjat, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 39
[5]Syaiful Bahri
Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2000), h. 31
[6]Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 50.
[7]Ramayulis, Op. cit,
h. 17.
[8]Muhaimin, Pengembangan Kurukulum Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 44.
[9]Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 83
[11]W.S
Winkel dan M. M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,
(Yogyakarta, 2004), h. 168.
[13]محمد بن إسماعيل أبو
عبد الله البخاري الجعفي, الكتاب : الجامع الصحيح المختصر, ( بيروت : دار ابن
كثير, 1987 م , ص. 1010, ج. 3
[14]Syafruddin Nurdin, Implementasi
Pola Pembinaan Pendidikan Agama Islam terpadu Oleh Guru Agama SLTP Negeri Se
Kota Madya Padang, (Padang: IAIN “IB” Padang, Tahun Anggaran 1997/1998), h.
25
[15]Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2005), cet. ke-4, h. 55-56
[16]Nurihsan, Op.cit.,
h. 43.
[18]Abu Ahmadi, Op.
cit. h. 50-51.
[19]Roestijah NK,
Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, (Jakarta: PT Bina Aksarah, 1982),
h. 46.
[20]E. Mulyasa, Menjadi
Guru Profesional MenciptakanPembelajaran Kreatif dan Menyenangkan,
(Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 35.
[22]Ramayulis, Op. cit.
h. 74.
[24] Ibid, h. 57-58
[27]Prayitno dan Erman
Amti, Op.cit., h. 336-337
[28]Depdikbud, Pedoman Analisis Hasil Evaluasi Belajar, (Jakarta:
PPKG dan PMTK, 1992), h. 45
[29]S.C. Utami Munandar, Bunga
Rampai Anak-Anak Berbakat, Pembinaan dan Ke- pendidikannya,
(Jakarta: Rajawali, 1986), h. 34
[30]Be Kim Hoa Nio, Diagnosa
Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial Mata Pelajaran Bahasa Inggris,
(Jakarta: Depdikbud-Ditjen Dikti. LPTK, 1984), h. 25
[31]Silverius Suke, Evaluasi
Hasil Belajar dan Umpan Balik, (Jakarta: PT. Grasindo, 1991), h. 16
[32]Slavin Robert E., Educational
Psichology Theory In To Practice, (New Jersy: Drentice Hall International,
1978), h. 45
[33] Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta: Erl;angga, 1998),
h. 60
[35]Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan, Perangkat Sistem
Pengajaran Modul. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1986), h. 105
[36] Depdikbud, Op.cit., h. 19
[37]Moh. Uzer Usman dan
Lili Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1993), h. 104.
[38]Abu Ahmadi Dan Widodo
Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1991), h. 145.
[40]Depdikbud, Op.
cit. h. 2.
[41]Moh. Uzer dan lilisetiawati,
Op. cit. h. 104.
[42]Depdikbud, Op.cit,
h. 34.
[43]Abu Ahmadi, Op.cit,
h. 155-156.
[44]Achmad Juntika
Nurihsan, Srategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2010), h. 23.
[45]Abu Ahmadi dan Widodo
Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991) h.
174-179.
[46]Moh. Uzer Usman dan
Lilis Setiawati, Op.cit., h. 174-179
[47]Mulyono Abdurrahman, Pendidikan
bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 21.
[48]Depdikbud, Op.cit.,
h. 7-10
[49]Be Kim Hoa Nio, Op.cit., h. 14-15
[50] Depdikbud, Op.cit., h. 45
[51] Abin Syamsudin Makmun, Op.cit., h. 257
[54]Dekdikbud Kurikulum
SMU, Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah direktoral Pendidikan
Menengah Umum, 1994), h. 46
[55]Dewa Ketut Sukardi, Manajemen
Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Alfabeta, 2003), h. 5
[56]Ibid
[58]Suharsimi Arikunto, Penilaian
Program pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 1
[59]M. Bin Isya` Abu Isya`, At-Tirmizi, Al-Jami` As-shahih Sunan
At-Tirmizi, (Bairut: Darul, Ihya` At-Turas Al-`Arabi, tt.), Jus 5, h.
34
58Abu H.F. ramadhan, Tarjamah
Duratun Nasihin, (Surabaya: Mahkota, 1987), h.365
Tidak ada komentar:
Posting Komentar