Cari Blog Ini

Selasa, 01 Mei 2018

Hasil Belajar Siswa


Hasil Belajar Siswa
     1. Pengertian Hasil Belajar
Untuk memperoleh pengertian yang obyektif tentang hasil belajar, perlu dirumuskan secara jelas dari kata diatas, karena secara etimologi hasil belajar tersiri dari dua kata yaitu hasil dan belajar.
Menurut kamus bahasa Indonesia, hasil adalah suatu yang ada (terjadi) oleh suatu kerja, berhasil sukses.[1] Sementara menurut R.Gagne hasil dipandang sebagai kemampuan internal yang menjadi milik orang serta orang itu melakukan sesuatu.[2]
Sedangkan belajar menurut Morgan, dalm buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagi suatu hasil dari latihan atau pengalaman.[3]
Menurut Slameto, secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagi hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.[4]
Belajar berarti proses usaha yang dilakukan individu guna memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapula yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.[5]
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah semua perubahan tingkah laku yang tampak setelah berakhiranya perbuatan belajar baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan, karena didorong dengan adanya suatu usaha dari rasa ingin terus maju untuk menjadikan diri menjadi lebih baik.
Mengenai hasil belajar juga dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al An’am ayat 135 sebagai berikut:
ö@è% ÉQöqs)»tƒ (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏB$tã ( t$öq|¡sù šcqßJn=÷ès? `tB Ü
cqä3s? ¼çms9 èpt7É)»tã Í#¤$!$# 3 ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムšcqßJÎ=»©à9$# ÇÊÌÎÈ  
Artinya:
Katakanlah,”Hai kaumku! Berbuatlah menurut kehendakmu! Sungguh, Aku pun akan melakukan (kehendakKu) nanti kamu akan mengetahui, siapa diantara kita yang (paling baik) tempat kediamannya di akhiratNya. Sungguh orang durjana tiada akan mendapatkan kejayaan. ( Al-An’am :135)

Penilaian pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan hasil mengajar guru. Informasi hasil belajar berupa kompetensi dasar yang sudah dipahami dan yang belum dipahami oleh sebagian besar siswa. Hasil belajar siswa digunakan untuk memotivasi siswa dan guru agar melakukan perbaikkan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran.
Perbaikkan dan peningkatan kualitas pembelajaran dilakukan dalam bentuk program remedial dan pengayaan berdasarkan hasil evaluasi hasil penilaian. Apabila dalam satu satuan waktu tertentu sebagian besar siswa belum mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar, maka guru melaksanakan program remedial, sedang bagi siswa yang telah menguasai diberi program pengayaan. Jadi prinsip dasar kegiatan mengelola hasil penilaian adalah pemanfaatan hasil penilaian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencangkup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Laporan hasil belajar siswa mencakup aspek kognitif, aspek psikomotor, dan aspek afektif. Informasi aspek afektif dan psikomotor diperoleh dari sistem tagihan yang digunakan untuk mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Tidak semua mata pelajaran memiliki aspek psikomotor, hanya mata pelajaran tertentu saja yang dinilai aspek psikomotornya, yaitu yang melakukan kegiatan praktek di laboratorium atau bengkel. Informasi aspek afektif diperoleh melalui kuesioner atau pengamatan yang sistematik.
Hasil belajar aspek kognitif, psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan, karena dimensi yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan memiliki makna yang penting. Ada orang yang memiliki kemampuan kognitif yang tinggi, kemampuan psikomotor cukup, dan memiliki minat belajar yang cukupan. Namun ada orang lain yang memiliki kemampuan kognitif cukup, kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor kemampuan kedua orang itu dijumlahkan, bisa jadi skornya sama, sehingga kemampuan kedua orang itu tampak sama walau sebenarnya karakteristik kemampaun mereka berbeda. Apabila skor kemampuan kognitif dan psikomotor dijumlahkan maka akan berakibat ada informasi yang hilang. Yaitu karakteristik spesifik kemampuan masing-masing individu.
Di dunia ini ada orang yang kemampuan berpikirnya tinggi, tetapi kemampuan psikomotornya rendah. Agar sukses, orang ini harus bekerja pada bidang pekerjaaan yang membutuhkan kemampuan berpikir tinggi dan tidak dituntut harus melakukan kegiatan yang membutuhkan kemampuan psikomotor yang tinggi. Oleh karena itu, laporan hasil belajar, selain muncul skor juga muncul keterangan tentang penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajari.
Dengan demikian pada laporan itu selain ada ketentuan lulus atau tidak lulusnya seseorang siswa juga ada keterangan materi apa saja yang sudah dikuasai dan materi apa saja yang belum dikuasai siswa.
Indikator yang dijadikan tolak ukur dalam menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil, berdasarkan ketentuan kurikulum yang disempurnakan, dan yang saat ini digunakan adalah :
1)      Daya serap terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok.
2)      Prilaku yang digariskan ddalam tujuan pengajaran atau intruksional khusus (TIK) telah dicapai siswa baik secara individu mamupun secara kelompok.[6]

Tipe hasil belajar
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi menjadi tiga ranah antara lain:
1)      Ranah Kognitif
Pada ranah kognitif terdapat beberapa tipe hasil belajar diantaranya adalah:
a)      Tipe hasil belajar pengetahuan
Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil balajar berikutnya. Hafal menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi.[7]Pengetahuan merupakan kemampuan untuk mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari dari fakta-fakta.
b)      Tipe hasil belajar pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Pemahaman dapat dibedakan menajadi tiga kategori yaitu:
(1)   Pemahaman penterjemahan, yakni kemampuan menterjemahkan materi verbal dan memahami pernyataan-pernyataan non-verbal
(2)   Pemahaman penafsiran, yakni kemampuan untuk mengungkapkan pikiran suatu karya dan menafsirkan berbagai tipe data sosial.
(3)   Pemahaman ekstrapolasi, yakni kemampuan untuk mengungkapkan di balik pesan tertulis dalam suatu keterangan atau lisan.[8]
c)      Tipe hasil belajar aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstrak pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.[9]
2)      Ranah Afektif
Bidang afektif yang berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tanpak pada siswa dalam berbagai tikah laku seperti atensi/perhatian terhadap pelajarn, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan lain-lain.
Sekalipun bahan pelajaran berisikan bidang kognitif, namun bidang afektif harus menjadi bagian integral daari bahan tersebut, dan harus nampak dalam proses belajar dan hail balajar yng dicapai siswa.
Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai dari tingkatan yang paling sederhana sampai tingkatan yang paling kompleks.
a)      Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi, gejala. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
b)      Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseeorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang pada dirinya.
c)      Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulasi tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
d)     Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam suatu system organisasi, termasuk menentukan hubungan sutu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, danprioitas nilai yang telah dimilikinya
e)      Karakteritik nilai atau internalisasi nilai yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
               3) Ranah Psikomotorik
Tipe hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan, kemampuan bertindak individu. Ada 6 tingkatan keterampilan yakni :
f)       Gerakan releks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)
g)      Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
h)      Kemampuan perceptual termasuk didalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain
i)        Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, ketepatan
j)        Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks
k)      Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif, interpretative
Tipe hasil belajar yang dikemukakan diatas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tapi selalu berhubungan satu sama lain bahkan ada dalam kebersamaan.[10]
2.    Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Adapun faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut:
            a. Faktor Eksternal
1)      Lingkungan
Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara udara yang panas dan pengap. Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang didalamnya dihiasi dengan tanaman/pepohonan yang dipelihara dengan baik. Kesejukan lingkungan membuat anak didik betah tinggal berlama-lama di dalamnya. Sebagai anggota masyarakat, anak didik tidak bisa melepaskan diri dari ikatan social.
Ketika anak didik berada di sekolah, maka dia berada dalam system social di sekolah. Peraturan dan tata tertib sekolah harus anak didik taati. Lahirnya peraturan sekolah bertujuan untuk mengatur dan membentuk perilaku anak didik yang menunjang keberhasilan belajar di sekolah.
Lingkungan sosial budaya diluar ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan problem tersendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah. [11]
2)      Instrumental
Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tersebut tentu saja pada tingkatan kelembagaan. Dalam rangka melicinkan kearah itu diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Semua dapat diperdayagunakan menurut fungsi masing-masing kelengkapan sekolah. Kurikulum dapat dipakai guru dalam merencanakan program pengajaran. Program sekolah dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar. Sarana dan fasilitas yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik baiknya agar berdaya guna dan berhasil guna bagi kemajuan belajar anak didik di sekolah.
3)      Kurikulum
Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas. Muatan kurikulum dapat mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar anak didik. Jika seorang guru terpaksa menjejalkan materi bahan ajar untuk mengejar target kurikulum, akan memaksa anak didik belajar dengan keras tanpa mengenal lelah. Padahal anak didik sudah lelah belajar ketika itu. Tentu saja hasil belajar yang demikian kurang maksimal dan cenderung mengecewakan. Guru akan mendapatkan hasil belajar anak didik di bawah standart minimum. Hal ini disebabkan karena terjadi proses belajar yang kurang wajar pada diri setiap anak didik. Jadi kurikulum diakui dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik di sekolah.
4)      Program
Setiap sekolah mempunyai program pendidikan. Program pendidikan disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan sekolah tergantung dari baik tidaknya program pendidikan yang dirancang.
Program bimbingan dan penyuluhan mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan belajar anak didik di sekolah. Wali kelas atau dewan guru dapat berperan sebagai penyuluh bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar dan bagaimana cara belajar yang baik dan benar kepada anak didik.
Program pengajaran yang guru buat akan mempengaruhi kemana proses belajar itu berlangsung. Gaya belajar anak didik digiring ke suatu aktifitas belajar yang menunjang keberhasilan program pengajaran yang dibuat oleh guru. Penyimpangan prilaku anak didik dari aktifitas belajar dapat menghambat keberhasilan program pengajaran yang dibuat oleh guru.
5)      Sarana dan fasilitas
Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah misalnya sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan belajar mengajar akan kurang kondusif jika ruang kelas yang tersedia sangat sedikit sedangkan jumlah anak didik terlampau banyak, penempatan anak didik secara proporsional sering terabaikan. Hal ini harus dihindari bila ingin bersaing dalam peningkatan mutu pendidikan.
Gedung sekolah yang berada di dua tempat yang berjauhan cenderung sukar dikelola. Pengawasan sukar dilaksanakan secara efektif. Selain sarana, fasilitas juga kelengkapan sekolah yang sama sekali tidak bisa diabaikan. Lengkap tidaknya buku-buku di perpustakaan ikut menentukan kualitas suatu sekolah. Dengan memberikan fasilitas belajar, diharapkan kegiatan belajar anak didik lebih bergairah.
Fasilitas mengajar merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus dimiliki oleh sekolah. Alat peraga yang guru perlukan harus sudah tersedia di sekolah aga guru sewaktu-waktu dapat menggunakan sesuia dengan metode mengajar yang akan dipakai dalam penyampaian bahan pelajarna dikelas. Demikianlah, fasilitas mengajar sangat membantu guru dalam menunaikan tugasnya mengajar di sekolah.
Jadi, sarana dan fasilitas mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Anak didik tentu dapat belajar lebih baik dan menyenanigkan bila suatu sekolah dapat memenuhi segala kebutuhan belajar anak didik. Masalah belajar yang dihadapi oleh anak didik relative kecil hasil belajar anak didik tentu akan lebih baik.
6)      Guru
Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Kehadiran guru mutlak diperlukan didalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah.[12] Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah.
Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. [13]
               b. Faktor Internal
             1) Fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya dibawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi; mereka lekas lelah, mudah mengantuk, dan sukar menerima pelajaran. Aspek fisiologis ini diakui mempengaruhi pengelolaan kelas.
            2) Kondisi Psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang, itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri.
Banyak factor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial dan dapat berpengaruh pada proses dan hasil belajar adalah sebagai berikut:
                       (a) Intelegensi siswa
Intelegensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang baru.[14] Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.
Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya meraih sukses.[15]
                        (b) Bakat Siswa
Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yanjg dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating. Setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Oleh karenanya adalah hal yang tidak bijaksana apabila orang tua memaksakan kehendaknya pada anak tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya, karena hal itu akan mempengaruhi prestasi belajarnya.
                         (c) Minat siswa
Minat berarti kecenderunagan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa, karena jika seorang siswa yang menaruh minat yang besar terhadap suatu pelajaran maka ia akan lebih memusatkan perhatiannya lebih banyak dari pada siswa yang lain. Karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
                         (d) Motivasi Siswa
Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar. Disekolah sering terdapat anak malas, tidak menyenangkan, suka membolos, dan sebagainya. Dalam hal demikian berarti guru tidak berhasil memberikan motivasi yang tepat agar ia bekerja dengan segenap tenaga dan pikirannya. Oleh karena itu peranan guru dsangatlah penting untuk menumbuhkan semangat dalam diri siswa.
Motivasi yang diberikan oleh guru sangat membantu siswa untuk lebih semangat dalam belajar, motivasi tersebut dapat diberikan oleh guru berupa pujian ato memberi reward terhadap hasil belajr siswa atau bias juga motivasi tersebut diberikan dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Karena tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memeacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan.[16]
                         (e) Kemampuan-kemampuan kognitif
Ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk dikuasai. Karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan . Mengingat adalah aktifitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh dimasa yang lampau.[17]
Perkembangan berfikir anak bergerak dari kegiatan berfikir konkret menuju berfikir abtrak. Perubahan berfikir ini bergerak sesuai dengan meningkatnya usia seorang anak. Seorang guru perlu memahami kemampuan berfikir anak sehingga tidak memaksakan materi pelajaran yang tingkat kesukarannya tidak sesuai dengan usia anak untuk diterima dan dicerna oleh anak.
                          (f) Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara posif maupun negative.
Sikap siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sampaikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang disampaikan, aplagi diiringi dengan kebencian kepada guru dan mata pelajaran, maka akan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut. Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negative siswa, guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan terhadap mata pelajaran yang menjadi vaknya.[18]
Sedangkan menurut Sumardi Suryabrata bahwa factor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:
1)      Faktor yang berasal dari luar diri pelajar, factor ini terbagi menjadi 2 golongan yaitu:
a)      Faktor non sosial
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tak terbilang jumlahnya, seperti: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, alat-alat yang dipakai untuk belajar dan lain-lain. Semua factor tersebut harus kita atur sedemikian rupa sehingga dapat membantu proses pembelajaran secara maksimal. Letak sekolah atau tempat belajar harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat dengan kebisingan, dan bangunannya harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah. Demikian pula alat-alat pelajaran harus memenuhi syarat-syarat menuntut pertimbangan didaktis, psikologis dan paedagogis.
b)      Faktor sosial
Yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial disini adalah manusia, baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang lain pada waktu seseorang belajar kerap kali dapat menggagu belajar itu sendiri. Misalnya: kalau satu kelas sedang terjadi proses pembelajaran sedangkan kelas yang lain terdengar banyak anak bercakap-cakap atau hilir mudik, hal itu dapat mengganggu proses pembelajaran tesebut.
Selain kehadiran langsung seperti yang dikemukakan diatas, mungkin juga orang lain itu hadir tidak langsung atau dapat disimpulkan kehadirannya, misalnya saja potret yang merupakan representasi dari orang, suara nyanyian yang terdengar lewat radio merupakan representasi bagi kehadiran seseorang. Faktor-faktor social seperti yang telah dikemukakan pada umumnya bersifat mengganggu proses belajar mengajar dan prestasi-prestasi belajar.
2)      Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a)      Keadaan tonus jasmani pada umumnya
Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang tidak lelah. Dalam hubungan dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan.
(1)   Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadaar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas ngantuk, lekas lelah dan sebagainya.
(2)   Beberapa penyakit yang kronis akan mengganggu kegiatan belajar. Namun, tidak hanya penyakit-penyakit yang kronis saja yang membutuhkan penanganan, penyakit ringan seperti pilek, batuk dan lai sebagainya juga perlu segera dilakukan penanganan. Karena hal itu juga sangat mengganggu belajar.
b)      Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu terutama fungsi-fungsi panca indera.
Orang mengenal dunia sekitarnya dan belajr dengan menggunakan pancainderanya. Baiknya berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung denga baik. Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga, agar pancaindera anak didiknya dapat berfugsi denga baik, baik penjagaan itu bersifat kuratif maupun yang bersifat preventif, seperti misalnya adanya pemeriksaan dokter secara periodic, penyediaan alat-alat pelajaran serta perlengkapan yang memenuhi syarat, dan penempatan murid-murid secara baik dikelas.[19]
Menurut Wasty Soemanto faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah Faktor stimuli. Yang dimaksud stimuli belajar disini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang individu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimuli dalam hal ini mencakup materiil, penegasan, serta suasana lingkungan eksternal yang harus diterima atau dipelajari oleh anak didik. Faktor-faktor stimuli belajar antara lain:
a)      Panjangnya Bahan Pelajaran
Panjangnya bahan pelajaran berhubungan dengan jumlah bahan pelajaran. Semakin panjang bahan pelajaran, semakin panjang pula waktu yang dibutuhkan. Kesulitan peserta didik tidak hanya semata-mata karena panjangnya waktu untuk belajar, melainkan lebih berhubungan dengan factor kelelahan serta kejenuhan peserta didik dalam memahami bahan yang begitu banyak.
Sedangkan panjangnya waktu belajar juga dapat menimbulkan beberapa “ interferensi” atas bagian-bagian materi yang dipelajari. Interferensi dapat diartikan sebagai gangguan kesan ingatan akibat terjadinya pertukaran reproduksi antara kesan lama denagn kesan baru. Kedua kesan itu muncul bertukaran sehingga terjadi kesalahan maksud yang tidak disadari.
b)      Kesulitan Bahan Pelajaran
Tingkat kesulitan bahan pelajaran mempengaruhi kecepatan peserta didik dalam mempelajari suatu bahan pelajaran. Makin sulit suatu bahan, maka makin lambat anak didik mempelajarinya. Sebaliknya, semakin mudah bahan pelajaran, makin cepat pula peserta didik mempelajarinya
c)      Berartinya Bahan Pelajaran
Bahan yang berarti adalah bahan yang dapat dikenali, dan memungkinkan peserta didik untuk belajar. Bahan yang tanpa arti sukar dikenali dan akibatnya tak ada pengertian peserta didik terhadap bahan itu.

d)      Berat- Ringannya Tugas
Mengenai berat ringannya suatu tugas, hal ini erta hubungannya dengan tingkat kemampuan individu. Tugas yang sama kesukarannya berbeda bagi masing-masing individu. Hal ini disebabkan karena kapasitas intelektual serta penglaman mereka tidak sama. Tugas-tugas yang terlalu ringan atau mudah adalah mengurangi tantangan belajar, sedangkan tugas yang terlalu berat atau sukar membuat individu kapok/jerat untuk belajar
e)      Suasana lingkungan Eksternal
Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal, antara lain: cuaca, kondisi tempat, dan sebagainya. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi sikap dan reaksi individu dalam aktifitas belajarnya, sebab individu yang belajar adalah interaksi dengan lingkunganya.


[1] Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 53.
[2] Depag, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Direktorrat Jendral Kelembagaan Islam, 2005), h.46.
[3] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: 1990), cet ke 5. h.84
[4] Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 1995) Cet ke 2, h.2
[5] Muhibbin Syah, M.Ed. Psikologi Pendidikan (Bandung: Rosada, 2008), cet ke 14.h. 89
[6] Muhammad Uzer Ustman, Upaya Optimamlisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung,: Remaja Rosydakarya, 1993), h.3.
[7] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1995),cet. ke-5, h.22-24
[8] Syafruddin Nurdin, M. Pd, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputra Press, 2005), cet ke-3, h.102-104
[9] Nana Sudjana, op.Cit., h.25
[10] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1995) h.53-54
[11] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar.( Jakarta:Rineka Cipta, 2008 ), h. 176-178
[12] Ibid, h. 180-185
[13] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006) h. 35
[14] Abu Ahmadi, Drs. Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta ,2004) ,h. 33
[15] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung :Rosdakarya, 2007) h.134
[16] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,  (Jakarta: 1990 cet ke 5) h. 60
[17] Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, h. 202-203
[18] Muhibbin Syah, op.Cit, h. 135
[19] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2008), cet. ke-5.h. 233-236

Tidak ada komentar: