A.
Konsep
Implementasi Kebijakan
Menurut Akib, pakar yang lebih awal mencurahkan perhatian dan
gagasan terhadap masalah implementasi ialah Douglas R. Bunker di depan forum the
American association for the advancement of science pada tahun 1970.[1]
Menurut Budi Winarno Implementasi
kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat
administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang
bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan
yang diinginkan.[2]
menurut teori implementasi Brian W.
Hogwodan dan Lewis A.Gunyang dikutip Solichin Abdul Wahab Adapun syarat-syarat
untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna,[3] yaitu :
1.
Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau
instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius.
Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.
2.
Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan
sumber -sumber yang cukup memadai.
3.
Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan
benar-benar tersedia.
5.
Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya
sedikit mata rantai penghubungnnya
6.
Hubungan saling ketergantungan kecil
7.
Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan
terhadap tujuan
8.
Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam
urutan yang tepat
9.
Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
Menurut teori implementasi kebijakan
George Edward III yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung
implementasi kebijakan,[4] yaitu :
1.
Komunikasi.
Ada tiga hal penting yang dibahas
dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan
(clarity).
Faktor pertama yang mendukung
implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang
mengimlementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat
dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. Faktor kedua
yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa
petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para
pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga
yang mendukung implementasi kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika
implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah
pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
2.
Sumber-sumber.
Sumber-sumber penting yang mendukung
implementasi kebijakan meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian
yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan
fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.
3.
Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah
laku-tingkah laku.
Kecenderungan dari para pelaksana
mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang
efektif. Jikapara pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu
yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka
melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan
awal.
4.
Struktur birokrasi.
Birokrasi merupakan salah satu badan
yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik
itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta
Menurut Bambang Sunggono,
implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat,[5] yaitu:
1.
Isi kebijakan.
Pertama, implementasi
kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi
tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau
program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua,
karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan
dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga
menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan
implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan
yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut
waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
2.
Informasi
Implementasi
kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung
mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan
perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya
gangguan komunikasi.
Pelaksanaan
suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimlementasiannya
tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
4.
Pembagian Potensi
Sebab
musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga
ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam
implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang
organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan
masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan
dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang
kurang jelas.
Upaya
mengatasi hambatan implementasi kebijakan peraturan perundang-undangan
merupakan sarana bagi implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan
menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh
sarana -sarana yang memadai. Adapun unsur -unsur yang harus dipenuhi agar suatu
kebijakan dapat terlaksana dengan baik,[6] yaitu :
a.
Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri,
di mana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara
kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat.
b.
Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau
kebijakan. Petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi,
dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan)
suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang
sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam
melaksanakan kebijakan/peraturan hukum.
c.
Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung
pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan
ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas
yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan
dalam pelaksanaannya.
d.
Warga masyarakat sebagai obyek, dalam hal ini
diperlukan adanya kesadaran hukum masyarakat, kepatuhan hukum, dan perilaku
warga masyarakat seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan
1.
Model
Implementasi Kebijakan
Studi implemetasi sebuah kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah suatu yang sangat kompeten untuk
dipelajari dan dicermati secara seksama karena hal ini menyangkut hasil dan
berdampak kepada hajat hidup orang banyak. Hal-hal pokok yang menjadi acuan
teoritik dalam penilitian ini,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier,
implementasi yaitu:
“memahami
apa yang senyatanya terjadi sesudah sesuatu program dinyatakan berlaku atau
dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni
kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkanya pedoman
kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian.[7]
Sedangkan menurut William N. Dunn, mengistilahkan
implementasi secara lebih khusus, adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi
kebijakan di dalam kurun waktu tertentu.[8]
Proses implementasi kebijakan
publik baru dapat di mulai apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah
ditetapkan, program-program telah dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk
pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Implementasi
kebijakkan menurut Teori George C. Edward pengaruhi oleh empat variabel, yaitu:
a. Communicacions
(Komunikasi), mempunyai peranan yang penting sebagai acuan
pelaksanaan kebijakan mengetahui persis apa yang akan dikerjakan, ini berarti
komunikasi juga dinyatakan dengan perintah dari atasan terhadap pelaksanan
kebijakan, sehingga komunikasi harus dinyatakan dengan jelas, cepat dan
konsisten.
b. Resources (sumberdaya), dimana
meskipun isi sumber daya telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten,
tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, maka
implementasi tidak akan berjalan efektif.
c. Dispositions (disposisi),
adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, apabila
implementor mempunyai disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat
kebijakan.
d. Bureaucratic
Structure
(struktur Birokrasi), merupakan susunan komponen (unit-unit) kerja dalam
organisasi yang menunjukan adanya pembagian kerja serta adanya kejelasan
bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda diintegrasikan atau
dikoordinasikan, selain itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialis
pekerjaan.
Berdasarkan
pemahaman di atas konklusi dari implementasi jelas mengarah kepada
pelaksana dari suatu keputusan yang di buat oleh eksekutif. Pemerintah dalam
hal ini adalah yang membuat dan melaksanakan peraturan daerah merupakan pion
penting dalam penyelenggara pemerintahan. Pelayanan dan pengaturan berkenaan
dengan nilai dasar yang dijelaskan pada konsep tentang masyarakat yaitu
mengenai hak dan kewajiban masarakat.
2.
Proses Implementasi Kebijakan Publik
Tachjan
mengungkapkan proses implementasi kebijakan publik terdiri dari konsep,
unsur-unsur dan model-model.[9]
a.
Konsep
Implementasi
kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminstratif yang dilakukan setelah
kebijakan ditetapkan atau disetujui. Kegiatan ini terletak diantara perumusan
kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang
top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif
yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat kongkrit atau
mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika battom-up, dalam
arti proses ini di awali dengan pemetaan kebutuhan public atau pengakomodasian
tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternative
cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan.Selanjutnya tindakan
implementasi kebijakan dapat pula dibedakan kedalam masukan sumber daya, dan
kegiatan adminstrasi, organisasi yang membentuk transformasi masukan kebijakan
ke dalam hasil-hasil dan dampak kebijakan.
Bertitik tolak
dari urian di atas, dapat dikemukakan bahwa fungsi dan tujuan implementasi
ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujan ataupun
sasaran-sasaran kebijakan publik dapat
diwujudkan sebagai hasil akhir yang dilakukan oleh pemerintah.
b.
Unsur-unsur
Abdullah
dan Smith mengatakan unsur-unsur implementasi kebijakan yang mutlak harus ada
diantaranya ; unsur Pelaksana (implementor), adanya program yang akan
dilaksanakan, dan target Group.[10]
Unsur
Pelaksana, pihak pertama yang terutama mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan kebijakan publik adalah unit-unit administratif atau unit-unir
birokratik pada setipa tingkatan pemerintah, artinya unit-unit administratif
ini berfungsi sebagai wahana melalui dan dalam hal mana berbagai kegiatan
administrasi yang bertalian dengan proses kebijakan publik yang dilakukan.
Dalam implementasi kebijakan ia memiliki diskresi mengenai instrument apa yang
paling tepat untuk digunakan. Berdasarkan otoritas dan kapasitas adminstratif
yang dimilikinya ia melakukan berbagai tindakan, mulai dari penentuan tujuan,
dan sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategis
organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program,
pengorganisasian, penggerakan manusia, pelaksanaan kegiatan operasional,
pengawasan dan penilian.
Dalam
pelaksanaan kebijakan publik, phase pertama yang harus dilakukan oleh
administrator dalam setiap unit administratif adalah menetapkan tujuan dan
sasaran dari rencananya, kemudian berdasarkan hasil analisis perumusan kebijakan
ditentukan kebijakan administratif yang bersifat kedalam. Dengan berpijak
kepada kebijakan yang telah ditentukan dilakukan penyusunan rencana,
rencana-rencana yang telah disusun dijabarkan dalam program operasional,
penyusunan program menggambarkan tentang jenis kegiatan yang harus dilakukan
dalam bentuk urian kegiatan yang jelas.
Selanjutnya
phase kedua yang harus dilakukan oleh administrator adalah pengorganisasian.
Dengan melalui tindakan ini akan terbentuk suatu organisasi yang siap untuk melaksanakan
program-program yang telah ditetapkan. Oleh karena dengan melalui
pengorganisasian, tenaga manusia, alat, tugas, wewenang, tanggungjawab dan tata
kerja ditata sedemikian rupa sehingga dapat digerakan untuk melaksanakan
kegiatan.
Dan
phase terakhir yang harus dilakukan oleh administrator dari unit-unit
administratif adalah mengembangkan metode-metode dan prosedur-prosedur yang
dibutuhkan, termasuk cara-cara untuk terus menerus meninjau hasil-hasil sewaktu
program itu dalam proses pelaksanaan.
Program,
pada hakekatnya implementasi kebijakan adalah implementasi program.
Program-program yang bersifat operasional berisikan tentang kejelasan tujuan
atau sasaran tetapi secara rinci telah telah menggambarkan pula alokasi sumber
daya yang diperlukan, kemudian kejelasan metode dan prosedur kerja yang harus
ditempuh, dan kejelasan standar yang harus dipedomani. Sehubungan dengan
program ini, Terry mengungkapkan bahwa program merupakan rencana yang bersifat
komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan
terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan,
prosedur, metoda, standard dan biaya.[11]
3.
Kriteria Pengukuran Implementasi Kebijakan
Untuk mengukur kinerja implementasi suatu
kebijakan publik harus memperhatikan variabel kebijakan, organisasi dan
lingkungan. Perhatian itu perlu diarahkan karena melalui pemilihan kebijakan
yang tepat maka masyarakat dapat berpartisipasi memberikan kontribusi yang
optimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya, ketika sudah
ditemukan kebijakan yang terpilih diperlukan organisasi pelaksana, karena di
dalam organisasi ada kewenangan dan berbagai sumber daya yang mendukung
pelaksanaan kebijakan bagi pelayanan publik. Sedangkan lingkungan kebijakan
tergantung pada sifatnya yang positif atau negatif. Jika lingkungan
berpandangan positif terhadap suatu kebijakan akan menghasilkan dukungan
positif sehingga lingkungan akan berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi
kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan negatif maka akan terjadi
benturan sikap, sehingga proses implementasi terancam akan gagal. Lebih
daripada tiga aspek tersebut, kepatuhan kelompok sasaran kebijakan merupakan
hasil langsung dari implementasi kebijakan yang menentukan efeknya terhadap
masyarakat.
Kriteria
pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan Franklin didasarkan
pada tiga aspek, yaitu:
a.
tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi
di atasnya atau tingkatan birokrasi sebagaimana diatur dalam undang-undang,
b.
adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya
masalah; serta
c.
pelaksanaan dan dampak (manfaat) yang
dikehendaki dari semua program yang ada terarah.[12]
Sedangkan
menurut Goggin et al. proses
implementasi kebijakan sebagai upaya transfer informasi atau pesan dari
institusi yang lebih tinggi ke institusi yang lebih rendah diukur keberhasilan
kinerjanya berdasarkan variabel:
a.
dorongan dan paksaan pada tingkat federal,
b.
kapasitas pusat/negara, dan
c.
dorongan dan paksaan pada tingkat pusat dan
daerah.[13]
Variabel dorongan dan paksaan pada tingkat
pusat ditentukan oleh legitimasi dan kredibilitas, yaitu semakin sahih
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat di mata daerah maka semakin
besar kredibilitasnya, begitu pula sebaliknya. Untuk mengukur kekuatan isi dan
pesan kebijakan dapat dilihat melalui: besarnya dana yang dialokasikan, dengan
asumsi bahwa semakin besar dana yang dialokasikan maka semakin serius kebijakan
tersebut dilaksanakan dan bentuk kebijakan yang memuat antara lain, kejelasan
kebijakan, konsistensi pelaksanaan, frekuensi pelaksanaan dan diterimanya pesan
secara benar. Sementara itu, untuk mengetahui variabel kapasitas pusat atau
kapasitas organisasi dapat dilihat melalui seberapa jauh organisasi pelaksana
kebijakan mampu memanfaatkan wewenang yang dimiliki, bagaimana hubungannya
dengan struktur birokrasi yang ada dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai
sumberdaya yang tersedia dalam organisasi dan dalam masyarakat.
Dengan kata lain, keefektifan kebijakan atau
program tergantung pada tingkat kesesuaian antara program dengan pemanfaat,
kesesuaian program dengan organisasi pelaksana dan kesesuaian program kelompok
pemanfaat dengan organisasi pelaksana.
Selain kriteria pengukuran implementasi kebijakan
di atas, perlu pula dipahami adanya hubungan pengaruh antara implementasi
kebijakan dengan faktor lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Meter dan Van
Horn bahwa terdapat variabel bebas yang
saling berkaitan sekaligus menghubungkan antara kebijakan dengan prestasi
kerja. Variabel yang dimaksud oleh keduanya meliputi: ukuran dan tujuan
kebijakan, sumber kebijakan, ciri atau sifat badan/instansi pelaksana,
komunikasi antar organisasi terkait dan komunikasi kegiatan yang dilaksanakan,
dan sikap para pelaksana, serta lingkungan ekonomi, sosial dan politik.[14]
Dalam proses implementasi kebijakan
yang ideal akan terjadi interaksi dan reaksi dari organisasi pengimplementasi,
kelompok sasaran dan faktor lingkungan yang mengakibatkan munculnya tekanan dan
diikuti dengan tindakan tawar-menawar atau transaksi. Dari transaksi tersebut
diperoleh umpan balik yang oleh pengambil kebijakan dapat digunakan sebagai
bahan masukan dalam perumusan kebijakan selanjutnya. Quade memberikan gambaran
bahwa terdapat empat variabel yang harus diteliti dalam analisis implementasi
kebijakan publik, yaitu:
a.
Kebijakan yang diimpikan, yaitu pola interaksi
yang diimpikan agar orang yang menetapkan kebijakan berusaha untuk mewujudkan;
b.
Kelompok target, yaitu subyek yang diharapkan
dapat mengadopsi pola interaksi baru melalui kebijakan dan subyek yang harus
berubah untuk memenuhi kebutuhannya;
c.
Organisasi yang melaksanakan, yaitu biasanya
berupa unit birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab mengimplementasikan
kebijakan; dan
d.
Faktor lingkungan, yaitu elemen dalam
lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan.[15]
Sebagai komparasi dapat dipahami pemikiran
Mazmanian dan Sabatier yang mengembangkan “kerangka kerja analisis
implementasi” Menurutnya, peran penting analisis implementasi kebijakan negara
ialah mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan formal pada
keseluruhan proses implementasi. Variabel
yang dimaksud oleh Mazmanian dan Sabatier diklasifikasikan ke dalam tiga
kategori umum, yaitu:
a.
mudah atau sulitnya dikendalikan masalah yang
digarap;
b.
kemampuan kebijakan untuk mensistematisasi
proses implementasinya; dan
c.
pengaruh langsung variabel politik terhadap
keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam kebijakan. Ketiga variabel
ini disebut variabel bebas yang dibedakan dengan tahap implementasi yang harus
dilalui sebagai variabel terikat.[16]
Dari urian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa
dalam penerapan implementasi kebijakan akan dipengaruhi oleh kondisi internal
dan eksternal yang berpengaruh kepada input dan output kebijakan yang telah
disusun sebelumnya. Teori implementasi yang akan digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan kepadateori Quade yang memberikan gambaran tentang empat variabel
yang harus diteliti dalam analisis implementasi kebijakan publik, yaitu:
Kebijakan yang diimpikan, yaitu pola interaksi yang diimpikan agar orang yang
menetapkan kebijakan berusaha untuk mewujudkan, Kelompok target, yaitu subyek
yang diharapkan dapat mengadopsi pola interaksi baru melalui kebijakan dan
subyek yang harus berubah untuk memenuhi kebutuhannya, Organisasi yang
melaksanakan, yaitu biasanya berupa unit birokrasi pemerintah yang
bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan; dan Faktor lingkungan, yaitu
elemen dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan
[8]Dunn, PolicyImplementation, http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/547/jbptunikompp-gdl-deanfahrez-27308-2-babii.pdf diakses
tanggal 30 April 2014
[9] Tachjan, op.cit., h. 25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar