A.
Pembinaan
Guru
1.
Pengertian
Pembinaan Guru
Adapun pengertian
pembinaan guru dapat dikemukakan bahwa pembinaan guru merupakan hal yang sangat
penting, karena pembinaan tersebut berkaitan dengan kualitas atau mutu
pendidikan di sekolah-sekolah. Agar tugas yang dibebankan kepada guru berjalan
lancar dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka pembinaan terhadap guru perlu
terus dilakukan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Adapun tujuan
yang hendak dicapai melalui pembinaan guru
adalah untuk :
1)
Meningkatkan wawasan dan kemampuan profesional guru dalam melaksanakan
tugas dan kegiatan sehari-hari.
2)
Untuk menyamakan visi, misi dan persepsi tentang pendidikan yang diberikan
di sekolah-sekolah.
3)
Untuk penyegaran dan mengurangi kejenuhan kerja guru yang sehari-hari hanya
berhadapan dengan siwaa.
4)
Untuk memperoleh kredit point yang dapat digunakan untuk memenuhi/menambah
angka kredit jabatan guru.[1]
Berdasarkan tujuan pembinaan di atas maka pembinaan terhadap
guru perlu direncanakan dan diprogramkan secara matang dan berkesinambungan oleh Departemen Agama, karena berdasarkan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama No.
0198/u/1985 dan Nomor 35 tahun 1985 Bab VI pasal 8 ayat 2 dinyatakan bahwa
pembinaan dan pengawasan tenaga teknis pendidikan agama dilakukan oleh
Departemen Agama.
Adapun yang dimaksud dengan pembinaan guru
yaitu kegiatan mengembangkan profesi guru termasuk
kepribadian mereka sebagai guru agama agar menjadi pendidik yang profesional di
bidang pendidikan.
Imam Bawani mengemukakan bahwa pembinaan guru merupakan
pembinaan terhadap tugas dan profesi guru sehingga ia mampu melaksanakan dan
mengemban tugas yang dilakukannya sebgai
guru.[2]
Memperhatikan uraian diatas dapat dikatakan bahwa
pembinaan guru merupakan pembinaan yang berorientasi kepada profesi keguruan,
dimana tujuan akhir dari pembinaan tersebut adalah kemampuan guru melaksanakan
dan mengemban tugasnya sebagai guru.
2.
Jalur pembinaan Guru
Pembinaan guru
merupakan hal yang sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas dan mutu
pendidikan agama Islam. HA. Timur Djailani mengemukakan bahwa perlunya pembinaan
guru disebabkan keberhasilan pendidikan agama Islam sangat tergantung kepada
Pembinaan oleh Departemen Agama atau pihak terkait kepada guru dalam mengemban
tugas dan profesinya.[3]
Adapun
jalur-jalur pembinaan terhadap guru di antaranya:
a.
Penyetaraan D.II dan D.III bagi guru SD dan MI serta SLTP dan MTs yang
dilaksanakan di daerha-daerah seluruh Indonesia
b.
Penataan guru pada tingkat TK, SD, SLTP dan SMU/SMA dengan dana APBN
c.
Penataran peningkatan wawasan pendidikan guru (PWKGA) yang dilaksanakan
secara koordinat antara Diknas dan Depag.
d.
Penataran Kelompok Kerja Guru Mata Pelajaran (KKGPAI) tingkat SD
e.
Penataan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (MG/MPPAI)
tingkat SLTP dan SMA/SMK
f.
Orientasi KKG dan MGMP Pendidikan Agama Islam tingkat pusat
g.
Penataran instruktur pesantren kilat SD, SLTP, dan SMA/SMK tingkat pusat.
h.
Penataran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) bagi guru pendidikan SD,
SLTP dan SMA/SMK seluruh Indonesia.
i.
Pembinaan lainnya yang diberikan di wilayah masing-masing baik oleh
pengawas, kabidpendais, kasipendais kabupaten dan kota maupun oleh pejabat lain
yang terkait.
j.
Pemberian tugas/izin belajar dari instansi yang berwenang dalam rangka
meningkatkan pendidikan formal guru .[4]
Disamping pembinaan
terhadap guru baik yang dilakukan oleh Departemen Agama maupun pihak terkait
lainnya, guru pendidikan agama Islam juga dapat mengikuti/diikutsertakan dalam
berbagai kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh instansi lain misalnya
pembinaan dari Depdagri atau pemerintah daerah setempat, dan instansi lainnya
yang ada kaitannya dengan pendidikan dalam rangka menambah pengalaman agama
yang bersangkutan.
3.
Metode Pembinaan Guru
Pembinaan terhadap
guru merupakan hal yang sangat penting, karena berhasil atau tidaknya tujuan
pendidikan dan pengajaran agama Islam sangat tergantung kepada guru sebagai
subjek pendidikan agama Islam.
a.
Pembinaan guru dengan cara pendidikan prajabatan (pra service training)
Pembinaan guru dengan cara pendidikan prajabatan (pra service training)
memerlukan pertimbangan berikut:
1)
Peningkatan mutu pelayanan akademik pada lembaga perguruan tinggi
kependidikan yang meliputi prasarana dan sarana SDM-nya.
2)
Seleksi calon yang ketat dalam hal intelegence, latar belakang sifat dan
sikap pribadi.
3)
Pendidikan guru yang dapat menjamin mutu penguasaan ilmu-ilmu pendidikan,
keguruan, psikologi dan ilmu bidang khusus yang menjadi spesialisasinya serta
penguasaan praktek mengajar.
4)
Calon guru harus menguasai ilmu keterampilan tentang meneliti, menulis,
membaca, sosial, budaya dan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5)
Calon guru harus mampu menguasai komputer, pengelolaan pustaka, olah raga dan
kesenian.
6)
Calon guru harus minimal satu tahun mengalami hidup dalam asrama untuk
membina pemahaman kerjasama, sikap hidup bersama dan terutama mampu menyelami
dan menghargai sifat dan watak yang berbeda.[5]
b.
Pembinaan guru dengan cara pendidikan dalam jabatan (in service training)
Pembinaan guru
melalui program dalam jabatan yang diberikan oleh lembaga-lembaga pendidikan
yang dilaksanakan Kantor Departemen Agama, pemerintah daerah dan organisasi
profesi keguruan PGRI, kepala sekolah dan kelompok masyarakat dikembangkan
melalui:
1)
Pelatihan-pelatihan jangka pendek yang baik dan praktis mengenai metode
manajemen sekolah dan kepemimpinan, pengembangan bidang ilmu, keterampilan baru
yang dikuasai guru agama, peneliti dan penulisan.
2)
Setiap enam bulan atau satu tahun diadakan evaluasi kinerja guru agama, dan
hasil evaluasi itu ditindak lanjuti dengan mengmebangakan pelatihan dalam
jabatan dengan menebarkan peningkatanan mutu berbasis sekolah.
3)
Adanya dukungan dari pusat dan daerah dalam setiap kegiatan peningakatan mutu
guru. Dan diadakannya program pembinaan
dalam jabatan yang kontinu baik di sekolah, maupun luar sekolah.[6]
c.
Pembinaan guru dengan cara pendidikan akta mengajar.
Pembinaan guru
melaui program akta IV dilakukan dengan menyeleksi sebelum guru
mengikuti program akta IV sehingga profesi guru bukan pelarian untuk mencari
kerja.[7]
Selain
melalui program di atas, pembinaan guru juga dilakukan melalui:
1)
Memotivasi guru dan meningkatkan semangat kerja guru yang terdiri dari
a)
Mengamati bermacam-macam motivasi guru yang hasilnya disimpan dan
dimanfaatkan dalam perencanaan
b)
Menyalurkan motivasi-motivasi yang positif dalam aktivitas yang bermanfaat
bagi sekolah
c)
Membuat program yang sesuai agar motivasi guru berkembang diantaranya:
1.
Kesempatan menunjukkan prestasi pada orang lai baik di sekolah maupun di
masyarakat umum
2.
Memberikan kesempatan mempelajari program kerja sampai guru memahaminya
3.
Mengusahakan agar guru dapat kesempatan menikmati pekerjaan mereka sampai
puas
4.
Memberikan tanggung jawab akan pekerjaan masing-masing
5.
Memberikan kesempatan bagi guru pendidika agama Islam mengembangkan diri
sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing
d)
Mengapelkan semangat kerja dengan cara sebagai berikut:
1.
Memberikan ceramah tentang dedikasi para pendidik nasional sebagai pejuang lewat
pendidikan
2.
Memberi ceramah tentang nilai-nila 45
yang patut dicontoh oleh guru dalam melaksanakan tugasnya.
e)
Memberikan
insentif bagi guru yang berdedikasi tinggi dengan prestasi yang memadai berupa:
1.
Kesempatan belajar lebih lanjut
2.
Mengikuti penataran-penataran yang sesuai dengan tugas
3.
Memberikan tawaran kedudukan jabatan yang lebih menarik
4.
Memberikan kenaikan pangkat sebagaimana mestinya
5.
Menegakkan disiplin dengan memberikan sanksi terdiri dari:
f)
Membahas etika jabatan guru yang mencakup:
1.
Berbakti membimbing anak didik
2.
Kejujuran profesional
3.
Mengadakan komunikasi demi anak didik
4.
Menciptakan kehidupan sekolah yang baik
5.
Memelihara hubungan yang baik dengan masyarakat
6.
Memlihara hubungan antar guru dan meningkatkan mutu organisasi profesional
g)
Membahas dan meningkatkan akan sumpah pegawai negeri sipil
h)
Ceramah disiplin kerja bagi orang-orang yang berprestasi tingkat
international, regional dan nasional
i)
Meningkatkan ajaran agama yang mengharuskan orang bekerja dengan disiplin
dan giat bahwa buah yang dipetik ditentukan oleh cara bekerja seseorang.
j)
Memberikan hukuman bagi guru yang melanggar disiplin[8]
d.
Memberikan
konsultasi, diskusi dan membantu pemecahan masalah yang terdiri dari:
1)
Menyediakan
waktu sebagai konsultan, untuk masalah-masalah
a)
Konflik
antar individu dan antar kelompok
b)
Kesulitan
pribadi normal yang masih ringan
c)
Ketidakseimbangan
tugas dengan guru-guru lain
d)
Rasa
ketidakpuasan yang berhubungan dengan kesejahteraan
2)
Membantu
memecahkan masalah, bila guru-guru tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri.
3)
Mengadakan
diskusi-diskusi secara formal maupun non formal yang menyangkut masalah
berikut:
a)
Komunikasi,
antar hubungan dan pergaulan sekolah
b)
Kerjasama
guru dan hubungan guru dengan siswa
4)
Memberi
contoh berperilaku terhadap personalia sekolah pada umumnya dan terhadap guru
khususnya cara berpikir dalam berkarya dan berperilaku sehari-hari.
Pembinaan
guru juga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.
Belajar
lebih lanjut, dengan cara:
1)
Tugas dalam negeri yang dibiayai pemerintah
2)
Izin belajar di kota terdekat, bekerja sambil
belajar
3)
Mengikuti program universitas terbuka
b.
Mengusahakan
sarana dan fasilitas pemantapan kerja guru agar tambah banyak jenis dan
jumlahnya.
c.
Ikut
mencarikan jalan keluar agar guru-guru dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan
sesuai dengan minat dan profesi mata pelajaran agama yang diasuhnya dalam usaha
mengembangkan profesinya
d.
Ikut
memperluas kesempatan agar guru-guru dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan
sesuai dengan minat dan profesi mata pelajaran agama yang diasuhnya dalam usaha
mengembangkan profesinya
e.
Mengadakan
diskusi ilmiah secara berkala tentang pendidikan agama Islam di sekolah
f.
Mengembangkan
cara belajar kerja kelompok untuk memonitor serta pemanfaatan hasilnya sebagai
umpan balik. Memberikan kesempatan kepada guru-guru mengarang bahan pengajaran
sendiri sebagai buku tambahan bagi siswa
g.
Membantu
guru merealisasikan kredit point sebagai persyaratan naik pangkat.[9]
Metode pembinaan guru
merupakan suatu cara mengembangkan keterampilan
guru sebagai pendidik yang profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya, dengan cara mengikuti berbagai kegiatan yang dapat menunjang
peningkatakan profesionalannya baik yang diadakan di sekolah maupun di luar
sekolah.[10]
Agar metode
pembinaan guru dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam usaha
mencapai tujuan yang diharapkan, maka diperlukan penerapan berbagai pendekatan
yang digunakan oleh pihak yang melakukan pembinaan. Adapun pihak yang
bertanggung jawab dalam pembinaan guru adalah kepala sekolah dan kantor
kementrian Agama serta pihak terkait disamping pembinaan oleh guru itu sendiri.
Di antara
pendekatan yang dapat digunakan dalam pembinaan guru diantaranya:
a.
Pendekatan
Filosofis
Pendekatan filosofis
diartikan sebagai studi tentang proses pendidikan yang didasarkan atas
nilai-nilai ajaran Islam menurut konsepsi filosofis berdasarkan al-Qur’an dan
hadis Nabi Muhammad Saw. Di antara sumber ajaran Islam tersebut, sebagian ahli
mencoba untuk menginterpretasikan dan menganlisis nilai-nilai yang terkandung
dalam al-Qur’an dan sunnah
Dalam
operasionalisasinya terwujud dalam bentuk model serta metode yang sesuai dengan
taraf kemampuan mereka masing-masing. Sedangkan yang paling mendasar dari
pendekatan filosofis ini adalah lahirnya asumsi yang mendasar bahwa Islam di
samping agama wakyu dia juga memiliki wawasan tentang konsep ideology yang
member inspirasi terhadap pemikiran manusia.
Nilai yang telah
termaktub dalam al-Qur’an itu tidak ada artinya tanpa adanya transformasi ke
dalam ajaran Islam. Oleh karena itu diperlukan semacam pedoman filosofis yang
bersifat ideal yang lentur dan fleksibel, tidak hanya bersifat konseptual saja.[11]
Al-Qur’an sebagai
sumber inspirasi dan wawasan serta pandangan hidup yang universal memberikan
dorongan dan motivasi kepada manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
melalui rasio yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya, sehingga manusia termotivasi untuk menggali ilmu pengetahuan
dengan kekuatan pikirannya.
Pendekatan filosofis
ini memandang bahwa manusia (guru) adalah makhluk rasional atau “homo rasional”
sehingga segala sesuatu yang menyangkut pengembangan didasarkan pada sejauhmana
pengembangan berfikir dapat dikembangkan dengan optimal.[12]
Dalam pembinaan guru,
pendekatan filosofis dapat diaplikasikan oleh Pembina, contohnya pada
pembelajaran mengenai proses terjadinya alam dan proses penciptaan manusia,
dari mana manusia berasal, bagaimana proses kejadian sehingga manusia tercipta
hal ini berlangsung sampai batas akhir kemampuan manusia. Dalam hal ini al-Qur’an
memberikan motivasi kepada manusia untuk selalu menggunakan rasio secara tepat
guna, sehingga untuk menemukan hakikatnya selaku hamba Allah, selaku makhluk
sosial dan selaku khalifah di bumi.
Tujuan pendekatan
ini agar guru menggunakan rasio seluas-luasnya. Sampai titik maksimal dan daya
tangkapnya, sehingga siswa terlatih untuk berfikir dengan menggunakan kemampuan
berfikir.
Dalam menggunakan
pendekatan rasional, dituntut keterampilan pembina agar dapat menyesuaikan
pendekatan ini dengan perkembangan dan karakter guru serta daya fikir. Usaha
yang lebih penting adalah bagaimana memberikan peranan pada akal (rasio) dalam
memahami dan menerima ajaran agama.[13]
Untuk mendukung
pendekatan rasional ini, maka metode mengajar yang perlu dipertimbangkan oleh
pembina adalah motede ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok latihan dan
pemberian tugas.
b.
Pendekatan Paedagogis dan Psikologis
Menurut pendekatan
ini menuntut agar kita berpandangan bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan yang
berada dalam proses perkembangan jasmani dan rohani yang memerlukan bimbingan
dan pengarahan. Maka dalam hal ini yang berperan penting di dalamnya adalah
pendidikan dan pembinaan secara sistematis.
Bimbingan merupakan
faktor yang sangat menentukan terhadapt bimbingan dan pengarahan terhadap
perkembangan jiwa guru, karena pendidikan orientasinya adalah manusia.
Sedangkan perkembangan dan pertumbuhan harus didasarkan terhadap, perkembangan
psikologis.
Tanpa disadari
dengan pandangan psikologis, bimbingan dan arahan bimbingan serta arahan yang
bernilai psikologis dan tidak akan menemukan sasaran yang tepat. Artinya antar
bimbingan dan arahan yang sifatnya paedagogis secara tidak langsung telah
mengarah pada nilai-nilai psikologis guru. Dalam hal ini paedagogis dan
psikologis saling memperkokoh terhadap perkembangan lebih lanjut.
Dalam
pelaksanaannya tidak tertutup kemungkian adanya rintangan yang bersifat paedagogis
dalam diri guru itu sediri. Karena sesungguhnya proses pembinaan guru dalam
mentransferkan ilmu kepada guru agama (transfer of knowledge) selalu mengalami
hambatan-hambatan jika tidak disiasati dengan teliti. Ini semua disebabkan
karena guru mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Maka para ahli
pendidika Islam menawarkan alternatif di samping adanya pendekatan juga harus
disertai aplikasinya dengan metode yang tepat.
Alternatif yang
ditawarkan berupa, metode, harus berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Oleh karena diperlukan faktor pendukung lain agar tujuan dapat berjalan sesuai
dengan apa yang diharapkan. Maka faktor pendukung itu adalah pendekatan yang
mendukung pendekatan psikologis dan paedagogis. Diantara pendekatan yang
mendukung terlaksananya pendekatan psikologis dan paedagogis
c.
Pendekatan individual
Sewaktu proses pembinaan
berlangsung, guru sesungguhnya mempunyai gaya yang berbeda-beda baik cara
belajar, mengungkapkan pendapat, daya serap, tingkat kecerdasan dan sebagainya,
selalu berbeda-beda ini semua disebabkan oleh faktor jasmani dan rohaninya.
Perbedaan
individual ini sesungguhnya memberikan gambaran bahwa dalam proses pembinaan,
pembinaan harus memperhatikan perbedaan individual yang ada dalam diri guru
agama. Dalam hal ini dituntut pembina dapat memainkan strategi dalam pembinaan
jika saja pembina tidak mampu memaminkan strategi yang bagus niscaya proses
pembinaan secara tidak akan pernah jadi kenyataan.
Bagi pembina professional
harus bisa menguasai kelas dengan baik dan menghidupkan suasana loka, karena
jika tidak maka lokal pada waktu itu akan menjadi fakum dan kaku. Oleh
karenanya Pembina harus bisa mensiasatinya dengan pendekatan individual.
Di antara prosedur yang
harus dilalui adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Bafadal Ibrahim adalah
aspek kompetensi mendorong dan menggalakkan ketelibatan guru dalam proses
pembinaan terdiri atas aktifitas (1) menggunakan prosedur yang melibatkan guru
pada awal pembinaan, (2) memberikan kesempatan kepada guru untuk berprestasi,
(3) memelihara ketelibatan guru dalam pengajaran, (4) menguatkan keterlibatan
guru untuk memelihara keterlibatan.[14]
Karena hidupnya
ditentukan oleh Pembina dan guru, Pembina dituntut professional dan murid
dituntut aktif dalam proses pembinaan diperlukan keahlian Pembina dalam
melakukan pendekatan individual.
d.
Pendekatan
kelompok
Manusia pada hakikatnya
adalah homo socius yang mempunyai kecenderungan hidup bersama. Maka potensi
seperti ini haruslah ditumbuh-kembangkan untuk menumbuhkan rasa jiwa sosial di
antara mereka yang tujuannya untuk mengendalikan rasa egois yang ada pada tiap
diri masing-masing individu guru.
Guru harus dibiasakan
hidup bersama bekerja sama dalam kelompok. Mereka akan menyadari kekurangan
yang ada dalam dirinya dan secara perlahan mereka juga akan mau belajar dengan
orang yang lebih pintar dari dirinya.
Bagi pembina yang akan
melaksanakan pendekatan kelompok haruslah mempunyai perencanaan yang matang,
karena pendekatan kelompok harus sesuai dengan tujuan, fasilitas belajar yang
mendukung, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang akan
diberikan kepada anak didik memang cocok didekati dengan pendekatan kelompok
Perbedaan individu guru
pada aspek biologis, intelektual dan psikologis dijadikan landasan utama
pendekatan kelompok. Dengan adanya pendekatan kelompok diharapkan guru lebih
mudah lagi dalam melakukan pembinaan guru.
e.
Pendekatan
bervariasi
Ketika Pembina
dihadapkan kepada guru yang bermasalah, maka Pembina akan dihadapkan kepada
permasalahan guru yang bervariasi. Setiap permasalahan yang dihadapi oleh guru
tidaklah sama, terkadang ada perbedaan.
Dalam proses pembinaan,
guru mempunyai motivasi yang berbeda, ada guru yang bermotivasi tinggi, ada
guru yang bermotivasi rendah. Guru yang satu bergairah dalam belajar, guru yang
lain kurang bergairah dalam belajar dan ada guru yang ikut serta dalam belajar
dan ada guru yang tidak ikut dalam belajar. Mereka duduk di dalam ruangan
pembinaan hanya berbicara, meribut dan lain sebagainya.
Maka bagi Pembina yang
hanya menggunakan satu metode akan mengalami kesulitan dalam menghadapi guru
yang seperti ini. Untu itu diperlukanlah Pembina menggunakan banyak metode, ini
semua disebabkan karena kelemahan yang ada pada masing-masing metode.
Dalam ketiga pembinaan,
Pembina biasa saja membagi guru ke dalam kelompok, akan tetapi yang perlu
diperhatian adalah adanya guru yang suka dibina secara berkelompok dan ada guru
yang suka dibina sendiri. Maka dalam ini ada dua kemungkinan, yaitu pertama
guru belajar berkelompok, dan kedua, adanya kemungkiann guru belajar sendiri,
akan tetapi kedua proses ini masih dalam pengawasan Pembina.
Permasalahan yang
dihadapai guru bervariasi maka pendekatan digunakan pun harus bervariasi pula.
Permasalahan pendekatan bertolak dari konsepsi bahwa masalah yang dihadapi guru
dalam pembelajaran bermacam-macam.
Pembina yang melakukan
kesalahan yakni menghambat program pembinaan dalam ruangan ketika Pembina
sedang memberikan materi pelajaran, misalnya dengan memukul badannya atau
memainkan handphone. Ini adalah sanksi atau hukuman yang tidak bernilai
pendidikan, Pembina telah melakukan pendekatan yang salah yaitu pendekatan
kekuasaan, akan tetapi pedekatan yang benar bagi seorang Pembina adalah
pendekatan edukatif setiap sikap dan tindakan yang dilakukan oleh Pembina bernilai pendidikan agar mereka dapat
menghargai nilai-nilai norma yang sama, baik norma hokum social moral dan norma
agama.
Dari berbagai kasus
yang terjadi di sekolah Pembina harus melakukan pendekatan yang ada agar proses pembinaan tepat pada sasaran
yang diinginkan. Di samping Pembina melakukan pendekatan individual, kelompok
dan pendekatan bervariasi sebagai sarana untuk menunjang pendekatan itu. Pada
masing-masing pendekatan haruslah berdampingandengan edukatif. Dan semua
pendekatan yang diberikan oleh haruslah bernilai edukatif
f.
Pendekatan
pembiasaan
Pendekatan pembiasaan
ini sangat penting peranannya pembinaan guru, karena dengan pembinaan itulah
akhirnya yang menjadi milik guru di kemudian hari. Pembiasaan yang baik
membentuk guru jadi lebih baik, sebaliknya pembiasaan yang buruk akan menjadi
buruk dan jauh dari profesinya.
Pendekatan pembiasaan
yang dilakukan oleh Pembina tidaklah mudah, kadang-kadang memerlukan waktu yang
lama dalam pembinaan. Akan tetapi sesuatu yang sudah mejadi kebiasaan sulit
untuk mengubahnya, maka penting dalam kehidupan Pembina ditanamkan pembiasaan
yang sifatnya positif.
Pendekatan ini dilakukan dalam pendidikan agama Islam,
karena dengan pendidikan pembiasaan itulah diharapkan siswa dapat senantiasa
mengamalkan ajaran-ajaran agama dan dapat diaktualisasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Metodee mengajar yang
perlu dipertimbangkan dalam pendekatan pembiasaan dalam metode latihan,
pelaksanaan tugas, demonstrasi dan pengalaman langsung di lapangan. Ini semua
dikarenakan pendekatan ini perlu dilakukan berulang kali.[15]
g.
Pendekatan
emosional
Emosi adalah gejala
kejiwan yang ada dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan masalah
perasaan, seseorag yang mempunyai
perasaan pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah ataupun
rohaniyah.
Di dalamnya ada
perasaan intelektual, perasaan social dan perasaan harga diri. Dalam kehidupan
sehari-hari orang yang tergugah perasaannya, emosionalnya tergugah. Orang yang
emosional adalah orang yang cepat tergugah perasaannya. Emosi atau perasaan
adalah sesuatu yang peka, emosi akan memberi tanggapan bila ada rangsangan baik
rangsangan itu sifatnya verbal atau
rangsangan yang sifatnya non verbal. Emosi yang sifatnya verbal misalnya
ceramah, pujian, sindiran, ejekan, ceria, dialog, anjuran, perintah dan
sebagainya. Sedangkan rangsangan non verbal dalam bentuk perilaku berupa sikap
dan perbuatan.[16]
Dalam pembinaan
pendidikan agama Islam terhadap guru pendekatan emosional sangat penting
peranannya dalam membentuk kepribadian
siswa. Pendekatan emosional yang dimaksudkan di sini adalah usaha yang
dilakukan dalam menggugah emosi guru dalam meyakini, memahami dan menghayati
ajaran agama. Untuk mendukung tujuan dari pendekatan emosional ini, metode
mengajar yang perlu dipertimbangkan adalah metode ceramah, cerita dan sosio
drama sesuai dengan pengalaman dan kebiasaan guru yang digunakan dalam proses
pembelajaran.[17]
h.
Pendekatan
fungsional
Ilmu pengetahuan yang
diajarkan di sekolah tidak hanya sebagai sarana untuk membina otak guru, tetapi yang teramat penting adalah
berguna bagi kehidupan guru dalam membentuk sikap dan tingkah lakunya, baik
secara individu dan kelompok.
Seiring dengan
pendekatan ini, materi yang disampaikan pada guru adalah materi yang sesuai
dengan kebutuhan guru dalam kehidupan sehari-hari dan dalam profesinya sebagai
guru. Karena harus disadari sasaran pendidikan bukan hanya kognitig saja,
tetapi masuk di dalamnya psikomotor sebagai sasaran yang lebih utama.
Dalam hal ini maka,
metode yang perlu dipertimbangkan Pembina adalah metode latihan, pemberian tugas, Tanya jawab, dan demonstrasi.
i.
Pendekatan
Keagamaan
Pembinaan guru tidak
hanya memberikan satu atau dua buah materi pembinaan, tetapi terdiri dari
banyak materi pembinaan. Semua materi pembinaan pada dasarnya dapat dibagi
menjadi dua bagian, pertama pembinaan
umum dan yang kedua pembinaan mata pelajaran agama sesuai yang diasuh oleh guru.
Pada masing-masing
materi yang diasuh oleh Pembina, perlu semacam pendekatan keagamaan baik mata
pelajaran umum ataupun mata pelajaran agama. Ini semua bertujuan agar tidak
terjadinya sebuah asumsi bahwa nilai budaya ilmu yang secular artinya ada
jurang pemisah dengan agama.
Sedangkan orientasi dan
pendekatan keagamaan ini adalah mencari keridhaan Allah Swt, karena di
samping seorang guru, guru juga adalah
makhluk Tuhan yang harus mengabdi keada-Nya, baik pengajaran itu sifatnya
ritual keagamaan atau sosial kemasyarakatan.
Pendekatan keagamaan
didasarkan kepada pandangan religious
yang berpendapat bahwa, pertama, tiap manusia adalah makhluk berketuhanan yang mampu mengembangkan dirinya menjadi manusia yang bertakwa dan taat kepada Allah Swt.
Kedua, proses pendidikan diarahkan pada proses terbentuknya manusia yang
dedikatif keapda Allah yang menyerahkan
dirinya secara total kepada AllahSwt. Ketiga, proses pendidikan Islam harus
diisi dengan materi pelajaran yang mengandung nilai spiritual. Keempat,
strategi operasionalisasinya adalah meletakkan manusia didik berada dalam
proses pendidikan sepanjang hayat dari sejak lahir sampai meninggal dunia.[18]
Pada akhirnya,
pendekatan keagamaan dapat membantu Pembina untuk memperkecil kerdilnya jiwa
agama dalam diri individu, yang pada akhirnya
nilai agama tidak tercemooh dan dilecehkan, akan tetapi dihayati dan
diamalkan sepanjang masan.
[1]
Soetjipto dan Raflis Kasasi, Profesi Keguruan, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 1999), Cet. Ke-I
[2] Imam
Bawani, Profesi Guru Agama, (Jakarta : Aneka Ilmu, 2001), h. 87
[3] HA.
Timor Djailani, Pembinaan Guru Agama , (Jakarta : Depag RI, 1998), h. 54
[4]
Departemen Agama RI., Pembinaan Guru Agama, (Jakarta : depag RI., 1998),
h. 32
[7] Ibid,
h. 76
[8] Departemen Agama RI, Op. cit., h. 43
[9] Ibid.,
h. 98
[10] Ibid., 99
[11] Ibid., h. 99
[12]
Departemen Agama Islam RI., Profesionalisme Pengawas Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003), h. 67
[13] Departemen Agama RI, Op. cit., 68
[14] Bafadal
Ibrahim, Perencanaan dan Pembinaan Guru, (Yogyakarta : Kanasius, 1998),
h. 98
[18] Ibid,
h. 98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar