Hasil Belajar Siswa
1. Pengertian Hasil
Belajar
Untuk
memperoleh pengertian yang obyektif tentang hasil belajar, perlu dirumuskan
secara jelas dari kata diatas, karena secara etimologi hasil belajar tersiri
dari dua kata yaitu hasil dan belajar.
Menurut
kamus bahasa Indonesia, hasil adalah suatu yang ada (terjadi) oleh suatu kerja,
berhasil sukses.[1]
Sementara menurut R.Gagne hasil dipandang sebagai kemampuan internal yang
menjadi milik orang serta orang itu melakukan sesuatu.[2]
Sedangkan
belajar menurut Morgan, dalm buku Introduction to Psychology (1978)
mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagi suatu hasil dari latihan atau pengalaman.[3]
Menurut
Slameto, secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagi hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku.[4]
Belajar
berarti proses usaha yang dilakukan individu guna memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapula yang mengatakan bahwa
belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan
oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.[5]
Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah semua
perubahan tingkah laku yang tampak setelah berakhiranya perbuatan belajar baik
perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan, karena didorong dengan adanya
suatu usaha dari rasa ingin terus maju untuk menjadikan diri menjadi lebih
baik.
Mengenai
hasil belajar juga dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al An’am ayat 135 sebagai
berikut:
ö@è% ÉQöqs)»t (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏB$tã ( t$öq|¡sù cqßJn=÷ès? `tB Ü
cqä3s? ¼çms9 èpt7É)»tã Í#¤$!$# 3 ¼çm¯RÎ) w ßxÎ=øÿã cqßJÎ=»©à9$# ÇÊÌÎÈ
Artinya:
Katakanlah,”Hai
kaumku! Berbuatlah menurut kehendakmu! Sungguh, Aku pun akan melakukan
(kehendakKu) nanti kamu akan mengetahui, siapa diantara kita yang (paling baik)
tempat kediamannya di akhiratNya. Sungguh orang durjana tiada akan mendapatkan
kejayaan. ( Al-An’am :135)
Penilaian
pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan
hasil mengajar guru. Informasi hasil belajar berupa kompetensi dasar yang sudah
dipahami dan yang belum dipahami oleh sebagian besar siswa. Hasil belajar siswa
digunakan untuk memotivasi siswa dan guru agar melakukan perbaikkan dan
peningkatan kualitas proses pembelajaran.
Perbaikkan
dan peningkatan kualitas pembelajaran dilakukan dalam bentuk program remedial
dan pengayaan berdasarkan hasil evaluasi hasil penilaian. Apabila dalam satu
satuan waktu tertentu sebagian besar siswa belum mencapai tujuan pembelajaran
atau kompetensi dasar, maka guru melaksanakan program remedial, sedang bagi
siswa yang telah menguasai diberi program pengayaan. Jadi prinsip dasar
kegiatan mengelola hasil penilaian adalah pemanfaatan hasil penilaian untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Hasil
belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencangkup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotoris.
Laporan
hasil belajar siswa mencakup aspek kognitif, aspek psikomotor, dan aspek
afektif. Informasi aspek afektif dan psikomotor diperoleh dari sistem tagihan
yang digunakan untuk mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar.
Tidak semua mata pelajaran memiliki aspek psikomotor, hanya mata pelajaran
tertentu saja yang dinilai aspek psikomotornya, yaitu yang melakukan kegiatan
praktek di laboratorium atau bengkel. Informasi aspek afektif diperoleh melalui
kuesioner atau pengamatan yang sistematik.
Hasil
belajar aspek kognitif, psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan, karena
dimensi yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan
memiliki makna yang penting. Ada orang yang memiliki kemampuan kognitif yang
tinggi, kemampuan psikomotor cukup, dan memiliki minat belajar yang cukupan.
Namun ada orang lain yang memiliki kemampuan kognitif cukup, kemampuan
psikomotor tinggi. Bila skor kemampuan kedua orang itu dijumlahkan, bisa jadi
skornya sama, sehingga kemampuan kedua orang itu tampak sama walau sebenarnya
karakteristik kemampaun mereka berbeda. Apabila skor kemampuan kognitif dan psikomotor dijumlahkan maka
akan berakibat ada informasi yang hilang. Yaitu karakteristik spesifik
kemampuan masing-masing individu.
Di
dunia ini ada orang yang kemampuan berpikirnya tinggi, tetapi kemampuan
psikomotornya rendah. Agar sukses, orang ini harus bekerja pada bidang
pekerjaaan yang membutuhkan kemampuan berpikir tinggi dan tidak dituntut harus
melakukan kegiatan yang membutuhkan kemampuan psikomotor yang tinggi. Oleh
karena itu, laporan hasil belajar, selain muncul skor juga muncul keterangan
tentang penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajari.
Dengan
demikian pada laporan itu selain ada ketentuan lulus atau tidak lulusnya
seseorang siswa juga ada keterangan materi apa saja yang sudah dikuasai dan
materi apa saja yang belum dikuasai siswa.
Indikator
yang dijadikan tolak ukur dalam menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar
dikatakan berhasil, berdasarkan ketentuan kurikulum yang disempurnakan, dan
yang saat ini digunakan adalah :
1)
Daya
serap terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan mencapai prestasi tinggi,
baik secara individu maupun kelompok.
2)
Prilaku
yang digariskan ddalam tujuan pengajaran atau intruksional khusus (TIK) telah
dicapai siswa baik secara individu mamupun secara kelompok.[6]
Tipe
hasil belajar
Dalam
sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi menjadi tiga ranah antara lain:
1)
Ranah Kognitif
Pada
ranah kognitif terdapat beberapa tipe hasil belajar diantaranya adalah:
a)
Tipe hasil belajar pengetahuan
Tipe
hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah.
Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil balajar
berikutnya. Hafal menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua
bidang studi.[7]Pengetahuan
merupakan kemampuan untuk mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari dari
fakta-fakta.
b)
Tipe hasil belajar pemahaman
Tipe
hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman.
Pemahaman dapat dibedakan menajadi tiga kategori yaitu:
(1)
Pemahaman penterjemahan, yakni kemampuan menterjemahkan materi
verbal dan memahami pernyataan-pernyataan non-verbal
(2)
Pemahaman penafsiran, yakni kemampuan untuk mengungkapkan pikiran
suatu karya dan menafsirkan berbagai tipe data sosial.
(3)
Pemahaman ekstrapolasi, yakni kemampuan untuk mengungkapkan di
balik pesan tertulis dalam suatu keterangan atau lisan.[8]
c)
Tipe hasil belajar aplikasi
Aplikasi
adalah penggunaan abstrak pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi
tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi
ke dalam situasi baru disebut aplikasi.[9]
2)
Ranah Afektif
Bidang
afektif yang berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif
tanpak pada siswa dalam berbagai tikah laku seperti atensi/perhatian terhadap
pelajarn, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas,
kebiasaan belajar dan lain-lain.
Sekalipun
bahan pelajaran berisikan bidang kognitif, namun bidang afektif harus menjadi
bagian integral daari bahan tersebut, dan harus nampak dalam proses belajar dan
hail balajar yng dicapai siswa.
Ada
beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar.
Tingkatan tersebut dimulai dari tingkatan yang paling sederhana sampai
tingkatan yang paling kompleks.
a)
Receiving/attending, yakni
semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang
pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi, gejala. Dalam tipe ini termasuk
kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau
rangsangan dari luar.
b)
Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseeorang terhadap stimulasi yang
datang dari luar. Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan
dalam menjawab stimulus dari luar yang datang pada dirinya.
c)
Valuing (penilaian),
yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulasi
tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar
belakang atau pengalaman untuk menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai
tersebut.
d)
Organisasi, yakni
pengembangan nilai ke dalam suatu system organisasi, termasuk menentukan
hubungan sutu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, danprioitas nilai yang
telah dimilikinya
e)
Karakteritik nilai atau
internalisasi nilai yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
3) Ranah
Psikomotorik
Tipe
hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan, kemampuan
bertindak individu. Ada 6 tingkatan keterampilan yakni :
f)
Gerakan releks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)
g)
Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
h)
Kemampuan perceptual termasuk didalamnya membedakan visual,
membedakan auditif motorik dan lain-lain
i)
Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan,
ketepatan
j)
Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai
pada keterampilan yang kompleks
k)
Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi
seperti gerakan ekspresif, interpretative
Tipe
hasil belajar yang dikemukakan diatas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tapi
selalu berhubungan satu sama lain bahkan ada dalam kebersamaan.[10]
2.
Faktor Yang
Mempengaruhi Hasil Belajar
Adapun faktor
yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Faktor
Eksternal
1)
Lingkungan
Lingkungan
merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Belajar pada keadaan udara yang
segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara udara yang
panas dan pengap. Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang
didalamnya dihiasi dengan tanaman/pepohonan yang dipelihara dengan baik.
Kesejukan lingkungan membuat anak didik betah tinggal berlama-lama di dalamnya.
Sebagai anggota masyarakat, anak didik tidak bisa melepaskan diri dari ikatan
social.
Ketika
anak didik berada di sekolah, maka dia berada dalam system social di sekolah.
Peraturan dan tata tertib sekolah harus anak didik taati. Lahirnya peraturan
sekolah bertujuan untuk mengatur dan membentuk perilaku anak didik yang
menunjang keberhasilan belajar di sekolah.
Lingkungan
sosial budaya diluar ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan problem
tersendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah. [11]
2)
Instrumental
Setiap
sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tersebut tentu saja pada
tingkatan kelembagaan. Dalam rangka melicinkan kearah itu diperlukan
seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Semua dapat
diperdayagunakan menurut fungsi masing-masing kelengkapan sekolah. Kurikulum
dapat dipakai guru dalam merencanakan program pengajaran. Program sekolah dapat
dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar. Sarana dan
fasilitas yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik baiknya agar berdaya guna dan
berhasil guna bagi kemajuan belajar anak didik di sekolah.
3)
Kurikulum
Tanpa
kurikulum kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa
yang harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas. Muatan kurikulum dapat
mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar anak didik. Jika seorang guru
terpaksa menjejalkan materi bahan ajar untuk mengejar target kurikulum, akan
memaksa anak didik belajar dengan keras tanpa mengenal lelah. Padahal anak
didik sudah lelah belajar ketika itu. Tentu saja hasil belajar yang demikian
kurang maksimal dan cenderung mengecewakan. Guru akan mendapatkan hasil belajar
anak didik di bawah standart minimum. Hal ini disebabkan karena terjadi proses
belajar yang kurang wajar pada diri setiap anak didik. Jadi kurikulum diakui
dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik di sekolah.
4)
Program
Setiap
sekolah mempunyai program pendidikan. Program pendidikan disusun untuk
dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan sekolah tergantung dari baik
tidaknya program pendidikan yang dirancang.
Program
bimbingan dan penyuluhan mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan belajar
anak didik di sekolah. Wali kelas atau dewan guru dapat berperan sebagai
penyuluh bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar dan bagaimana cara belajar
yang baik dan benar kepada anak didik.
Program
pengajaran yang guru buat akan mempengaruhi kemana proses belajar itu
berlangsung. Gaya belajar anak didik digiring ke suatu aktifitas belajar yang
menunjang keberhasilan program pengajaran yang dibuat oleh guru. Penyimpangan
prilaku anak didik dari aktifitas belajar dapat menghambat keberhasilan program
pengajaran yang dibuat oleh guru.
5)
Sarana dan
fasilitas
Sarana
mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah misalnya sebagai tempat
yang strategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Kegiatan belajar mengajar akan kurang kondusif jika ruang kelas yang tersedia
sangat sedikit sedangkan jumlah anak didik terlampau banyak, penempatan anak
didik secara proporsional sering terabaikan. Hal ini harus dihindari bila ingin
bersaing dalam peningkatan mutu pendidikan.
Gedung
sekolah yang berada di dua tempat yang berjauhan cenderung sukar dikelola.
Pengawasan sukar dilaksanakan secara efektif. Selain sarana, fasilitas juga kelengkapan
sekolah yang sama sekali tidak bisa diabaikan. Lengkap tidaknya buku-buku di
perpustakaan ikut menentukan kualitas suatu sekolah. Dengan memberikan
fasilitas belajar, diharapkan kegiatan belajar anak didik lebih bergairah.
Fasilitas
mengajar merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus dimiliki oleh sekolah.
Alat peraga yang guru perlukan harus sudah tersedia di sekolah aga guru
sewaktu-waktu dapat menggunakan sesuia dengan metode mengajar yang akan dipakai
dalam penyampaian bahan pelajarna dikelas. Demikianlah, fasilitas mengajar
sangat membantu guru dalam menunaikan tugasnya mengajar di sekolah.
Jadi,
sarana dan fasilitas mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Anak
didik tentu dapat belajar lebih baik dan menyenanigkan bila suatu sekolah dapat
memenuhi segala kebutuhan belajar anak didik. Masalah belajar yang dihadapi
oleh anak didik relative kecil hasil belajar anak didik tentu akan lebih baik.
6)
Guru
Guru
merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Kehadiran guru mutlak diperlukan
didalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan
terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah.[12]
Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di
sekolah.
Guru
sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan
tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi
yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa
bantuan guru. [13]
b. Faktor Internal
1) Fisiologis
Kondisi
fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar
seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya
dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak yang kekurangan gizi ternyata
kemampuan belajarnya dibawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi; mereka lekas
lelah, mudah mengantuk, dan sukar menerima pelajaran. Aspek fisiologis ini
diakui mempengaruhi pengelolaan kelas.
2) Kondisi
Psikologis
Belajar
pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan
fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang, itu berarti
belajar bukanlah berdiri sendiri.
Banyak
factor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan
kualitas perolehan pembelajaran siswa. Faktor-faktor rohaniah siswa yang pada
umumnya dipandang lebih esensial dan dapat berpengaruh pada proses dan hasil
belajar adalah sebagai berikut:
(a) Intelegensi
siswa
Intelegensi
adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di
dalam situasi yang baru.[14]
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk
mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang
tepat.
Jadi,
intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga
kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi tingkat kecerdasan atau
intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi
seorang siswa maka semakin besar peluangnya meraih sukses.[15]
(b) Bakat
Siswa
Secara
umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yanjg dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating. Setiap orang
pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai
ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Bakat
akan dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi
tertentu. Oleh karenanya adalah hal yang tidak bijaksana apabila orang tua
memaksakan kehendaknya pada anak tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang
dimiliki anaknya, karena hal itu akan mempengaruhi prestasi belajarnya.
(c) Minat
siswa
Minat
berarti kecenderunagan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar
siswa, karena jika seorang siswa yang menaruh minat yang besar terhadap suatu
pelajaran maka ia akan lebih memusatkan perhatiannya lebih banyak dari pada
siswa yang lain. Karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi
itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya
mencapai prestasi yang diinginkan.
(d) Motivasi
Siswa
Motivasi
adalah syarat mutlak untuk belajar. Disekolah sering terdapat anak malas, tidak
menyenangkan, suka membolos, dan sebagainya. Dalam hal demikian berarti guru
tidak berhasil memberikan motivasi yang tepat agar ia bekerja dengan segenap
tenaga dan pikirannya. Oleh karena itu peranan guru dsangatlah penting untuk
menumbuhkan semangat dalam diri siswa.
Motivasi
yang diberikan oleh guru sangat membantu siswa untuk lebih semangat dalam
belajar, motivasi tersebut dapat diberikan oleh guru berupa pujian ato memberi
reward terhadap hasil belajr siswa atau bias juga motivasi tersebut diberikan
dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Karena tujuan motivasi
adalah untuk menggerakkan atau memeacu para siswanya agar timbul keinginan dan
kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan
pendidikan sesuai dengan yang diharapkan.[16]
(e) Kemampuan-kemampuan
kognitif
Ranah
kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk
dikuasai. Karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi dasar bagi
penguasaan ilmu pengetahuan . Mengingat adalah aktifitas kognitif, dimana orang
menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau atau berdasarkan
kesan-kesan yang diperoleh dimasa yang lampau.[17]
Perkembangan
berfikir anak bergerak dari kegiatan berfikir konkret menuju berfikir abtrak.
Perubahan berfikir ini bergerak sesuai dengan meningkatnya usia seorang anak.
Seorang guru perlu memahami kemampuan berfikir anak sehingga tidak memaksakan
materi pelajaran yang tingkat kesukarannya tidak sesuai dengan usia anak untuk
diterima dan dicerna oleh anak.
(f) Sikap
Siswa
Sikap
adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespon dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang,
barang, dan sebagainya, baik secara posif maupun negative.
Sikap
siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sampaikan
merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut.
Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata
pelajaran yang disampaikan, aplagi diiringi dengan kebencian kepada guru dan
mata pelajaran, maka akan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.
Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negative siswa, guru dituntut
untuk terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan
terhadap mata pelajaran yang menjadi vaknya.[18]
Sedangkan
menurut Sumardi Suryabrata bahwa factor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
yaitu:
1)
Faktor yang berasal dari luar diri pelajar, factor ini terbagi
menjadi 2 golongan yaitu:
a)
Faktor non sosial
Kelompok
faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tak terbilang jumlahnya,
seperti: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, alat-alat yang dipakai untuk
belajar dan lain-lain. Semua factor tersebut harus kita atur sedemikian rupa
sehingga dapat membantu proses pembelajaran secara maksimal. Letak sekolah atau
tempat belajar harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak
terlalu dekat dengan kebisingan, dan bangunannya harus memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah. Demikian pula alat-alat
pelajaran harus memenuhi syarat-syarat menuntut pertimbangan didaktis,
psikologis dan paedagogis.
b)
Faktor sosial
Yang
dimaksud dengan faktor-faktor sosial disini adalah manusia, baik manusia itu ada (hadir) maupun
kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang
lain pada waktu seseorang belajar kerap kali dapat menggagu belajar itu
sendiri. Misalnya: kalau satu kelas sedang terjadi proses pembelajaran
sedangkan kelas yang lain terdengar banyak anak bercakap-cakap atau hilir
mudik, hal itu dapat mengganggu proses pembelajaran tesebut.
Selain
kehadiran langsung seperti yang dikemukakan diatas, mungkin juga orang lain itu
hadir tidak langsung atau dapat disimpulkan kehadirannya, misalnya saja potret
yang merupakan representasi dari orang, suara nyanyian yang terdengar lewat
radio merupakan representasi bagi kehadiran seseorang. Faktor-faktor social
seperti yang telah dikemukakan pada umumnya bersifat mengganggu proses belajar
mengajar dan prestasi-prestasi belajar.
2)
Faktor Fisiologis
Faktor
fisiologis ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a)
Keadaan tonus jasmani pada umumnya
Keadaan
tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatar belakangi
aktivitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan
keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya
dengan keadaan jasmani yang tidak lelah. Dalam hubungan dengan hal ini ada dua
hal yang perlu dikemukakan.
(1)
Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadaar makanan ini akan
mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa
kelesuan, lekas ngantuk, lekas lelah dan sebagainya.
(2)
Beberapa penyakit yang kronis akan mengganggu kegiatan belajar.
Namun, tidak hanya penyakit-penyakit yang kronis saja yang membutuhkan
penanganan, penyakit ringan seperti pilek, batuk dan lai sebagainya juga perlu
segera dilakukan penanganan. Karena hal itu juga sangat mengganggu belajar.
b)
Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu terutama fungsi-fungsi
panca indera.
Orang
mengenal dunia sekitarnya dan belajr dengan menggunakan pancainderanya. Baiknya
berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung denga
baik. Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga,
agar pancaindera anak didiknya dapat berfugsi denga baik, baik penjagaan itu
bersifat kuratif maupun yang bersifat preventif, seperti misalnya adanya
pemeriksaan dokter secara periodic, penyediaan alat-alat pelajaran serta
perlengkapan yang memenuhi syarat, dan penempatan murid-murid secara baik
dikelas.[19]
Menurut
Wasty Soemanto faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah Faktor
stimuli. Yang dimaksud stimuli belajar disini yaitu segala hal di luar individu
yang merangsang individu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar.
Stimuli dalam hal ini mencakup materiil, penegasan, serta suasana lingkungan
eksternal yang harus diterima atau dipelajari oleh anak didik. Faktor-faktor
stimuli belajar antara lain:
a)
Panjangnya
Bahan Pelajaran
Panjangnya
bahan pelajaran berhubungan dengan jumlah bahan pelajaran. Semakin panjang
bahan pelajaran, semakin panjang pula waktu yang dibutuhkan. Kesulitan peserta
didik tidak hanya semata-mata karena panjangnya waktu untuk belajar, melainkan
lebih berhubungan dengan factor kelelahan serta kejenuhan peserta didik dalam
memahami bahan yang begitu banyak.
Sedangkan
panjangnya waktu belajar juga dapat menimbulkan beberapa “ interferensi” atas
bagian-bagian materi yang dipelajari. Interferensi dapat diartikan sebagai
gangguan kesan ingatan akibat terjadinya pertukaran reproduksi antara kesan
lama denagn kesan baru. Kedua kesan itu muncul bertukaran sehingga terjadi
kesalahan maksud yang tidak disadari.
b)
Kesulitan Bahan Pelajaran
Tingkat
kesulitan bahan pelajaran mempengaruhi kecepatan peserta didik dalam mempelajari
suatu bahan pelajaran. Makin sulit suatu bahan, maka makin lambat anak didik
mempelajarinya. Sebaliknya, semakin mudah bahan pelajaran, makin cepat pula
peserta didik mempelajarinya
c)
Berartinya
Bahan Pelajaran
Bahan
yang berarti adalah bahan yang dapat dikenali, dan memungkinkan peserta didik
untuk belajar. Bahan yang tanpa arti sukar dikenali dan akibatnya tak ada
pengertian peserta didik terhadap bahan itu.
d)
Berat-
Ringannya Tugas
Mengenai
berat ringannya suatu tugas, hal ini erta hubungannya dengan tingkat kemampuan
individu. Tugas yang sama kesukarannya berbeda bagi masing-masing individu. Hal
ini disebabkan karena kapasitas intelektual serta penglaman mereka tidak sama.
Tugas-tugas yang terlalu ringan atau mudah adalah mengurangi tantangan belajar,
sedangkan tugas yang terlalu berat atau sukar membuat individu kapok/jerat
untuk belajar
e)
Suasana lingkungan Eksternal
Suasana lingkungan
eksternal menyangkut banyak hal, antara lain: cuaca, kondisi tempat, dan
sebagainya. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi sikap dan reaksi individu
dalam aktifitas belajarnya, sebab individu yang belajar adalah interaksi dengan
lingkunganya.
[1] Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), h. 53.
[2]
Depag, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Direktorrat
Jendral Kelembagaan Islam, 2005), h.46.
[3] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: 1990),
cet ke 5. h.84
[4]
Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Jakarta: Rineka
Cipta, 1995) Cet ke 2, h.2
[5] Muhibbin Syah, M.Ed. Psikologi Pendidikan (Bandung: Rosada,
2008), cet ke 14.h. 89
[6] Muhammad Uzer Ustman, Upaya Optimamlisasi Kegiatan Belajar
Mengajar, (Bandung,: Remaja Rosydakarya, 1993), h.3.
[7] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya,1995),cet. ke-5, h.22-24
[8] Syafruddin Nurdin, M. Pd, Guru Profesional dan Implementasi
Kurikulum, (Jakarta: Ciputra Press, 2005), cet ke-3, h.102-104
[9] Nana Sudjana, op.Cit.,
h.25
[10] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung
: Sinar Baru Algensindo, 1995) h.53-54
[11] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar.( Jakarta:Rineka
Cipta, 2008 ), h. 176-178
[12] Ibid, h. 180-185
[13] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006) h. 35
[14] Abu Ahmadi, Drs. Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta:
Rineka Cipta ,2004) ,h. 33
[15] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung :Rosdakarya, 2007) h.134
[16] M.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: 1990 cet ke 5) h. 60
[17]
Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, h. 202-203
[18] Muhibbin Syah, op.Cit, h. 135
[19]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2008), cet. ke-5.h. 233-236
Tidak ada komentar:
Posting Komentar