1.
Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Efektif
Di dalam kelompok masyarakat selalu muncul
seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi dan menggerakan perilaku anggota masyarakat
kearah tujuan tertentu. Dengan demikian, pemimpin dapat memperjuangkan
kepentingan anggota dan pemimpin dapat mewujudkan harapan sebagian besar orang.
Selain beberapa faktor yang mendasari lahirnya pemimpin, pada kenyataan
pemimpin mempunyai kecerdasan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan rata-rata
bawahannya, sehingga wajar kehadiran pemimpin sangat dinantikan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi oleh anggota masyarakat.
Dalam usaha untuk memenuhi harapan, pemimpin
menggunakan kemampuan dan kecerdasannya dengan memanfaatkan lingkungan dan
potensi yang ada pada organisasi. Dengan kata lain pemimpin berusaha melibatkan
anggota organisasi untuk mencapai tujuan. Kemampuan untuk menggerakan,
mengarahkan dan mempengaruhi anggota organisasi sebagai upaya untuk mencapai
tujuan organisasi sebagai wujud kepemimpinannya. Kesanggupan mempengaruhi
prilaku orang lain kearah tujuan tertentu sebagai indicator keberhasilan
seorang pemimpin.
Definisi kepemimpinan terus mengalami
perubahan sesuai dengan peran yang dijalankan, kemampuan untuk memberdayakan (empowering)
bawahan/anggota sehingga timbul inisiatif untuk berkreasi dalam bekerja dan
hasilnya lebih bermakna bagi organisasi dengan sekali-kali pemimpin
mengarahkan, menggerakan dan mempengaruhi anggota. Inisiatif pemimpin harus
direspon sehingga dapat mendorong timbulnya sikap mandiri dalam bekerja dan
berani mengambil keputusan dalam rangka percepatan pencapaian tujuan
organisasi.[1]
Dengan demikian kepemimpinan dapat diartikan
sebagai kemampuan seseorang dalam menggerakan, mengarahkan sekaligus mempengaruhi
pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja
terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapain
tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain
kearah tujuan tertentu sebagai indikator keberhasilan seseorang pemimpin.
Selanjutnya sebagai perbandingan, dikemukakan beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli antara lain, Robert G. Owens menegaskan kepemimpinan
merupakan dimensi hubungan sosial dalam organisasi untuk memberikan pengaruh
antara individu atau kelompok melalui interaksi sosial, mengidentifikasi
kepemimpinan sebagai berikut: “Leadershif is function of grouf, not
individual. We speak of course of individual as being leaders but leaderhip
occurs of two of more people interacting. An interacting process one person is
able to induce others to think and behave in certain desired ways that beings
up the second key point which in influence leadership involves intentionally
exercising influence organization behavior of other people”.[2] (Fungsi kepemimpinan itu
mencakup kepentingan kelompok, bukan perseorangan. Kita membicarakan tentang
rangkaian individu sebagai pemimpin, tetapi kepemimpinan sendiri melibatkan dua
orang atau lebih dalam berinteraksi. Proses interaksi perseorangan itu dapat
mempengaruhi individu-individu yang lain dalam berfikir dan bersikap sesuai
dengan caranya masing-masing yang akan menjadi poin kunci kedua dalam
mempengaruhi kepemimpinan. Pengaruh tersebut akan menyangkut perilaku orang
lain dalam sebuah organisasi yang diperoleh dari penanaman pengaruh yang terus
dilakukan). Jadi kepemimpinan di sini mempunyai penekanan pada pentingnya
posisi dimensi sosial budaya dalam kepemimpinan, di mana kepemimpinan
berlangsung interaksi individu atau kelompok dalam mencapai hal yang sudah
ditetapkan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai bersama-sama dalam sebuah
organisasi.
Menurut Locke mengemukakan bahwa
kepemimpinan sebagai suatu proses mengajak orang lain untuk mengambil langkah
menuju suatu sasaran bersama.[3] Sejalan dengan pendapat
itu Burhanuddin memberikan batasan bahwa kepemimpinan merupakan segenap bentuk
bantuan yang dapat diberikan oleh seseorang bagi penetapan dan pencapaian
tujuan kelompok. [4]
Berdasarkan pendapat di atas tentang kepemimpinan dapat disimpulkan bahwa
fungsi pemimpin paling utama adalah mempengaruhi, dan membujuk para anggota
organisasi agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Wahjosumidjo mengemukakan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakan dan mengarahkan suatu tindakan
pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu
pada situasi tertentu.[5] Kartono mengemukakan
bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tindakan-tindakan kelompok secara
terorganisir menuju pencapaian tujuan organisasi.[6] Di dalamnya terjadi
hubungan timbal balik antara pemimpin dan anggotanya baik secara individu
maupun secara kelompok dalam bekerjasama yang dibina atas saling pengertian
akan tanggungjawab sesuai peraturan organisasi.
Kimbal Wales mengatakan bahwa: “Leadershif
is any distributon to the establishment an attainment of grouf purpose”.
Definisi ini lebih menekankan bahwa kepemimpinan sebagai suatu sumbangan yang
diberikan oleh seseorang yang yang bermanfaat untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin itu harus berada
dalam kelompok atau grouf tempat ia memainkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan
kepemimpinannya.[7]
Selanjutnya menurut E. Mulyasa kepemimpinan
dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan untuk
pencapaian tujuan bersama dalam sebuah organisasi. Menurut, Dirawat, Busro
Lamberi dan Soekarto Indra Facrudi, bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan
kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong,
mengajak, menggerakan, dan kalau perlu memaksa orang lain, agar ia menerima
pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian
sesuatu maksud atau tujuan-tujuan tertentu.[8] Menurut Hadari Nawawi,
bahwa kepemimpinan berarti kemampuan menggerakan, memberikan motivasi dan
mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah
pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan
yang harus dilakukan.[9] Dan menurut Burhanuddin,
bahwa kepemimpinan adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan segenap
kemampuan yang dimilikinya untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan,
menggerakan individu-individu supaya mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan
dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.[10]
Dari Definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan adalah proses kegiatan seseorang yang memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan, menggerakan individu-individu,
supaya timbul kerjasama secara teratur dalam upaya mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama.
Carter V. Good, kepemimpinan adalah : “(1)
The ability and readiness to inspire, guide, direct or manage others; (2) The
role of interpreter of the interest and objectives of a grouf. The groups
recognizing and accepting the interpreter as spokes man”. Secara sederhana
makna dari kamus tersebut adalah kepemimpinan merupakan peranan penerjemah
keinginan-keinginan dan tujuan kelompok serta diterima oleh kelompok, maka ini
berarti juga bahwa kelompk akan menerima kepemimpinan tersebut, penerimaan
tersebut karena adanya kesadaran kelompok akan adanya kemampuan istimewa.[11]
Selanjutnya kepemimpinan yang lebih
terpecaya perlu diungkap pula berbagai pendapat ahli. Sejumlah pengertian para
ahli dapat disajikan dengan mengacu pada pendapat yang dikutip oleh Sutarto[12] dari para ahli di
antaranya adalah:
a.
Menurut
Ord Way Tead (1935): “Leadershif is the activity of influencing people to
cooperate toward some gool which come to find desirable”. Maknanya adalah
kepemimpinan merupakan aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama
untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan.
b.
Menurut
Reuter (1941): “Leadershif is an ability to persuade or direct men without
use of the prestige or power of formal office or external circum stane”.
Artinya kepemimpinan adalah suatu kemampuan untuk mengajak atau mengarahkan
orang-orang tanpa memakai kekuatan formal jabatan atau keadaan luar.
c.
Menurut
Freeman & Taylor (1950): “Leadershif is the ability to create grouf
action toward an organizational objective eith maximum effectiveness and
cooperation from each individual”. Artinya kepemimpinan adalah kemampuan
untuk menciptakan kegiatan kelompok
mencapai tujuan organisasi dengan efektifitas maksimum dan kerjasama dari tiap
individu.
d.
Menurut
Frankly S. Haiman (1951): “Leadershif is an effort on his put direct the
behavior of others toward a particular end”. Artinya kepemimpinan adalah
suatu usaha untuk mengarahkan perilaku
orang lain guna mencapai tujuan khusus.
e.
Menurut
James M. Black (1961): “Leadershif is capable persuading others to work
together under direction as a team accomplish certain designated objectives”.
Artinya kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup menyakinkan orang lain supaya
bekerjasama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan
tertentu.
f.
Menurut
Robert M. Fulmer (1974): “Leadershif is the ability to persuade others to
seek certain goals an the technique of taking them there. Kepemimpinan
adalah kemampuan mengajak orang lain mencari tujuan tertentu dan teknik
mencapainya.
Dari sejumlah pengertian yang telah
dipaparkan di atas, dapat dikemukakan intisari dari kepemimpinan sebagai berikut
:
a.
Kepemimpinan
adalah aktivitas;
b.
Kepemimpinan
adalah kemampuan mengajak;
c.
Kepemimpinan
adalah kemampuan menciptakan;
d.
Kepemimpinan
adalah menggunakan wewenang dan keputusan;
e.
Kepemimpinan
adalah kemampuan membuat orang bertindak;
f.
Kepemimpinan
adalah kemampuan yang membangkitkan;
g.
Kepemimpinan
adalah awal dari tindakan;
h.
Kepemimpinan
adalah cara membangkitkan semangat dan mendorong;
i.
Kepemimpinan
adalah mendapatkan orang lain untuk mengerjakan sesuatu;
j.
Kepemimpinan
adalah seni membujuk.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpilkan bahwa pengertian kepemimpinan secara utuh bahwa kepemimpinan
merupakan kemampuan individu (seseorang) dalam kelompok mengarahkan,
mempengaruhi, mengajak, mendorong dan mengelola dengan keputusan yang tepat
agar orang dapat bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu atau
sasaran dalam situasi tertentu.
Jika pengertian tersebut dikaitkan dengan
kepemimpinan yang ada di madrasah, yaitu kepala madrasah dalam hal ini adalah
kepala MIN, maka kepemimpinan oleh kepala MIN untuk mengarahkan, mempengaruhi,
mengajak, mendorong dan mengelola dengan cara yang tepat agar para guru dapat
bekerja secara ikhlas untuk mencapai tujuan pendidikan di MIN secara optimal.
Kajian-kajian karakteristik kepemimpinan
efektif berkembang seiring dengan perkembangan dinamika organisasi. Dalam studi
efektivitas orang cenderung ditemukan keragaman karakteristik kepemimpinan
efektif. Semula kepemimpinan efektif identik dengan kepemimpinan birokratik dan
ilmiah, tetapi sekarang ditemukan strategi kepemimpinan baru dengan menempatkan
aspek sosial budaya sebagai faktor yang menciptakan efektivitas organisasi.
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pendidikan tidak lepas dari kepemimpinan
kepala madrasah dalam mengelola sumber daya pendidikan. Sejumlah kajian
terhadap organisasi madrasah memberi temuan tentang besarnya konstribusi
kepemimpinan kepala madrasah dalam menciptakan perbaikan efektivitas madrasah.
Kepemimpinan kepala madrasah yang efektif
sangat menentukan keberhasilan madrasah. Hal ini sesuai dengan Senat Amerika
No. 359 tahun 1979 yang menetapkan bahwa madrasah yang efektif atau sukses
hampir selalu ditentukan kepemimpinan kepala madrasah sebagai kunci kesuksesan.[13] Kepala madrasah tidak
hanya member layanan saja tetapi memelihara segala sesuatunya secara lancer dan
terus-menerus dengan memelihara kerukunan, mencurahkan waktu, energi, intelek
dan emosi untuk memperbaiki madrasah. Kepala madrasah merupakan sosok unik
membantu madrasah: berimage tentang apa yang dapat dilakukan, memberi arahan/dorongan
dan keterampilan untuk membuat perkiraan image sebenarnya.
Dalam mewujudkan madrasah yang bermutu dan
berprestasi ini jelas membutuhkan kepemimpinan madrasah efektif. Kriteria
kepala madrasah yang efektif ialah mampu menciptakan atmosfir kondusif bagi
peserta didik untuk belajar, para guru untuk terlibat dan berkembang secara
personal dan profesional serta seluruh masyarakat memberikan dukungan atau
harapan yang tinggi. Jika seorang kepala madrasah sudah dapat mengupayakan
madrasah memenuhi kriteria di atas maka bisa disebut kepala madrasah efektif
dan madrasah yang dikelolanya disebut sukses (succesfull school).
Kepemimpinan kepala madrasah efektif selalu dikaitkan dengan kedudukan sebagai
pengelola pembelajaran (instructure manager), pemimpin inspirasional (inspiration
leader), pengelola sumber daya (manager of resources), pakar
organisasi (organizational expert), pemimpin kultual (cultural
leader) dan penasihat/pelindung guru (teacher advocate).
Menurut Mulayasa kriteria kepemimpinan
kepala madrasah yang efektif adalah sebagai berikut:
a.
Mampu
memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancer dan produktif.
b.
Dapat
menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
c.
Mampu
menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat, sehingga dapat melibatkan
mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan madrasah dan pendidikan.
d.
Berhasil
menerapkan prinsip kepemimpinan sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai lain di madrasah.
e.
Mampu
bekerja dengan tim manajemen madrasah.
f.
Berhasil
mewujudkan tujuan madrasah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditentukan.[14]
Menurut identifikasi Beck & Murphy
kepala madrasah efektif di madrasah cemerlang meliputi:[15] (1) semula kepala
madrasah tidak bermaksud menjadi kepala madrasah, (2) bersemangat dan menerima
tanggungjawabnya sebagai misi sebuah kerja, (3) concern terhadap
pendidikan dan dapat membagi antara tujuan pendidikan jangka panjang dengan
jangka pendek. Konsekuensi mereka mempunyai filosofis yang mapan tentang
pendidikan dan hubungan mereka di dalamnya, (4) mereka dapat beradaptasi jika m enemukan hal yang bukan
pekerjaanya, dapat membuat pergeseran yang dibutuhkan dan memulai dengan
terobosan-terobosan baru, (5) siswa tidak dicetak untuk gagal belajar atau
mempunyai penyimpangan perilaku, menekankan tanggungjawab memecahkan masalah
siswa yang gagal belajar dan menyimpang perilakunya, (6) mempunyai kemampuan
untuk bekerja secara efektif dengan orang lain dan menjalin kerjasama dengan
mereka menggunakan proses kelompok secara efektif memperhatikan secara baik
orangtua, guru, dan murid dengan menunjukkan keterampilan intuisi dan empati
bagi kelompoknya, (7) agresif dalam menjamin pengakuan yang dibutuhkan
madrasah, kritis pada kantor pusat karena sumber daya yang tidak memadai,
memecahkan hambatan birokrasi, mencari bantuan atas masalah yang dihadapi dari
sumber apapun yang secara potensial bermanfaat, (8) berkemampuan menyususn
strategi, mampu mengidentifikasi tujuan dan merencanakan alat untuk
mencapainya.
Penelitian kepala madrasah efektif di SD
telah berhasil dilakukan oleh Bossert dan kawan-kawan, sebagaimana dikutip oleh
Mc. Pherson, yaitu: (1) program kuat yaitu mengetahui masalah belajar di
madrasah dan mampu mengalokasikan sumber daya secara efektif, (2) member
pertalian secara logis yaitu tujuan pembelajaran terkonsep baik standar tinggi,
membuat frekuensi kunjungan kelas menimbulkan insentif untuk belajar, (3)
menjaga disiplin murid.[16]
Sedangkan hasil penelitian Bernard (dikutip
MC. Pherson) tentang kepala efektif dengan 7 karakteristik: (1) tanpa pamrih,
(2) suka bekerjasama, (3) suka berkomunikasi, (4) mempunyai otoritas, (5)
piawai memproses keputusan, (6) mempunyai dinamika keseimbangan dan (7)
ekskutif yang bertanggungjawab. Perubahan madrasah menjadi efektif melalui
perbaikan-perbaikan dan pelibatan semua unsur untuk mengatasi persoalan.[17]
Menurut analisa Blumberg dan Greenfield ada
tiga faktor menjelaskan keberhasilan kepala madrasah efektif yaitu: (1)
berkeinginan dan berhasrat kuat membuat madrasah sehebat yang diimajinasikan,
(2) bertindak proaktif dan cepat mengambil inisiatif, (3) kreativitas untuk
menjadikan diri masuk dalam struktur yang diperankan dan mereka meminta
ketepatan waktu dalam peraturan sesuai yang ditetapkan untuk mengejar apa yang
mungkin dapat dicapai dalam tujuan personal mereka sebagai kepala madrasah.
Ketiga hal tersebut merupakan unsur efektivitas yaitu visi, inisiatif dan
kreativitas.[18]
Peran dan fungsi kepala madrasah sangat
esensial dalam mencapai predikar sebagai kepala madrasah berprestasi.
Madrasah-madrasah yang berhasil disebut madrasah yang efektif, sukses,
berprestasi atau baik yang dibedakan dengan kepala madrasah yang buruk.
Kepala madrasah pada dasarnya memiliki peran
utama yaitu school manager dan educational leader. Sebagai
manajer atau administrator kepala madrasah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi
administrasi pendidikan di madrasah yang meliputi pengelolaan bersifat
administartif dan operatif. Sedangkan sebagai pemimpin pendidik kepala madrasah
bertugas mendinaminasi proses pengelolaan pendidikan secara administratif
maupun edukatif. Pengelolaan pendidikan secara administratif dilakukan oleh
kepala madrasah terdiri atas kegiatan yang bertujuan mengarahkan semua orang
yang terlibat di madrasah dan mengerjakan hal tepat sesuai dengan tujuan
madrasah yang akan dicapai. Sedangkan pengelolaan edukatif merupakan kegiatan
mengarahkan dan membina setiap guru agar melaksanakan tugas pedngajaran dan
pembelajaran secara tepat dan benar serta memiliki semangat dan motivasi yang
tinggi untuk kinerja dari kepala madrasah adalah menyeimbangkan peran gandanya
yakni sebagai pemimpin manajerial dan sebagai pemimpin pendidikan.
Kualitas kepemimpinan kepala madrasah sangat
menentukan keberhasilan kesuksesan madrasah. Hasil penelitian para ahli
manajemen pendidikan menyimpulkan bahwa efektivitas madrasah sangat dipengaruhi
kepemimpinan kepala madrasah. Kemudian
madrasah akan menjadi lembaga demkratis sehingga wakil kepala madrasah, guru
atau non guru akan ikut berperan dalam kebijakan madrasah. Madrasah akan
dikelola dalam pendekatan yang lebih bebas dan luwes tidak kaku dan terikat
pengaturan sentralistik.
Selanjutnya pimpinan lembaga pendidikan
harus mempunyai/memiliki beberapa persyaratan untuk menciptakan madrasah yang
mereka pimpin menjadi lebih efektif, antara lain: (1) memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang
baik, (2) berpegang pada tujuan yang dicapai, (3) bersemangat, (4) cakap di
dalam memberi bimbingan, (5) cepat serta bijaksana di dalam mengambil
keputusan, (6) jujur, (7) cerdas, (8) cakap di dalam hal mengajar dan menaruh
kepercayaan yang baik dan berusaha untuk mencapainya.[19]
Disamping itu kepemimpinan pendidikan
dianggap efektif apabila memiliki beberapa standar mutu sebagai kepala madrasah
sekaligus membawa kemajuan madrasah pada standar mutu yang telah ditetapkan.
Adapun ukuran mutu menurut kriteria mutu
Baldrige berfokus pada 7 area topik yang secara integral dan dinamis saling
berhubungan, yaitu leadershif, information and analysis, strategic quality
planning, human resource management, quality assurance product of product and
service, quality resultand customer satisfaction.[20]
Dari 7 area topik ukuran kualitas di atas,
maka perbaikan sistem manajemen kualitas adalah sebagai berikut:
a.
Kepemimpinan:
1)
Kepala
madrasah memiliki kebijakan kualitas.
2)
Guru dan
staf serta seluruh warga madrasah mengetahui sasaran kualitas jangka panjang
madrasah.
3)
Kepala
madrasah terlibat secara penuh dalam pengembangan kultur kualitas madrasah.
4)
Kepala
madrasah memiliki pelatihan yang tepat tentang konsep-konsep kualitas.
5)
Kepala
madrasah memperaktikkan konsep-konsep kualitas yang diajarkan.
6)
Kebijakan
kualitas berlandaskan pada kebutuhan untuk perbaikan terus-menerus.
7)
Tanggungjawab
perbaikan kualitas telah secara jelas dikomunikasikan kepada seluruh warga
madrasah.
8)
Komite
kualitas madrasah mengkoordinasikan berbagai unit-unit madrasah.
9)
Masyarakat
mengetahui sasaran kualitas madrasah.
10)
Kepala
madrasah memberikan sumber daya yang cukup dan tepat untuk perbaikan kualitas.
b.
Analisis
dan Informasi:
1)
Kepala
Madrasah melaporkan data tentang semua dimensi penting dari kualitas pelanggan
madrasah.
2)
Guru dan
karyawan melaporkan data tentang semua dimensi pelayanan yang penting.
3)
Data
kualitas dilaporkan kepada semua unit-unit madrasah.
4)
Data
tentang pelatihan manajemen kualitas dikumpulkan oleh tata usaha.
5)
Kepala
madrasah menganalisis data tentang pandangan masyarakat terhadap kualitas
madrasah.
6)
Kepala
madrasah menganalisis biaya yang tidak efisien.
7)
Kepala
madrasah mengidentifikasi kendala-kendala dalam mewujudkan kualitas madrasah.
c.
Perencanaan
Mutu Strategis:
1)
Kepala
Madrasah menggunakan data kompetitif dari madrasah lain ketika mengembangkan
sasaran kualitas.
2)
Kepala
madrasah memiliki rencana operasional tahunan yang menggambarkan sasaran
kualitas.
3)
Guru dan
karyawan dilibatkan dalam perencanaan kualitas.
4)
Pimpinan
unit-unit/komponen madrasah berusaha untuk mencapai sasaran kualitas.
5)
Fungsi
kualitas merupakan bagian rencana kegiatan madrasah.
6)
Kepala
madrasah memiliki metode spesifik untuk memantau kemajuan menuju perbaikan
kualitas madrasah.
7)
Terdapat
rencana kualitas yang mempengaruhi semua unit madrasah.
8)
Kepala
madrasah memiliki rencana kualitas untuk masukan.
d.
Pengembangan
Sumber Daya Manusia:
1)
Kepala
madrasah memiliki rencana peluang bagi guru dan karyawan dalam perbaikan
kualitas.
2)
Kriteria
kualitas digunakan dalam evaluasi performa SDM madrasah.
3)
Sasaran
kualitas dikomunikasikan kepada semua guru dan staf.
4)
Guru dan
karyawan percaya dan secara terus-menerus memberikan layanan terbaik.
5)
Semua guru
dan karyawan dilatih tentang konsep perbaikan kualitas.
6)
Kepala
madrasah memberikan kompensasi/imbalan atas jasa/karyawan untuk usaha
perbaiakan kualitas mereka.
7)
Kepala
madrasah mengumpulkan data tentang moral guru dan karyawan.
e.
Manajemen
Kualitas Proses:
1)
Ekspekrasi
kualitas dari pelanggan didefinisikan secara jelas.
2)
Kebutuhan
pelanggan ditransformasikan ke dalam proses perencanaan untuk perbaikan
kualitas.
3)
Terdapat
sistem yang efektif untuk memproses informasi tentang ekspektasi pelanggan.
4)
Kepala
madrasah melakukan audit sistem manajemen kualitas.
5)
Kepala
madrasah bekerjasama dengan stakeholder untuk meningkatkan kualitas.
6)
Unit-unit
pendukung madrasah mendefinisikan sasaran kualitas.
7)
Kepala
madrasah menyimpan dan mempertahankan dokumen-dokumen kualitas yang baru (tidak
usang).
8)
Terdapat
sistem efektif untuk mengkomunikasikan ide-ide kualitas kepada kepala madrasah.
f.
Hasil-hasil
Kualitas
1)
Madrasah-madrasah
merupakan satu di antara tiga madrasah terbaik dalam lingkup kepuasan
pelanggan.
2)
Kepala
madrasah menunjukkan perbaikan kualitas terus-menerus selama tiga tahun
terakhir.
3)
Kepala
madrasah dapat mendemonstrasikan perbaikan kualitas melalui unit-unit
pendukung.
4)
Kepala
madrasah dapat mendemonstrasikan perbaikan kualitas melalui stakeholder.
5)
Terdapat
penurunan-penurunan keluhan pelanggan dalam waktu tiga tahun terakhir.
g.
Kepuasan
Pelanggan
1)
Kepala
madrasah dapat menunjukkan bahwa pelanggan puas atas barang atau jasa yang diberikan.
2)
Kepala
madrasah melaporkan data kepuasan pelanggan.
3)
Kepala
madrasah dapat menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan meningkat
terus-menerus dalam waktu tiga tahun terakhir.
4)
Kepala
madrasah dapat menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan madrasah yang
dipimpinnya lebih tinggi dibandingkan dengan madrasah pesaingnya.
5)
Terdapat
suatu proses efektif untuk menangani keluhan pelanggan.
6)
Definisi
pekerjaan pendukung guru dan karyawan untuk secara tepat menyelesaikan
keluhan-keluhan pelanggan.
7)
Kepala
madrasah menggunakan pendekatan inovatif untuk menilai kepuasan pelanggan.[21]
[1] Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi
Pembelajaran, (Learning Organization), (Bandung: PT. Alfabeta, 2009), h.
120
[2] Owen .R.G, Organization Behavior in Education, (Englewood
Cliffs New Jersey: Prentice hall, 1991), h. 132
[3] Locke, Esensi Kepemimpinan, (Jakarta: Mitra Utama, 1997), h.
44
[4] Burhanuddin, Analisa dalam Manajemen dan Kepemimpinan
Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 64
[5] Wahjosumidjo, op,cit., h. 23
[6] Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Rajawali,
1982), h. 44
[7] Kimbal Wiles, Supervision fo Better Scholls, (New York:
Prentice-Hall, inc 1995), h. 29
[8] Dirawat, dkk, Pengantar Kepemimpinan Kependidikan, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1983), h. 23
[9] Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: CV. Haji
Masagung, 1998), h. 81
[10] Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan
Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h, 63
[11] Sobri, dkk, Pengelolaan Pendidikan, (Yokyakarta: Multi
Pressindo, 2009), h. 72
[12] Sutarto, Dasar-dasar Kepemimpinan dalam Organisasi, (Yokyakarta:
Gajah Mada University Press, 1991), h. 12-18
[13] Lipham J.M., Rankin R.E. & Hoech J.A., The Principal:
Concept, Compotencies and Cases (New York, Longman, Inc, 1985), h. 35
[14] Mulyasa E., Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan
Implementasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 126
[15] Beck L.G. & Murphy J, The Four Imperative a Successful
School, (Thousand Oaks: California Crowin Press Inc, 1996), h. 96
[16] Mc. Pershon B.L, Crowson R.L, Pitner N.J, Managing Uncertainly
Administration Theory & Practice in Education, (Columbus Ohio: Charles
E. Merril Publishing Company, 1986), h. 86
[17] Ibid., h. 14
[18] Blumberg & Greenfield W, Stogdels Handbook of Leadershif:
Survey of Theory and Research (Boston, London, Sidney, Toronto: Allyn &
Bacon Inc, 1980), h. 123
[19] Mulyono, op. cit., h.
11
[20] Danil V. Hunt, Managing for Qualit, (Illionis: Busoness one
Irwin Homewood, 1993), h. 178
Tidak ada komentar:
Posting Komentar