A. Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Dasar
Pendidikan agama adalah salah
satu mata pelajaran wajib yang diajarkan dalam kurikulum pendidikan dasar dan
menengah. Pendidikan agama Islam bagi
murid muslim merupakan salah satunya. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi (2008: 10) dikatakan bahwa
Pendidikan Agama masuk ke dalam komponen pertama dalam struktur kurikulum SD/MI
dan sekolah menengah. Kelas I-III diajarkan secara tematik, sedangkan kelas
IV-VI diajarkan dalam 3 jam pelajaran perminggu.
1. Tujuan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Dasar
Kegiatan
pendidikan agama Islam secara keseluruhan diarahkan untuk meningkatkan
keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam dari
peserta didik di samping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi juga
sekaligus untuk kesalehan sosial. Dalam Permendiknas nomor 22 Tahun 2006
dijelaskan:
Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan
potensi spritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi
pekerti dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Sedangkan
peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman
nilai-nilai keagamaan serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
individual ataupun kolektif kemasyarakatan.[1]
Kualitas
atau kesalehan pribadi itu diharapkan mampu memancar keluar dalam hubungan
kesehariannya dengan muslim lainnya (bermasyarakat), baik seagama (sesama
muslim) ataupun yang tidak seagama (non muslim), serta dalam berbangsa dan bernegara
sehingga dapat terwujud persatuan nasional. [2]
Dari rumusan tujuan sebagaimana tersebut di atas, terlihat bahwa Pendidikan
Agama Islam bertujuan mengembangkan segenap dimensi kehidupan manusia.
Beberapa
dimensi yang hendak ditingkatkan dalam PAI menurut Muhaimin adalah:
1. Dimensi keimanan
peserta didik terhadap ajaran agama Islam
2. Dimensi pemahaman dan
penalaran intelektual serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran Islam
3. Dimensi penghayatan
dan pengamalan batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran
agama Islam
4. Dimensi pengamalannya
dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati itu
mampu diamalkan dalam kehidupan pribadi sebagai manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Allah SWT, dan berakhlak mulia serta diaktualisasikan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[3]
Cakupan aspek pendidikan agama
Islam di SD meliputi 5 aspek, yaitu al-Qur’an, Keimanan, akhlak, Sejarah Islam
dan Ibadah. Tujuan PAI di tingkat SD sebagaimana dikemukakan dalam standar isi
pendidikan dasar adalah:
a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian,
pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan,
serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
b.
Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia
yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur,
adil, etis, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan serta personal dan
sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.[4]
Dari rumusan tujuan ini dapat dilihat
bahwa tujuan pendidikan agama Islam mulai dari SD sampai selanjutnya pada
jenjang yang lebih tinggi sangat sejalan dengan arah tujuan pendidikan nasional,
yang berusaha mengembangkan segenap potensi yang dimiliki manusia, agar
bermanfaat untuk kehidupannya secara pribadi, dalam hubungannya dengan Tuhan,
masyarakat dan negara.
Dalam kepentingan pribadinya, manusia
diharapkan sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia diharapkan
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hubungan sosialnya
dengan masyarakat, berbangsa dan bernegara manusia diharapkan berakhlak mulia dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2. Ruang Lingkup
Materi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar
Ruang lingkup Pendidikan
Agama Islam, sebagaimana terlihat pada petunjuk SK-KD di atas meliputi
aspek-aspek sebagai berikut.
a. Al-Qur’an dan Hadits
b. Aqidah
c. Akhlak
d. Fiqih
e. Tarikh dan Kebudayaan
Islam
Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian
antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama
manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam
sekitarnya.
3. Evaluasi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Evaluasi berasal dari Bahasa
Inggris, evaluation yang akar katanya value yang berarti nilai
atau harga. Sedangkan secara istilah, evaluasi menurut Edwind Wand
adalah statu tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu. M. Chabib
Thoha mengartikan evaluasi sebagai kegiatan yang terencana untu mengetahi
keadaan objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan
tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.[5]
Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka evaluasi pendidikan berarti proses
pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa dan bagaimana
tujuan pendidikan sudah tercapai, dan jika belum tercapai apa sebabnya.
Jenis evaluasi dalam pembelajaran
pendidikan Agama Islam, sama dengan evaluasi pada pembelajaran lainnya, yaitu:
a. Penilaian formatif,
yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh para peserta
didik setelah menyelesaikan program dalam satuan materi pokok pada suatu bidang
studi tertentu.
b. Penilaian sumatif, yaitu
penilaian yang dilakukan terhadap hasil belajar siswa setelah selesai mengikuti
pembelajaran dalam satu caturwulan, semester atau akhir tahun.
c. Penilaian penempatan (placement)
yaitu penilaian tentang pribadi peserta didik untuk kepentingan penempatan di
dalam situasi belajar yang sesuai dengan kondisi peserta didik.
d. Penilaian diagnostik,
yaitu penilaian yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keberadaan
belajar peserta didik baik merupakan kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam
proses pembelajaran.[6]
Mengingat ranah-ranah yang
terkandung dalam tujuan pendidikan merupakan sasaran evaluasi hasil belajar,
maka tujuan dari masing-masing ranah juga harus jelas kelas atau tingkatannya.
Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah tujuan oleh Bloom, memuat
tingkatan-tingkatan yakni:
a. Ranah kognitif yang
terdiri dari 6 tingkatan, yaitu:
1) Pengetahuan, yaitu
berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang falta,
istilah, prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari
2) Pemahaman, merupakan
tingkat berikutnya berupa kemampuan memahami isi pelajaran yang telah
dipelajari
3) Penggunaan/penerapan,
merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya
4) Analisis, merupakan
kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok
5) SÃntesis, merupakan
kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru
6) Evaluasi, merupakan
kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu
b. Ranah afektif dengan
tingkatannya yaitu:
1) Menerima, berupa
perhatian terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat secara lebih aktif
2) Merespon, yaitu
menanggapi stimulan dan merasa terikat serta secara aktif memperhatikan
3) Menilai, yaitu
menilai selanjutnya merespon suatu gejala dan mengambil bagian atas apa yang
terjadi
4) Mengorganisasi, yaitu
membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang
dipercaya
5) Karakterisasi, yaitu
mengkonseptualisasikan masing-masing nilai pada waktu merespon
c. Ranah Psikomotor
dengan tingkatannya:
1) Gerakan tubuh yang
mencolok yang menekankan pada kekuatan, kecepatan, dan ketepatan
2) Ketepatan gerakan
yang dikoordinasi, berdasarkan urutan atau pola dari gerakan
3) Perangkat komunikasii
nonverbal, yaitu komunikasi tanpa kata
4) Kemampuan berbicara,
yang berhubungan dengan komunikasi lisan
secara mahir[7]
Untuk melakukan evalusi pada masing-masing ranah ini, maka tujuan pembelajaran dikelompokkan menurut ranah-ranah ini terlebih dahulu. Kesemua bentuk penilaian ini dilakukan dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar. Kaitannya dengan belajar tuntas, maka penilaian formatif dilakukan setiap satu kompetensi dasar, penilaian sumatif dilakukan di akhir semester, dan sub sumatifnya dilakukan pada pertengahan semester, penilaian diagnostif terjadi dalam kegiatan belajar setiap hari dan pada penilaian formatif.
Jenis alat penilaian dalam evaluasi
pendidikan agama Islam di SD dapat menggunakan alat tes atau non tes. Tes dapat
dilakukan dengan teknik lisan, tulisan maupun tindakan. Sedangkan non tes dapat
dilakukan melalui observasi, wawancara, studi kasus, rating scale, check
list dan inventory, atau daftar pertanyaan yang disertai jawaban
setuju, kurang setuju dan tidak setuju.[8]
Dikaitkan dengan evaluasi pembelajaran
pendidikan agama Islam di sekolah inklusi, maka perlu pula dikaji acuan
penilaian yang digunakan. Penilaian hasil belajar terhadap siswa yang
memerlukan pendidikan khusus pada program
pendidikan terpadu pada hakikatnya sama dengan penilaian hasil belajar
terhadap siswa pada umumnya, karena siswa yang memerlukan pendidikan khusus
menyesuaikan dengan sistem yang berlaku di sekolah reguler. Bagi siswa yang
belum mampu mencapai kompetensi yang diharapkan, guru perlu mengadakan remedial
teching atau pengajaran remedial, sedangkan bagi siswa yang telah mampu
mencapai kompetensi lebih cepat dari siswa lainnya, guru perlu memberikan
pengayaan.
Penilaian hasil belajar terhadap siswa
yang memerlukan pendidikan khusus pada
program pendidikan inklusif harus disesuaikan dengan karakteristik siswa
yang memerlukan pendidikan khusus, karena sistem pembelajaran harus
menyesuaikan dengan karakteristik siswa. Oleh karena itu, sistem evaluasi hasil
belajar untuk kenaikan kelas pun juga berbeda antara anak berkebutuhan khusus
dengan anak yang lainnya. Implikasinya, kiteria kenaikan kelasnya pun juga
berbeda.[9]
Cara penilaian yang disarankan untuk
belajar aktif adalah cara penilaian tertulis, unjuk kerja, produk dan
portofolio. Adapun pendekatan penilaian yang dilakukan adalah penilaian acuan
patokan (PAP). Pada PAP penialain lebih ditujukan untuk mengetahui penguasaan
bahan pelajaran, bukan pada kedudukan siswa dalam kelas (sebagaimana halnya
dalam penilaian acuan norma). Jadi PAP lebih mengutamakan kemampuan apa yang
sudah dan belum dikuasai siswa setelah menyelesaikan satu bagian kecil dari
keseluruhan pelajaran.
Tabel 2.1:
Perbedaan Penilaian PAP dengan PAN
NO
|
Norm Referenced (PAN)
|
Criterion Refernced (PAP)
|
1
|
Berfungsi untuk menetapkan kedudukan relatif seseorang siswa di dalam
kelasnya
|
Berfungsi menetapkan apakah siswa telah mencapai tujuan atau kemampuan
yang ditargetkan
|
2
|
Tujuan pengajaran dinyatakan secara umum atau secara khusus
|
Tujuan pengajaran harus dinyatakan secara khusus
|
3
|
Belajar tuntas tidak begitu diutamakan
|
Sangat mengutamakan adanya belajar tuntas, sehingga perlu dinyatakan
standar tingkat keberhasilan tujuan pengajaran
|
4
|
Tes harus mencakup tingkat kesukaran yang beragam dari yang mudah, sedang
dan sukar
|
Penyusunan soal lebih mengutamakan pada performance dan kemampuan yang
harus dikuasai siswa
|
5
|
Skor diolah dengan menggunakan statistika seperti mean, standar deviasi
dan lain-lain
|
Tidak selalu skor diolah dengan menggunakan prosedur statistika
|
6
|
Tepat dipakai untuk tes penempatan dan tes sumatif
|
Tepat dipakai untuk tes diagnostik dan tes formatif
|
7
|
Hasil penilaian tepat ditransformasikan dalam skala angka seperti A, B,
C, D atau dalam standar 0-10
|
Hasil penilaian tepat dinyatakan dalam bentuk pernyataan: Sangat
memuaskan, memuaskan, cukup, kurang dan gagal
|
Dengan konsep PAP yang sangat mengutamakan
adanya belajar tuntas, maka jelaslah bahwa dalam kelas inklusif ada suatu
keharusan untuk menerapkan strategi belajar tuntas.
4. Pengembangan Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Strategi
menurut Joni dalam Sri Anitah adalah ilmu atau kiat dalam memanfaatkan segala
sumber yang dimiliki atau yang dikerahkan untuk mencapai tujuan. Dimyati dan
Soedjono dalam sumber yang sama mengatakan bahwa strategi dalam pembelajaran
adalah kegiatan guru untuk memikirkan dan mengupayakan terjadinya konsistensi
antara aspek-aspek dari komponen pembetntuk sistem pendidikan.[11]
Strategi mengajar menurut Nana Sudjana adalah tindakan guru melaksanakan
rencana mengajar. Artinya bagaimana guru menggunakan beberapa variabel
pengajaran (tujuan, bahan, metode dan alat, serta evaluasi) agar dapat
mempengaruhi para siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[12]
Dengan
demikian strategi pembelajaran sesungguhnya adalah upaya guru secara nyata
untuk melaksanakan pengajaran dengan mengatur keseluruhan komponennya, sehingga
jelaslah langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Strategi
pembelajaran dikembangkan dalam setiap bidang studi dan tingkatan pendidikan.
Penggunaan strategi pembelajaran dalam pendidikan agama Islam mengacu pada
upaya guru mengoptimalkan hasil belajar muridnya demi tercapainya tujuan
pendidikan agama Islam itu sebaik-baiknya. Berbagai metode, pendekatan, dan
model pembelajaran dikembangakan dalam inovasi pembelajaran pendidikan agama
Islam, untuk terus meningkatkan keberhasilan peserta didik.
Strategi
belajar tuntas adalah satu strategi pembelajaran yang sebenarnya konsep ini
telah lama dikenalkan, namun masih belum semua guru siap melaksanakannya.
Strategi ini berorientasi agar setiap siswa dengan latar belakang kemampuan
yang berbeda dapat sama-sama mencapai hasil belajar seoptimal mungkin. Namun
selain strategi belajar tuntas, masih banyak strategi belajar lain yang terus
dikembangkan oleh para ahli guna memajukan pendidikan, termasuk pendidikan
agama Islam.
[1] Sekretariat Jenderal Departemen
Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, (Jakarta: Depdiknas,
2006), h. 1
[2] Muhaimin, dkk, Strategi Belajar
Mengajar: Penerapannya dalam Pembelajaran Agama Islam, (Surabaya: Citra
Media, 1996). h. 1-2
[5] Ramayulis, op. cit, h. 221
[6] Ibid., h. 227-228
[8] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses
Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2004), h. 113-115
[9] Depdiknas,
Penilaian Hasil Belajar Siswa di Kelas Inklusif, (Jakarta: tp, 2005), h. 2
[10] Nana Sudjana, op. cit. , h. 133
[11] Sri Anitah, op. cit., h. 1.24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar