Cari Blog Ini

Selasa, 01 Mei 2018

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1. Pengertian KTSP
Kurikulum tingkat satuan pendidikan terdiri dari empat kata yang merupakan satu pengertian yang utuh yaitu kata kurikulum, tingkat, satuan, dan pendidikan. Kurikululm secara etimologis berasal dari bahasa yunani yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari star finish. Pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan.[1] Dalam bahasa Arab istilah kurikulum diartikan dengan manhaj yakni jalan terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.[2] Dalam kamus at-Tarbiyah kata manhaj atau kurikulum diartikan dengan seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.[3]
Pengertian kurikulum secara terminology terdapat cukup banyak rumusan yang dikemukakan oleh para pakar. Rumusan ini terus berkembang dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan.

Menurut Khairuddin dkk. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan KTSP adalah kurikulum yang di susun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.[4]
KTSP adalah singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik
peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan di SD, SMP, SMA, dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.[5] Sedangkan menurut Masnur Muslich kurikulum tingkat satuan pendidikan yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah.[6] Jadi kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah seperangkat rencana dan program pembelajaran, metode dan penilaian yang mangacu pada kompetensi atau kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik sebagai hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman belajar dengan potensi social budaya dan kebutuhan sekolah/daerah tersebut.
2. Landasan Pengembangan KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai berikut:
a.       Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
b.      Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
c.       Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI).
d.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
e.       Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22, dan 23.[7]
Uraian mengenai isi pasal-pasal yang melandasi KTSP adalah sebagai berikut:
a.       Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Dalam Undang-Undang Sisdiknas dikemukakan bahwa SNP terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. SNP digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Pengembangan SNP serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. Kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, agama, dinamika perkembangan global, persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Undang-undang Sisdiknas juga mengemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: (1) pendidikan agama, (2) pendidikan kewarganegaraan, (3) bahasa, (4) matematika, (5) ilmu pengetahuan alam, (5) ilmu pengetahuan sosial, (6) seni dan budaya, (7) pendidikan jasmani dan olah raga, (8) keterampilan/kejuruan, dan (9) muatan lokal.
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota. Untuk pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah.
Sedangkan kurikulum pendidikan tinggi yang bersangkutan yang mengacu pada SNP untuk setiap program studi. Adapun kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada SNP untuk setiap program studi.[8]
b.      Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 adalah peraturan tentang SNP. SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Peraturan tersebut mengemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang dikembangkan berdasarkan SKL, dan SI. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan SI adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. SI memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, KTSP, dan kalender pendidikan/akademik.
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di organisasikan ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) kelompok mata pelajaran estetika, (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Setiap mata pelajaran diatas dilaksanakan secara holistik, sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mempengaruhi pemahaman dan penghayatan peserta didik, dan semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan. Sedangkan penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun Badan Standan Pendidikan Nasional (BSNP). Dalam hal ini, sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.[9]
c.       Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengatur tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut SI, mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
d.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 mengatur SKL untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. SKL meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, dan standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, yang akan bermuara pada kompetensi dasar.
e.       Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 mengatur tentang pelaksanaan SKL dan SI. Dalam peraturan ini dikemukakan bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan, berdasarkan pada:
1)   Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 36 sampai dengan Pasal 38.
2)   Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 5 sampai dengan pasal 18 dan pasal 25 sampai dengan pasal 27.
3)   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang SI untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
4)   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang SKL untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.[10]
3. Tujuan KTSP
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
a.    Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b.    Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c.    Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan dewasa ini. Oleh karena itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagai berikut:
a.    Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
b.    Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan di dayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c.    Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahan yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
d.   Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
b.    Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP.
c.    Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
d.   Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasinya dalam KTSP.[11]


4. Karakteristik KTSP
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta system penilaian. Dalam bukunya E. Mulyasa Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan karakteristik KTSP adalah sebagai berikut:
a.    Pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan.
b.    Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi.
c.    Kepemimpinan yang demokratis dan profesional.
d.   Tim kerja yang kompak dan transparan.
Karakteristik tersebut diatas, di deskripsikan sebagai berikut:
a.       Pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan.
KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat.
b.      Partisipasi Masyarakat dan orang tua yang tinggi.
Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
c.       Kepemimpinan yang demokratis dan profesional..
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan profesional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru yang di rekrut oleh sekolah adalah pendidik profesional dalam bidangnya masing-masing, sehingga mereka bekerja berdasarkan pola kinerja profesional yang di sepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik.
d.      Tim kerja yang kompak dan transparan.
Keberhasilan pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam KTSP didukung oleh kinerja tim yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan. Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuai dengan posisinya untuk mewujudkan suatu sekolah yang dapat dibanggakan oleh semua pihak. Mereka tidak saling menunjukkan kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan.[12]


5. Komponen KTSP
Susanto dan Mansur Muslich mengemukakan bahwasannya terdapat 4 komponen dalam KTSP yang meliputi: (a) tujuan pendidikan sekolah, (b) struktur dan muatan struktur KTSP, (c) kalender pendidikan, dan (d) silabus dan rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP).[13]
Menurut Khairuddin, dkk., komponen KTSP ada 3 yaitu: (a) tujuan pendidikan sekolah (b) struktur dan muatan struktur KTSP (c) kalender pendidikan.[14]
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya komponen KTSP terdapat 4 dan di uraian sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan Sekolah
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah di rumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan yaitu:
1)   Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2)   Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3)   Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.[15]
b. Struktur dan Muatan Struktur KTSP yang mencakup:
    1). Mata Pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi (SI).[16]
    2.) Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, yang materinya tidak sesuai dengan bagian dari mata pelajaran lain dan/atau terlalu banyak sehingga harus menjadi bagian dari mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Dasar (SD) dan Kompetensi Dasar (KD) untuk setiap jenis muatan lokal yang di selenggarakan.[17]
    3). Pengembangan Diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus di asuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri di fasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.[18]
     4). Beban Belajar
Satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan menyelenggarakan program pendidikan dengan menggunakan system paket atau sistem kredit semester. Kedua sistem tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan kategori satuan pendidikan yang bersangkutan.[19]
Pengaturan beban belajar pada KTSP adalah sebagai berikut:
a)        Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,SMP/MTs/SMPLB, baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
b)        Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
c)        Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
d)       Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket di alokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
e)        Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/Mi/SDLB 0%-40%, SMP/MTs/SMPLB 0%-50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0%-60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
f)         Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
g)        Alokasi waktu tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut:
(1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
(2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.[20]
    5). Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar adalah kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a) Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 0-100% dengan batas kriteria ideal minimum 75%.
b) Sekolah harus menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) per mata pelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas, dan sumber daya pendukung,
c) Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal, tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal.
    6). Kenaikan dan Kelulusan
Kenaikan kelas dan kelulusan berisi kriteria dan mekanisme kenaikan kelas dan kelulusan serta strategi penanganan siswa yang tidak naik atau tidak lulus yang diberlakukan sekolah. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait. Sesuai dengan ketentuan PP. 19/2005 Pasal 72 ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a) Menyelesaikan seluruh progran pembelajaran.
b) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
c) Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
d) Lulus ujian nasional.
     7). Penjurusan
Penjurusan berisi kriteria dan mekanisme penjurusan serta strategi/kegiatan penelusuran bakat, minat, dan prestasi yang diberlakukan sekolah. Penjurusan di susun dengan mengacu pada panduan penjurusan yang akan di susun oleh direktorat terkait.Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA.
     8). Pendidikan kecakapan hidup
Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB. SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan/atau kecakapan vokasional. Pendidikan kecakapan hidup bukan mata pelajaran dan tidak masuk dalam struktur kurikulum, tetapi substansinya merupakan bagian integral dari semua mata pelajaran.[21] Untuk kecakapan vokasional, dapat diperoleh dari satuan pendidikan yang bersangkutan, antara lain melalui mata pelajaran muatan lokal dan/atau mata pelajaran keterampilan. Apabila Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran keterampilan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dan sekolah maka sekolah dapat mengembangkan SK, KD, dan silabus keterampilan lain sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengembangan SK, KD, silabus, dan bahan ajar, serta penyelenggara pembelajaran keterampilan vokasional dapat dilakukan melalui kerja sama dengan satuan pendidikan formal/nonformal lain.[22]
    9). Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah program pendidikan yang dikembangkan dengan memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau non formal yang sudah memperoleh akreditasi. Substansinya mencakup aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
   10). Pendidikan Luar Biasa dan Pendidikan Khusus
Kurikulum pendidikan khusus terdiri atas delapan sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan lokal, program khusus, dan pengembangan diri. Struktur kurikulum pendidikan khusus dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar kompetensi mata pelajaran. Peserta didik berkelainan dapat di kelompokkan menjadi 2 kategori yaitu: (1) peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan (2) peserta didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata.
Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya, yaitu: program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tuna netra, bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tuna grahita, bina gerak untuk peserta didik tuna daksa, dan bina pribadi dan sosial untuk peserta didik tuna laras.[23]
c. Kalender Pendidikan
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam SI. Kalender pendidikan mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, dan hari libur.[24]


d. Silabus dan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berdasarkan silabus inilah guru bisa mengembangkannya menjadi Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi siswanya.[25]
6. Prinsip Pengembangan KTSP
E. Mulyasa, Muhaimin, dkk., Susanto, dan Khairuddin mengemukakan bahwasannya KTSP di kembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
b.      Beragam dan terpadu.
c.       Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d.      Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
e.       Menyeluruh dan berkesinambungan.
f.       Belajar sepanjang hayat.
g.      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.[26]


Uraian mengenai prinsip-prinsip di atas adalah sebagai berikut:
a.       Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk dikembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b.      Beragam dan terpadu.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum merupakan substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam karakteristik dan kesinambungan yang bermakna.[27]
c.       Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan.
d.      Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karana itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berfikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e.       Menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.[28]
f.       Belajar sepanjang hayat.
Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g.      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).[29]
7. Strategi Pengembangan KTSP
Terdapat beberapa strategi yang perlu diperhatikan dalam pengembangan dan pelaksanaan KTSP. E. Mulyasa dalam bukunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memaparkan strategi tersebut sebagai berikut:
a. Sosialisasi KTSP di sekolah.
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam pengembangan dan pelaksanaan KTSP adalah mensosialisasikan KTSP terhadap seluruh warga sekolah, bahkan terhadap masyarakat atau orang tua peserta didik. Sosialisasi ini penting terutama agar seluruh warga sekolah mengenal dan memahami visi dan misi sekolah, serta KTSP yang akan dikembangkan dilaksanakan.[30]
b. Menciptakan suasana yang kondusif.
Lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik merupakan iklim yang dapat membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif antara lain dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut:
1)   Menyediakan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
2)   Memberikan pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang kurang berprestasi, atau berprestasi rendah.
3)   Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
4)   Menciptakan kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain.
5)   Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.
6)   Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggungjawab bersama antara peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator, dan sebagai sumber belajar.
7)   Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri sendiri.[31]
c. Menyiapkan Sumber Belajar.
Sumber belajar yang perlu dikembangkan dalam KTSP di sekolah antara lain laboratorium, pusat sumber belajar dan perpustakaan, serta tenaga pengelola yang profesional. Sumber belajar tersebut perlu didayagunakan seoptimal mungkin, dipelihara, dan disimpan dengan sebaik-baiknya. Dalam hal itu, kreativitas guru dan peserta didik perlu senantiasa ditingkatkan untuk membuat dan mengembangkan alat-alat pembelajaran serta alat peraga lain yang berguna bagi peningkatan kualitas pembelajaran.
d. Membina disiplin.
Dalam pengembangan KTSP, guru harus membina disiplin peserta didik, terutama disiplin diri (self-discipline). Strategi yang digunakan dalam membina disiplin sekolah adalah:
1) Konsep diri. Untuk menumbuhkan sikap ini, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
2) Keterampilan berkomunikasi.
3) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami.
4) Klarifikasi nilai.
5) Analisis transaksional. Disarankan agar guru belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.
6) Terapi realitas. Sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru bersikap positif dan bertanggungjawab.
7) Disiplin yang terintegrasi. Metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan.
Pembinaan disiplin diatas, harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu disarankan kepada guru untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)   Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui catatan komulatif.
2)   Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir di kelas.
3)   Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta didik.
4)   Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak bertele-tele.
5)   Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi penyimpangan.
6)   Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dijadikan teladan oleh peserta didik.
7)   Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan monoton, sehingga membantu disiplin dan gairah belajar peserta didik.
8)   Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru, atau mengukur peserta didik dari kemampuan gurunya, dan
9)   Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkunganya.
e. Mengembangkan kemandirian kepala sekolah.
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif harus memiliki sikap mandiri, terutama dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menselaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kemandirian dan profesionalisme kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.[32]
f. Membangun karakter guru.
Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap proses belajar dan hasil belajar, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.[33] Agar KTSP dapat dikembangkan secara efektif, serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, guru perlu memiliki hal-hal sebagai berikut:
1)   Menguasai dan memahami kompetensi dasar dan hubungannya dengan kompetensi lain dengan baik.
2)   Menyukai apa yang di ajarkannya dan menyukai mengajar sebagai suatu profesi.
3)   Memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan, dan prestasinya.
4)   Menggunakan metode yang bervariasi dalam mengajar dan membentuk kompetensi peserta didik.
5)   Mengeliminasi bahan-bahan yang kurang penting dan kurang berarti dalam kaitannya dengan pembentukan kompetensi.
6)   Mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir.
7)   Menyiapkan proses pembelajaran.
8)   Mendorong peserta didik untuk memperoleh hasil yang baik, dan
9)   Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi yang akan dikembangkan.[34]
8. Petunjuk Teknis Penyusunan KTSP
a.       Pengesahan KTSP
Dokumen KTSP SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,SMK dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui komite sekolah dan dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.[35]
b.      Format Silabus Berbasis KTSP.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Dalam KTSP, silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian hasil belajar.[36]


Format silabus berbasis KTSP minimal mencakup:
1)        Kompetensi dasar.
2)        Materi pokok pembelajaran.
3)        Kegiatan pembelajaran.
4)        Indikator.
5)        Penilaian.
6)        Alokasi waktu.
7)        Sumber belajar.[37]
c. Format RPP Berbasis KTSP.
Format RPP KTSP sekurang-kurangnya memuat kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.[38]
d. Model Pembelajaran Berbasis KTSP.
Terdapat beberapa model pembelajaran berbasis KTSP, yang mana meliputi:
    1) Model Konstruktivisme.
Model Konstruktivisme adalah model pembelajaran mutakhir yang mengedepankan aktivitas peserta didik dalam setiap interaksi edukatif untuk untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri. Ciri-ciri proses pembelajaran konstruktivisme meliputi:
a)    Peserta didik membangun pemahamannya sendiri dari hasil belajarnya bukan karena disampaikan (diajarkan).
b)   Pelajaran baru sangat tergantung pada pelajaran sebelumnya.
c)    Belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial.
d)   Penugasan-penugasan dalam belajar dapat meningkatkan kebermaknaan proses pembelajaran.[39]
     2) Model Contextual Teaching dan Learning (CTL).
CTL adalah merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata yang berkembang dengan situasi dunia nyata yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar peserta didik sehingga dia mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Dalam konteks pembelajaran di kelas, tugas guru adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya yakni guru lebih banyak berurusan dengan strategi dan memposisikan diri sebagai fasilitator dari pada memberi informasi dan mengajari. Tugas guru mengelola kelas sebagai tim bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) datang dari hasil proses menemukan sendiri, bukan dari apa yang disampaikan atau yang diajarkan guru.[40]
    3) Model Tematik.
Pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Model tematik atau terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu strategi pembelajaran berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau membuat proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan inquiry yakni melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran mulai dari merencanakan, mengeksplorasi dan brainstoming. Dengan penggunaan model terpadu ini peserta didik didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar dari hasil pengalamannya sendiri.[41]
     4) Model Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
Model pembelajaran pakem merupakan salah satu model pembelajaran yang diinginkan dalam implementasi KTSP di dalam kelas. Secara umum tujuam penerapan pakem adalah agar proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas dapat merangsang aktivitas dan kreativitas belajar peserta didik serta dilaksanakan dengan efektif dan menyenangkan. Model ini merupakan salah satu alternatif solusi untuk menciptakan lulusan yang berkualitas, kompetitif dan unggul.
a)    Pembelajaran Aktif (Active Learning).
Pembelajaran aktif merupakan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan kompetensinya.
b)   Pembelajaran Kreatif (Creative Learning).
Pembelajaran ini merupakan proses pembalajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang variatif misalnya kerja kelompok, pemecahan masalah dan sebagainya.
c)    Pembelajaran yang Efektif (Effective Learning)
Pembelajaran ini dikatakan efektif karena peserta didik mengalami berbagai pengalaman baru dan perilakunya menjadi berubah menuju titik akumulasi kompetensi yang diharapkan. Hal ini dapat tercapai jika guru melibatkan peserta didik dalam merencanakan dan proses pembelajaran. Peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dan tidak ada peserta didik yang tertinggal, sehingga suasana kelas betul-betul kondusif, karena melibatkan semua peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas.[42]
e. Penilaian Berbasis Kelas dalam KTSP
Penilaian Berbasis Kelas dalam KTSP dapat dilakukan dengan:
   1) Penilaian Kelas.
Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Penilaian ulangan umum dilaksanakan secara bersama untuk kelas-kelas pararel, dan pada umumnya dilakukan ulangan umum bersama, baik tingkat rayon, kecamatan, kodya/kabupaten maupun provinsi. Sedangkan ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Dan hasil evaluasi akhir ini digunakan untuk menentukan kelulusan bagi setiap peserta didik.
       2) Tes Kemampuan Dasar.
Tes Kemampuan Dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran (program remedial).
       3) Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi.
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam surat tanda tamat belajar tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah.
      4) Bencharmaking.
Bencharmaking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan. Ukuran keunggulan dapat ditentukan tingkat sekolah, daerah, atau nasional. Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga peserta didik dapat mencapai satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan usaha dan keuletannya.
      5) Penilaian Program.
Penilaian program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan secara kontinyu dan berkesinambungan. Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian KTSP dengan dasar, fungsi, dan tujuam pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan masyarakat, dan kemajuan zaman.[43]


[1] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1
[2] Ibid.,
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 128
[4] Khaeruddin, dkk. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Konsep dan Implementasinya
di Madrasah (Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2007), h. 79
[5] E. Mulyasa, Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), h. 8
[6] Masnur Muslich, KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Bandung: Bumi Aksara, 2008, h. 10
[7] E. Mulyasa, op.cit., h. 24
[8] Ibid., h. 24-25
[9] Ibid., h. 25-27
[10] Ibid., h.  28
[11] Ibid., h. 22
[12] Ibid., h. 29-31
[13] Susanto, Pengembangan KTSP dengan Prespektif Manajemen Visi (Matapena, 2007),
h. 31,Lihat juga Mansur Muslich, KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan Pedoman Bagi Pengelola Lembaga Pendidikan, Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Dewan Sekolah, dan Guru (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 12
[14] Khaeruddin, dkk, op.cit., h. 84-90
[15] Susanto, op.cit., h. 33
[16] Khaeruddin, dkk., op.cit., h. 85
[17] Susanto, op.cit., h. 35
[18] Mansur Muslich, op.cit., h. 13-14
[19] Susanto, op.cit., h. 38
[20] Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual Panduan
bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 31
 [21] Susanto, op.cit., h. 41-43
[22] Mansur Muslich, op.cit., h. 20
[23] Susanto, op.cit., h. 43-44.
[24] Ibid., h. 46
[25] Mansur Muslich, op.cit., h. 16
[26] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat, h. 151-153, Muhaimin, dkk., Pengembangan Model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 21-23, Susanto, Pengembangan, h. 25-27, Khaeruddin, dkk., Kurikulum, h. 80-8
[27] Muhaimin, dkk., op.cit., h. 21-22
[28] Khaeruddin, dkk., op.cit., h. 80-81
[29] Susanto, op.cit., h.  27
[30] E. Mulyasa, op.cit., h. 153-154
[31] E. Mulyasa, Ibid., h. 155-156.
[32] Ibid., h. 157-161.
[33] Ibid., h. 161
[34] Ibid., h. 164
[35] Ibid., h. 185
[36] Ibid., h. 190
[37] Khaeruddin, dkk., op.cit., 137
[38] Ibid., h.45
[39] Ibid., h. 197-198
[40] Ibid.,h. 199-200
[41] Ibid., h. 204
[42] Khaeruddin, dkk.,op.cit., h. 208-210.
[43] E. Mulyasa, op.cit., h.  258-261

Tidak ada komentar: