. Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
Studen Team
Achievement Divisions (STAD) merupakan model pembelajaran kooperatif
yang dikembangkan oleh R. Slavin dan kawan-kawannya di Universitas john hopkin.[1] Model
ini merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang paling sederhana
dan sebuah strategi yang bagus bagi guru pemula untuk menggunakan pendekatan
kooperatif.
Studen Team Achievement Divisions (STAD)
terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, kerja tim, kuis, skor
perbaikan individu, dan penghargaan tim.
1.
Presentasi kelas
Bahan ajar dalam STAD mula-mula
diperkenalkan melalui presentasi kelas. Presentasi kelas dalam STAD berbeda
dari pengajaran biasa, dimana pada presentasi tersebut harus jelas memfokuskan
pada unit STAD. Dengan cara ini, siswa menyadari bahwa mereka harus
sungguh-sungguh memperhatikan presentasi kelas tersebut, karena dengan begitu
akan membuat mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka
menentukan skor timnya.
2.
Kerja tim
Tim terdiri dari 4 sampai dengan 5
orang siswa yang mewakili heterogenitas kelas dalam kinerja akademik, yang
terdiri dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Fungsi utama
tim adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil menghadapi kuis. Setelah guru
mempresentasikan bahan ajar, tim tersebut berkumpul untuk mempelajari materi
yang diberikan guru.
3.
Kuis
Setelah satuu sampai dua periode
presentasi dari guru, dan satu sampai dua periode latihan tim, para siswa
dikenali kuis individu. Siswa tidak dibenarkan saling membantu selama kuis
berlangsung. Hal ini menjamin agar secara individu bertanggung jawab untuk
memahami bahan ajar tersebut.
4.
Skor
perkembangan individu/ Poin perbaikan.
Setiap siswa dapat menyumbangkan
poin maksimum kepada timnya dalam sistem penskoran. Namun tidak seorang siswa
pun dapat menyumbangkan poin maksimum tanpa menunjukkan perbaikan atas kinerja
masa lalu. Setiap siswa diberikan sebuah skor dasar yang dihiting dari kinerja
rata-rata siswa pada kuis serupa sebelumnya. Kemudian siswa memperoleh poin
untuk timnya didasarkan pada beberapa banyak skor kuis melampaui skor dasar
mereka. Poin tersebut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut
Perhitungan Skor Perkembangan. [2]
No
|
Skor
Tes
|
Nilai
Perkembangan
|
1
|
Lebih dari 10 poin di bawah skor
awal
|
5
|
2
|
Sepuluh hingga 1 poin di bawah
skor awal
|
10
|
3
|
Skor awal hingga 10 poin di
atasnya
|
20
|
4
|
Lebih dari 20 poin di atas skor
awal
|
|
5.
Penghargaan Tim
/ Skor Tim
Untuk menghitung skor tim dapat
dilakukan dengan memasukkan setiap poin perbaikan siswa dalam lembar ikhtisar
tim, kemudian dijumlahkan dan dibagi sesuai dengan jumlah anggita tim. Skor
rata-rata ini digunakan untuk menentukan kriteria penghargaan untuk tim. Dalam
hal ini terdapat tiga tingkatan penghargaan, yaitu :
Perolehan Skor dan Penghargaan Tim Tipe STAD.[3]
No
|
Perolehan
Skor
|
Predikat
|
1
2
3
|
15 –
19
20 –
24
25 -
30
|
Good team
Great team
Super team
|
E. Kecerdasan
Interpersonal
1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan
masalah dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia.
Kecerdasan adalah bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi
oleh kebudayaan.[4] Menurut
Gardner yang dikutip oleh. Colin Rose dan Malcolm J. Nichol "kecerdasan adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah atau
menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau
lebih".[5]
Menurut Thomas Armstrong yang dikutip oleh T. Hermaya bahwa kecerdasan
merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk
belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada
konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan
kita dan bukan bergantung pada nilai IQ, gelar perguruan tinggi atau
reputasi bergensi.[6]
Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan
mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud motivasi serta
perasaan orang lain, kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ekspresi
wajah kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal dan
kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu.[7]
Kecerdasan antar pribadi adalah kemampuan untuk
memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Kecerdasan ini menuntut
kemampuan untuk menyerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat dan
hasrat orang lain. Seseorang yang mempunyai kecerdasan ini bisa mempunyai
rasa belas kasihan dan tanggung jawab sosial yang besar.
Menurut Thomas Armstrong yang dikutip oleh Rina
Buntaran bahwa kecerdasan interpersonal melibatkan kemampuan untuk
memahami dan bekerja dengan orang lain. Kecerdasan antar
pribadi melibatkan banyak hal, mulai dari kemampuan berempati pada orang lain,
sampai kemampuan memanipulasi sekelompok
besar orang menuju pencapaian suatu
tujuan bersama. Kecerdasan antar pribadi mencakup kemampuan "membaca
orang" (misalnya menilai orang
lain dalam waktu beberapa detik),
kemampuan berteman dan keterampilan yang dimiliki beberapa orang untuk bisa berjalan memasuki sebuah ruangan
dan mulai menjalin kontak atau pribadi yang penting karena begitu banyak aspek
kehidupan yang melibatkan interaksi
dengan orang lain, kecerdasan antar pribadi mungkin sebenarnya lebih penting bagi
keberhasilan dalam hidup.[8]
Dari kutipan di atas
dapat dipahami bahwa kecerdasan interpersonal
merupakan suatu kecerdasan di mana siswa berinteraksi baik dengan siswa yang lain dan berusaha untuk memahami
siswa yang lain dalam proses belajar, saling membantu satu sama
lain, sehingga siswa yang memiliki kemampuan
yang kurang bisa lebih aktif untuk mencari atau belajar dengan giat, berpartisipasi serta termotivasi dalam
belajar.
Beberapa
anak yang kecerdasan antar pribadinya tinggi memperlihatkan kemampuan alami untuk mengantisipasi keinginan guru, bekerja sama dalam kegiatan sekolah dan berhasil
secara akademis walau mungkin mereka mempunyai masalah khusus. Jika seorang
anak mempunyai masalah penyesuaian diri dengan
teman-teman sekelasnya, mereka mungkin memperlihatkan kemampuan memimpin
atau berempati dalam konteks lain.[9]
Memahami proses antar pribadi
merupakan kecerdasan tersendiri, begitu pula bila anda mampu
menggunakan informasi dalam kehidupan untuk berhubungan dengan orang lain
secara efektif. Individu yang paling efektif berhubungan dengan orang
lain mungkin mempunyai berbagai keterampilan persepsi sosial dan
keterampilan berpikir yang digambarkan di atas. Kemampuan untuk
menggunakan pemahaman tadi untuk bernegosiasi dengan orang lain,
meyakinkan orang lain untuk mengikuti tindakan tertentu, menyelesaikan
konflik antara individu, mendapat informasi penting dari rekan sejawat,
serta mempengaruhi rekan kerja dan teman sebaya dengan berbagai cara.
Kita dapat memperoleh kecerdasan
dari orang lain, kata Howard Gardner, bila anda mengetahui cara
untuk membujuknya agar mau membantu anda. Dalam kehidupan, itulah strategi
yang terbaik memobilisasi orang lain.[10]
Dapat dipahami bahwa seorang siswa
dikatakan akan berhasil dalam belajar apabila siswa itu cerdas dan
memiliki kecerdasan untuk memahami orang lain. Dengan kecerdasannya itu bisa
menumbuhkan suatu perubahan bagi temannya yang lain dan menjadikan suasana
belajar yang aktif dan kreatif, sehingga tercapai tujuan belajar
sesuai dengan apa yang diinginkan.
1.
Ciri-ciri Kecerdasan Interpersonal
Setiap kecerdasan memiliki ciri-ciri atau
karakteristik. Dengan ciri-ciri tersebut, maka dapat ditentukan bahwa
kecerdasan apa yang dimaksud, begitu juga dengan kecerdasan
interpersonal memiliki ciri-ciri tertentu.
Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan
interpersonal antara
lain:
a. Mempunyai banyak teman di sekolah maupun di lingkungannya
b. Suka
bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggal
c.
Sangat mengenal lingkungannya
d. Banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam
sekolah
e. Berperan sebagai penengah ketika terjadi pertikaian atau konflik
di antara teman
f.
Menikmati berbagai permainan kelompok
g. Berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang
lain
h. Suka di cari sebagai "penasehat" atau
"pemecah masalah" oleh temannya
i.
Berbakat menjadi
pemimpin dan berprestasi dalam belajar
Berdasarkan ciri di atas jelas
bahwa anak-anak yang mempunyai kemampuan dalam bidang kecerdasan
antar pribadi bisa memahami orang lain. Mereka saling membantu di
antara teman-teman mereka baik itu di lingkungan kelas maupun di luar
kelas. Selain ciri-ciri di atas
ada ciri-ciri orang yang memiliki intelligensi interpersonal yang bagus antara lain:
a. Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang
lain
b. Membentuk
dan menjaga hubungan sosial
c. Mengetahui dan menggunakan cara-cara yang beragam dalam berhubungan
dengan orang lain
d. Merasakan perasaan, pikiran, motivasi, tingkah laku dan
gaya hidup orang lain
e. Berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif dan menerima bermacam
peran yang perlu dilaksanakan oleh bawahan sampai pimpinan, dalam
suatu usaha bersama
f. Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain
g. Memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik dengan
cara verbal maupun non verbal
h. Menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan group yang berbeda
dan juga umpan balik (feed back) dari orang lain
i.
Menerima perspektif dan
bermacam-macam dalam masalah sosial dan politik
j.
Mempelajari keterampilan yang
berhubungan dengan penengah sengketa (mediator) berhubungan dengan mengorganisasikan
orang untuk bekerja sama ataupun bekerjasama dengan orang berbagai macam background
dan usia
k. Tertarik pada karir yang berorientasi interpersonal
seperti mengajar, pekerjaan sosial konseling, manajemen atau
politik
l.
Membentuk proses sosial atau model
yang baru.[11]
Dari
ciri di atas dapat dilihat bahwa intelligensi interpersonal sangatlah erat kaitannya dengan orang lain, sehingga
jika dilibatkan siswa yang mempunyai
kecerdasan interpersonal dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa.
Beberapa siswa membutuhkan kesempatan untuk melemparkan gagasan kepada orang lain
agar dapat belajar secara optimal di kelas. Siswa yang bersifat sosial ini paling merasakan manfaat
dari belajar kelompok, namun karena semua
siswa memiliki derajat kecerdasan interpersonal
yang berbeda-beda, pendidik perlu mengetahui pendekatan guruan yang melibatkan interaksi antar siswa.
Salah satu ciri penting individu yang mahir dalam pergaulan
antar pribadi
adalah kemampuan untuk menemukan individu utama dalam sebuah kelompok yang mampu
menolongnya mencapai sasaran.[12]
2.
Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal
Robert Bolton, penulis buku “people skill”
membagi komunikasi antar pribadi dalam
empat area dasar yaitu keterampilan mendengarkan, menegaskan, menyelesaikan
konflik dan bekerjasama untuk menyelesaikan
masalah. Saran yang diberikan Bolton
untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan secara aktif diantaranya:
a.
Menghadapi
orang lain dengan penuh perhatian
b.
Mempertahankan
sikap terbuka
c.
Menghindari
gerakan yang mengganggu
d.
Menjalin
kontak mata yang baik
e. Menggunakan "kalimat
pembuka" yang cocok untuk berkomunikasi
f. Mempertahankan sikap diam yang
penuh perhatian ketika orang lain
sedang berbicara
g. Merumuskan kembali pokok
pembicaraan orang lain
h.
Tunjukkan
empati anda
Bolton
menyarankan agar kita mulai menggunakan keterampilan ini dalam situasi yang relatif "aman" yaitu dengan menemukan
seseorang yang dipercaya untuk melatihnya dan mau menerima
kesalahan dalam mengembangkan kemampuan
ini. Mendengarkan secara aktif adalah sebagian kecil dari keseluruhan
kecakapan antar pribadi. Beberapa hal pokok yang dapat menuntun kita menuju
efektifitas antar pribadi yang lebih besar. Hal
yang penting dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain:
a.
Jangan
mengkritik, menghakimi atau mengeluh
b.
Beri penghargaan yang jujur dan tulus
c.
Tunjukkan minat yang tulus terhadap orang lain
d.
Tersenyumlah
e.
Buatlah
orang lain merasa penting
Tiga kunci untuk mengembangkan hubungan yang memuaskan:
1. Mengembangkan
keterampilan untuk bersikap tegas
sehingga dapat bersikap adil terhadap diri sendiri dan terhadap
orang lain
2. Mempelajari bagaimana mengenali dan memahami suara dari
masa lalu sehingga dapat menggunakannya secara konstruktif
3. Memahami bahwa hubungan adalah sistem sehingga anda dapat
membuat perubahan dengan cara yang anda dan orang lain saling berhubungan
menggunakan keterampilan bernegosiasi.[15]
Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila
pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi
komonikan. Bila berkumpul dalam suatu kelompok yang memiliki kesamaan
maka seseorang akan tenang, nyaman, gembira dan terbuka. Berkumpul dengan orang-orang
yang dibenci akan membuat jadi tegang, resah, dan tidak enak, menutup
diri dan menghindari komunikasi.
Menurut Lott yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat
bahwa murid-murid belajar lebih cepat bila bekerjasama dengan
orang-orang yang mereka senangi.
Melson dan meadow membuktikan dengan eksperimenya
yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat bahwa pasangan mahasiswa yang menpunyai
sikap yang sama membuat prestasi yang baik dan mengerjakan tugas-tugas
mekanis dibandingkan dengan pasangan yang mempunyai sikap yang
berlainan.[16]
Kutipan di atas menegaskan bahwa seseorang akan
efektif dalam belajar jika seseorang membuka diri dengan orang lain
untuk saling memberi
dan menerima serta bekerja sama dcngan seseorang yang disenangi, disukai dalam
melakukan kegiatan belajar, dengan adanya kerjasama
itu, masing-masing siswa saling mengeluarkan ide-ide masing-masing dan
saling tukar pikiran yang satu dengan yang lain, sehingga sesuatu yang belum diperoleh mereka saling
dapatkan. Dapat dinyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal maka
makin terbuka orang untuk mengungkapkan
dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepi dirinya
sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung
di antara komonikan.
a.
Model pertukaran sosial (social exchange model)
Seseorang berhubungan dengan orang lain karena
mengharapkan sesuatu yang menjadi kebutuhannya.
b.
Model peranan
Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspektasi peranan dan
runtutan peranan serta memiliki
keterampilan peranan.
Ekspektasi peranan mengacu kepada
kewajiban, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam
kelompok. Guru diharapkan
berperan sebagai pendidik yang bermoral dan menjadi contoh yang baik bagi muridnya. Tuntunan peranan adalah desakan sosial
yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu, kadang-kadang-kadang-kadang
disebut juga kompetensi sosial. Disini dibedakan antara keterampilan kognitif
dan keterampilan tindakan.
Keterampilan kognitif menunjukkan kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang lain
dari dirinya. Keterampilan tindakan
menunjukkan kemampuan melaksanakan peranan
sesuai dengan harapan. Dalam kompetensi sosial tampak pada kemampuan menangkap, umpan balik dari orang lain
sehingga dapat menyesuaikan peranan
sesuai dengan harapan orang Jain.
c.
Model permainan
Seseorang berhubungan dalam bermacam permainan yang mendasar permainan tersebut
ada tiga bagian kepribadian manusia yaitu
orang tua, dewasa, dan anak-anak. Orang tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan prilaku
yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang
tua kita. Orang dewasa bagian kepribadian
yang mengolah informasi secara rasional sesuai dengan situasi dan biasanya berkenaan dengan masalah-masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan
secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan
pengalaman anak yang mengandung
potensi intuisi, spontanitas, kreatifitas, dan kesenangan.
d.
Model interaksional
Model ini memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu sistem, setiap sistem memiliki sifat-sifat
struktural dan integratif. Semua sistem terdiri dari sub sistem yang saling tergantung dan bertindak
bersama sebagai satu kesatuan. Untuk menganalisanya kita harus melihat pada
karakteristik individu-individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok, dan
sifat-sifat lingkungan. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan
bersama.[17]
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang
berlainan pada hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin
sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik
hubungan mereka. Ada dua faktor yang menumbuhkan hubungan
interpersonal yang baik yaitu percaya dan sikap suportif.
a. Percaya (trust)
Faktor percaya adalah yang paling penting. Bila orang
percaya pada seseorang, prilakunya dapat diduga dan yakin ia tidak akan
mengkhianati, maka kita akan lebih banyak membuka diri. Sejak tahap pertama
dalam hubungan interpersonal (tahap perkenalan) sampai pada tahap kedua (tahap
peneguhan), "percaya" menentukan efektifitas komunikasi. Percaya
adalah mengandalkan prilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang
pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko.
Dari defenisi di atas bahwa setiap percaya pada sesuatu
dalam situasi dan kondisi apapun akan menimbulkan resiko, seseorang tidak mudah
percaya pada orang lain. Apabila seorang percaya pada orang lain tentunya dia
sudah siap menghadapi resiko yang akan terjadi. Sikap saling percaya yang
ditanamkan dalam diri masing-masing individu
bukan berakibat baik bagi individu tersebut.
Ada tiga faktor utama dapat
menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang
didasarkan pada sikap saling percaya, menerima, empati dan
kejujuran.
"Menerima" adalah kemampuan berhubungan dengan orang
lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat
orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai. Menerima tidaklah berarti menyetujui semua prilaku orang
lain atau rela menanggung akibat
pelakunya yang tidak kita senangi, betapapun jelek prilakunya menurut
persepsi kita, kita tetap berkomunikasi
dengannya.
"Empati" adalah memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita. Dalam empati,
kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain, kita ikut serta
secara emosional dan intelektual dalam
pengalaman orang lain. Berempati
berarti membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain.
Dengan empati kita berusaha melihat seperti
orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya.
"Kejujuran", adalah jujur dalam mengungkapkan
diri kita pada orang
lain dan menyebabkan prilaku kita dapat diduga, ini mendorong orang lain untuk percaya pada kita.[18]
b.
Sikap suportif
Sikap suportif merupakan suatu
sikap keberanian dan terbuka terhadap orang lain. Sikap suportif juga merupakan sikap
yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Sikap defensif dapat terjadi karena faktor personal (ketakutan,
kecemasan, harga diri yang rendah,
pengalaman defensif dan sebagainya), atau faktor situasional. Di antara faktor situasional adalah prilaku komunikasi orang lain.[19]
Dari kutipan di atas dapat dipahami
bahwa sikap suportif tidak hanya muncul dengan sendirinya. Sikap suportif
perlu masukan agar dapat tumbuh dan berkembang. Untuk mengembangkannya perlu
dorongan dari orang lain. Berhasil tidaknya dorongan tersebut harus ada
penilaian. Dengan adanya penilai terhadap seseorang dapat dilakukan
dengan melalui pujian, pemahaman dan kejujuran..
C. Penelitian yang Relevan
Kajian tentang
penerapan pembelajaran kooperatif
dalam pembelajaran fiqih untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal
siswa dalam berbagai aspek dan permasalahan memang sangat menarik dan banyak
menjadi penelitian para peneliti. Oleh sebab itu tak heran jika kajian mengenai
pembelajaran kooperatif ini sudah banyak dibahas, dipraktekkan dan
dipublikasikan, namun demikian dari semua kajian tersebut penulis belum
menemukan kajian yang secara khusus atau spesifik membahas tentang penerapan
pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran Fiqih untuk mengembangkan
kecerdasan interpersonal siswa di MTI Lubuk Begalung Padang. Memang ada yang
sudah selesai melakukan penelitian, tetapi pokok persoalan yang dibahas, tidak
sama. Penelitian tersebut dilakukan oleh Mustafa mahasiswa Program Pascasarjana
IAIN Imam Bonjol Padang yang membahas tentang penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dalam upaya meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran akidah akhlah di kelas XI IPS MAN 3 Payakumbuh.
Nurdiani.[20], dalam penelitiannya membahas tentang penerapan
pendekatan cooperatife learning metode
Jingsaw dalam proses pembelajaran PAI di SMAN 2 Padang, membahas aktifitas
belajar siswa dengan menggunakan pendekatan cooperatife
learning metode Jingsaw dalam proses pembelajaran PAI, namun ia lebih
menitik beratkan pada metode Jingsaw. Sedangkan untuk meningkatkan kecerdasan
interpersonal siswa dalam kemampuannya
untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain belum dibahas,
Gazali.[21], dalam penelitiannya
membahas tentang peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan
menggunakan model cooperative learning dalam bidang studi PAI di Sekolah
Menengah Teknologi Industri (SMTI) Padang, membahas tentang aktivitas siswa dan
hasil belajar dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam bidang
studi PAI, namun ia menitik beratkan pada aktivitas dan hasil belajar.
Sedangkan model pembelajaran kooperatif dalam hubungannya dengan peningkatan
kecerdasan interpersonal siswa belum dibahas. Begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mustafa yang hanya menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD.
[4] Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Islam, (Jakarta: Misaka Galiza,
2003), h. 2
[5] Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl yang diterjemahkan oleh Dedi Ahisma, Cara Belajar Cepat Abad VVI, (Bandung : Nuansa, 2002), h.
58
[6] Thomas Armstrong yang diterjemahkan oleh
T. Hermaya, Seven Kids Of Smart,Menemukan
Dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 2
[7] Dewi Salma Prawiradilaga, Eveline
Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta:
Prenada Media, 2004), h. 64
[8] Thomas Armstrong, yang diterjemahkan oleh
Rina Buntara, Setiap Anak Cerdas, Panduan
Membantu Anak Belajar Dengan Memanfaatkan Multiple Intelligencesnya, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 21-22
[9] Ibid, h. 33-34
[10] Thomas Armstrong, op.cit, h.
104
[11] Dewi Salma Prawiradilaga, Eveline Siregar, op.cit, h. 64-65
[12] Linda Campbell, dkk, op.cit, h. 173
[13] Thomas Armstrong, op.cit, h.
105
[14] Ibid, h. 106-107
[15] Gillian Butler dan Toni Hop, yang
diterjemahkan oleh Tri Budhi Sastro, Hidup
Dengan Menata Pikiran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 130
[16] Jalaluddin Rahmad, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT remaja Rosda Karya, 2005), h.
118
[17] Ibid, h. 121-124
[18] Ibid, h. 132-133
[19] Ibid, h. 133
[20] Nurdiani, “Penerapan Pendekatan Cooperatife Learning Metode Jingsaw
Dalam Proses Pembelajaran PAI di SMAN 2 Padang”, Tesis Sarjana Pendidikan,
(Padang: Perpustakaan PPs IAIN, 2010), t.d.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar