Cari Blog Ini

Kamis, 03 Mei 2018

Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Efektif


1.      Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Efektif
Di dalam kelompok masyarakat selalu muncul seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi dan menggerakan perilaku anggota masyarakat kearah tujuan tertentu. Dengan demikian, pemimpin dapat memperjuangkan kepentingan anggota dan pemimpin dapat mewujudkan harapan sebagian besar orang. Selain beberapa faktor yang mendasari lahirnya pemimpin, pada kenyataan pemimpin mempunyai kecerdasan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan rata-rata bawahannya, sehingga wajar kehadiran pemimpin sangat dinantikan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh anggota masyarakat.
Dalam usaha untuk memenuhi harapan, pemimpin menggunakan kemampuan dan kecerdasannya dengan memanfaatkan lingkungan dan potensi yang ada pada organisasi. Dengan kata lain pemimpin berusaha melibatkan anggota organisasi untuk mencapai tujuan. Kemampuan untuk menggerakan, mengarahkan dan mempengaruhi anggota organisasi sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi sebagai wujud kepemimpinannya. Kesanggupan mempengaruhi prilaku orang lain kearah tujuan tertentu sebagai indicator keberhasilan seorang pemimpin.
Definisi kepemimpinan terus mengalami perubahan sesuai dengan peran yang dijalankan, kemampuan untuk  memberdayakan (empowering) bawahan/anggota sehingga timbul inisiatif untuk berkreasi dalam bekerja dan hasilnya lebih bermakna bagi organisasi dengan sekali-kali pemimpin mengarahkan, menggerakan dan mempengaruhi anggota. Inisiatif pemimpin harus direspon sehingga dapat mendorong timbulnya sikap mandiri dalam bekerja dan berani mengambil keputusan dalam rangka percepatan pencapaian tujuan organisasi.[1]
Dengan demikian kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggerakan, mengarahkan sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapain tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain kearah tujuan tertentu sebagai indikator keberhasilan seseorang pemimpin. Selanjutnya sebagai perbandingan, dikemukakan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli antara lain, Robert G. Owens menegaskan kepemimpinan merupakan dimensi hubungan sosial dalam organisasi untuk memberikan pengaruh antara individu atau kelompok melalui interaksi sosial, mengidentifikasi kepemimpinan sebagai berikut: “Leadershif is function of grouf, not individual. We speak of course of individual as being leaders but leaderhip occurs of two of more people interacting. An interacting process one person is able to induce others to think and behave in certain desired ways that beings up the second key point which in influence leadership involves intentionally exercising influence organization behavior of other people”.[2] (Fungsi kepemimpinan itu mencakup kepentingan kelompok, bukan perseorangan. Kita membicarakan tentang rangkaian individu sebagai pemimpin, tetapi kepemimpinan sendiri melibatkan dua orang atau lebih dalam berinteraksi. Proses interaksi perseorangan itu dapat mempengaruhi individu-individu yang lain dalam berfikir dan bersikap sesuai dengan caranya masing-masing yang akan menjadi poin kunci kedua dalam mempengaruhi kepemimpinan. Pengaruh tersebut akan menyangkut perilaku orang lain dalam sebuah organisasi yang diperoleh dari penanaman pengaruh yang terus dilakukan). Jadi kepemimpinan di sini mempunyai penekanan pada pentingnya posisi dimensi sosial budaya dalam kepemimpinan, di mana kepemimpinan berlangsung interaksi individu atau kelompok dalam mencapai hal yang sudah ditetapkan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai bersama-sama dalam sebuah organisasi.
Menurut Locke mengemukakan bahwa kepemimpinan sebagai suatu proses mengajak orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama.[3] Sejalan dengan pendapat itu Burhanuddin memberikan batasan bahwa kepemimpinan merupakan segenap bentuk bantuan yang dapat diberikan oleh seseorang bagi penetapan dan pencapaian tujuan kelompok. [4] Berdasarkan pendapat di atas tentang kepemimpinan dapat disimpulkan bahwa fungsi pemimpin paling utama adalah mempengaruhi, dan membujuk para anggota organisasi agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Wahjosumidjo mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu pada situasi tertentu.[5] Kartono mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tindakan-tindakan kelompok secara terorganisir menuju pencapaian tujuan organisasi.[6] Di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara pemimpin dan anggotanya baik secara individu maupun secara kelompok dalam bekerjasama yang dibina atas saling pengertian akan tanggungjawab sesuai peraturan organisasi.
Kimbal Wales mengatakan bahwa: “Leadershif is any distributon to the establishment an attainment of grouf purpose”. Definisi ini lebih menekankan bahwa kepemimpinan sebagai suatu sumbangan yang diberikan oleh seseorang yang yang bermanfaat untuk  mencapai tujuan bersama. Pemimpin itu harus berada dalam kelompok atau grouf tempat ia memainkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan kepemimpinannya.[7]
Selanjutnya menurut E. Mulyasa kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan untuk pencapaian tujuan bersama dalam sebuah organisasi. Menurut, Dirawat, Busro Lamberi dan Soekarto Indra Facrudi, bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menggerakan, dan kalau perlu memaksa orang lain, agar ia menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian sesuatu maksud atau tujuan-tujuan tertentu.[8] Menurut Hadari Nawawi, bahwa kepemimpinan berarti kemampuan menggerakan, memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan.[9] Dan menurut Burhanuddin, bahwa kepemimpinan adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan, menggerakan individu-individu supaya mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.[10]
Dari Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses kegiatan seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan, menggerakan individu-individu, supaya timbul kerjasama secara teratur dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Carter V. Good, kepemimpinan adalah : “(1) The ability and readiness to inspire, guide, direct or manage others; (2) The role of interpreter of the interest and objectives of a grouf. The groups recognizing and accepting the interpreter as spokes man”. Secara sederhana makna dari kamus tersebut adalah kepemimpinan merupakan peranan penerjemah keinginan-keinginan dan tujuan kelompok serta diterima oleh kelompok, maka ini berarti juga bahwa kelompk akan menerima kepemimpinan tersebut, penerimaan tersebut karena adanya kesadaran kelompok akan adanya kemampuan istimewa.[11]
Selanjutnya kepemimpinan yang lebih terpecaya perlu diungkap pula berbagai pendapat ahli. Sejumlah pengertian para ahli dapat disajikan dengan mengacu pada pendapat yang dikutip oleh Sutarto[12] dari para ahli di antaranya adalah:
a.       Menurut Ord Way Tead (1935): “Leadershif is the activity of influencing people to cooperate toward some gool which come to find desirable”. Maknanya adalah kepemimpinan merupakan aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan.
b.      Menurut Reuter (1941): “Leadershif is an ability to persuade or direct men without use of the prestige or power of formal office or external circum stane”. Artinya kepemimpinan adalah suatu kemampuan untuk mengajak atau mengarahkan orang-orang tanpa memakai kekuatan formal jabatan atau keadaan luar.
c.       Menurut Freeman & Taylor (1950): “Leadershif is the ability to create grouf action toward an organizational objective eith maximum effectiveness and cooperation from each individual”. Artinya kepemimpinan adalah kemampuan untuk  menciptakan kegiatan kelompok mencapai tujuan organisasi dengan efektifitas maksimum dan kerjasama dari tiap individu.
d.      Menurut Frankly S. Haiman (1951): “Leadershif is an effort on his put direct the behavior of others toward a particular end”. Artinya kepemimpinan adalah suatu usaha untuk  mengarahkan perilaku orang lain guna mencapai tujuan khusus.
e.       Menurut James M. Black (1961): “Leadershif is capable persuading others to work together under direction as a team accomplish certain designated objectives”. Artinya kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup menyakinkan orang lain supaya bekerjasama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan tertentu.
f.       Menurut Robert M. Fulmer (1974): “Leadershif is the ability to persuade others to seek certain goals an the technique of taking them there. Kepemimpinan adalah kemampuan mengajak orang lain mencari tujuan tertentu dan teknik mencapainya.
Dari sejumlah pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat dikemukakan intisari dari kepemimpinan sebagai berikut :
a.       Kepemimpinan adalah aktivitas;
b.      Kepemimpinan adalah kemampuan mengajak;
c.       Kepemimpinan adalah kemampuan menciptakan;
d.      Kepemimpinan adalah menggunakan wewenang dan keputusan;
e.       Kepemimpinan adalah kemampuan membuat orang bertindak;
f.       Kepemimpinan adalah kemampuan yang membangkitkan;
g.      Kepemimpinan adalah awal dari tindakan;
h.      Kepemimpinan adalah cara membangkitkan semangat dan mendorong;
i.        Kepemimpinan adalah mendapatkan orang lain untuk mengerjakan sesuatu;
j.        Kepemimpinan adalah seni membujuk.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpilkan bahwa pengertian kepemimpinan secara utuh bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan individu (seseorang) dalam kelompok mengarahkan, mempengaruhi, mengajak, mendorong dan mengelola dengan keputusan yang tepat agar orang dapat bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu atau sasaran dalam situasi tertentu.
Jika pengertian tersebut dikaitkan dengan kepemimpinan yang ada di madrasah, yaitu kepala madrasah dalam hal ini adalah kepala MIN, maka kepemimpinan oleh kepala MIN untuk mengarahkan, mempengaruhi, mengajak, mendorong dan mengelola dengan cara yang tepat agar para guru dapat bekerja secara ikhlas untuk mencapai tujuan pendidikan di MIN secara optimal.
Kajian-kajian karakteristik kepemimpinan efektif berkembang seiring dengan perkembangan dinamika organisasi. Dalam studi efektivitas orang cenderung ditemukan keragaman karakteristik kepemimpinan efektif. Semula kepemimpinan efektif identik dengan kepemimpinan birokratik dan ilmiah, tetapi sekarang ditemukan strategi kepemimpinan baru dengan menempatkan aspek sosial budaya sebagai faktor yang menciptakan efektivitas organisasi. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pendidikan tidak lepas dari kepemimpinan kepala madrasah dalam mengelola sumber daya pendidikan. Sejumlah kajian terhadap organisasi madrasah memberi temuan tentang besarnya konstribusi kepemimpinan kepala madrasah dalam menciptakan perbaikan efektivitas madrasah.
Kepemimpinan kepala madrasah yang efektif sangat menentukan keberhasilan madrasah. Hal ini sesuai dengan Senat Amerika No. 359 tahun 1979 yang menetapkan bahwa madrasah yang efektif atau sukses hampir selalu ditentukan kepemimpinan kepala madrasah sebagai kunci kesuksesan.[13] Kepala madrasah tidak hanya member layanan saja tetapi memelihara segala sesuatunya secara lancer dan terus-menerus dengan memelihara kerukunan, mencurahkan waktu, energi, intelek dan emosi untuk memperbaiki madrasah. Kepala madrasah merupakan sosok unik membantu madrasah: berimage tentang apa yang dapat dilakukan, memberi arahan/dorongan dan keterampilan untuk membuat perkiraan image sebenarnya.
Dalam mewujudkan madrasah yang bermutu dan berprestasi ini jelas membutuhkan kepemimpinan madrasah efektif. Kriteria kepala madrasah yang efektif ialah mampu menciptakan atmosfir kondusif bagi peserta didik untuk belajar, para guru untuk terlibat dan berkembang secara personal dan profesional serta seluruh masyarakat memberikan dukungan atau harapan yang tinggi. Jika seorang kepala madrasah sudah dapat mengupayakan madrasah memenuhi kriteria di atas maka bisa disebut kepala madrasah efektif dan madrasah yang dikelolanya disebut sukses (succesfull school). Kepemimpinan kepala madrasah efektif selalu dikaitkan dengan kedudukan sebagai pengelola pembelajaran (instructure manager), pemimpin inspirasional (inspiration leader), pengelola sumber daya (manager of resources), pakar organisasi (organizational expert), pemimpin kultual (cultural leader) dan penasihat/pelindung guru (teacher advocate).
Menurut Mulayasa kriteria kepemimpinan kepala madrasah yang efektif adalah sebagai berikut:
a.       Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancer dan produktif.
b.      Dapat menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
c.       Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat, sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan madrasah dan pendidikan.
d.      Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di madrasah.
e.       Mampu bekerja dengan tim manajemen madrasah.
f.       Berhasil mewujudkan tujuan madrasah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.[14]
Menurut identifikasi Beck & Murphy kepala madrasah efektif di madrasah cemerlang meliputi:[15] (1) semula kepala madrasah tidak bermaksud menjadi kepala madrasah, (2) bersemangat dan menerima tanggungjawabnya sebagai misi sebuah kerja, (3) concern terhadap pendidikan dan dapat membagi antara tujuan pendidikan jangka panjang dengan jangka pendek. Konsekuensi mereka mempunyai filosofis yang mapan tentang pendidikan dan hubungan mereka di dalamnya, (4) mereka dapat  beradaptasi jika m enemukan hal yang bukan pekerjaanya, dapat membuat pergeseran yang dibutuhkan dan memulai dengan terobosan-terobosan baru, (5) siswa tidak dicetak untuk gagal belajar atau mempunyai penyimpangan perilaku, menekankan tanggungjawab memecahkan masalah siswa yang gagal belajar dan menyimpang perilakunya, (6) mempunyai kemampuan untuk bekerja secara efektif dengan orang lain dan menjalin kerjasama dengan mereka menggunakan proses kelompok secara efektif memperhatikan secara baik orangtua, guru, dan murid dengan menunjukkan keterampilan intuisi dan empati bagi kelompoknya, (7) agresif dalam menjamin pengakuan yang dibutuhkan madrasah, kritis pada kantor pusat karena sumber daya yang tidak memadai, memecahkan hambatan birokrasi, mencari bantuan atas masalah yang dihadapi dari sumber apapun yang secara potensial bermanfaat, (8) berkemampuan menyususn strategi, mampu mengidentifikasi tujuan dan merencanakan alat untuk mencapainya.
Penelitian kepala madrasah efektif di SD telah berhasil dilakukan oleh Bossert dan kawan-kawan, sebagaimana dikutip oleh Mc. Pherson, yaitu: (1) program kuat yaitu mengetahui masalah belajar di madrasah dan mampu mengalokasikan sumber daya secara efektif, (2) member pertalian secara logis yaitu tujuan pembelajaran terkonsep baik standar tinggi, membuat frekuensi kunjungan kelas menimbulkan insentif untuk belajar, (3) menjaga disiplin murid.[16]
Sedangkan hasil penelitian Bernard (dikutip MC. Pherson) tentang kepala efektif dengan 7 karakteristik: (1) tanpa pamrih, (2) suka bekerjasama, (3) suka berkomunikasi, (4) mempunyai otoritas, (5) piawai memproses keputusan, (6) mempunyai dinamika keseimbangan dan (7) ekskutif yang bertanggungjawab. Perubahan madrasah menjadi efektif melalui perbaikan-perbaikan dan pelibatan semua unsur untuk mengatasi persoalan.[17]
Menurut analisa Blumberg dan Greenfield ada tiga faktor menjelaskan keberhasilan kepala madrasah efektif yaitu: (1) berkeinginan dan berhasrat kuat membuat madrasah sehebat yang diimajinasikan, (2) bertindak proaktif dan cepat mengambil inisiatif, (3) kreativitas untuk menjadikan diri masuk dalam struktur yang diperankan dan mereka meminta ketepatan waktu dalam peraturan sesuai yang ditetapkan untuk mengejar apa yang mungkin dapat dicapai dalam tujuan personal mereka sebagai kepala madrasah. Ketiga hal tersebut merupakan unsur efektivitas yaitu visi, inisiatif dan kreativitas.[18]
Peran dan fungsi kepala madrasah sangat esensial dalam mencapai predikar sebagai kepala madrasah berprestasi. Madrasah-madrasah yang berhasil disebut madrasah yang efektif, sukses, berprestasi atau baik yang dibedakan dengan kepala madrasah yang buruk.
Kepala madrasah pada dasarnya memiliki peran utama yaitu school manager dan educational leader. Sebagai manajer atau administrator kepala madrasah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi administrasi pendidikan di madrasah yang meliputi pengelolaan bersifat administartif dan operatif. Sedangkan sebagai pemimpin pendidik kepala madrasah bertugas mendinaminasi proses pengelolaan pendidikan secara administratif maupun edukatif. Pengelolaan pendidikan secara administratif dilakukan oleh kepala madrasah terdiri atas kegiatan yang bertujuan mengarahkan semua orang yang terlibat di madrasah dan mengerjakan hal tepat sesuai dengan tujuan madrasah yang akan dicapai. Sedangkan pengelolaan edukatif merupakan kegiatan mengarahkan dan membina setiap guru agar melaksanakan tugas pedngajaran dan pembelajaran secara tepat dan benar serta memiliki semangat dan motivasi yang tinggi untuk kinerja dari kepala madrasah adalah menyeimbangkan peran gandanya yakni sebagai pemimpin manajerial dan sebagai pemimpin pendidikan.
Kualitas kepemimpinan kepala madrasah sangat menentukan keberhasilan kesuksesan madrasah. Hasil penelitian para ahli manajemen pendidikan menyimpulkan bahwa efektivitas madrasah sangat dipengaruhi kepemimpinan  kepala madrasah. Kemudian madrasah akan menjadi lembaga demkratis sehingga wakil kepala madrasah, guru atau non guru akan ikut berperan dalam kebijakan madrasah. Madrasah akan dikelola dalam pendekatan yang lebih bebas dan luwes tidak kaku dan terikat pengaturan sentralistik.
Selanjutnya pimpinan lembaga pendidikan harus mempunyai/memiliki beberapa persyaratan untuk menciptakan madrasah yang mereka pimpin menjadi lebih efektif, antara lain:  (1) memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang baik, (2) berpegang pada tujuan yang dicapai, (3) bersemangat, (4) cakap di dalam memberi bimbingan, (5) cepat serta bijaksana di dalam mengambil keputusan, (6) jujur, (7) cerdas, (8) cakap di dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan yang baik dan berusaha untuk mencapainya.[19]
Disamping itu kepemimpinan pendidikan dianggap efektif apabila memiliki beberapa standar mutu sebagai kepala madrasah sekaligus membawa kemajuan madrasah pada standar mutu yang telah ditetapkan.
Adapun ukuran mutu menurut kriteria mutu Baldrige berfokus pada 7 area topik yang secara integral dan dinamis saling berhubungan, yaitu leadershif, information and analysis, strategic quality planning, human resource management, quality assurance product of product and service, quality resultand customer satisfaction.[20]
Dari 7 area topik ukuran kualitas di atas, maka perbaikan sistem manajemen kualitas adalah sebagai berikut:
a.       Kepemimpinan:
1)      Kepala madrasah memiliki kebijakan kualitas.
2)      Guru dan staf serta seluruh warga madrasah mengetahui sasaran kualitas jangka panjang madrasah.
3)      Kepala madrasah terlibat secara penuh dalam pengembangan kultur kualitas madrasah.
4)      Kepala madrasah memiliki pelatihan yang tepat tentang konsep-konsep kualitas.
5)      Kepala madrasah memperaktikkan konsep-konsep kualitas yang diajarkan.
6)      Kebijakan kualitas berlandaskan pada kebutuhan untuk perbaikan terus-menerus.
7)      Tanggungjawab perbaikan kualitas telah secara jelas dikomunikasikan kepada seluruh warga madrasah.
8)      Komite kualitas madrasah mengkoordinasikan berbagai unit-unit madrasah.
9)      Masyarakat mengetahui sasaran kualitas madrasah.
10)  Kepala madrasah memberikan sumber daya yang cukup dan tepat untuk perbaikan kualitas.

b.      Analisis dan Informasi:
1)      Kepala Madrasah melaporkan data tentang semua dimensi penting dari kualitas pelanggan madrasah.
2)      Guru dan karyawan melaporkan data tentang semua dimensi pelayanan yang penting.
3)      Data kualitas dilaporkan kepada semua unit-unit madrasah.
4)      Data tentang pelatihan manajemen kualitas dikumpulkan oleh tata usaha.
5)      Kepala madrasah menganalisis data tentang pandangan masyarakat terhadap kualitas madrasah.
6)      Kepala madrasah menganalisis biaya yang tidak efisien.
7)      Kepala madrasah mengidentifikasi kendala-kendala dalam mewujudkan kualitas madrasah.
c.       Perencanaan Mutu Strategis:
1)      Kepala Madrasah menggunakan data kompetitif dari madrasah lain ketika mengembangkan sasaran kualitas.
2)      Kepala madrasah memiliki rencana operasional tahunan yang menggambarkan sasaran kualitas.
3)      Guru dan karyawan dilibatkan dalam perencanaan kualitas.
4)      Pimpinan unit-unit/komponen madrasah berusaha untuk mencapai sasaran kualitas.
5)      Fungsi kualitas merupakan bagian rencana kegiatan madrasah.
6)      Kepala madrasah memiliki metode spesifik untuk memantau kemajuan menuju perbaikan kualitas madrasah.
7)      Terdapat rencana kualitas yang mempengaruhi semua unit madrasah.
8)      Kepala madrasah memiliki rencana kualitas untuk masukan.
d.      Pengembangan Sumber Daya Manusia:
1)      Kepala madrasah memiliki rencana peluang bagi guru dan karyawan dalam perbaikan kualitas.
2)      Kriteria kualitas digunakan dalam evaluasi performa SDM madrasah.
3)      Sasaran kualitas dikomunikasikan kepada semua guru dan staf.
4)      Guru dan karyawan percaya dan secara terus-menerus memberikan layanan terbaik.
5)      Semua guru dan karyawan dilatih tentang konsep perbaikan kualitas.
6)      Kepala madrasah memberikan kompensasi/imbalan atas jasa/karyawan untuk usaha perbaiakan kualitas mereka.
7)      Kepala madrasah mengumpulkan data tentang moral guru dan karyawan.
e.       Manajemen Kualitas Proses:
1)      Ekspekrasi kualitas dari pelanggan didefinisikan secara jelas.
2)      Kebutuhan pelanggan ditransformasikan ke dalam proses perencanaan untuk perbaikan kualitas.
3)      Terdapat sistem yang efektif untuk memproses informasi tentang ekspektasi pelanggan.
4)      Kepala madrasah melakukan audit sistem manajemen kualitas.
5)      Kepala madrasah bekerjasama dengan stakeholder untuk meningkatkan kualitas.
6)      Unit-unit pendukung madrasah mendefinisikan sasaran kualitas.
7)      Kepala madrasah menyimpan dan mempertahankan dokumen-dokumen kualitas yang baru (tidak usang).
8)      Terdapat sistem efektif untuk mengkomunikasikan ide-ide kualitas kepada kepala madrasah.
f.       Hasil-hasil Kualitas
1)      Madrasah-madrasah merupakan satu di antara tiga madrasah terbaik dalam lingkup kepuasan pelanggan.
2)      Kepala madrasah menunjukkan perbaikan kualitas terus-menerus selama tiga tahun terakhir.
3)      Kepala madrasah dapat mendemonstrasikan perbaikan kualitas melalui unit-unit pendukung.
4)      Kepala madrasah dapat mendemonstrasikan perbaikan kualitas melalui stakeholder.
5)      Terdapat penurunan-penurunan keluhan pelanggan dalam waktu tiga tahun terakhir.
g.      Kepuasan Pelanggan
1)      Kepala madrasah dapat menunjukkan bahwa pelanggan puas atas barang atau jasa yang diberikan.
2)      Kepala madrasah melaporkan data kepuasan pelanggan.
3)      Kepala madrasah dapat menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan meningkat terus-menerus dalam waktu tiga tahun terakhir.
4)      Kepala madrasah dapat menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan madrasah yang dipimpinnya lebih tinggi dibandingkan dengan madrasah pesaingnya.
5)      Terdapat suatu proses efektif untuk menangani keluhan pelanggan.
6)      Definisi pekerjaan pendukung guru dan karyawan untuk secara tepat menyelesaikan keluhan-keluhan pelanggan.
7)      Kepala madrasah menggunakan pendekatan inovatif untuk menilai kepuasan pelanggan.[21]


[1] Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajaran, (Learning Organization), (Bandung: PT. Alfabeta, 2009), h. 120
[2] Owen .R.G, Organization Behavior in Education, (Englewood Cliffs New Jersey: Prentice hall, 1991), h. 132
[3] Locke, Esensi Kepemimpinan, (Jakarta: Mitra Utama, 1997), h. 44 
[4] Burhanuddin, Analisa dalam Manajemen dan Kepemimpinan Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 64
[5] Wahjosumidjo, op,cit., h. 23
[6] Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Rajawali, 1982), h. 44
[7] Kimbal Wiles, Supervision fo Better Scholls, (New York: Prentice-Hall, inc 1995), h. 29
[8] Dirawat, dkk, Pengantar Kepemimpinan Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 23 
[9] Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1998), h. 81
[10] Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h, 63
[11] Sobri, dkk, Pengelolaan Pendidikan, (Yokyakarta: Multi Pressindo, 2009), h. 72
[12] Sutarto, Dasar-dasar Kepemimpinan dalam Organisasi, (Yokyakarta: Gajah Mada University Press, 1991), h. 12-18
[13] Lipham J.M., Rankin R.E. & Hoech J.A., The Principal: Concept, Compotencies and Cases (New York, Longman, Inc, 1985), h. 35
[14] Mulyasa E., Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 126
[15] Beck L.G. & Murphy J, The Four Imperative a Successful School, (Thousand Oaks: California Crowin Press Inc, 1996), h. 96
[16] Mc. Pershon B.L, Crowson R.L, Pitner N.J, Managing Uncertainly Administration Theory & Practice in Education, (Columbus Ohio: Charles E. Merril Publishing Company, 1986), h. 86
[17] Ibid., h. 14
[18] Blumberg & Greenfield W, Stogdels Handbook of Leadershif: Survey of Theory and Research (Boston, London, Sidney, Toronto: Allyn & Bacon Inc, 1980), h. 123
[19] Mulyono, op. cit.,  h. 11
[20] Danil V. Hunt, Managing for Qualit, (Illionis: Busoness one Irwin Homewood, 1993), h. 178


Tidak ada komentar: