Cari Blog Ini

Selasa, 01 Mei 2018

Pembinaan Guru


A.    Pembinaan Guru
1.         Pengertian Pembinaan Guru
Adapun pengertian pembinaan guru dapat dikemukakan bahwa pembinaan guru merupakan hal yang sangat penting, karena pembinaan tersebut berkaitan dengan kualitas atau mutu pendidikan di sekolah-sekolah. Agar tugas yang dibebankan kepada guru berjalan lancar dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka pembinaan terhadap guru perlu terus dilakukan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui pembinaan guru adalah untuk :
1)        Meningkatkan wawasan dan kemampuan profesional guru dalam melaksanakan tugas dan kegiatan sehari-hari.
2)        Untuk menyamakan visi, misi dan persepsi tentang pendidikan yang diberikan di sekolah-sekolah.
3)        Untuk penyegaran dan mengurangi kejenuhan kerja guru yang sehari-hari hanya berhadapan dengan siwaa.
4)        Untuk memperoleh kredit point yang dapat digunakan untuk memenuhi/menambah angka kredit jabatan guru.[1]
Berdasarkan tujuan pembinaan di atas maka pembinaan terhadap guru perlu direncanakan dan diprogramkan secara matang dan berkesinambungan oleh Departemen Agama, karena berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama No. 0198/u/1985 dan Nomor 35 tahun 1985 Bab VI pasal 8 ayat 2 dinyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan tenaga teknis pendidikan agama dilakukan oleh Departemen Agama.
Adapun yang dimaksud dengan pembinaan guru yaitu kegiatan mengembangkan profesi guru termasuk kepribadian mereka sebagai guru agama agar menjadi pendidik yang profesional di bidang pendidikan.
Imam Bawani mengemukakan bahwa pembinaan guru merupakan pembinaan terhadap tugas dan profesi guru sehingga ia mampu melaksanakan dan mengemban tugas  yang dilakukannya sebgai guru.[2]
Memperhatikan uraian diatas dapat dikatakan bahwa pembinaan guru merupakan pembinaan yang berorientasi kepada profesi keguruan, dimana tujuan akhir dari pembinaan tersebut adalah kemampuan guru melaksanakan dan mengemban tugasnya sebagai guru.
2.         Jalur pembinaan Guru
Pembinaan guru merupakan hal yang sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas dan mutu pendidikan agama Islam. HA. Timur Djailani mengemukakan bahwa perlunya pembinaan guru disebabkan keberhasilan pendidikan agama Islam sangat tergantung kepada Pembinaan oleh Departemen Agama atau pihak terkait kepada guru dalam mengemban tugas dan profesinya.[3]
Adapun jalur-jalur pembinaan terhadap guru di antaranya:
a.         Penyetaraan D.II dan D.III bagi guru SD dan MI serta SLTP dan MTs yang dilaksanakan di daerha-daerah seluruh Indonesia
b.         Penataan guru pada tingkat TK, SD, SLTP dan SMU/SMA dengan dana APBN
c.         Penataran peningkatan wawasan pendidikan guru (PWKGA) yang dilaksanakan secara koordinat antara Diknas dan Depag.
d.        Penataran Kelompok Kerja Guru Mata Pelajaran  (KKGPAI) tingkat SD
e.         Penataan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (MG/MPPAI) tingkat SLTP dan SMA/SMK
f.          Orientasi KKG dan MGMP Pendidikan Agama Islam tingkat pusat
g.         Penataran instruktur pesantren kilat SD, SLTP, dan SMA/SMK tingkat pusat.
h.         Penataran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) bagi guru pendidikan SD, SLTP dan SMA/SMK seluruh Indonesia.
i.           Pembinaan lainnya yang diberikan di wilayah masing-masing baik oleh pengawas, kabidpendais, kasipendais kabupaten dan kota maupun oleh pejabat lain yang terkait.
j.           Pemberian tugas/izin belajar dari instansi yang berwenang dalam rangka meningkatkan pendidikan formal guru .[4]
Disamping pembinaan terhadap guru baik yang dilakukan oleh Departemen Agama maupun pihak terkait lainnya, guru pendidikan agama Islam juga dapat mengikuti/diikutsertakan dalam berbagai kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh instansi lain misalnya pembinaan dari Depdagri atau pemerintah daerah setempat, dan instansi lainnya yang ada kaitannya dengan pendidikan dalam rangka menambah pengalaman agama yang bersangkutan.
3.    Metode Pembinaan Guru
Pembinaan terhadap guru merupakan hal yang sangat penting, karena berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran agama Islam sangat tergantung kepada guru sebagai subjek pendidikan agama Islam.
a.         Pembinaan guru dengan cara pendidikan prajabatan (pra service training)
Pembinaan guru dengan cara pendidikan prajabatan (pra service training) memerlukan pertimbangan berikut:
1)        Peningkatan mutu pelayanan akademik pada lembaga perguruan tinggi kependidikan yang meliputi prasarana dan sarana SDM-nya.
2)        Seleksi calon yang ketat dalam hal intelegence, latar belakang sifat dan sikap pribadi.
3)        Pendidikan guru yang dapat menjamin mutu penguasaan ilmu-ilmu pendidikan, keguruan, psikologi dan ilmu bidang khusus yang menjadi spesialisasinya serta penguasaan praktek mengajar.
4)        Calon guru harus menguasai ilmu keterampilan tentang meneliti, menulis, membaca, sosial, budaya dan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5)        Calon guru harus mampu menguasai komputer, pengelolaan pustaka, olah raga dan kesenian.
6)        Calon guru harus minimal satu tahun mengalami hidup dalam asrama untuk membina pemahaman kerjasama, sikap hidup bersama dan terutama mampu menyelami dan menghargai sifat dan watak yang berbeda.[5]
b.         Pembinaan guru dengan cara pendidikan dalam jabatan (in service training)
Pembinaan guru melalui program dalam jabatan yang diberikan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang dilaksanakan Kantor Departemen Agama, pemerintah daerah dan organisasi profesi keguruan PGRI, kepala sekolah dan kelompok masyarakat dikembangkan melalui:
1)        Pelatihan-pelatihan jangka pendek yang baik dan praktis mengenai metode manajemen sekolah dan kepemimpinan, pengembangan bidang ilmu, keterampilan baru yang dikuasai guru agama, peneliti dan penulisan.
2)        Setiap enam bulan atau satu tahun diadakan evaluasi kinerja guru agama, dan hasil evaluasi itu ditindak lanjuti dengan mengmebangakan pelatihan dalam jabatan dengan menebarkan peningkatanan mutu berbasis sekolah.
3)        Adanya dukungan dari pusat dan daerah dalam setiap kegiatan peningakatan mutu guru.  Dan diadakannya program pembinaan dalam jabatan yang  kontinu baik di sekolah, maupun luar sekolah.[6]
c.         Pembinaan guru dengan cara pendidikan akta mengajar.
Pembinaan guru melaui program akta IV dilakukan dengan menyeleksi sebelum guru mengikuti program akta IV sehingga profesi guru bukan pelarian untuk mencari kerja.[7]
Selain melalui program di atas, pembinaan guru juga dilakukan melalui:
1)        Memotivasi guru dan meningkatkan semangat kerja guru yang terdiri dari
a)      Mengamati bermacam-macam motivasi guru yang hasilnya disimpan dan dimanfaatkan dalam perencanaan
b)      Menyalurkan motivasi-motivasi yang positif dalam aktivitas yang bermanfaat bagi sekolah
c)      Membuat program yang sesuai agar motivasi guru berkembang diantaranya:
1.      Kesempatan menunjukkan prestasi pada orang lai baik di sekolah maupun di masyarakat umum
2.      Memberikan kesempatan mempelajari program kerja sampai guru memahaminya
3.      Mengusahakan agar guru dapat kesempatan menikmati pekerjaan mereka sampai puas
4.      Memberikan tanggung jawab akan pekerjaan masing-masing
5.      Memberikan kesempatan bagi guru pendidika agama Islam mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing
d)     Mengapelkan semangat kerja dengan cara sebagai berikut:
1.      Memberikan ceramah tentang dedikasi para pendidik nasional sebagai pejuang  lewat pendidikan
2.      Memberi ceramah tentang nilai-nila 45  yang patut dicontoh oleh guru dalam melaksanakan tugasnya.
e)      Memberikan insentif bagi guru yang berdedikasi tinggi dengan prestasi yang memadai berupa:
1.      Kesempatan belajar lebih lanjut
2.      Mengikuti penataran-penataran yang sesuai dengan tugas
3.      Memberikan tawaran kedudukan jabatan yang lebih menarik
4.      Memberikan kenaikan pangkat sebagaimana mestinya
5.      Menegakkan disiplin dengan memberikan sanksi terdiri dari:
f)       Membahas etika jabatan guru yang mencakup:
1.      Berbakti membimbing anak didik
2.      Kejujuran profesional
3.      Mengadakan komunikasi demi anak didik
4.      Menciptakan kehidupan sekolah yang baik
5.      Memelihara hubungan yang baik dengan masyarakat
6.      Memlihara hubungan antar guru dan meningkatkan mutu organisasi profesional
g)      Membahas dan meningkatkan akan sumpah pegawai negeri sipil
h)      Ceramah disiplin kerja bagi orang-orang yang berprestasi tingkat international, regional dan nasional
i)        Meningkatkan ajaran agama yang mengharuskan orang bekerja dengan disiplin dan giat bahwa buah yang dipetik ditentukan oleh cara bekerja seseorang.
j)        Memberikan hukuman bagi guru yang melanggar disiplin[8]
d.        Memberikan konsultasi, diskusi dan membantu pemecahan masalah yang terdiri dari:
1)        Menyediakan waktu sebagai konsultan, untuk masalah-masalah
a)        Konflik antar individu dan antar kelompok
b)       Kesulitan pribadi normal yang masih ringan
c)        Ketidakseimbangan tugas dengan guru-guru lain
d)       Rasa ketidakpuasan yang berhubungan dengan kesejahteraan
2)        Membantu memecahkan masalah, bila guru-guru tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri.
3)        Mengadakan diskusi-diskusi secara formal maupun non formal yang menyangkut masalah berikut:
a)        Komunikasi, antar hubungan dan pergaulan sekolah
b)       Kerjasama guru dan hubungan guru dengan siswa
4)        Memberi contoh berperilaku terhadap personalia sekolah pada umumnya dan terhadap guru khususnya cara berpikir dalam berkarya dan berperilaku sehari-hari.
Pembinaan guru juga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.    Belajar lebih lanjut, dengan cara:
1)        Tugas dalam negeri yang dibiayai pemerintah
2)        Izin belajar di kota terdekat, bekerja sambil belajar
3)        Mengikuti program universitas terbuka
b.    Mengusahakan sarana dan fasilitas pemantapan kerja guru agar tambah banyak jenis dan jumlahnya.
c.    Ikut mencarikan jalan keluar agar guru-guru dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan sesuai dengan minat dan profesi mata pelajaran agama yang diasuhnya dalam usaha mengembangkan profesinya
d.   Ikut memperluas kesempatan agar guru-guru dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan sesuai dengan minat dan profesi mata pelajaran agama yang diasuhnya dalam usaha mengembangkan profesinya
e.    Mengadakan diskusi ilmiah secara berkala tentang pendidikan agama Islam di sekolah
f.     Mengembangkan cara belajar kerja kelompok untuk memonitor serta pemanfaatan hasilnya sebagai umpan balik. Memberikan kesempatan kepada guru-guru mengarang bahan pengajaran sendiri sebagai buku tambahan bagi siswa
g.    Membantu guru merealisasikan kredit point sebagai persyaratan naik pangkat.[9]
Metode pembinaan guru merupakan suatu cara mengembangkan keterampilan guru sebagai pendidik yang profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, dengan cara mengikuti berbagai kegiatan yang dapat menunjang peningkatakan profesionalannya baik yang diadakan di sekolah maupun di luar sekolah.[10]
Agar metode pembinaan guru dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam usaha mencapai tujuan yang diharapkan, maka diperlukan penerapan berbagai pendekatan yang digunakan oleh pihak yang melakukan pembinaan. Adapun pihak yang bertanggung jawab dalam pembinaan guru adalah kepala sekolah dan kantor kementrian Agama serta pihak terkait disamping pembinaan oleh guru itu sendiri.
Di antara pendekatan yang dapat digunakan dalam pembinaan guru diantaranya:
a.         Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis diartikan sebagai studi tentang proses pendidikan yang didasarkan atas nilai-nilai ajaran Islam menurut konsepsi filosofis berdasarkan al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw. Di antara sumber ajaran Islam tersebut, sebagian ahli mencoba untuk menginterpretasikan dan menganlisis nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan sunnah
Dalam operasionalisasinya terwujud dalam bentuk model serta metode yang sesuai dengan taraf kemampuan mereka masing-masing. Sedangkan yang paling mendasar dari pendekatan filosofis ini adalah lahirnya asumsi yang mendasar bahwa Islam di samping agama wakyu dia juga memiliki wawasan tentang konsep ideology yang member inspirasi terhadap pemikiran manusia.
Nilai yang telah termaktub dalam al-Qur’an itu tidak ada artinya tanpa adanya transformasi ke dalam ajaran Islam. Oleh karena itu diperlukan semacam pedoman filosofis yang bersifat ideal yang lentur dan fleksibel, tidak hanya bersifat konseptual saja.[11]
Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dan wawasan serta pandangan hidup yang universal memberikan dorongan dan motivasi kepada manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui rasio yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya, sehingga manusia  termotivasi untuk menggali ilmu pengetahuan dengan kekuatan pikirannya.
Pendekatan filosofis ini memandang bahwa manusia (guru) adalah makhluk rasional atau “homo rasional” sehingga segala sesuatu yang menyangkut pengembangan didasarkan pada sejauhmana pengembangan berfikir dapat dikembangkan dengan optimal.[12]
Dalam pembinaan guru, pendekatan filosofis dapat diaplikasikan oleh Pembina, contohnya pada pembelajaran mengenai proses terjadinya alam dan proses penciptaan manusia, dari mana manusia berasal, bagaimana proses kejadian sehingga manusia tercipta hal ini berlangsung sampai batas akhir kemampuan manusia. Dalam hal ini al-Qur’an memberikan motivasi kepada manusia untuk selalu menggunakan rasio secara tepat guna, sehingga untuk menemukan hakikatnya selaku hamba Allah, selaku makhluk sosial dan selaku khalifah di bumi.
Tujuan pendekatan ini agar guru menggunakan rasio seluas-luasnya. Sampai titik maksimal dan daya tangkapnya, sehingga siswa terlatih untuk berfikir dengan menggunakan kemampuan berfikir.
Dalam menggunakan pendekatan rasional, dituntut keterampilan pembina agar dapat menyesuaikan pendekatan ini dengan perkembangan dan karakter guru serta daya fikir. Usaha yang lebih penting adalah bagaimana memberikan peranan pada akal (rasio) dalam memahami dan menerima ajaran agama.[13]
Untuk mendukung pendekatan rasional ini, maka metode mengajar yang perlu dipertimbangkan oleh pembina adalah motede ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok latihan dan pemberian tugas.
b.         Pendekatan Paedagogis dan Psikologis
Menurut pendekatan ini menuntut agar kita berpandangan bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan yang berada dalam proses perkembangan jasmani dan rohani yang memerlukan bimbingan dan pengarahan. Maka dalam hal ini yang berperan penting di dalamnya adalah pendidikan dan pembinaan secara sistematis.
Bimbingan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadapt bimbingan dan pengarahan terhadap perkembangan jiwa guru, karena pendidikan orientasinya adalah manusia. Sedangkan perkembangan dan pertumbuhan harus didasarkan terhadap, perkembangan psikologis.
Tanpa disadari dengan pandangan psikologis, bimbingan dan arahan bimbingan serta arahan yang bernilai psikologis dan tidak akan menemukan sasaran yang tepat. Artinya antar bimbingan dan arahan yang sifatnya paedagogis secara tidak langsung telah mengarah pada nilai-nilai psikologis guru. Dalam hal ini paedagogis dan psikologis saling memperkokoh terhadap perkembangan lebih lanjut.
Dalam pelaksanaannya tidak tertutup kemungkian adanya rintangan yang bersifat paedagogis dalam diri guru itu sediri. Karena sesungguhnya proses pembinaan guru dalam mentransferkan ilmu kepada guru agama (transfer of knowledge) selalu mengalami hambatan-hambatan jika tidak disiasati dengan teliti. Ini semua disebabkan karena guru mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Maka para ahli pendidika Islam menawarkan alternatif di samping adanya pendekatan juga harus disertai aplikasinya dengan metode yang tepat.
Alternatif yang ditawarkan berupa, metode, harus berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena diperlukan faktor pendukung lain agar tujuan dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka faktor pendukung itu adalah pendekatan yang mendukung pendekatan psikologis dan paedagogis. Diantara pendekatan yang mendukung terlaksananya pendekatan psikologis dan paedagogis
c.         Pendekatan individual
Sewaktu proses pembinaan berlangsung, guru sesungguhnya mempunyai gaya yang berbeda-beda baik cara belajar, mengungkapkan pendapat, daya serap, tingkat kecerdasan dan sebagainya, selalu berbeda-beda ini semua disebabkan oleh faktor jasmani dan rohaninya.
Perbedaan individual ini sesungguhnya memberikan gambaran bahwa dalam proses pembinaan, pembinaan harus memperhatikan perbedaan individual yang ada dalam diri guru agama. Dalam hal ini dituntut pembina dapat memainkan strategi dalam pembinaan jika saja pembina tidak mampu memaminkan strategi yang bagus niscaya proses pembinaan secara tidak akan pernah jadi kenyataan.
Bagi pembina professional harus bisa menguasai kelas dengan baik dan menghidupkan suasana loka, karena jika tidak maka lokal pada waktu itu akan menjadi fakum dan kaku. Oleh karenanya Pembina harus bisa mensiasatinya dengan pendekatan individual.
Di antara prosedur yang harus dilalui adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Bafadal Ibrahim adalah aspek kompetensi mendorong dan menggalakkan ketelibatan guru dalam proses pembinaan terdiri atas aktifitas (1) menggunakan prosedur yang melibatkan guru pada awal pembinaan, (2) memberikan kesempatan kepada guru untuk berprestasi, (3) memelihara ketelibatan guru dalam pengajaran, (4) menguatkan keterlibatan guru untuk memelihara keterlibatan.[14]
Karena hidupnya ditentukan oleh Pembina dan guru, Pembina dituntut professional dan murid dituntut aktif dalam proses pembinaan diperlukan keahlian Pembina dalam melakukan pendekatan individual.
d.        Pendekatan kelompok
Manusia pada hakikatnya adalah homo socius yang mempunyai kecenderungan hidup bersama. Maka potensi seperti ini haruslah ditumbuh-kembangkan untuk menumbuhkan rasa jiwa sosial di antara mereka yang tujuannya untuk mengendalikan rasa egois yang ada pada tiap diri masing-masing individu guru.
Guru harus dibiasakan hidup bersama bekerja sama dalam kelompok. Mereka akan menyadari kekurangan yang ada dalam dirinya dan secara perlahan mereka juga akan mau belajar dengan orang yang lebih pintar dari dirinya.
Bagi pembina yang akan melaksanakan pendekatan kelompok haruslah mempunyai perencanaan yang matang, karena pendekatan kelompok harus sesuai dengan tujuan, fasilitas belajar yang mendukung, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang akan diberikan kepada anak didik memang cocok didekati dengan pendekatan kelompok
Perbedaan individu guru pada aspek biologis, intelektual dan psikologis dijadikan landasan utama pendekatan kelompok. Dengan adanya pendekatan kelompok diharapkan guru lebih mudah lagi dalam melakukan pembinaan guru.
e.         Pendekatan bervariasi
Ketika Pembina dihadapkan kepada guru yang bermasalah, maka Pembina akan dihadapkan kepada permasalahan guru yang bervariasi. Setiap permasalahan yang dihadapi oleh guru tidaklah sama, terkadang ada perbedaan.
Dalam proses pembinaan, guru mempunyai motivasi yang berbeda, ada guru yang bermotivasi tinggi, ada guru yang bermotivasi rendah. Guru yang satu bergairah dalam belajar, guru yang lain kurang bergairah dalam belajar dan ada guru yang ikut serta dalam belajar dan ada guru yang tidak ikut dalam belajar. Mereka duduk di dalam ruangan pembinaan hanya berbicara, meribut dan lain sebagainya.
Maka bagi Pembina yang hanya menggunakan satu metode akan mengalami kesulitan dalam menghadapi guru yang seperti ini. Untu itu diperlukanlah Pembina menggunakan banyak metode, ini semua disebabkan karena kelemahan yang ada pada masing-masing metode.
Dalam ketiga pembinaan, Pembina biasa saja membagi guru ke dalam kelompok, akan tetapi yang perlu diperhatian adalah adanya guru yang suka dibina secara berkelompok dan ada guru yang suka dibina sendiri. Maka dalam ini ada dua kemungkinan, yaitu pertama guru belajar berkelompok, dan kedua, adanya kemungkiann guru belajar sendiri, akan tetapi kedua proses ini masih dalam pengawasan Pembina.
Permasalahan yang dihadapai guru bervariasi maka pendekatan digunakan pun harus bervariasi pula. Permasalahan pendekatan bertolak dari konsepsi bahwa masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran bermacam-macam.
Pembina yang melakukan kesalahan yakni menghambat program pembinaan dalam ruangan ketika Pembina sedang memberikan materi pelajaran, misalnya dengan memukul badannya atau memainkan handphone. Ini adalah sanksi atau hukuman yang tidak bernilai pendidikan, Pembina telah melakukan pendekatan yang salah yaitu pendekatan kekuasaan, akan tetapi pedekatan yang benar bagi seorang Pembina adalah pendekatan edukatif setiap sikap dan tindakan yang dilakukan oleh Pembina  bernilai pendidikan agar mereka dapat menghargai nilai-nilai norma yang sama, baik norma hokum social moral dan norma agama.
Dari berbagai kasus yang terjadi di sekolah Pembina harus melakukan pendekatan yang  ada agar proses pembinaan tepat pada sasaran yang diinginkan. Di samping Pembina melakukan pendekatan individual, kelompok dan pendekatan bervariasi sebagai sarana untuk menunjang pendekatan itu. Pada masing-masing pendekatan haruslah berdampingandengan edukatif. Dan semua pendekatan yang diberikan oleh haruslah bernilai edukatif
f.          Pendekatan pembiasaan
Pendekatan pembiasaan ini sangat penting peranannya pembinaan guru, karena dengan pembinaan itulah akhirnya yang menjadi milik guru di kemudian hari. Pembiasaan yang baik membentuk guru jadi lebih baik, sebaliknya pembiasaan yang buruk akan menjadi buruk dan jauh dari profesinya.
Pendekatan pembiasaan yang dilakukan oleh Pembina tidaklah mudah, kadang-kadang memerlukan waktu yang lama dalam pembinaan. Akan tetapi sesuatu yang sudah mejadi kebiasaan sulit untuk mengubahnya, maka penting dalam kehidupan Pembina ditanamkan pembiasaan yang sifatnya positif.
Pendekatan ini  dilakukan dalam pendidikan agama Islam, karena dengan pendidikan pembiasaan itulah diharapkan siswa dapat senantiasa mengamalkan ajaran-ajaran agama dan dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Metodee mengajar yang perlu dipertimbangkan dalam pendekatan pembiasaan dalam metode latihan, pelaksanaan tugas, demonstrasi dan pengalaman langsung di lapangan. Ini semua dikarenakan pendekatan ini perlu dilakukan berulang kali.[15]
g.         Pendekatan emosional
Emosi adalah gejala kejiwan yang ada dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan masalah perasaan,  seseorag yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah ataupun rohaniyah.
Di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan social dan perasaan harga diri. Dalam kehidupan sehari-hari orang yang tergugah perasaannya, emosionalnya tergugah. Orang yang emosional adalah orang yang cepat tergugah perasaannya. Emosi atau perasaan adalah sesuatu yang peka, emosi akan memberi tanggapan bila ada rangsangan baik rangsangan itu sifatnya verbal  atau rangsangan yang sifatnya non verbal. Emosi yang sifatnya verbal misalnya ceramah, pujian, sindiran, ejekan, ceria, dialog, anjuran, perintah dan sebagainya. Sedangkan rangsangan non verbal dalam bentuk perilaku berupa sikap dan perbuatan.[16]
Dalam pembinaan pendidikan agama Islam terhadap guru pendekatan emosional sangat penting peranannya dalam membentuk kepribadian  siswa. Pendekatan emosional yang dimaksudkan di sini adalah usaha yang dilakukan dalam menggugah emosi guru dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agama. Untuk mendukung tujuan dari pendekatan emosional ini, metode mengajar yang perlu dipertimbangkan adalah metode ceramah, cerita dan sosio drama sesuai dengan pengalaman dan kebiasaan guru yang digunakan dalam proses pembelajaran.[17]

h.         Pendekatan fungsional
Ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah tidak hanya sebagai sarana untuk membina  otak guru, tetapi yang teramat penting adalah berguna bagi kehidupan guru dalam membentuk sikap dan tingkah lakunya, baik secara individu dan kelompok.
Seiring dengan pendekatan ini, materi yang disampaikan pada guru adalah materi yang sesuai dengan kebutuhan guru dalam kehidupan sehari-hari dan dalam profesinya sebagai guru. Karena harus disadari sasaran pendidikan bukan hanya kognitig saja, tetapi masuk di dalamnya psikomotor sebagai sasaran yang lebih utama.
Dalam hal ini maka, metode yang perlu dipertimbangkan Pembina adalah metode latihan,  pemberian tugas, Tanya jawab,  dan demonstrasi.
i.           Pendekatan Keagamaan
Pembinaan guru tidak hanya memberikan satu atau dua buah materi pembinaan, tetapi terdiri dari banyak materi pembinaan. Semua materi pembinaan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, pertama  pembinaan umum dan yang kedua pembinaan mata pelajaran agama sesuai yang diasuh oleh guru.
Pada masing-masing materi yang diasuh oleh Pembina, perlu semacam pendekatan keagamaan baik mata pelajaran umum ataupun mata pelajaran agama. Ini semua bertujuan agar tidak terjadinya sebuah asumsi bahwa nilai budaya ilmu yang secular artinya ada jurang pemisah dengan agama.
Sedangkan orientasi dan pendekatan keagamaan ini adalah mencari keridhaan Allah Swt, karena di samping  seorang guru, guru juga adalah makhluk Tuhan yang harus mengabdi keada-Nya, baik pengajaran itu sifatnya ritual keagamaan atau sosial kemasyarakatan.
Pendekatan keagamaan didasarkan kepada  pandangan religious yang berpendapat bahwa, pertama, tiap manusia adalah makhluk berketuhanan  yang mampu mengembangkan dirinya  menjadi manusia  yang bertakwa dan taat kepada Allah Swt. Kedua, proses pendidikan diarahkan pada proses terbentuknya manusia yang dedikatif  keapda Allah yang menyerahkan dirinya secara total kepada AllahSwt. Ketiga, proses pendidikan Islam harus diisi dengan materi pelajaran yang mengandung nilai spiritual. Keempat, strategi operasionalisasinya adalah meletakkan manusia didik berada dalam proses pendidikan sepanjang hayat dari sejak lahir sampai meninggal dunia.[18]
Pada akhirnya, pendekatan keagamaan dapat membantu Pembina untuk memperkecil kerdilnya jiwa agama dalam diri individu, yang pada akhirnya  nilai agama tidak tercemooh dan dilecehkan, akan tetapi dihayati dan diamalkan sepanjang masan.



[1] Soetjipto dan Raflis Kasasi, Profesi Keguruan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1999), Cet. Ke-I
[2] Imam Bawani, Profesi Guru Agama, (Jakarta : Aneka Ilmu, 2001), h. 87
[3] HA. Timor Djailani, Pembinaan Guru Agama , (Jakarta : Depag RI, 1998), h. 54
[4] Departemen Agama RI., Pembinaan Guru Agama, (Jakarta : depag RI., 1998), h. 32
[5] Soetjipto dan Raflis Kasasi, Op.cit, h. 46
[6] Ibid., h. 75
[7] Ibid, h. 76                           
[8] Departemen Agama RI, Op. cit., h. 43
[9] Ibid., h. 98
[10] Ibid., 99
[11] Ibid., h. 99
[12] Departemen Agama Islam RI., Profesionalisme Pengawas Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003), h. 67
[13] Departemen Agama RI, Op. cit., 68
[14] Bafadal Ibrahim, Perencanaan dan Pembinaan Guru, (Yogyakarta : Kanasius, 1998), h. 98
[15] Ibid., h. 78
[16] Ibid., h. 80
[17] Ibid., h. 85
[18] Ibid, h. 98

Tidak ada komentar: