Cari Blog Ini

Kamis, 03 Mei 2018

Kepala Madrasah yang Profesional


1.      Kepala Madrasah yang Profesional
Berbicara tentang profesi akan melibatkan berbagai istilah lainnya yang saling berkaitan, antara lain profesional, profesionalisasi dan profesionalisme.
Profesionalisme berasal dari kata ”profesi” yang menunjukkan pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teoritik tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.
Profesional menunjukkan pada dua hal. Pertama, penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya. Kemudian yang kedua, profesional juga bisa juga menunjukkan pada orangnya. Kalau profesionalisasi menunjukkan pada proses menjadikan seseorang sebagai profesional melalui pendidikan pra jabatan/dalam jabatan. Proses pendidikan dan latihan ini biasanya lama dan intensif.
Sedangkan pengertian profesionalisme itu sendiri menunjukkan pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.[1]
Dalam bidang apapun profesionalisme seseorang itu dipengaruhi oleh tiga hal yang mana apabila ketiga hal tersebut tidak dimiliki, maka akan sulit untuk mencapai profesionalismenya. Ketiga hal itu ialah keahlian, komitmen, dan ketrampilan yang relevan yang membentuk segi tiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme.[2] Maksudnya yaitu apabila salah satu dari ketiga komponen tersebut tidak ada, maka profesionalisme seseorang itu sulit terwujudkan. Jadi tercapainya profesionalisme seseorang itu karena didukung oleh tiga komponen tersebut yang saling berkait antara satu dengan lainnya.
Demikian juga C.V. Good (ed.) menjelaskan bahwa jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi calon pelakunya (membutuhkan pendidikan pra-jabatan yang relevan), kecakapan pekerja profesional dituntut memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang berwenang (misal: organisasi profesional, konsorsium, dan pemerintah), dan jabatan profesional tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat dan atau negara (dengan segala civil effect-nya).[3]Menurut pandangan Islam tentang profesioanalisme merujuk pada dua kriteria yang pokok yaitu (1) merupakan panggilan hidup dan (2) keahlian. Kriteria panggilan hidup sebenarnya mengacu kepada pengabdian (dedikasi) sedangkan kriteria keahlian mengacu kepada mutu layanan. Dengan demikian dedikasi dan keahlian itulah ciri utama suatu bidang yang disebut suatu profesi, maka jelas bahwa Islam mementingkan profesi (pekerjaan).
Dalam Islam setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti harus dilakukan oleh orang yang ahli (orang yang mengerjakan sesuatu itu sesuai dengan bidangnya).[4]
Sabda Rasûlullah SAW:
عَنْ أَبِى ھرَیْرَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنهُ قَالَ:...قَالَ: إِذَاوُسِدَ الأَمْرُ إِلَى غَیْرِأَھْلِهِ فَانْتَظِرُوْا ألسَّاعَةٌ (رواه البخاري)
Artinya:
“Dari Abi Huraira r.a. berkata:… Rasûlullah SAW bersabda: bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. (HR. Bukhari)[5]

Dalam hal ini pemimpin pendidikan yaitu Kepala Sekolah sebagai manajer pendidikan juga harus mempunyai keahlian dalam mengelola pendidikan.
Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada Kepala Sekolah dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan kemampuan Kepala Sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya.[6]
Pada umumnya Kepala Sekolah di Indonesia belum dapat dikatakan sebagai manajer profesional, karena pandekatan dan pengangkatannya tidak berdasarkan pada kemampuan dan pendidikan profesional yang dikhususkan, tetapi lebih pada pada pengalaman menjadi guru. Walaupun memang sebagian sudah ada tapi belum menyeluruh dan belum serentak dilaksanakan.
Untuk disebut sebagai kepala sekolah yang profesional diperlukan persyaratan-persyaratan khusus. Sanusi dkk. (1991) mengemukakan beberapa kemampuan yang harus ditunjukkan oleh Kepala Sekolah, yaitu:
a.       Kemampuan untuk menjalankan tanggung jawab yang diserahkan kepadanya selaku unit kehadiran murid.
b.      Kemampuan untuk menerapkan keterampilan-keterampilan konseptual, manusiawi, dan teknis pada kedudukan dari jenis ini.
c.       Kemampuan untuk memotivasi para bawahan untuk bekerja sama secara sukarela dalam mencapai maksud-maksud unit dan organisasi.
d.      Kemampuan untuk memahami implikasi-implikasi dari perubahan sosial, ekonomi, politik, dan edukasional; arti yang mereka sumbangkan kepada unit; untuk memulai dan memimpin perubahan-perubahan yang cocok di dalam unit didasarkan atas perubahan-perubahan sosial yang luas.[7]
Di samping persyaratan profesi yang harus dimiliki oleh Kepala Sekolah mereka juga harus mampu mengakomodasikan tiga jenis keterampilan yang baik secara perjenis maupun terintegrasi tercermin dalam keseluruhan mekanisme kerja administrasi sekolah sebagai proses sosial. Tiga keterampilan tersebut menurut Katz (1955), seperti dikutip Sergiovanni, dkk. (1987) meliputi:
a.    Keterampilan Teknis (technical skill),
b.    Keterampilan melakukan hubungan-hubungan kemanusiaan (human skill),
c.    Keterampilan konseptual (conceptual skill).[8]
Keterangan:
a.       Keterampilan teknis merupakan ketrampilan yang paling penting bagi administrator level bawah atau sekolah (Sergiovanni dkk. 1987). Keterampilan ini menurut Sergiovanni dkk. (1987) antara lain mencakup pemahaman secara menyeluruh seorang Kepala Sekolah dan kepiawaiannya dalam metode, proses, prosedur, dan teknik-teknik pendidikan.
b.      Keterampilan hubungan manusiawi diperlukan oleh administrator sekolah, mengingat administrasi merupakan proses sosial yang memadukan proses kelembagaan dengan dimensi pribadi.
c.       Keterampilan konseptual, yaitu berkaitan dengan cara Kepala Sekolah memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta program sekolah secara keseluruhan.
Kepala Sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak positif dan perubahan yang cukup mendasar dalam pembaruan sistem pendidikan di sekolah. Dampak tersebut antara lain terhadap efektifitas pendidikan, kepemimpinan sekolah yang kuat, pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, budaya mutu, team work yang kompak, cerdas dan dinamis, kemandirian, partisipasi, warga sekolah dan masyarakat, keterbukaan (transparansi) manajemen, kemampuan untuk berubah (psikologi dan fisik), evaluasi dan perbaikan berkelanjutan, responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, akuntabilitas, dan sustainabilitas.[9]


[1] Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), h. 95
[2] Ibid., h. 96
[3]  A. Samana, Profesionalisme Keguruan, (Yogyakarta: Kanisius,1994), h. 27
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Pespektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h.113
[5] Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdullah al-Bukhari al-Ja’fi, al-Jami’ ash-shahih al-Mukhtasar (Shahih al-Bukhari), (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987), h. 33
[6] E. Mulyasa, op.cit., h. 24
[7] Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 124
[8] Ibid., h. 134
[9] E. Mulyasa, op. cit., h. 89

Tidak ada komentar: