Cari Blog Ini

Kamis, 03 Mei 2018

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
      Studen Team Achievement Divisions (STAD) merupakan model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh R. Slavin dan kawan-kawannya di Universitas john hopkin.[1] Model ini merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah strategi yang bagus bagi guru pemula untuk menggunakan pendekatan kooperatif.
Studen Team Achievement Divisions (STAD) terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, kerja tim, kuis, skor perbaikan individu, dan penghargaan tim.
1.      Presentasi kelas
Bahan ajar dalam STAD mula-mula diperkenalkan melalui presentasi kelas. Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari pengajaran biasa, dimana pada presentasi tersebut harus jelas memfokuskan pada unit STAD. Dengan cara ini, siswa menyadari bahwa mereka harus sungguh-sungguh memperhatikan presentasi kelas tersebut, karena dengan begitu akan membuat mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor timnya.
2.      Kerja tim
Tim terdiri dari 4 sampai dengan 5 orang siswa yang mewakili heterogenitas kelas dalam kinerja akademik, yang terdiri dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Fungsi utama tim adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil menghadapi kuis. Setelah guru mempresentasikan bahan ajar, tim tersebut berkumpul untuk mempelajari materi yang diberikan guru.
3.      Kuis
Setelah satuu sampai dua periode presentasi dari guru, dan satu sampai dua periode latihan tim, para siswa dikenali kuis individu. Siswa tidak dibenarkan saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini menjamin agar secara individu bertanggung jawab untuk memahami bahan ajar tersebut.
4.      Skor perkembangan individu/ Poin perbaikan.
Setiap siswa dapat menyumbangkan poin maksimum kepada timnya dalam sistem penskoran. Namun tidak seorang siswa pun dapat menyumbangkan poin maksimum tanpa menunjukkan perbaikan atas kinerja masa lalu. Setiap siswa diberikan sebuah skor dasar yang dihiting dari kinerja rata-rata siswa pada kuis serupa sebelumnya. Kemudian siswa memperoleh poin untuk timnya didasarkan pada beberapa banyak skor kuis melampaui skor dasar mereka. Poin tersebut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut
Perhitungan Skor Perkembangan. [2]
No
Skor Tes
Nilai Perkembangan
1
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
5
2
Sepuluh hingga 1 poin di bawah skor awal
10
3
Skor awal hingga 10 poin di atasnya
20
4
Lebih dari 20 poin di atas skor awal



5.      Penghargaan Tim / Skor Tim
Untuk menghitung skor tim dapat dilakukan dengan memasukkan setiap poin perbaikan siswa dalam lembar ikhtisar tim, kemudian dijumlahkan dan dibagi sesuai dengan jumlah anggita tim. Skor rata-rata ini digunakan untuk menentukan kriteria penghargaan untuk tim. Dalam hal ini terdapat tiga tingkatan penghargaan, yaitu :
Perolehan Skor dan Penghargaan Tim Tipe STAD.[3]
No
Perolehan Skor
Predikat
1
2
3
15 – 19
20 – 24
25 - 30
Good team
Great team
Super team


E. Kecerdasan Interpersonal
1.   Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan masalah dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia. Kecerdasan adalah bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan.[4] Menurut Gardner yang dikutip oleh. Colin Rose dan Malcolm J. Nichol "kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih".[5]

Menurut Thomas Armstrong yang dikutip oleh T. Hermaya bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita dan bukan bergantung pada nilai IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergensi.[6]

Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud motivasi serta perasaan orang lain, kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ekspresi wajah kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal dan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu.[7]
Kecerdasan antar pribadi adalah kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Kecerdasan ini menuntut kemampuan untuk menyerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat dan hasrat orang lain. Seseorang yang mempunyai kecerdasan ini bisa mempunyai rasa belas kasihan dan tanggung jawab sosial yang besar.
Menurut Thomas Armstrong yang dikutip oleh Rina Buntaran bahwa kecerdasan interpersonal melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain. Kecerdasan antar pribadi melibatkan banyak hal, mulai dari kemampuan berempati pada orang lain, sampai kemampuan memanipulasi sekelompok besar orang menuju pencapaian suatu tujuan bersama. Kecerdasan antar pribadi mencakup kemampuan "membaca orang" (misalnya menilai orang lain dalam waktu beberapa detik), kemampuan berteman dan keterampilan yang dimiliki beberapa orang untuk bisa berjalan memasuki sebuah ruangan dan mulai menjalin kontak atau pribadi yang penting karena begitu banyak aspek kehidupan yang melibatkan interaksi dengan orang lain, kecerdasan antar pribadi mungkin sebenarnya lebih penting bagi keberhasilan dalam hidup.[8]
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa kecerdasan interpersonal merupakan suatu kecerdasan di mana siswa berinteraksi baik dengan siswa yang lain dan berusaha untuk memahami siswa yang lain dalam proses belajar, saling membantu satu sama lain, sehingga siswa yang memiliki kemampuan yang kurang bisa lebih aktif untuk mencari atau belajar dengan giat, berpartisipasi serta termotivasi dalam belajar.
Beberapa anak yang kecerdasan antar pribadinya tinggi memperlihatkan kemampuan alami untuk mengantisipasi keinginan guru, bekerja sama dalam kegiatan sekolah dan berhasil secara akademis walau mungkin mereka mempunyai masalah khusus. Jika seorang anak mempunyai masalah penyesuaian diri dengan teman-teman sekelasnya, mereka mungkin memperlihatkan kemampuan memimpin atau berempati dalam konteks lain.[9]
Memahami proses antar pribadi merupakan kecerdasan tersendiri, begitu pula bila anda mampu menggunakan informasi dalam kehidupan untuk berhubungan dengan orang lain secara efektif. Individu yang paling efektif berhubungan dengan orang lain mungkin mempunyai berbagai keterampilan persepsi sosial dan keterampilan berpikir yang digambarkan di atas. Kemampuan untuk menggunakan pemahaman tadi untuk bernegosiasi dengan orang lain, meyakinkan orang lain untuk mengikuti tindakan tertentu, menyelesaikan konflik antara individu, mendapat informasi penting dari rekan sejawat, serta mempengaruhi rekan kerja dan teman sebaya dengan berbagai cara.
Kita dapat memperoleh kecerdasan dari orang lain, kata Howard Gardner, bila anda mengetahui cara untuk membujuknya agar mau membantu anda. Dalam kehidupan, itulah strategi yang terbaik memobilisasi orang lain.[10]
Dapat dipahami bahwa seorang siswa dikatakan akan berhasil dalam belajar apabila siswa itu cerdas dan memiliki kecerdasan untuk memahami orang lain. Dengan kecerdasannya itu bisa menumbuhkan suatu perubahan bagi temannya yang lain dan menjadikan suasana belajar yang aktif dan kreatif, sehingga tercapai tujuan belajar sesuai dengan apa yang diinginkan.

1.                 Ciri-ciri Kecerdasan Interpersonal
Setiap kecerdasan memiliki ciri-ciri atau karakteristik. Dengan ciri-ciri tersebut, maka dapat ditentukan bahwa kecerdasan apa yang dimaksud, begitu juga dengan kecerdasan interpersonal memiliki ciri-ciri tertentu.
Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan interpersonal antara lain:
a.       Mempunyai banyak teman di sekolah maupun di lingkungannya
b.      Suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggal
c.       Sangat mengenal lingkungannya
d.      Banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah
e.       Berperan sebagai penengah ketika terjadi pertikaian atau konflik di antara teman
f.       Menikmati berbagai permainan kelompok
g.      Berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain
h.      Suka di cari sebagai "penasehat" atau "pemecah masalah" oleh temannya
i.        Berbakat menjadi pemimpin dan berprestasi dalam belajar

Berdasarkan ciri di atas jelas bahwa anak-anak yang mempunyai kemampuan dalam bidang kecerdasan antar pribadi bisa memahami orang lain. Mereka saling membantu di antara teman-teman mereka baik itu di lingkungan kelas maupun di luar kelas. Selain ciri-ciri di atas ada ciri-ciri orang yang memiliki intelligensi interpersonal yang bagus antara lain:
a.       Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain
b.      Membentuk dan menjaga hubungan sosial
c.       Mengetahui dan menggunakan cara-cara yang beragam dalam berhubungan dengan orang lain
d.      Merasakan perasaan, pikiran, motivasi, tingkah laku dan gaya hidup orang lain
e.       Berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif dan menerima bermacam peran yang perlu dilaksanakan oleh bawahan sampai pimpinan, dalam suatu usaha bersama
f.       Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain
g.      Memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik dengan cara verbal maupun non verbal
h.      Menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan group yang berbeda dan juga umpan balik (feed back) dari orang lain
i.        Menerima perspektif dan bermacam-macam dalam masalah sosial dan politik
j.        Mempelajari keterampilan yang berhubungan dengan penengah sengketa (mediator) berhubungan dengan mengorganisasikan orang untuk bekerja sama ataupun bekerjasama dengan orang berbagai macam background dan usia
k.      Tertarik pada karir yang berorientasi interpersonal seperti mengajar, pekerjaan sosial konseling, manajemen atau politik
l.        Membentuk proses sosial atau model yang baru.[11]

Dari ciri di atas dapat dilihat bahwa intelligensi interpersonal sangatlah erat kaitannya dengan orang lain, sehingga jika dilibatkan siswa yang mempunyai kecerdasan interpersonal dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa.
Beberapa siswa membutuhkan kesempatan untuk melemparkan gagasan kepada orang lain agar dapat belajar secara optimal di kelas. Siswa yang bersifat sosial ini paling merasakan manfaat dari belajar kelompok, namun karena semua siswa memiliki derajat kecerdasan interpersonal yang berbeda-beda, pendidik perlu mengetahui pendekatan guruan yang melibatkan interaksi antar siswa.
Salah satu ciri penting individu yang mahir dalam pergaulan antar pribadi adalah kemampuan untuk menemukan individu utama dalam sebuah kelompok yang mampu menolongnya mencapai sasaran.[12]
2.              Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal
Robert Bolton, penulis buku “people skill” membagi komunikasi antar pribadi dalam empat area dasar yaitu keterampilan mendengarkan, menegaskan, menyelesaikan konflik dan bekerjasama untuk menyelesaikan masalah. Saran yang diberikan Bolton untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan secara aktif diantaranya:
a.       Menghadapi orang lain dengan penuh perhatian
b.      Mempertahankan sikap terbuka
c.       Menghindari gerakan yang mengganggu
d.      Menjalin kontak mata yang baik
e.       Menggunakan "kalimat pembuka" yang cocok  untuk berkomunikasi
f.       Mempertahankan sikap diam yang penuh perhatian ketika orang lain sedang berbicara
g.      Merumuskan kembali pokok pembicaraan orang lain
h.      Tunjukkan empati anda
i.        Dengan ringkas mencari inti percakapan.[13]

Bolton menyarankan agar kita mulai menggunakan keterampilan ini dalam situasi yang relatif "aman" yaitu dengan menemukan seseorang yang dipercaya untuk melatihnya dan mau menerima kesalahan dalam mengembangkan kemampuan ini. Mendengarkan secara aktif adalah sebagian kecil dari keseluruhan kecakapan antar pribadi. Beberapa hal pokok yang dapat menuntun kita menuju efektifitas antar pribadi yang lebih besar. Hal yang penting dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain:
a.               Jangan mengkritik, menghakimi atau mengeluh
b.      Beri penghargaan yang jujur dan tulus
c.       Tunjukkan minat yang tulus terhadap orang lain
d.      Tersenyumlah
e.       Buatlah orang lain merasa penting
f.       Ajukan pertanyaan, jangan memberi perintah langsung.[14]

Tiga kunci untuk mengembangkan hubungan yang memuaskan:
1.      Mengembangkan  keterampilan  untuk bersikap  tegas   sehingga dapat bersikap adil terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain
2.      Mempelajari bagaimana mengenali dan memahami suara dari masa lalu sehingga dapat menggunakannya secara konstruktif
3.      Memahami bahwa hubungan adalah sistem sehingga anda dapat membuat perubahan dengan cara yang anda dan orang lain saling berhubungan menggunakan keterampilan bernegosiasi.[15]

Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komonikan. Bila berkumpul dalam suatu kelompok yang memiliki kesamaan maka seseorang akan tenang, nyaman, gembira dan terbuka. Berkumpul dengan orang-orang yang dibenci akan membuat jadi tegang, resah, dan tidak enak, menutup diri dan menghindari komunikasi.
Menurut Lott yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat bahwa murid-murid belajar lebih cepat bila bekerjasama dengan orang-orang yang mereka senangi.
Melson dan meadow membuktikan dengan eksperimenya yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat bahwa pasangan mahasiswa yang menpunyai sikap yang sama membuat prestasi yang baik dan mengerjakan tugas-tugas mekanis dibandingkan dengan pasangan yang mempunyai sikap yang berlainan.[16]
Kutipan di atas menegaskan bahwa seseorang akan efektif dalam belajar jika seseorang membuka diri dengan orang lain untuk saling memberi dan menerima serta bekerja sama dcngan seseorang yang disenangi, disukai dalam melakukan kegiatan belajar, dengan adanya kerjasama itu, masing-masing siswa saling mengeluarkan ide-ide masing-masing dan saling tukar pikiran yang satu dengan yang lain, sehingga sesuatu yang belum diperoleh mereka saling dapatkan. Dapat dinyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal maka makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepi dirinya sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara komonikan.
Ada beberapa model tentang hubungan interpersonal di antaranya:
a.       Model pertukaran sosial (social exchange model)
Seseorang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang menjadi kebutuhannya.
b.      Model peranan
Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspektasi peranan dan runtutan peranan serta memiliki keterampilan peranan.
Ekspektasi peranan mengacu kepada kewajiban, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok. Guru diharapkan berperan sebagai pendidik yang bermoral dan menjadi contoh yang baik bagi muridnya. Tuntunan peranan adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu, kadang-kadang-kadang-kadang disebut juga kompetensi sosial. Disini dibedakan antara keterampilan kognitif dan keterampilan tindakan. Keterampilan kognitif menunjukkan kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang lain dari dirinya. Keterampilan tindakan menunjukkan kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan. Dalam kompetensi sosial tampak pada kemampuan menangkap, umpan balik dari orang lain sehingga dapat menyesuaikan peranan sesuai dengan harapan orang Jain.
c.               Model permainan
Seseorang berhubungan dalam bermacam permainan yang mendasar permainan tersebut ada tiga bagian kepribadian manusia yaitu orang tua, dewasa, dan anak-anak. Orang tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan prilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang dewasa bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional sesuai dengan situasi dan biasanya berkenaan dengan masalah-masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman anak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreatifitas, dan kesenangan.
d.             Model interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem, setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural dan integratif. Semua sistem terdiri dari sub sistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai satu kesatuan. Untuk menganalisanya kita harus melihat pada karakteristik individu-individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok, dan sifat-sifat lingkungan. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama.[17]
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Ada dua faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik yaitu percaya dan sikap suportif.
a.       Percaya (trust)
Faktor percaya adalah yang paling penting. Bila orang percaya pada seseorang, prilakunya dapat diduga dan yakin ia tidak akan mengkhianati, maka kita akan lebih banyak membuka diri. Sejak tahap pertama dalam hubungan interpersonal (tahap perkenalan) sampai pada tahap kedua (tahap peneguhan), "percaya" menentukan efektifitas komunikasi. Percaya adalah mengandalkan prilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko.
Dari defenisi di atas bahwa setiap percaya pada sesuatu dalam situasi dan kondisi apapun akan menimbulkan resiko, seseorang tidak mudah percaya pada orang lain. Apabila seorang percaya pada orang lain tentunya dia sudah siap menghadapi resiko yang akan terjadi. Sikap saling percaya yang ditanamkan dalam diri masing-masing individu bukan berakibat baik bagi individu tersebut.
Ada tiga faktor utama dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, menerima, empati dan kejujuran.
"Menerima" adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai. Menerima tidaklah berarti menyetujui semua prilaku orang lain atau rela menanggung akibat pelakunya yang tidak kita senangi, betapapun jelek prilakunya menurut persepsi kita, kita tetap berkomunikasi dengannya.
"Empati" adalah memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain, kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati berarti membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya.
"Kejujuran", adalah jujur dalam mengungkapkan diri kita pada orang lain dan menyebabkan prilaku kita dapat diduga, ini mendorong orang lain untuk percaya pada kita.[18]

b.      Sikap suportif
Sikap suportif merupakan suatu sikap keberanian dan terbuka terhadap orang lain. Sikap suportif juga merupakan sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Sikap defensif dapat terjadi karena faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan sebagainya), atau faktor situasional. Di antara faktor situasional adalah prilaku komunikasi orang lain.[19]
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa sikap suportif tidak hanya muncul dengan sendirinya. Sikap suportif perlu masukan agar dapat tumbuh dan berkembang. Untuk mengembangkannya perlu dorongan dari orang lain. Berhasil tidaknya dorongan tersebut harus ada penilaian. Dengan adanya penilai terhadap seseorang dapat dilakukan dengan melalui pujian, pemahaman dan kejujuran..

C.  Penelitian yang Relevan
Kajian tentang penerapan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran fiqih untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa dalam berbagai aspek dan permasalahan memang sangat menarik dan banyak menjadi penelitian para peneliti. Oleh sebab itu tak heran jika kajian mengenai pembelajaran kooperatif ini sudah banyak dibahas, dipraktekkan dan dipublikasikan, namun demikian dari semua kajian tersebut penulis belum menemukan kajian yang secara khusus atau spesifik membahas tentang penerapan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran Fiqih untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa di MTI Lubuk Begalung Padang. Memang ada yang sudah selesai melakukan penelitian, tetapi pokok persoalan yang dibahas, tidak sama. Penelitian tersebut dilakukan oleh Mustafa mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang yang membahas tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam upaya meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran akidah akhlah di kelas XI IPS MAN 3 Payakumbuh.
Nurdiani.[20], dalam penelitiannya membahas tentang penerapan pendekatan cooperatife learning metode Jingsaw dalam proses pembelajaran PAI di SMAN 2 Padang, membahas aktifitas belajar siswa dengan menggunakan pendekatan cooperatife learning metode Jingsaw dalam proses pembelajaran PAI, namun ia lebih menitik beratkan pada metode Jingsaw. Sedangkan untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa dalam kemampuannya untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain belum dibahas,
Gazali.[21], dalam penelitiannya membahas tentang peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model cooperative learning dalam bidang studi PAI di Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Padang, membahas tentang aktivitas siswa dan hasil belajar dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam bidang studi PAI, namun ia menitik beratkan pada aktivitas dan hasil belajar. Sedangkan model pembelajaran kooperatif dalam hubungannya dengan peningkatan kecerdasan interpersonal siswa belum dibahas. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustafa yang hanya menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.


            [1] Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 364
                [2] Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 274
                [3] Ibid
[4] Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Islam, (Jakarta: Misaka Galiza, 2003), h. 2
[5] Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl yang diterjemahkan oleh Dedi Ahisma, Cara Belajar Cepat Abad VVI, (Bandung: Nuansa, 2002), h. 58
[6] Thomas Armstrong yang diterjemahkan oleh T. Hermaya, Seven Kids Of Smart,Menemukan Dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 2
[7] Dewi Salma Prawiradilaga, Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 64
[8] Thomas Armstrong, yang diterjemahkan oleh Rina Buntara, Setiap Anak Cerdas, Panduan Membantu Anak Belajar Dengan Memanfaatkan Multiple Intelligencesnya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 21-22
[9] Ibid, h. 33-34
[10] Thomas Armstrong, op.cit, h. 104
[11] Dewi Salma Prawiradilaga, Eveline Siregar, op.cit, h. 64-65
[12] Linda Campbell, dkk, op.cit, h. 173
[13] Thomas Armstrong, op.cit, h. 105
[14] Ibid, h. 106-107
[15] Gillian Butler dan Toni Hop, yang diterjemahkan oleh Tri Budhi Sastro, Hidup Dengan Menata Pikiran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 130
[16] Jalaluddin Rahmad, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT remaja Rosda Karya, 2005), h. 118
[17] Ibid, h. 121-124
[18] Ibid, h. 132-133
[19] Ibid, h. 133
[20] Nurdiani, “Penerapan Pendekatan Cooperatife Learning Metode Jingsaw Dalam Proses Pembelajaran PAI di SMAN 2 Padang”, Tesis Sarjana Pendidikan, (Padang: Perpustakaan PPs IAIN, 2010), t.d.
                [21]

Tidak ada komentar: