1.
Kepala Madrasah yang Profesional
Berbicara tentang profesi akan melibatkan
berbagai istilah lainnya yang saling berkaitan, antara lain profesional,
profesionalisasi dan profesionalisme.
Profesionalisme berasal dari kata ”profesi”
yang menunjukkan pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teoritik
tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan
untuk itu.
Profesional menunjukkan pada dua hal. Pertama,
penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya. Kemudian yang
kedua, profesional juga bisa juga menunjukkan pada orangnya. Kalau
profesionalisasi menunjukkan pada proses menjadikan seseorang sebagai
profesional melalui pendidikan pra jabatan/dalam jabatan. Proses pendidikan dan
latihan ini biasanya lama dan intensif.
Sedangkan pengertian profesionalisme itu
sendiri menunjukkan pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau
penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi, ada yang profesionalismenya
tinggi, sedang, dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan
komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode
etik profesinya.[1]
Dalam bidang apapun profesionalisme
seseorang itu dipengaruhi oleh tiga hal yang mana apabila ketiga hal tersebut
tidak dimiliki, maka akan sulit untuk mencapai profesionalismenya. Ketiga hal
itu ialah keahlian, komitmen, dan ketrampilan yang relevan yang membentuk segi
tiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme.[2] Maksudnya yaitu apabila
salah satu dari ketiga komponen tersebut tidak ada, maka profesionalisme
seseorang itu sulit terwujudkan. Jadi tercapainya profesionalisme seseorang itu
karena didukung oleh tiga komponen tersebut yang saling berkait antara satu
dengan lainnya.
Demikian juga C.V. Good (ed.) menjelaskan
bahwa jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-ciri
tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi calon
pelakunya (membutuhkan pendidikan pra-jabatan yang relevan), kecakapan pekerja
profesional dituntut memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang
berwenang (misal: organisasi profesional, konsorsium, dan pemerintah), dan
jabatan profesional tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat dan atau negara
(dengan segala civil effect-nya).[3]Menurut pandangan Islam
tentang profesioanalisme merujuk pada dua kriteria yang pokok yaitu (1)
merupakan panggilan hidup dan (2) keahlian. Kriteria panggilan hidup sebenarnya
mengacu kepada pengabdian (dedikasi) sedangkan kriteria keahlian mengacu kepada
mutu layanan. Dengan demikian dedikasi dan keahlian itulah ciri utama suatu
bidang yang disebut suatu profesi, maka jelas bahwa Islam mementingkan profesi
(pekerjaan).
Dalam Islam setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional,
dalam arti harus dilakukan oleh orang yang ahli (orang yang mengerjakan sesuatu
itu sesuai dengan bidangnya).[4]
Sabda Rasûlullah SAW:
عَنْ أَبِى ھرَیْرَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنهُ قَالَ:...قَالَ: إِذَاوُسِدَ الأَمْرُ إِلَى غَیْرِأَھْلِهِ فَانْتَظِرُوْا ألسَّاعَةٌ (رواه البخاري)
Artinya:
“Dari Abi Huraira r.a. berkata:…
Rasûlullah SAW bersabda: bila suatu
urusan dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.
(HR. Bukhari)[5]
Dalam hal ini pemimpin pendidikan yaitu Kepala Sekolah sebagai
manajer pendidikan juga harus mempunyai keahlian dalam mengelola pendidikan.
Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada Kepala
Sekolah dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan
kemampuan Kepala Sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat
mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya.[6]
Pada umumnya Kepala Sekolah di Indonesia belum dapat dikatakan
sebagai manajer profesional, karena pandekatan dan pengangkatannya tidak
berdasarkan pada kemampuan dan pendidikan profesional yang dikhususkan, tetapi
lebih pada pada pengalaman menjadi guru. Walaupun memang sebagian sudah ada
tapi belum menyeluruh dan belum serentak dilaksanakan.
Untuk disebut sebagai kepala sekolah yang
profesional diperlukan persyaratan-persyaratan khusus. Sanusi dkk. (1991)
mengemukakan beberapa kemampuan yang harus ditunjukkan oleh Kepala Sekolah,
yaitu:
a.
Kemampuan
untuk menjalankan tanggung jawab yang diserahkan kepadanya selaku unit
kehadiran murid.
b.
Kemampuan
untuk menerapkan keterampilan-keterampilan konseptual, manusiawi, dan teknis
pada kedudukan dari jenis ini.
c.
Kemampuan
untuk memotivasi para bawahan untuk bekerja sama secara sukarela dalam mencapai
maksud-maksud unit dan organisasi.
d.
Kemampuan
untuk memahami implikasi-implikasi dari perubahan sosial, ekonomi, politik, dan
edukasional; arti yang mereka sumbangkan kepada unit; untuk memulai dan
memimpin perubahan-perubahan yang cocok di dalam unit didasarkan atas
perubahan-perubahan sosial yang luas.[7]
Di samping persyaratan profesi yang harus
dimiliki oleh Kepala Sekolah mereka juga harus mampu mengakomodasikan tiga
jenis keterampilan yang baik secara perjenis maupun terintegrasi tercermin
dalam keseluruhan mekanisme kerja administrasi sekolah sebagai proses sosial.
Tiga keterampilan tersebut menurut Katz (1955), seperti dikutip Sergiovanni, dkk.
(1987) meliputi:
a.
Keterampilan
Teknis (technical skill),
b.
Keterampilan
melakukan hubungan-hubungan kemanusiaan (human skill),
c.
Keterampilan
konseptual (conceptual skill).[8]
Keterangan:
a.
Keterampilan
teknis merupakan ketrampilan yang paling penting bagi administrator level bawah
atau sekolah (Sergiovanni dkk. 1987). Keterampilan ini menurut Sergiovanni dkk.
(1987) antara lain mencakup pemahaman secara menyeluruh seorang Kepala Sekolah
dan kepiawaiannya dalam metode, proses, prosedur, dan teknik-teknik pendidikan.
b.
Keterampilan
hubungan manusiawi diperlukan oleh administrator sekolah, mengingat
administrasi merupakan proses sosial yang memadukan proses kelembagaan dengan
dimensi pribadi.
c.
Keterampilan
konseptual, yaitu berkaitan dengan cara Kepala Sekolah memandang sekolah,
keterkaitan sekolah dengan struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata
kemasyarakatan, serta program sekolah secara keseluruhan.
Kepala Sekolah profesional dalam paradigma
baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak positif dan perubahan yang
cukup mendasar dalam pembaruan sistem pendidikan di sekolah. Dampak tersebut
antara lain terhadap efektifitas pendidikan, kepemimpinan sekolah yang kuat,
pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, budaya mutu, team work yang
kompak, cerdas dan dinamis, kemandirian, partisipasi, warga sekolah dan
masyarakat, keterbukaan (transparansi) manajemen, kemampuan untuk berubah
(psikologi dan fisik), evaluasi dan perbaikan berkelanjutan, responsif dan
antisipatif terhadap kebutuhan, akuntabilitas, dan sustainabilitas.[9]
[1] Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru,
(Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), h. 95
[2] Ibid., h. 96
[3] A. Samana, Profesionalisme
Keguruan, (Yogyakarta: Kanisius,1994), h. 27
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Pespektif Islam,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h.113
[5] Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdullah al-Bukhari al-Ja’fi, al-Jami’
ash-shahih al-Mukhtasar (Shahih al-Bukhari), (Beirut: Dar Ibnu Katsir,
1987), h. 33
[6] E. Mulyasa , op.cit., h. 24
[7] Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan
Profesionalisme Tenaga Kependidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 124
[8] Ibid., h. 134
[9] E. Mulyasa, op. cit., h. 89
Tidak ada komentar:
Posting Komentar