Cari Blog Ini

Kamis, 31 Mei 2018

Konsep Implementasi Kebijakan


A.    Konsep Implementasi Kebijakan

       Menurut Akib, pakar yang lebih awal mencurahkan perhatian dan gagasan terhadap masalah implementasi ialah Douglas R. Bunker di depan forum the American association for the advancement of science pada tahun 1970.[1]
       Menurut Budi Winarno Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.[2]
       menurut teori implementasi Brian W. Hogwodan dan Lewis A.Gunyang dikutip Solichin Abdul Wahab Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna,[3] yaitu :
1.      Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.
2.      Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber -sumber yang cukup memadai.
3.      Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
4.      Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang handal
5.      Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnnya
6.      Hubungan saling ketergantungan kecil
7.      Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
8.      Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
9.      Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
       Menurut teori implementasi kebijakan George Edward III yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan,[4] yaitu :

1.      Komunikasi.

            Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity).
            Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
2.      Sumber-sumber.

            Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.
3.    Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku.

            Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jikapara pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.

4.    Struktur birokrasi.

            Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta
            Menurut Bambang Sunggono, implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat,[5] yaitu:
1.      Isi kebijakan.

Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat,  penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
2.      Informasi

          Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.
3.      Dukungan

             Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.

4.      Pembagian Potensi

             Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas.
             Upaya mengatasi hambatan implementasi kebijakan peraturan perundang-undangan merupakan sarana bagi implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana -sarana yang memadai. Adapun unsur -unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik,[6] yaitu :
a.       Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, di mana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
b.      Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam melaksanakan kebijakan/peraturan hukum.
c.       Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
d.      Warga masyarakat sebagai obyek, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum masyarakat, kepatuhan hukum, dan perilaku warga masyarakat seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan
1.      Model Implementasi Kebijakan
           Studi implemetasi sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah suatu yang sangat kompeten untuk dipelajari dan dicermati secara seksama karena hal ini menyangkut hasil dan berdampak kepada hajat hidup orang banyak. Hal-hal pokok yang menjadi acuan teoritik dalam penilitian  ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier, implementasi yaitu:
        “memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah sesuatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkanya pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.[7]

           Sedangkan menurut  William N. Dunn, mengistilahkan implementasi secara lebih khusus, adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu.[8]
             Proses implementasi kebijakan publik baru dapat di mulai apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.    Implementasi kebijakkan menurut Teori George C. Edward pengaruhi oleh empat variabel, yaitu:
a. Communicacions (Komunikasi),  mempunyai peranan yang penting sebagai acuan pelaksanaan kebijakan mengetahui persis apa yang akan dikerjakan, ini berarti komunikasi juga dinyatakan dengan perintah dari atasan terhadap pelaksanan kebijakan, sehingga komunikasi harus dinyatakan dengan jelas, cepat dan konsisten.
b. Resources (sumberdaya), dimana meskipun isi sumber daya telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif.
c. Dispositions (disposisi), adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, apabila implementor mempunyai disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.
d. Bureaucratic Structure (struktur Birokrasi), merupakan susunan komponen (unit-unit) kerja dalam organisasi yang menunjukan adanya pembagian kerja serta adanya kejelasan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda diintegrasikan atau dikoordinasikan, selain itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialis pekerjaan.
           Berdasarkan pemahaman di atas konklusi dari implementasi jelas mengarah kepada pelaksana dari suatu keputusan yang di buat oleh eksekutif. Pemerintah dalam hal ini adalah yang membuat dan melaksanakan peraturan daerah merupakan pion penting dalam penyelenggara pemerintahan. Pelayanan dan pengaturan berkenaan dengan nilai dasar yang dijelaskan pada konsep tentang masyarakat yaitu mengenai hak dan kewajiban masarakat.
2.      Proses Implementasi Kebijakan Publik
      Tachjan mengungkapkan proses implementasi kebijakan publik terdiri dari konsep, unsur-unsur dan model-model.[9]
a.       Konsep
            Implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminstratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan atau disetujui. Kegiatan ini terletak diantara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat kongkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika battom-up, dalam arti proses ini di awali dengan pemetaan kebutuhan public atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternative cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan.Selanjutnya tindakan implementasi kebijakan dapat pula dibedakan kedalam masukan sumber daya, dan kegiatan adminstrasi, organisasi yang membentuk transformasi masukan kebijakan ke dalam hasil-hasil dan dampak kebijakan.

            Bertitik tolak dari urian di atas, dapat dikemukakan bahwa fungsi dan tujuan implementasi ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik  dapat diwujudkan sebagai hasil akhir yang dilakukan oleh pemerintah.
b.        Unsur-unsur
                        Abdullah dan Smith mengatakan unsur-unsur implementasi kebijakan yang mutlak harus ada diantaranya ; unsur Pelaksana (implementor), adanya program yang akan dilaksanakan, dan target Group.[10]
            Unsur Pelaksana, pihak pertama yang terutama mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kebijakan publik adalah unit-unit administratif atau unit-unir birokratik pada setipa tingkatan pemerintah, artinya unit-unit administratif ini berfungsi sebagai wahana melalui dan dalam hal mana berbagai kegiatan administrasi yang bertalian dengan proses kebijakan publik yang dilakukan. Dalam implementasi kebijakan ia memiliki diskresi mengenai instrument apa yang paling tepat untuk digunakan. Berdasarkan otoritas dan kapasitas adminstratif yang dimilikinya ia melakukan berbagai tindakan, mulai dari penentuan tujuan, dan sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategis organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakan manusia, pelaksanaan kegiatan operasional, pengawasan dan penilian.
                        Dalam pelaksanaan kebijakan publik, phase pertama yang harus dilakukan oleh administrator dalam setiap unit administratif adalah menetapkan tujuan dan sasaran dari rencananya, kemudian berdasarkan hasil analisis perumusan kebijakan ditentukan kebijakan administratif yang bersifat kedalam. Dengan berpijak kepada kebijakan yang telah ditentukan dilakukan penyusunan rencana, rencana-rencana yang telah disusun dijabarkan dalam program operasional, penyusunan program menggambarkan tentang jenis kegiatan yang harus dilakukan dalam bentuk urian kegiatan yang jelas.
                        Selanjutnya phase kedua yang harus dilakukan oleh administrator adalah pengorganisasian. Dengan melalui tindakan ini akan terbentuk suatu organisasi yang siap untuk melaksanakan program-program yang telah ditetapkan. Oleh karena dengan melalui pengorganisasian, tenaga manusia, alat, tugas, wewenang, tanggungjawab dan tata kerja ditata sedemikian rupa sehingga dapat digerakan untuk melaksanakan kegiatan.
                        Dan phase terakhir yang harus dilakukan oleh administrator dari unit-unit administratif adalah mengembangkan metode-metode dan prosedur-prosedur yang dibutuhkan, termasuk cara-cara untuk terus menerus meninjau hasil-hasil sewaktu program itu dalam proses pelaksanaan.
            Program, pada hakekatnya implementasi kebijakan adalah implementasi program. Program-program yang bersifat operasional berisikan tentang kejelasan tujuan atau sasaran tetapi secara rinci telah telah menggambarkan pula alokasi sumber daya yang diperlukan, kemudian kejelasan metode dan prosedur kerja yang harus ditempuh, dan kejelasan standar yang harus dipedomani. Sehubungan dengan program ini, Terry mengungkapkan bahwa program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metoda, standard dan biaya.[11]

3.      Kriteria Pengukuran Implementasi Kebijakan
Untuk mengukur kinerja implementasi suatu kebijakan publik harus memperhatikan variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan. Perhatian itu perlu diarahkan karena melalui pemilihan kebijakan yang tepat maka masyarakat dapat berpartisipasi memberikan kontribusi yang optimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya, ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih diperlukan organisasi pelaksana, karena di dalam organisasi ada kewenangan dan berbagai sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan bagi pelayanan publik. Sedangkan lingkungan kebijakan tergantung pada sifatnya yang positif atau negatif. Jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan akan menghasilkan dukungan positif sehingga lingkungan akan berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan negatif maka akan terjadi benturan sikap, sehingga proses implementasi terancam akan gagal. Lebih daripada tiga aspek tersebut, kepatuhan kelompok sasaran kebijakan merupakan hasil langsung dari implementasi kebijakan yang menentukan efeknya terhadap masyarakat.
           Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan Franklin didasarkan pada tiga aspek, yaitu:
a.       tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di atasnya atau tingkatan birokrasi sebagaimana diatur dalam undang-undang,
b.      adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah; serta
c.       pelaksanaan dan dampak (manfaat) yang dikehendaki dari semua program yang ada terarah.[12]      
           Sedangkan menurut  Goggin et al. proses implementasi kebijakan sebagai upaya transfer informasi atau pesan dari institusi yang lebih tinggi ke institusi yang lebih rendah diukur keberhasilan kinerjanya berdasarkan variabel:
a.       dorongan dan paksaan pada tingkat federal,
b.      kapasitas pusat/negara, dan
c.       dorongan dan paksaan pada tingkat pusat dan daerah.[13]
Variabel dorongan dan paksaan pada tingkat pusat ditentukan oleh legitimasi dan kredibilitas, yaitu semakin sahih kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat di mata daerah maka semakin besar kredibilitasnya, begitu pula sebaliknya. Untuk mengukur kekuatan isi dan pesan kebijakan dapat dilihat melalui: besarnya dana yang dialokasikan, dengan asumsi bahwa semakin besar dana yang dialokasikan maka semakin serius kebijakan tersebut dilaksanakan dan bentuk kebijakan yang memuat antara lain, kejelasan kebijakan, konsistensi pelaksanaan, frekuensi pelaksanaan dan diterimanya pesan secara benar. Sementara itu, untuk mengetahui variabel kapasitas pusat atau kapasitas organisasi dapat dilihat melalui seberapa jauh organisasi pelaksana kebijakan mampu memanfaatkan wewenang yang dimiliki, bagaimana hubungannya dengan struktur birokrasi yang ada dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai sumberdaya yang tersedia dalam organisasi dan dalam masyarakat.
Dengan kata lain, keefektifan kebijakan atau program tergantung pada tingkat kesesuaian antara program dengan pemanfaat, kesesuaian program dengan organisasi pelaksana dan kesesuaian program kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana.
Selain kriteria pengukuran implementasi kebijakan di atas, perlu pula dipahami adanya hubungan pengaruh antara implementasi kebijakan dengan faktor lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Meter dan Van Horn  bahwa terdapat variabel bebas yang saling berkaitan sekaligus menghubungkan antara kebijakan dengan prestasi kerja. Variabel yang dimaksud oleh keduanya meliputi: ukuran dan tujuan kebijakan, sumber kebijakan, ciri atau sifat badan/instansi pelaksana, komunikasi antar organisasi terkait dan komunikasi kegiatan yang dilaksanakan, dan sikap para pelaksana, serta lingkungan ekonomi, sosial dan politik.[14]
Dalam proses implementasi kebijakan yang ideal akan terjadi interaksi dan reaksi dari organisasi pengimplementasi, kelompok sasaran dan faktor lingkungan yang mengakibatkan munculnya tekanan dan diikuti dengan tindakan tawar-menawar atau transaksi. Dari transaksi tersebut diperoleh umpan balik yang oleh pengambil kebijakan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam perumusan kebijakan selanjutnya. Quade memberikan gambaran bahwa terdapat empat variabel yang harus diteliti dalam analisis implementasi kebijakan publik, yaitu:
a.       Kebijakan yang diimpikan, yaitu pola interaksi yang diimpikan agar orang yang menetapkan kebijakan berusaha untuk mewujudkan;
b.      Kelompok target, yaitu subyek yang diharapkan dapat mengadopsi pola interaksi baru melalui kebijakan dan subyek yang harus berubah untuk memenuhi kebutuhannya;
c.       Organisasi yang melaksanakan, yaitu biasanya berupa unit birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan; dan
d.      Faktor lingkungan, yaitu elemen dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan.[15]
Sebagai komparasi dapat dipahami pemikiran Mazmanian dan Sabatier yang mengembangkan “kerangka kerja analisis implementasi” Menurutnya, peran penting analisis implementasi kebijakan negara ialah mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.       Variabel yang dimaksud oleh Mazmanian dan Sabatier diklasifikasikan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
a.       mudah atau sulitnya dikendalikan masalah yang digarap;
b.      kemampuan kebijakan untuk mensistematisasi proses implementasinya; dan
c.       pengaruh langsung variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam kebijakan. Ketiga variabel ini disebut variabel bebas yang dibedakan dengan tahap implementasi yang harus dilalui sebagai variabel terikat.[16]
Dari urian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam penerapan implementasi kebijakan akan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal yang berpengaruh kepada input dan output kebijakan yang telah disusun sebelumnya. Teori implementasi yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan kepadateori Quade yang memberikan gambaran tentang empat variabel yang harus diteliti dalam analisis implementasi kebijakan publik, yaitu: Kebijakan yang diimpikan, yaitu pola interaksi yang diimpikan agar orang yang menetapkan kebijakan berusaha untuk mewujudkan, Kelompok target, yaitu subyek yang diharapkan dapat mengadopsi pola interaksi baru melalui kebijakan dan subyek yang harus berubah untuk memenuhi kebutuhannya, Organisasi yang melaksanakan, yaitu biasanya berupa unit birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan; dan Faktor lingkungan, yaitu elemen dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan


                [1]Haedar Akib. Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 thn. 2010
                [2]https://www.google.co.id/?gws_rd=cr&ei=dZe8U867HNC4uATrsYKIBA#q=pengertian+implementasi+kebijakan+pdf
                [3]ibid
                [4]Ibid
                [5] ibid
                [6]ibid
                [7] Solihin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan I, (Jakarta: Haji Mas Agung, 1997 ) hal.65
            [8]Dunn, PolicyImplementation, http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/547/jbptunikompp-gdl-deanfahrez-27308-2-babii.pdf diakses tanggal 30 April 2014


[9] Tachjan, op.cit., h. 25
                [10] Tacjhan, 0p.cit,.h. 26
                [11] Tacjhan, ibid. h32
                [12] Tachjan, ibid.
                [13]ibid
                [14]Ibid.
                [15]Quade, http://journal.unisfat.ac.id/index.php/ge/article/view/112/38 diakses tanggal 2 Mei 2014
                [16]ibid

Tidak ada komentar: