Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1. Pengertian KTSP
Kurikulum
tingkat satuan pendidikan terdiri dari empat kata yang merupakan satu
pengertian yang utuh yaitu kata kurikulum, tingkat, satuan, dan pendidikan.
Kurikululm secara etimologis berasal dari bahasa yunani yaitu currere yang
berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan
berlari mulai dari star finish. Pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang
pendidikan.[1]
Dalam bahasa Arab istilah kurikulum diartikan dengan manhaj yakni jalan terang,
atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam
konteks pendidikan kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh
pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan
dan sikap serta nilai-nilai.[2]
Dalam kamus at-Tarbiyah kata manhaj atau kurikulum diartikan dengan seperangkat
perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga dalam mewujudkan
tujuan-tujuan pendidikan.[3]
Pengertian
kurikulum secara terminology terdapat cukup banyak rumusan yang dikemukakan
oleh para pakar. Rumusan ini terus berkembang dari waktu ke waktu sejalan
dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan.
Menurut
Khairuddin dkk. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Sedangkan KTSP adalah kurikulum yang di susun dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus.[4]
KTSP adalah
singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah,
sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik
peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite
madrasah, mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum
dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan di SD, SMP, SMA, dan SMK, serta
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs,
MA, dan MAK.[5]
Sedangkan menurut Masnur Muslich kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional
yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah.[6]
Jadi kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah seperangkat rencana dan program
pembelajaran, metode dan penilaian yang mangacu pada kompetensi atau kemampuan
yang harus dikuasai oleh peserta didik sebagai hasil belajar yang diperoleh
melalui pengalaman belajar dengan potensi social budaya dan kebutuhan
sekolah/daerah tersebut.
2. Landasan Pengembangan KTSP
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dilandasi oleh undang-undang dan peraturan
pemerintah sebagai berikut:
a.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
b.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP).
c.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi (SI).
d.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
e.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Permendiknas No. 22, dan 23.[7]
Uraian mengenai
isi pasal-pasal yang melandasi KTSP adalah sebagai berikut:
a.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Dalam
Undang-Undang Sisdiknas dikemukakan bahwa SNP terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana
dan berkala. SNP digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Pengembangan SNP serta
pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu
badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. Kurikulum
disusun sesuai jenjang pendidikan dalam rangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa, peningkatan
akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik,
keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan
nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni, agama, dinamika perkembangan global, persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.
Undang-undang
Sisdiknas juga mengemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat: (1) pendidikan agama, (2) pendidikan kewarganegaraan, (3) bahasa, (4)
matematika, (5) ilmu pengetahuan alam, (5) ilmu pengetahuan sosial, (6) seni
dan budaya, (7) pendidikan jasmani dan olah raga, (8) keterampilan/kejuruan,
dan (9) muatan lokal.
Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota.
Untuk pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah. Kerangka dasar
dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh
pemerintah.
Sedangkan
kurikulum pendidikan tinggi yang bersangkutan yang mengacu pada SNP untuk
setiap program studi. Adapun kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan
tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada
SNP untuk setiap program studi.[8]
b.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 adalah peraturan tentang SNP. SNP merupakan
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Dalam
peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Peraturan
tersebut mengemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang dikembangkan
berdasarkan SKL, dan SI. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan SI adalah ruang lingkup materi
dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria dan tingkat kompetensi
yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan
kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus yang harus dipenuhi oleh peserta
didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. SI memuat kerangka dasar dan
struktur kurikulum, beban belajar, KTSP, dan kalender pendidikan/akademik.
Kurikulum
untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah di organisasikan ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian, (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi,
(4) kelompok mata pelajaran estetika, (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olah
raga, dan kesehatan.
Setiap
mata pelajaran diatas dilaksanakan secara holistik, sehingga pembelajaran
masing-masing kelompok mempengaruhi pemahaman dan penghayatan peserta didik,
dan semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan.
Sedangkan penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan
dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun Badan Standan
Pendidikan Nasional (BSNP). Dalam hal ini, sekolah dan komite sekolah
mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan
standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota,
dan departemen agama yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.[9]
c.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengatur tentang standar isi
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut SI,
mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi lulusan minimal pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
d.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 mengatur SKL untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
menentukan kelulusan peserta didik. SKL meliputi standar kompetensi lulusan
minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, dan standar kompetensi lulusan
minimal kelompok mata pelajaran, yang akan bermuara pada kompetensi dasar.
e.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 mengatur tentang pelaksanaan SKL
dan SI. Dalam peraturan ini dikemukakan bahwa satuan pendidikan dasar dan
menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan, berdasarkan
pada:
1)
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
pasal 36 sampai dengan Pasal 38.
2)
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan pasal 5 sampai dengan pasal 18 dan pasal 25 sampai dengan pasal 27.
3)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang SI
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
4)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang SKL
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.[10]
3. Tujuan KTSP
Secara umum
tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan
pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif
dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus
tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
a.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif
sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya
yang tersedia.
b.
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c.
Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan
di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam
pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan
dewasa ini. Oleh karena itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan
pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagai berikut:
a.
Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia untuk memajukan lembaganya.
b.
Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan di dayagunakan dalam proses pendidikan
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c.
Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahan yang paling tahu apa yang
terbaik bagi sekolahnya.
d.
Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efisien
dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
b.
Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan
masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada
umumnya, sehingga sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan
dan mencapai sasaran KTSP.
c.
Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan
sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya
inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah
daerah setempat.
d.
Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan
lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasinya dalam KTSP.[11]
4. Karakteristik KTSP
Karakteristik
KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan
dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar,
profesionalisme tenaga kependidikan, serta system penilaian. Dalam bukunya E.
Mulyasa Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan karakteristik KTSP adalah
sebagai berikut:
a.
Pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan.
b.
Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi.
c.
Kepemimpinan yang demokratis dan profesional.
d.
Tim kerja yang kompak dan transparan.
Karakteristik
tersebut diatas, di deskripsikan sebagai berikut:
a.
Pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan.
KTSP memberikan
otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat
tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat.
Sekolah dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas
untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta
didik serta tuntutan masyarakat.
b.
Partisipasi Masyarakat dan orang tua yang tinggi.
Dalam KTSP,
pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua
peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya
mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan
dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran.
c.
Kepemimpinan yang demokratis dan profesional..
Pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang
demokratis dan profesional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan
profesional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan
sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru yang di rekrut oleh
sekolah adalah pendidik profesional dalam bidangnya masing-masing, sehingga
mereka bekerja berdasarkan pola kinerja profesional yang di sepakati bersama
untuk memberi kemudahan dan mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik.
d.
Tim kerja yang kompak dan transparan.
Keberhasilan
pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam KTSP didukung oleh kinerja tim
yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan.
Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat
bekerja sama secara harmonis sesuai dengan posisinya untuk mewujudkan suatu sekolah
yang dapat dibanggakan oleh semua pihak. Mereka tidak saling menunjukkan kuasa
atau paling berjasa, tetapi masing-masing berkontribusi terhadap upaya
peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan.[12]
5. Komponen KTSP
Susanto dan
Mansur Muslich mengemukakan bahwasannya terdapat 4 komponen dalam KTSP yang
meliputi: (a) tujuan pendidikan sekolah, (b) struktur dan muatan struktur KTSP,
(c) kalender pendidikan, dan (d) silabus dan rancangan pelaksanaan pembelajaran
(RPP).[13]
Menurut
Khairuddin, dkk., komponen KTSP ada 3 yaitu: (a) tujuan pendidikan sekolah (b)
struktur dan muatan struktur KTSP (c) kalender pendidikan.[14]
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya komponen KTSP
terdapat 4 dan di uraian sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan Sekolah
Tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah di rumuskan mengacu
kepada tujuan umum pendidikan yaitu:
1)
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2)
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3)
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.[15]
b. Struktur dan Muatan Struktur KTSP yang mencakup:
1). Mata Pelajaran
Mata
pelajaran beserta alokasi waktu masing-masing tingkat satuan pendidikan
berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi (SI).[16]
2.) Muatan Lokal
Muatan
lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, yang materinya tidak sesuai
dengan bagian dari mata pelajaran lain dan/atau terlalu banyak sehingga harus
menjadi bagian dari mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal
ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran
keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan
harus mengembangkan Standar Dasar (SD) dan Kompetensi Dasar (KD) untuk setiap
jenis muatan lokal yang di selenggarakan.[17]
3). Pengembangan Diri
Pengembangan
diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus di asuh oleh guru. Pengembangan
diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta
didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri di fasilitasi
dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri
dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah
diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta
didik.
Khusus
untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk
pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan
pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian
sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.[18]
4).
Beban Belajar
Satuan
pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan menyelenggarakan program
pendidikan dengan menggunakan system paket atau sistem kredit semester. Kedua
sistem tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan kategori satuan pendidikan yang
bersangkutan.[19]
Pengaturan
beban belajar pada KTSP adalah sebagai berikut:
a)
Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan
pendidikan SD/MI/SDLB,SMP/MTs/SMPLB, baik kategori standar maupun mandiri,
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
b)
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan
oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri,
dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
c)
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
d)
Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket di
alokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan
dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
e)
Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/Mi/SDLB 0%-40%, SMP/MTs/SMPLB
0%-50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0%-60% dari waktu kegiatan tatap muka mata
pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
f)
Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah
setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara
dengan satu jam tatap muka.
g)
Alokasi waktu tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan
sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut:
(1)
Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan
terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
(2)
Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit
kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.[20]
5). Ketuntasan Belajar
Ketuntasan
belajar adalah kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal per mata
pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a)
Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 0-100% dengan batas
kriteria ideal minimum 75%.
b)
Sekolah harus menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) per mata pelajaran
dengan mempertimbangkan kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas, dan sumber
daya pendukung,
c)
Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal, tetapi secara
bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal.
6). Kenaikan dan Kelulusan
Kenaikan
kelas dan kelulusan berisi kriteria dan mekanisme kenaikan kelas dan kelulusan
serta strategi penanganan siswa yang tidak naik atau tidak lulus yang
diberlakukan sekolah. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing
direktorat teknis terkait. Sesuai dengan ketentuan PP. 19/2005 Pasal 72 ayat
(1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan
dasar dan menengah setelah:
a)
Menyelesaikan seluruh progran pembelajaran.
b)
Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olah raga, dan kesehatan.
c) Lulus
ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi.
d)
Lulus ujian nasional.
7). Penjurusan
Penjurusan
berisi kriteria dan mekanisme penjurusan serta strategi/kegiatan penelusuran
bakat, minat, dan prestasi yang diberlakukan sekolah. Penjurusan di susun
dengan mengacu pada panduan penjurusan yang akan di susun oleh direktorat
terkait.Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA.
8). Pendidikan kecakapan hidup
Kurikulum untuk
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB. SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan
kecakapan hidup yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan
akademik, dan/atau kecakapan vokasional. Pendidikan kecakapan hidup bukan mata
pelajaran dan tidak masuk dalam struktur kurikulum, tetapi substansinya
merupakan bagian integral dari semua mata pelajaran.[21]
Untuk kecakapan vokasional, dapat diperoleh dari satuan pendidikan yang
bersangkutan, antara lain melalui mata pelajaran muatan lokal dan/atau mata
pelajaran keterampilan. Apabila Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) pada mata pelajaran keterampilan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dan
sekolah maka sekolah dapat mengembangkan SK, KD, dan silabus keterampilan lain
sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengembangan SK, KD, silabus, dan bahan ajar,
serta penyelenggara pembelajaran keterampilan vokasional dapat dilakukan
melalui kerja sama dengan satuan pendidikan formal/nonformal lain.[22]
9). Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
Pendidikan
berbasis keunggulan lokal dan global adalah program pendidikan yang
dikembangkan dengan memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing
global. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat diperoleh peserta
didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau non formal yang sudah
memperoleh akreditasi. Substansinya mencakup aspek ekonomi, budaya, bahasa,
teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain yang semuanya
bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
10). Pendidikan Luar Biasa dan Pendidikan Khusus
Kurikulum
pendidikan khusus terdiri atas delapan sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan
lokal, program khusus, dan pengembangan diri. Struktur kurikulum pendidikan
khusus dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental,
intelektual dan/atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar
kompetensi mata pelajaran. Peserta didik berkelainan dapat di kelompokkan
menjadi 2 kategori yaitu: (1) peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan
kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan (2) peserta didik berkelainan
disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata.
Program khusus
berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya, yaitu: program
orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tuna netra, bina komunikasi
persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tuna grahita, bina gerak untuk
peserta didik tuna daksa, dan bina pribadi dan sosial untuk peserta didik tuna
laras.[23]
c. Kalender Pendidikan
Kalender
pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik
selama satu tahun ajaran. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun
kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah,
kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender
pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam SI. Kalender pendidikan mencakup
permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, dan hari libur.[24]
d. Silabus dan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Silabus
merupakan penjabaran standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) ke dalam
materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk
penilaian. Berdasarkan silabus inilah guru bisa mengembangkannya menjadi
Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan diterapkan dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM) bagi siswanya.[25]
6. Prinsip Pengembangan KTSP
E. Mulyasa,
Muhaimin, dkk., Susanto, dan Khairuddin mengemukakan bahwasannya KTSP di
kembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya.
b.
Beragam dan terpadu.
c.
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d.
Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
e.
Menyeluruh dan berkesinambungan.
f.
Belajar sepanjang hayat.
g.
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.[26]
Uraian mengenai
prinsip-prinsip di atas adalah sebagai berikut:
a.
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik
memiliki posisi sentral untuk dikembangkan kompetensinya agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi
sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b.
Beragam dan terpadu.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai
dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat,
status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum merupakan substansi komponen
muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu,
serta disusun dalam karakteristik dan kesinambungan yang bermakna.[27]
c.
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang berlembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat
isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan.
d.
Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha
dan dunia kerja. Oleh karana itu, pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan berfikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan
keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e.
Menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang
kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.[28]
f.
Belajar sepanjang hayat.
Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan
informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g.
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).[29]
7. Strategi Pengembangan KTSP
Terdapat
beberapa strategi yang perlu diperhatikan dalam pengembangan dan pelaksanaan
KTSP. E. Mulyasa dalam bukunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memaparkan
strategi tersebut sebagai berikut:
a. Sosialisasi KTSP di sekolah.
Hal
pertama yang harus diperhatikan dalam pengembangan dan pelaksanaan KTSP adalah
mensosialisasikan KTSP terhadap seluruh warga sekolah, bahkan terhadap
masyarakat atau orang tua peserta didik. Sosialisasi ini penting terutama agar
seluruh warga sekolah mengenal dan memahami visi dan misi sekolah, serta KTSP
yang akan dikembangkan dilaksanakan.[30]
b. Menciptakan suasana yang kondusif.
Lingkungan
sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari
seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat
pada peserta didik merupakan iklim yang dapat membangkitkan nafsu, gairah dan
semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif antara lain dapat dikembangkan
melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut:
1)
Menyediakan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang
cepat dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
2)
Memberikan pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang
kurang berprestasi, atau berprestasi rendah.
3)
Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman
bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
4)
Menciptakan kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik
maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain.
5)
Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan
pembelajaran.
6)
Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggungjawab bersama
antara peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai
fasilitator, dan sebagai sumber belajar.
7)
Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang
menekankan pada evaluasi diri sendiri.[31]
c. Menyiapkan Sumber Belajar.
Sumber
belajar yang perlu dikembangkan dalam KTSP di sekolah antara lain laboratorium,
pusat sumber belajar dan perpustakaan, serta tenaga pengelola yang profesional.
Sumber belajar tersebut perlu didayagunakan seoptimal mungkin, dipelihara, dan
disimpan dengan sebaik-baiknya. Dalam hal itu, kreativitas guru dan peserta
didik perlu senantiasa ditingkatkan untuk membuat dan mengembangkan alat-alat
pembelajaran serta alat peraga lain yang berguna bagi peningkatan kualitas
pembelajaran.
d. Membina disiplin.
Dalam
pengembangan KTSP, guru harus membina disiplin peserta didik, terutama disiplin
diri (self-discipline). Strategi yang digunakan dalam membina disiplin
sekolah adalah:
1)
Konsep diri. Untuk menumbuhkan sikap ini, guru disarankan bersikap empatik,
menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan
pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
2)
Keterampilan berkomunikasi.
3)
Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami.
4)
Klarifikasi nilai.
5)
Analisis transaksional. Disarankan agar guru belajar sebagai orang dewasa,
terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.
6)
Terapi realitas. Sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan
keterlibatan. Dalam hal ini guru bersikap positif dan bertanggungjawab.
7)
Disiplin yang terintegrasi. Metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru
untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan.
Pembinaan
disiplin diatas, harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu disarankan kepada guru
untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)
Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui catatan
komulatif.
2)
Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya
melalui daftar hadir di kelas.
3)
Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta
didik.
4)
Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak
bertele-tele.
5)
Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam
pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi penyimpangan.
6)
Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dijadikan
teladan oleh peserta didik.
7)
Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan monoton,
sehingga membantu disiplin dan gairah belajar peserta didik.
8)
Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan
memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru, atau mengukur peserta
didik dari kemampuan gurunya, dan
9)
Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkunganya.
e. Mengembangkan kemandirian kepala sekolah.
Kepemimpinan
kepala sekolah yang efektif harus memiliki sikap mandiri, terutama dalam
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menselaraskan semua sumber daya pendidikan
yang tersedia. Kemandirian dan profesionalisme kepala sekolah merupakan salah
satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi,
tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana
dan bertahap.[32]
f. Membangun karakter guru.
Guru
merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap proses belajar dan
hasil belajar, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.[33]
Agar KTSP dapat dikembangkan secara efektif, serta dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran, guru perlu memiliki hal-hal sebagai berikut:
1)
Menguasai dan memahami kompetensi dasar dan hubungannya dengan
kompetensi lain dengan baik.
2)
Menyukai apa yang di ajarkannya dan menyukai mengajar sebagai suatu
profesi.
3)
Memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan, dan prestasinya.
4)
Menggunakan metode yang bervariasi dalam mengajar dan membentuk
kompetensi peserta didik.
5)
Mengeliminasi bahan-bahan yang kurang penting dan kurang berarti
dalam kaitannya dengan pembentukan kompetensi.
6)
Mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir.
7)
Menyiapkan proses pembelajaran.
8)
Mendorong peserta didik untuk memperoleh hasil yang baik, dan
9)
Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi yang akan
dikembangkan.[34]
8. Petunjuk Teknis Penyusunan KTSP
a.
Pengesahan KTSP
Dokumen KTSP SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,SMK dan MAK
dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui komite sekolah dan dinas
kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.[35]
b.
Format Silabus Berbasis KTSP.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata
pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi
dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Dalam KTSP, silabus
merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk
penilaian hasil belajar.[36]
Format silabus
berbasis KTSP minimal mencakup:
1)
Kompetensi dasar.
2)
Materi pokok pembelajaran.
3)
Kegiatan pembelajaran.
4)
Indikator.
5)
Penilaian.
6)
Alokasi waktu.
7)
Sumber belajar.[37]
c. Format RPP Berbasis KTSP.
Format
RPP KTSP sekurang-kurangnya memuat kompetensi dasar, indikator, tujuan
pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.[38]
d. Model Pembelajaran Berbasis KTSP.
Terdapat
beberapa model pembelajaran berbasis KTSP, yang mana meliputi:
1) Model Konstruktivisme.
Model
Konstruktivisme adalah model pembelajaran mutakhir yang mengedepankan aktivitas
peserta didik dalam setiap interaksi edukatif untuk untuk dapat melakukan
eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri. Ciri-ciri proses pembelajaran
konstruktivisme meliputi:
a)
Peserta didik membangun pemahamannya sendiri dari hasil belajarnya
bukan karena disampaikan (diajarkan).
b)
Pelajaran baru sangat tergantung pada pelajaran sebelumnya.
c)
Belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial.
d)
Penugasan-penugasan dalam belajar dapat meningkatkan kebermaknaan
proses pembelajaran.[39]
2) Model Contextual
Teaching dan Learning (CTL).
CTL
adalah merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran
dengan situasi dunia nyata yang berkembang dengan situasi dunia nyata yang
berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar peserta didik sehingga dia mampu
menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dengan kehidupan
sehari-hari mereka.
Dalam
konteks pembelajaran di kelas, tugas guru adalah membantu peserta didik
mencapai tujuannya yakni guru lebih banyak berurusan dengan strategi dan
memposisikan diri sebagai fasilitator dari pada memberi informasi dan mengajari.
Tugas guru mengelola kelas sebagai tim bekerja sama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan)
datang dari hasil proses menemukan sendiri, bukan dari apa yang disampaikan atau
yang diajarkan guru.[40]
3) Model Tematik.
Pembelajaran
ini merupakan model pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk
memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Model tematik atau
terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu strategi pembelajaran berdasarkan
pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau membuat
proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi peserta didik.
Pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan inquiry yakni melibatkan
peserta didik dalam proses pembelajaran mulai dari merencanakan, mengeksplorasi
dan brainstoming. Dengan penggunaan model terpadu ini peserta didik
didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar dari hasil
pengalamannya sendiri.[41]
4) Model Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
Model
pembelajaran pakem merupakan salah satu model pembelajaran yang diinginkan
dalam implementasi KTSP di dalam kelas. Secara umum tujuam penerapan pakem
adalah agar proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas dapat merangsang
aktivitas dan kreativitas belajar peserta didik serta dilaksanakan dengan
efektif dan menyenangkan. Model ini merupakan salah satu alternatif solusi
untuk menciptakan lulusan yang berkualitas, kompetitif dan unggul.
a)
Pembelajaran Aktif (Active Learning).
Pembelajaran aktif merupakan model
pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta didik dalam mengakses
berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam pembelajaran
di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat
meningkatkan kompetensinya.
b)
Pembelajaran Kreatif (Creative Learning).
Pembelajaran ini merupakan proses
pembalajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan
kreativitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung dengan
menggunakan beberapa metode dan strategi yang variatif misalnya kerja kelompok,
pemecahan masalah dan sebagainya.
c)
Pembelajaran yang Efektif (Effective Learning)
Pembelajaran ini dikatakan efektif
karena peserta didik mengalami berbagai pengalaman baru dan perilakunya menjadi
berubah menuju titik akumulasi kompetensi yang diharapkan. Hal ini dapat
tercapai jika guru melibatkan peserta didik dalam merencanakan dan proses
pembelajaran. Peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dan
tidak ada peserta didik yang tertinggal, sehingga suasana kelas betul-betul
kondusif, karena melibatkan semua peserta didik dalam proses pembelajaran yang
dilaksanakan di kelas.[42]
e. Penilaian Berbasis Kelas dalam KTSP
Penilaian
Berbasis Kelas dalam KTSP dapat dilakukan dengan:
1) Penilaian Kelas.
Penilaian
kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Penilaian
ulangan umum dilaksanakan secara bersama untuk kelas-kelas pararel, dan pada
umumnya dilakukan ulangan umum bersama, baik tingkat rayon, kecamatan,
kodya/kabupaten maupun provinsi. Sedangkan ujian akhir dilakukan pada akhir program
pendidikan. Dan hasil evaluasi akhir ini digunakan untuk menentukan kelulusan
bagi setiap peserta didik.
2) Tes Kemampuan
Dasar.
Tes
Kemampuan Dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran
(program remedial).
3) Penilaian Akhir
Satuan Pendidikan dan Sertifikasi.
Pada
setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian
guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan
belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan sertifikasi,
kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam surat tanda tamat belajar
tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah.
4) Bencharmaking.
Bencharmaking
merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sedang
berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan.
Ukuran keunggulan dapat ditentukan tingkat sekolah, daerah, atau nasional.
Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga peserta didik dapat
mencapai satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
usaha dan keuletannya.
5) Penilaian Program.
Penilaian
program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan
secara kontinyu dan berkesinambungan. Penilaian program dilakukan untuk
mengetahui kesesuaian KTSP dengan dasar, fungsi, dan tujuam pendidikan
nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan masyarakat, dan
kemajuan zaman.[43]
[1]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1
[2] Ibid.,
[3]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 128
[4] Khaeruddin, dkk. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Konsep dan
Implementasinya
di Madrasah (Yogyakarta:
Nuansa Aksara, 2007), h. 79
[5] E.
Mulyasa, Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2007), h. 8
[6]
Masnur Muslich, KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman
dan Pengembangan, Bandung: Bumi Aksara, 2008, h. 10
[7] E. Mulyasa, op.cit., h. 24
[8] Ibid.,
h. 24-25
[9] Ibid.,
h. 25-27
[10] Ibid.,
h. 28
[11] Ibid.,
h. 22
[12] Ibid.,
h. 29-31
[13] Susanto, Pengembangan KTSP dengan Prespektif Manajemen Visi (Matapena,
2007),
h. 31,Lihat juga Mansur Muslich, KTSP Dasar Pemahaman dan
Pengembangan Pedoman Bagi Pengelola Lembaga Pendidikan, Pengawas Sekolah,
Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Dewan Sekolah, dan Guru (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), h. 12
[14]
Khaeruddin, dkk, op.cit., h. 84-90
[15]
Susanto, op.cit., h. 33
[16]
Khaeruddin, dkk., op.cit., h. 85
[17]
Susanto, op.cit., h. 35
[18]
Mansur Muslich, op.cit., h. 13-14
[19]
Susanto, op.cit., h. 38
[20] Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual Panduan
bagi Guru,
Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), h. 31
[22]
Mansur Muslich, op.cit., h. 20
[23]
Susanto, op.cit., h. 43-44.
[24] Ibid.,
h. 46
[25]
Mansur Muslich, op.cit., h. 16
[26] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat, h. 151-153, Muhaimin, dkk., Pengembangan
Model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) pada Sekolah dan Madrasah (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008), h. 21-23, Susanto, Pengembangan, h. 25-27,
Khaeruddin, dkk., Kurikulum, h. 80-8
[27]
Muhaimin, dkk., op.cit., h. 21-22
[28]
Khaeruddin, dkk., op.cit., h. 80-81
[29]
Susanto, op.cit., h. 27
[30] E.
Mulyasa, op.cit., h. 153-154
[31] E.
Mulyasa, Ibid., h. 155-156.
[32] Ibid.,
h. 157-161.
[33] Ibid.,
h. 161
[34] Ibid.,
h. 164
[35] Ibid.,
h. 185
[36] Ibid.,
h. 190
[37]
Khaeruddin, dkk., op.cit., 137
[38] Ibid.,
h.45
[39] Ibid.,
h. 197-198
[40] Ibid.,h.
199-200
[41] Ibid.,
h. 204
[42]
Khaeruddin, dkk.,op.cit., h. 208-210.
[43] E. Mulyasa,
op.cit., h. 258-261
Tidak ada komentar:
Posting Komentar