D. Manajemen Kinerja dan Otonomi Pemberdayaan Masyarakat
Manajemen
berasal dari kata to manageyang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan
melalui proses dan diatur berdarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu.[1]
Mary Parker
Follet, mendefinisikan manajemen: sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui
orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan
mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.[2]
Menurut TH. Nelson dan Oey Liang, manajemen dinyatakan
bahwa manajemen sebagai ilmu dan seni, manajemen dapat dinyatakan sebagai ilmu,
karena manajemen merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis dan telah
diterima sebagai kebenaran-kebenaran yang universal.[3]
James A.F.
Stoner mendefinisikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengawasan upaya anggota organisasi dan menggunakan semua
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[4]
Dari
dfinisi tersebut dapat ditarik beberapa pokok pikiran penting sebagai berikut:
Proses,proses adalah
suatu cara yang sistematis untuk melakukan sesuatu. Manajemen didefinisikan
sebagai suuatu proses karena semua manajer, apapun keahlian dan ketrampilannya,
terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan dalam upaya mencapat
tujuan organisasi.
Perencanaan,
menunjukkan
bahwa para menejer memikrkan tujuan dan kegiatannya sebelum melaksanakannya.
Kegiatan mereka biasanya berdasar pada suatu cara, atau logika.
Pengorganisasian,
ini berarti
manajer itu mengkoordinir sumber daya manusia dan sumber daya lain yang
dimiliki organisasi
Memimpin, ini menunjukkan
bagaimana para menejer mengarahkan dan mempengaruhi bawahannya, menggunakan orang
lain untuk melaksanakan suatu tugas tertentu.
Pengawasan,
ini berarti
para menajer berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah
atau jalur tujuan.
Kinerja
adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian
organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya (Srimindarti, 2006).[5]
Menurut
Mangkunegara, kinerja adalah: hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.[6]
Sedangkan
menurut Ilyas, kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan
individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas
kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga
kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.[7]
Dari
pengertian kinerja di atas, kinerja menyangkut tiga komponen penting, yaitu:
tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi
merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. tujuan ini akan memberi arah dan
memengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap
setiap personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab
itu dibutuhkan ukuran, apakah seseorang telah mencapai kinerja yang diharapkan.
Untuk kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan
memegang peranan penting.
Menurut
Wibowo manajemen Kinerja adalah “Manajemen tentang menciptakan hubungan dan
memastikan komunikasi yang efektif. Dan menfokuskan pada apa yang diperlukan
oleh organisasi, manejer, dan pekerja untuk berhasil”.[8]
Dalam mengelola sebuah organisasi
manajemen kinerja pada hakekatnya diperlukan dalam mengelola seluruh kegiatan
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditatapkan sebelumnya.
Manajemen kinerja memberikan manfaat bukan hanya bagi organisasi, tetapi juga
menejer dan induvidu, sehingga
memberikan manfaat diantaranya; menyesuaikan tunjuan organisasi dan tujuan tim
dan induvidu, memperbaiki kinerja, memotivasi pekerja, meningkatkan komitmen
mendukung nilai-nilai inti, memperbaiki proses pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar ketrampilan.[9]
Wibowo mengemukakan bahwa manajemen
kinerja mempunyai prinsip dasar, yaitu: strategis, merumuskan tujuan, menyusun
perencanaan, mendapatkan umpan balik, melakukan pengukuran, melakukan perbaikan
kinerja, sifatnya berkelanjutan, menciptakan budaya, melakukan pengembangan,
berdasarkan kejujuran, memberikan pelayanan, menjalankan tanggungjawab,
dirasakan seperti bermain, adanya rasa kasihan, terdapat consensus dan
kerjasama serta komunikasi dua arah[10].
Strategis, manajemen kinerja
bersifat strategis dalam arti membahas masalah kinerja secara lebih luas, lebih
urgen dan dengan tujuan jangka panjang. Perumusan visi dan misi organisasi akan
menjadi inspirasi dalam penetapan tujuan organisasi.
Perumusan tujuan, manajemen kinerja
dimulai dengan melakukan perumusan dan mengklarifikasi terlebih dahulu tujuan
yang hendak dicapai orgaanisasi. Sesuai dengan jenjang organisasiyang dimiliki,
selanjutnya tujuan yang sudah dirumuskan tersebut dirinci lebih lanjut menjadi
tujuan di tingkat yang lebih rendah.
Perencanaan,
perencanaan kinerja menyangkut pendefinisian tujuan dan sasaran organisasi,
membangun strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan tersebut dan mengembangkan
hierarki perencanaan secara konfrehensif untuk mengitegrasikan dan
mengkoordinasikan aktivitas.
Umpan balik, pelaksanaan
manajemen kinerja memerlukan umpan balik terus menerus. Umpan balik
memungkinkan pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari pekerjaan oleh
induvidu dipergunakan untuk memodifikasi tujuan organisasi.
Pengukuran, setiap organisasi
berkeinginan mencapai tingkat kinerja tinggi. Untuk itu perlu mengetahui
perkembangan pencapaian standar, target dan waktu yang tersedia. Pengukuran
perlu dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan dapat berjalan sesuai
rencana.
Perbaikan kinerja, kinerja
induvidu, tim atau organisasi mungkin dapat mencapai tujuan dan sasaran seperti
diharapkan, namun dapat pula tidak mencapai harapan. Perbaikan terhadap kinerja
harus dilakukan karena prestasi kerja yang dicapai tidak seperti yang
diharapkan.
Berkelanjutan, manajemen
kinerja merupakan suatu proses yang sifatnya berlangsung secara terus menerus,
berkelanjutan, bersifat evolusioner, dimana kinerja secara bertahap selalu
diperbaiki sehingga menjadi semakin lebih baik.
Menciptakan budaya, budaya
merupakan kegiatan manusia yang sistematis diturunkan dari generasi ke generasi
melalui berbagai proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang
paling cocok dengan lingkungannya.
Pengembangan, kinerja suatu organisasi
tergantung pada kompetensi sumber daya manusia didalamnya, baik berbagai
induvidu maupun sebagai tim. Sumber daya manusia adalah aset bagi organisasi.
Organisasi yang cerdas dan berkeinginan untuk meningkatkan kinerjanya, harus
berupaya mengembangkan sumber daya manusianya secara berkelanjutan.
Kejujuran,kejujuran
menampakkan diri dalam komunikasi umpan balik yang jujur antara manajer,
pekerja, dan reakan kerja. Kejujuran
termasuk dalam mengekspresikan pendapat, menyampaikan fakta, memberikan pertimbangan
dan perasaan
Pelayanan, setiap aspek dalam
proses kinerja harus memberikan pelayanan kepada sstakehoder, yaitu
pekerja, manajer, pemilik dan pelanggan. Dalam proses ini umpan balik dan
pengukuran harus membantu pekerja dan perencanaan kinerja.
Pemberdayaan masyarakat merupakan
prasyarat utama dalam mengimplementasikan desentralisasi dan otonomi daerah
dimana pembangunan mulai dari tahap perencanaan hingga pengawasan melibatkan
partisipasi masyarakaat. Partisipasi masyarakat mendorong proses demokratisasi
berjalan dengan lancar dengan prinsip dasar partisipasi, kontrol, transparansi
dan akutabilitas.
Pemberdayaan masyarakat menurut Arbi
Sanit di maksudkan sebagai upaya mentransformasikan segenap potensi pertumbuhan
masyarakatmenjadi kekuatan nyata untuk masyarakat melindungi dan memperjuangkan nilai-nilai dan
kepentingan di dalam setiap arena segenap aspek kehidupan.[11]
Secara fungsional pemberdayaan
masyarakat dimaksudkan pula sebagai upaya melegitimasi dan memperkokoh segala
bentuk gerakan masyarakat yang ada , mulai dari gerakan kesejahteraan mandiri
masyarakat dengan ujung tombak LSM; berlanjut kepada gerakan protes masyarakat
terhadap dominasi dan intervensi birokrasi negara. Kesenewengandunia
industri dan serba mencakupnya globalisasi, dan sampai pada gerakan moral
kepada kekuatan (force)telanjang yang menjadi andalan hubungan sosial
dalam tiga dekade terakhir.[12]
Pemerintah sebagai representasi
keberadaan negara bertujuan dan bertugas meningkatkan kesejahtaraan bagi
kearifan lokal yang merupakan suatu tatanan nilai dan menjadi pedoman hidup
yang dimiliki masing-masing kelompok masyarakat. Nilai-nilai tersebut memiliki
karakteristik tersendiri, meskipun memiliki kesamaan pola dalam
keberagamantatanan antara kelompok mayarakat yang satu dengan kelompok
masyrakat yang lain.[13]
Dari urian di atas dapat dipahami bahwa
pemberdayaan masyarakat harus melibatkan seluruh dalam rangka mewujudkan
otonomi daerah yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, dibidang keagamaan melalui
pembinaan dan pengembangan kegiatan keagamaan. Khususnya dibidang pembelajaran
al-Qurˆan, pemerintah daerah memiliki dasar yang strategis dalam
menumbuhkembangkan kegiatan tersebut melalui pemberdayaan manajemen yang
berkualitas, sehingga diharapkan
pengelolaan kegiatan pandai baca tulis al-Qurˆan berlandaskan pada manajemen
modern yang sifatnya dinamis. Meskipun pemberdayaan masyarakat bukan semata -mata untuk
menerapkan nilai-nilai religius ditengah-tengah masyarakat, tapi dari sudut
pandang kita pemberdayaan masyarakat secara implisit juga mengandung arti
menegakkan nilai-niliai kearifan lokal. Kearifan lokal secara harfiah berarti
mengandung nilai-nilai, pandangan-pandangan
setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya, yang berlangsung adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat.
Untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat
dibidang keagamaan adalah perlunya masyarakat berpartisipasi dengan sebaik-baiknya.
Kita bisa memberikan masukan dan saran untuk pengembangan daerah karena sesuai
dengan undang-undang otonomi daerah dinyatakan bahwa partisipasi masyarakat
sangat diharapkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan.
Dengan adanya partisipasi langsung dari masyarakat diharapkan akan muncul
perda-perda yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, khususnya
dalam bidang pemberdayaan masyarakat dibidang keagamaan.
[5]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27913/4/Chapter%20II.pdf diakses
tanggal 10 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar