Cari Blog Ini

Selasa, 01 Mei 2018

Pendidikan Agama Islam


Pendidikan Agama Islam
1.      Pengertian Pendidikan Islam
Secara umum, pengertian pendidikan Islam dapat dianalisa dari dua segi, yaitu secara etimologi dan secara terminologi, penjelasannya sebagai berikut :
a.      Secara Etimologi
Dalam bahasa Arab, pendidikan sering digunakan dengan beberapa istilah, antara lain : al-ta’lim (التعليم), al-tarbiyah (التربية), dan al-ta’dib (التأديب).[1] Ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam pengertian pendidikan, seperti berikut :
1).    Kata al-ta’lim (التعليم)  merupakan masdar dari kata ‘allama (علم) yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan.[2]
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 Allah swt berfirman :
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ   (البقره :۳۱)

Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!".[3] (Q.S. Al-Baqarah : 31)

Berdasarkan pengertian kata ta’lim di atas, bahwa pengertian ta’lim hanya sebatas proses pentransferan seperangkat nilai antar manusia serta untuk menguasai nilai yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik dan memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberian pengetahuan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
2).    Kata al-tarbiyah (التربية), merupakan masdar dari kata rabba (ربى) yang berarti : mendidik, dan mengasuh (anak)[4].
Menurut Al-Abrasyi sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, pengertian tarbiyah adalah :
“Mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan”.[5]

Berdasarkan pendapat Al-Abrasyi di atas, pengertian tarbiyah mencakup berbagai aspek kehidupan peserta didik, baik dari segi fisik maupun psikisnya untuk mencapai kehidupan yang sempurna dan bahagia di dunia dan akhirat.
3).    Kata al-ta’dib (التأديب) merupakan masdar dari addaba (أدب) yang dapat diartikan dengan proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik.[6]
Menurut Muhammad Naquib al-Attas, penggunaan term al-ta’dib lebih cocok digunakan dalam pendidikan Islam, dibanding penggunaan term al-ta’lim maupun al-tarbiyah.[7] Hal ini disebabkan pengertian term al-ta’lim hanya ditujukan pada proses pentransferan ilmu (proses pengajaran), tanpa adanya pengenalan lebih mendasar pada perubahan tingkah laku. Sedangkan term al-Tarbiyah penunjukkan makna pendidikannya masih bersifat umum dan berlaku bukan saja untuk proses pendidikan pada manusia, tetapi juga ditujukan pada proses pendidikan selain manusia. Padahal pendidikan Islam hanya ditujukan kepada proses-proses pendidikan yang dilakukan manusia dalam upaya memiliki kepribadian muslim yang utuh, sekaligus membedakannya dengan makhluk Allah lainnya.
Dengan demikian, penggunaan term al-ta’dib lebih tepat digunakan bagi pendidikan Islam karena pengertian yang dikandungnya mencakup semua wawasan ilmu pengetahuan, baik teoritis maupun praktis yang terfomulasi dengan nilai-nilai tanggungjawab dan semangat Ilahiah sebagai bentuk pengabdian manusia kepada Khaliqnya.
Namun demikian, penggunaan term al-tarbiyah lebih cocok dan mewakili untuk memaknai pendidikan Islam. Hal ini disebabkan oleh makna yang dikandungnya lebih luas dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek jasmani, akal, daya kreasi dan sosial kemasyarakatan manusia sebagai aspek yang tak bisa dipisahkan dalam proses pendidikan Islam. Oleh karena itu, pendidikan Islam dikenal dengan istilah al-Tarbiyah al-Islamiyah, bukan at-Ta’lim al-Islamiy ataupun al-Ta’dib al-Islamiy.
b.      Secara Terminologi
Secara terminologi, beberapa ahli berbeda pendapat mengenai pengertian pendidikan Islam, di antaranya :
1).    Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny Al-Syaebani, sebagaimana yang dikutip oleh Muzayyin Arifin, berpendapat bahwa
“Pendidikan Islam merupakan usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan. Perubahan itu dilandasi dengan nilai-nilai Islami”.[8]

2).    Menurut M. Yusuf al-Qardhawi, sebagaimana yang dikutip oleh Azyumardi Azra, “ Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya”.[9]
3).    Sedangkan M. Kanal Hasan, sebagaimana dikutip Samsul Nizar, mendefinisikan bahwa :
Pendidikan Islam adalah suatu proses yang komprehensif dari pengembangan kepribadian manusia secara keseluruhan, yang meliputi intelektual, spritual, emosi, dan fisik. Sehingga seorang muslim disiapkan dengan baik untuk melaksanakan tujuan kehadirannya di sisi Tuhan sebagai hamba dan wakil-Nya di muka bumi.[10]

4).    Hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian Pendidikan Islam : “Sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.[11]
Dari beberapa pengertian pendidikan Islam di atas, dapat penulis pahami, bahwa pendidikan Islam adalah sebuah proses perubahan tingkah laku dan bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani peserta didik menurut ajaran Islam yang tersusun secara sistematis, terencana dan komprehensif dalam upaya mentransfer berbagai ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islami kepada peserta didik, mengembangkan potensi yang ada pada peserta didik, sehingga mereka mampu menjalankan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah pada semua dimensi kehidupan.
Pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pendidikan agama Islam. Adapun kata Islam dalam istilah pendidikan Islam menunjukkan sikap pendidikan tertentu yaitu pendidikan yang memiliki warna-warna Islam. Untuk memperoleh gambaran yang mengenai pendidikan agama Islam, berikut ini beberapa defenisi mengenai pendidikan Agama Islam.
Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan Agama Islam adalah: pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itui sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak.[12]
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama Islam adalah suatu proses bimbingan jasmani dan rohani yang berlandaskan ajaran Islam dan dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak menuju perkembangan yang maksimal, sehingga terbentuk kepribadian yang memiliki nilai-nilai Islam.
2. Tujuan Pendidikan Islam
a.      Tahap-tahap Tujuan Pendidikan Islam
Secara garis besar, tahap-tahap tujuan pendidikan Islam itu dapat dikelompokkan kepada 3 tahap, yaitu tujuan tertinggi, tujuan umum, dan tujuan khusus.[13] Berikut ini akan penulis uraikan satu persatu :
1).    Tujuan tertinggi
Tujuan tertinggi pendidikan Islam merupakan tujuan final dari hakekat eksistensi manusia sebagai ciptaan Allah swt di muka bumi, yaitu sebagai ‘abd dan khalifah fi al-ardh. Secara eksplisit, tujuan tertinggi yang harus dicapai oleh pendidikan Islam, meliputi :
a).    Menjadi hamba Allah yang paling bertaqwa dan senantiasa taqarrub kepada-Nya. Pencapaian tujuan ini sejalan dengan tujuan hidup dan penciptaan manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah swt.
b).    Mengantarkan dan mengaktualkan seluruh potensi peserta didik sesuai dengan nilai Islami sehingga dengan kemampuan tersebut, ia mampu menjadi wakil Allah swt di muka bumi (khalifah fi al-ardh).
c).    Mengantarkan peserta didik untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan, dan kemenangan hidup, baik itu kehidupan di dunia maupun di akhirat, secara serasi dan seimbang.[14]

Jadi, tujuan tertinggi pendidikan Islam merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam, yaitu terciptanya manusia yang paling bertaqwa, sehingga bisa menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi, dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana firman Allah :
uqèdur Ï%©!$# öNà6n=yèy_ y#Í´¯»n=yz ÇÚöF{$# yìsùuur öNä3ŸÒ÷èt/ s-öqsù <Ù÷èt/ ;M»y_uyŠ öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB ö/ä38s?#uä 3 ¨bÎ) y7­/u ßìƒÎŽ|  É>$s)Ïèø9$# ¼çm¯RÎ)ur Öqàÿtós9 7LìÏm§    (الانعام :۱۶۵)
Artinya : “Dan Dia lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah (penguasa-penguasa) di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.[15] (Q.S. Al-An’am : 165)



2).    Tujuan umum
Tujuan umum lebih mengutamakan pendekatan filosofis dan yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam lebih bersifat empirik-realistik yang berfungsi sebagai pemberi arah ke mana operasional pendidikan Islam itu akan dilakukan.
Tujuan umum berupaya untuk mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik seoptimal mungkin, dan mampu menyentuh seluruh aspek kemanusiaan manusia, yang meliputi : perubahan sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan peserta didik. Namun perubahan itu tergantung kepada manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S. Ar-Ra’du : 11 :
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/  (الرعد : ۱۱)

Artinya : “ … Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ...”[16] (Q.S. Al-Ra’du : 11)


3).    Tujuan khusus
Orientasi tujuan khusus merupakan operasionalisasi dari tujuan umum dan tujuan tertinggi dari pendidikan Islam. Bentuknya operasional dan mudah dilakukan evaluasi. Sementara sifatnya elastis dan adaptik sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman, tanpa melepaskan diri dari nilai-nilai Ilahi sebagai tujuan tertinggi. Jadi Mekanisme dan sistem nilai inilah yang membedakan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum. Kefleksibelan mekanismenya ini, membuat tujuan khusus dan operasional pendidikan Islam lebih bersifat dinamis.
Secara hierarkis, tujuan khusus pendidikan Islam dapat dikelompokkan kepada beberapa bentuk, yaitu :
a).    Tujuan kurikuler, tujuan yang ditetapkan melalui Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) di setiap lembaga pendidikan.
b).    Tujuan pembelajaran umum, tujuan yang diarahkan pada penguasaan suatu bidang studi pada satu jenjang pendidikan.
c).    Tujuan pembelajaran khusus, tujuan yang diarahkan pada penguasaan pada setiap materi yang diajarkan dalam setiap bidang studi.[17]

Ketiga tujuan tersebut merupakan bentuk operasional interaksi pembelajaran yang dilakukan antara guru dan peserta didik. Proses operasional interaksi pembelajaran, merupakan bentuk kata kunci bagi berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan Islam yang lebih tinggi dari lainnya. Melihat begitu pentingnya peranan yang diemban oleh tujuan khusus untuk menunjang pencapaian tujuan pendidikan Islam selanjutnya, maka bentuk pelaksanaan interaksi proses belajar mengajar perlu diformulasikan sedemikian rupa, terutama proses dan isi pendidikannya.
b.      Aspek-aspek Tujuan Pendidikan Islam
Aspek tujuan pendidikan Islam itu meliputi empat hal, yaitu (1) tujuan jasmaniah (ahdaf al-jismiyyah), (2) tujuan rohaniah (ahdaf al-ruhiyyah), (3) tujuan akal (ahdaf al-aqliyyah), dan (4) tujuan sosial (ahdaf al-ijtima’iyyah).[18] Masing-masing aspek tujuan tersebut akan diuraikan di bawah ini :
1).    Tujuan Jasmaniah (Ahdaf al-Jismiyyah)
Orientasi tujuan pendidikan jasmaniah, dalam konteks ini dikaitkan dengan tugas manusia sebagai khalifah fi al-ardh. Dalam melaksanakan tugasnya ini, manusia dituntut untuk memiliki jasmani yang sehat dan kuat. Tanpa ditunjang bentuk jasmani yang sempurna, manusia akan sulit untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah dengan optimal. Jadi, tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia muslim yang sehat dan kuat jasmaninya serta memiliki keterampilan yang tinggi, karena itu manusia dianjurkan menjaga dirinya. Sebagaimana firman Allah swt :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sム(التحريم : ۶) 
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. [19](Q.S.al-Tahrim:6)

2).    Tujuan Rohaniah (Ahdaf al-Ruhiyyah)
Tujuan rohaniah pendidikan Islam ini berkaitan dengan kemampuan manusia menerima agama Islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah, dengan tunduk dan patuh kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkan-Nya dengan mengikuti keteladanan Rasul-Nya Muhammad saw.[20] Tujuan rohaniah pendidikan Islam ini diarahkan kepada pembentukan akhlak al-karimah (akhlak mulia). Hal ini dapat ditarik relevansinya dengan tujuan Rasulullah diutus Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عن أبى هر يرة رضي الله عنه قال:قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم انمابعثت لاتمم مكارم الا خلاق (رواه البيهقي)
Artinya : “Bahwasanya saya diutus untuk menyempurnakan budi pekerti” (HR. Al-Baihaqy) [21]

3).    Tujuan Akal (Ahdaf al-Aqliyah)
Selain tujuan jasmaniah dan tujuan rohaniah, pendidikan Islam juga memperhatikan tujuan akal. Aspek tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensia (kecerdasan) yang berada dalam otak. Sehingga mampu memahami dan menganalisis fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya ini. Seluruh alam ini bagaikan sebuah bola besar yang harus dijadikan obyek pengamatan dan renungan pikiran manusia sehingga mendapatkan ilmu pengetahuan. Sebagaimana firman Allah swt yang berbunyi :
tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# (ال عمران: ۱۹۱)  
Artinya : “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”. [22](Q.S. Ali-Imran : 191)

4).    Tujuan Sosial (Ahdaf al-Ijjtima’iyah)
Tujuan sosial merupakan pembentukan kepribadian yang utuh dari roh, tubuh dan akal. Di mana identitas individu tercermin sebagai manusia yang hidup pada masyarakat yang plural (majemuk). Oleh sebab itu, penting tercapainya tujuan pendidikan sosial karena manusia harus mempunyai kepribadian yang utama dan seimbang.
Jadi, proses pendidikan Islam harus selalu diarahkan untuk mengembangkan potensi peserta didik sehingga peserta didik mampu beradaptasi dengan masyarakat secara harmonis. Sebagaimana Allah swt menyuruh untuk saling tolong menolong untuk kebaikan dalam firman-Nya :
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# (الما ئدة : ۲)  
Artinya : “... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.[23] (Q.S. Al-Maidah : 2)

3. Peran dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dengan perencanaan dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, mengahayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran wajib yang diikuti seluruh siswa yang beragama Islam pada semua satuan jenis dan jenjang sekolah.
Pendidikan agama sebagai satu bidang studi merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan bidang studi lainnya, karena bidang studi secara keseluruhan berfungsi tercapainya tujuan umum pendidikan nasional. Oleh karena antara satu bidang studi dengan bidang studi lainnya hendaknya saling membantu dan saling kuat menguatkan. Dalam rangka penjabaran fungsi pendidikan nasional yang juga merupakan tujuan pendidikan agama Islam, maka pendidikan agama Islam harus berperan sebagai berikut:
a.    Membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
b.   Menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa maksudnya adalah manusia yang selalu taat dan tunduk terhadap apa-apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
c.    Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri, maksudnya adalah sikap utuh dan seimbang antara kekuatan intelektual dan kekuatan spritual yang secara langsung termanifestasi dalam bentukakhlak mulia.
d.   Menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab, maksudnya adalah perwujudan dari iman dan taqwa itu dimanifestasikan dalam bentuk kecintaan terhadap tanah air (khubbul wathan minal iman).[24]

Adapun fungsi pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:
a.    Pengembangan yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya yang pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga.
b.    Penanaman nilai yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
c.    Penyesuaian mental yaitu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d.   Perbaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
e.    Pencegahan yaitu untuk menangkal hal-hal negatife dan lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
f.     Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan mr nyata), sistem dan fungsionalnya.
g.    Penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.[25]

 Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan agama Islam pada intinya adalah menyalurkan bakat-bakat peserta didik yang telah dimiliki khususnya pendidikan agama Islam sehingga bakat tersebut dapat berkembang secara optimal dan dapat diwujudkan dalam perilakunya, sehingga dapat memperkuat iman dan memiliki akhlak yang mulia.
4. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Istilah pembelajaran (instructions) secara sederhana diartikan sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau sekelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan kea rah tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terpogram dalam desain pembelajaran untuk membawa siswa secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.[26]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan terencana yang mengkondisikan atau merangsang peserta didik agar bias belajar dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ada. Dalam hal ini terlihat bahwa dalam proses pembelajaran guru berperan aktif dalam mengkondisikan peserta didik untuk belajar.
Seorang guru professional harus memiliki kerangka berpikir untuk mengupayakan agar proses pembelajaran dapat dilakukan secara aktif. Zymper sebagaimana yang dikutip oleh Oemar Hamalik mengungkapkan bahwa guru yang professional harus memiliki shceme of teching, artinya bagaimana seorang guru bias menciptakan terjadinya proses belajar dalam diri peserta didik.[27]
Ada beberapa bentuk proses pembelajaran yang dapat dilakukan diantaranya: [28]
a.    Bentuk Simulasi
Bentuk proses pembelajaran simulasi didasarkan pada alas an bahwa manusia memiliki pola perilaku untuk bias  berpikir dan berbuat. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa mengalami berbagai hal dan menguji reaksi mereka.

b.    Bentuk ekspositori
Bentuk proses pembelajaran ekspositori ini lebih menitik beratkan pada peranan guru dalam menyampaikan pesan atau materi.
c.    Bentuk inquiri
Bentuk proses pembelajaran ini menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Peranan guru hanya sebagai pembimbing atau fasilitator saja.
d.    Bentuk curah pendapat
Bentuk curah pendapat ini dalam proses pembelajaran dapat dilakukan secara klasikal dan kelompok. Namun dalam curah pendapat yang bersifat klasikal sering tidak efektif, terutama bila guru kurang bisa memancing dan menggali pendapat siswa.
e.    Bentuk diskusi panel
Bentuk ini dalam proses pembelajaran bertujuan untuk melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda. Untuk ini diperlukan adanya moderator, panelis dan peserta diskusi.
   Bentuk-bentuk proses pembelajaran yang dikemukakan di atas belum merupakan bentuk proses pembelajaran yang mutlak. Para pendidik juga bias menggunakan bentuk-bentuk proses pembelajaran lainnya yang disesuaikan dengan pembelajaran yang dilaksanakan.
Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), kurikulum yang akan dicapai oleh setiap bidang studi sudah disusun dengan standar nasional yang meliputi beberapa standar kompetensi yang akan dicapai dalam waktu yang telah ditentukan.
Dengan mempedomani standar kompetensi, guru atau tanaga kependidikan mengembangkan ke dalam bentuk silabus pembelajaran, kemudian dari silabus pembelajaran itulah dibuat rencana pembelajaran dan pada akhirnya dikembangkan lagi ke dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan rancangan yang sudah jelas dan dapat mempermudah pelaksanaan pembelajaran, karena di dalamnya sudah sangat rinci dan mulai dari penjabaran indicator sampai kepada tujuan pembelajaran serta segala komponen yang dibutuhkan dalam system pembelajaran sudah tertera dengan jelas.[29]
Persiapan ini harus dibuat dan direncanakan oleh guru dengan baik sebelum mereka mengajar, tujuannya agar pembelajaran yang dilaksanakan tidak asal-asalan saja, tetapi harus dengan perencanaan yang matang agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.


[1]  Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., h. 2
[2] Samsul Nizar, Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Padang : IAIN IB Press, 2000), h. 60
[3] Departemen Agama, Al-Qur’an dan TerjemahNya, (Semarang : Toha Putra, 1995), h. 14
[4] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1989), h. 137
[5] Ramayulis, op.cit., h. 16
[6] Samsul Nizar, op.cit, h. 66
[7] Muhammad al-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, (Bandung : Mizan, 1988), h. 66
[8] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h.15
[9] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002), h. 5
[10] Samsul Nizar, op.cit., h. 74
[11] Muzayyin Arifin, loc.cit.
[12] Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1992), cet ke-2, h. 86
[13] Samsul Nizar, op.cit, h. 111
[14] Ibid
[15]  Departemen Agama,op.cit, h. 217
[16] Ibid, h. 370
[17] Samsul Nizar, op.cit, h. 116
[18] Ramayulis, op.cit, h. 143
[19] Departemen Agama,op.cit, h. 951
[20] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 1997),h. 64
[21] Ahmad bin al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqy, Sunan al-Baihaqy al-Kubra, (Makkah : Maktabah Dar al-Bazi, 1994), juz 10, h. 192
[22] Departemen Agama,op.cit, h. 110
[23] Ibid, h. 156
[24] Abdur Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 38,
[25] Abdul Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 134-135
[26] Ahmad Zayadi, Abdul Mujid, Tadzkirah, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berdasarkan Pendekatan Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 8
[27] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 133
[28] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2005, h. 95
[29] Sasminelwati, Dasar-Dasar Kependidikan, (Padang: IAIN IB Press, 2006), h. 76

Tidak ada komentar: