Cari Blog Ini

Kamis, 03 Mei 2018

Pengelolaan Pembelajaran


A.    Pengelolaan Pembelajaran

Istilah pengelolaan merupakan terjemahan dari kata management, berasal dari kata ”to manage” yang berarti mengatur, melaksanakan, mengelola, mengendalikan, dan memperlakukan. Namun kata management sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata manajemen yang berarti sama dengan istilah pengelolaan, yakni sebagai suatu proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan agar dapat diselesaikan secara efisien dan efektif.
John M. Echols dan Hassan Sadily menguraikan, kata pengelolaan berasal dari kata kelola beribuhan peng-an,  yang berarti ; ” 1 manage (a business, etc.). 2 Carry out, execute (a job, etc.). –an management. Peng- manager, organizer. Peng-an management.”[1].
Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat oleh siswa. Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antara siswa dengan lingkungannnya baik antar siswa dengan siswa, siswa dengan sumber belajar, maupun siswa dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi siswa jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi mereka. Disamping itu, pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu mengarahkan siswa ke dalam  proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar.
Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan  individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat mengubah  kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik.
Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan  pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah  pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah"[2].
                
Lalu bagaimana maksudnya jika rumusan-rumusan di atas digandengkan dengan kaidah pengelolaan?. Dengan mengambil istilah pengelolaan yang dikemukakan di atas, maka secara keseluruhan istilah pengelolaan pembelajaran dapat diartikan; sebagai suatu proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan berbagai komponen pembelajaran yang dapat mempengaruhi perubahan prilaku peserta didik, sehingga dapat terfasilitasi secara baik.  Ivor K. Davies mengemukakan bahwa;
Pada dasarnya ada dua macam kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap guru atau pelatih; mereka mengelola sumber belajar dan melaksanakan dirinya sebagai sumber belajar. Apabila seorang guru atau instruktur dengan sengaja menciptakan suatu lingkungan belajar di dalam kelasnya dengan maksud mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka ia bertindak sebagai ”guru manager”. Apabila guru atau instruktur yang sama secara pisik mengajar di kelas tersebut, maka menjadi salah satu dari sumber belajar yang dikelolanya, dengan demikian  ia berperan sebagai guru ”Pelaksana (teacher-operator) ”[3]

 Terciptanya kegiatan pengelolaan sebagai salah satu komponen faktor belajar yang dapat mendukung efektifitas dan efisiensi pembelajaran tidak terlepas dari peran guru sebagai pengelola pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Guru sebagai unsur yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran harus mengetahui secara benar dan efektif tugas yang harus dikuasainya dalam mengelola lingkungan belajar yang tersedia di sekolah.
Memperhatikan tugas dan tanggungjawab guru yang sangat komplek, maka seorang guru dituntut untuk mampu melaksanakan empat fungsi umum guru sebagai manajer, yaitu :
1.      Merencanakan; pekerjaan seorang guru untuk menyusun tujuan belajar
2.      Mengorganisasikan; pekerjaan seorang guru untuk mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar, sehingga dapat mewujudkan tujuan belajar dengan cara yang paling efektif, efisien dan ekonimis.
3.      Memimpin; pekerjaan seorang guru untuk memotivasi, mendorong dan menstimulusikan murid-muridnya, sehingga mereka akan siap untuk mewujudkan tujuan belajar.
4.      Mengawasi; pekerjaan seorang guru untuk menentukan apakah fungsinya dalam mengorganisasikan dan memimpin di atas telah berhasil dalam mewujudkan tujuan yang dirumuskan. Jika tujuan belum dapat diwujudkan, maka guru harus menilai dan mengatur kembali situasinya-bukan mengubah tujuannya.[4]     

Secara pisik, keempat fungsi tersebut di atas merupakan kegiatan yang terpisah satu sama lain, namun keempatnya harus dipandang sebagai suatu siklus kegiatan yang saling berhubungan sama lain, seperti pada gambar berikut:
Gambar 2.2. : Empat Fungsi Guru Sebagai Manajer
 





Sumber : Ivor K. Davies : 1987
 Tindakan pengelolaan pembelajaran adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses pembelajaran berlangsung efektif. Tindakan guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan dan tindakan korektif. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan jalan menyediakan kondisi, baik pisik maupun kondisi sosio-emosional sehingga terasa benar oleh peserta didik rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Tindakan korektif adalah koreksi terhadap tingkah laku peserta didik yang menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi proses belajar mengajar yang sedang berlangsung.
Ahmad Rohani menjelaskan; Tindakan korektif dapat dibagi dua, yaitu tindakan yang seharusnya segera diambil guru pada saat terjadi gangguan (dimensi tindakan) dan tindakan penyembuhan terhadap tingkah laku yang menyimpang  yang terlanjur terjadi agar penyimpangan tersebut tidak berlarut-larut. Dimensi pencegahan dapat merupakan tindakan guru dalam mengatur lingkungan belajar, mengatur peralatan, dan lingkungan sosio-emosional.[5]   
Beberapa komponen  yang sangat penting dikelola oleh seorang guru berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran adalah :
1.      Kondisi dan Situasi Belajar
a.       Kondisi Pisik
1)      Ruang Tempat Berlangsung Proses Pembelajaran
Ruangan tempat berlangsungnya pembelajaran harus memungkinkan semua bergerak leluasa dan tidak saling mengganggu antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya pada saat melakukan aktifitas pembelajaran. Ruang kelas perlu ditata dengan baik dan dilengkapi dengan hiasan yang bernilai pendidikan, seperti kata-kata mutia, gambar tokoh sejarah,  dan lain-lain.
2)      Penataan Kelas dan Tempat Duduk
Penataan kelas sangat dipengaruhi oleh falsafah dan metode pembelajaran yang dipakai di kelas. Penataan ruang yang klasikal dengan semua bangku menghadap ke satu arah (guru dan papan tulis) sangat sesuai dengan metode ceramah. Dalam metode ini, guru berperan sebagai narasumber yang utama, atau mungkin juga satu-satunya. Metode ceramah dan penataan ruang kelas klasikal bukan satu-satunya model yang bisa dipakai di kelas. Keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Anita Lie[6] mengemukakan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menata kelas, yaitu :
a.       Ukuran ruang kelas
b.      Jumlah siswa
c.       Tingkat kedewasaan siswa
d.      Toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa
e.       Toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain.
f.       Pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran
Penataan ruang kelas perlu memperhatikan prinsi-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata sedemikian rupa sehingga semua siswa dapat melihat guru ataupun papan tulis dengan jelas, juga dapat melihat teman-teman sekelompoknya dengan baik. Ada beberapa model penataan bangku yang bisa diterapkan dalam pengelolaan kelas, yaitu :
·         Berbaris berjajar (bersaf atau berbanjar)
·         Pengelompokan yang terdiri atas 8 – 10 orang siswa
·         Setengah lingkaran
·         Berbentuk lingkaran
3)      Ventilasi dan Pengaturan Cahaya
Ventilasi ruang kelas harus cukup menjamin kesehatan peserta didik. Jendela harus cukup besar sehingga memungkin panas cahaya matahari masuk, dan udara sehat dapat masuk ke ruang kelas sehingga semua peserta didik dalam kelas dapat menghirup udara segar yang cukup mengandung O2 (oksigen).  
4)      Pengaturan Penyimpanan Barang
Barang-barang yang menjadi inventaris kelas hendaknya disimpan pada tempat yang khusus mudah dicapai jika segera diperlukan. Barang-barang yang nilai praktisnya tinggi dapat disimpan di ruang kelas, seperti buku pelajaran, pedoman kurikulum, buku pribadi peserta didik, buku absen/ batas pelajaran, dan lain-lain.
Pemeliharaan barang tersebut sangat penting dilakukan oleh seorang guru, dan secara periodik harus dicek dan recek, termasuk mewaspadai keamanannya.
b.      Kondisi Sosio-emosional
1)      Tipe Kepemimpinan
Tipe kepemimpinan guru akan mewarnai suasana emosional di dalam kelas. Tipe kepemimpinan guru yang lebih mengacu pada otoriter akan menghasilkan sikap peserta didik yang apatis dan agresif. Kedua sikap ini dapat menjadi sumber problem pengelolaan kelas. Dengan tipe yang otoriter peserta didik hanya akan aktif kalau ada guru yang mengawasi, tapi kalau guru tidak ada mengawasi semua aktifitas menurun bahkan tidak ada aktifitas yang bermanfaat.
Sebaliknya, tipe kepemimpin yang demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan peserta didik dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai. Sikap ini dapat membantu menciptakan iklim yang menguntungkan bagi terciptanya kondisi pembelajaran yang optimal, peserta didik akan belajar produktif, baik ketika diawasi maupun tidak diawasi oleh guru.
2)      Sikap dan Suara Guru
Guru secara utuh adalah teladan bagi peserta didik. Sikap, perilaku, penampilan, aktifitas, bahkan termasuk suara guru menjadi perhatian bagi peserta didik. Untuk itu  seorang guru perlu memiliki kepribadian yang luhur, menguasai strategi mengajar sebagai kompetensinya. Sehubungan dengan itu, Syaiful Bahri Jamarah mengungkapkan bahwa:
”Seorang guru seharusnya memiliki pemahaman-pemahaman yang dalam tentang pengajaran. Mengajar bukanlah kegiatan yang mudah melainkan suatu kegiatan dan tugas yang berat dan penuh dengan permasalahan. Kemampuan dan kecakapan sangat dituntut bagi seorang guru. Karena itu seorang guru harus memiliki kecakapan dan keahlian tentang keguruan. Kemampuan dan kecakapan merupakan modal dasar bagi seorang guru dalam melakukan kegiatan atau tugasnya”.[7]

c.       Kondisi Organisasional
1)      Penggantian Pelajaran
Untuk beberapa pelajaran mungkin ada baiknya peserta didik tetap berada di dalam ruang kelas. Akan tetapi untuk pelajaran-pelajaran tertentu peserta didik diharuskan pindah ruangan, seperti ke ruangan labor, perpustakaan, kesenian, lapangan olah raga dan sebagainya.
Hal ini rutin dilakukan oleh setiap sekolah, untuk itu perlu diatur secara tertib, misalnya ada waktu senggang waktu bagi peserta didik berpindah ruangan. Perpindahan peserta didik dari suatu ruangan ke ruangan lain itu dipimpin oleh ketua kelas, sehingga kelihatan teratur dan terlaksana dengan tertib dan efisien.
2)      Masalah Peserta Didik
Jika terjadi suatu permasalahan antar peserta didik yang tidak dapat diselesaikan antar mereka, ketua dapat melaporkan kepada guru yang mengajar pada jam pelajaran tersebut untuk bersama-sama memecahkan dan mengatasi masalah tersebut. Apabila tidak dapat diselesaikan oleh guru yang bersangkutan dapat dilanjutkan kepada guru piket, wali kelas ataupun guru bimbingan konseling. Prosedur seperti ini juga harus dilakukan oleh peserta didik untuk menyampaikan usul, ide-ide tentang kegiatan kelas yang akan dilaksanakan.
3)      Pengelompokan Peserta Didik
Sistem pengelompokan siswa dalam pengelolaan pembelajaran ada dua macam, yaitu pengelompokan secara homogen dan pengelompokan hetrogen, namun yang sering dilakukan oleh para guru ataupun pimpinan sekolah adalah pengelompokan secara homogen berdasarkan prestasi belajar mereka. Kelompok belajar seperti ini dikenal dengan istilah ability grouping dan telah banyak disoroti oleh para pakar dan peneliti dewasa ini.
Ability grouping adalah praktek memasukkan beberapa siswa dengan kemampuan yang setara dalam kelompok yang sama. Praktek ini bisa dilakukan pada pembagian kelompok di dalam satu kelas atau pembagian kelas di dalam satu sekolah. Jadi, di dalam satu kelas ada kelompok siswa pandai dan kelompok siswa lemah. Atau ada kelas-kelas unggulan dan ada pula kelas-kelas yang tidak unggulan di dalam satu sekolah. Praktek-praktek ini malah sering menjadi kebiasaan yang dibanggakan di beberapa sekolah unggulan di Indonesia ataupun di luar negeri yang ingin menonjolkan kelas khusus mereka yang terdiri dari anak-anak cerdas dan berbakat.
Pengelompokan homogen berdasarkan prestasi belajar sangat disukai karena tampaknya memang bermanfaat. Diantara manfaat pengelompokan secara homogen tersebut adalah :
a)      Pengelompokan cara ini sangat praktis dan mudah dilakukan secara administratif.
b)      Pengelompokan homogen dapat memudahkan guru dalam mengajar.  
Di samping adanya nilai positif dan manfaat dari pengelompokan secara homogen, ternyata juga banyak mempunyai dampak negatif, seperti diungkapkan oleh para ahli berikut : 
a.       Anita Lie ;
”Praktik ini jelas bertentangan dengan misi pendidikan. Pengelompokan berdasarkan kemampuan sama dengan memberikan cap atau label pada tiap-tiap peserta didik. Label ini bisa menjadi vonis yang diberikan terlalu dini, terutama bagi peserta didik yang dimasukkan dalam kelompok yang kurang mampu. Label ini juga bisa menjadi self-fulfilling propecy (ramalan yang menjadi kenyataan). Karena dimasukkan dalam kelompok yang lemah, seorang siswa bisa merasa tidak mampu, patah semangat, dan tidak mau berusaha lagi”[8].
b.      Pakar pendidikan John Dewey dalam anita lie mengatakan bahwa; sekolah seharusnya menjadi miniatur masyarakat. Oleh karena itu, sekolah atau ruang kelas sejauh mungkin perlu mencerminkan keanekaragaman dalam masyarakat. Berbagai macam manusia dengan tingkatan kemampuan dan keterbatasan yang berbeda-beda saling berinteraksi, bersaing, dan bekerja sama.[9]
c.       Sedangkan Scott Gordon mngatakan :
”Pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun, pengelompokan dengan orang lain yang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompok untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri, karena dalam kelompok homogen tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berpikir, bernegoisasi, beragumentasi, dan berkembang.”[10]

Secara umum, kelompok secara heterogen disukai oleh para guru yang telah memakai metode pembelajaran Cooperative Learning karena beberapa alasan :
a)      Kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung. Kelompok heterogen meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnik dan gender.
b)      Kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas, karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang
Salah satu kendala yang mungkin dihadapi guru dalam hal pengelompokan heterogen adalah keberatan dari pihak peserta didik yang berkemampuan akademis tinggi. Peserta didik dari kelompok ini bisa merasa ”rugi” dan dimanfaatkan tanpa bisa mengambil manfaat apa-apa dalam kegiatan belajar Cooperative Learning karena rekan-rekan mereka dalam kelompok tidak lebih pandai dari mereka. Tidak jarang, protes ini juga disampaikan kepada guru baik secara langsung atau secara tidak langsung. Kepada peserta didik semacam ini, perlu dijelaskan bahwa sebenarnya peserta didik dengan kemampuan akademis tinggi pun akan menarik manfaat secara kognitif ataupun afektif dalam kegiatan belajar Cooperatif Learning bersama siswa-siswa lain dengan kemampuan yang kurang. Secara afektif, peserta didik berkemampuan akademis tinggi juga perlu melatih diri untuk bisa bekerja sama dan berbagi dengan mereka yang kurang. Kemampuan bekerja sama ini akan sangat bermanfaat nantinya dalam dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat.
4)      Kegiatan Lainnya
Kelas merupakan salah satu bagian dari sekolah yang berfungsi sebagai pusat aktifitas siswa. Untuk itu, guru juga perlu mengkondisikan organisasi kelas dengan baik, agar seluruh kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik. Misalnya pembentukan organisasi kelas, pelaksana piket harian, upacara mingguan,  dan panitia-panitia kegiatan lainnya harus ditata dengan rapi dan terencana dengan mengutamakan prinsip demokrasi.
2.      Disiplin dan Tata Tertib
a.       Pengertian Disiplin
Dalam arti luas, disiplin mencakup setiap macam pengaruh yang ditujukan untuk membantu peserta didik agar dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, disiplin diartikan sebagai ” latihan batin dan watak supaya mentaati tata tertib; kepatuhan pada aturan”[11].  
Disiplin, pada dasamya tidak terbatas pada komitmen (keberpihakan) seseorang untuk menepati waktu, namun juga terhadap norma, etika, peraturan, dan ketentuan-ketentuan lain yang mengikat seseorang dalam suatu sistem. Kepatuhan, hormat, toleransi dan pengertian terhadap etika merupakan salah satu unsur disiplin. Misalnya kebiasaan membuang sampah di tempat-tempat yang bertuliskan himbauan untuk tidak membuang sampah, merupakan bentuk ketidak disiplinan seseorang. Demikian juga menyeberang jalan bukan pada tempatnya.
Mengingat bahwa disiplin erat hubungannya dengan sikap mental dan moral untuk mentaati aturan, tata tertib, etika dan norma, maka disiplin pertu dimiliki dan bahkan dipelihara oleh setiap anggota organisasi. Dapat dikatakan bahwa disiplin merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian tujuan organisasi.
Begitu pentingnya masalah disiplin, maka perlu dilakukan pengukuran dengan indikator-indikator sebagai berikut:
·         Ketepatan waktu datang dan pulang belajar
·         Ijin keluar kelas pada waktu proses pembelajaran berlangsung
·         Kerapian berpakaian
·         Tingkat kehati-hatian mempergunakan peralatan kelas
·         Hasil yang diperoleh baik dalam jumlah, kualitas, dan tingkat kepuasan
·         Ketaatan mengikuti prosedur dan tata cara yang ditentukan
·         Ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan
Disiplin memerlukan kemauan latihan dan kesungguhan. Oleh karenanya disiplin dapat ditumbuhkembangkan dengan cara kebiasaan menepati norma dan waktu. Secara umum disiplin menuntut kesanggupan seseorang atau kelompok orang agar memahami aturan, tata tertib, etika dan norma yang berlaku sehingga secara sadar akan melaksanakan dan mentaati aturan tersebut. Kesadaran memiliki arti kemampuan mengendalikan diri untuk tidak menyimpang dari aturan, tata tertib, etika dan norma yang berlaku dalam suatu organisasi sehingga akan terbentuk sikap mental dan moral seseorang.
b.      Sumber-Sumber Pelanggaran Disiplin
Pada kenyataannya sebab-sebab pelanggaran disiplin itu sangat unik, bersifat sangat pribadi, kompleks, dan kadang-kadang mempunyai latar belakang yang mendalam. Namun ada sebab-sebab pelanggaran disiplin yang bersifat umum, misalnya; pebosanan dalam kelas, perasaan kecewa dan tertekan, tidak terpenuhinya kebutuhan akan perhatian, pengenalan, atau status.

 Sebuah asumsi menyatakan semua tingkah laku individu merupakan upaya untuk mencapai tujuan, yaitu pemenuhan kebutuhan. Pengenalan terhadap kebutuhan peserta didik secara baik merupakan andil yang besar bagi pengendalian disiplin.

Moslow dalam Ahmad Azhari [12]  mengemukakan teori ”Hierarki kebutuhan manusia” yang dapat digambarkan dalam bentuk ”Piramida Kebutuhan Manusia” sebagai berikut :
Gambar 2.3. : Piramida Kebutuhan Manusia








Sumber : Ahmad Azhari : 2004 : 135


 Keterangan :
1)      Kebutuhan pisik manusia merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidupnya, seperti makan, minum, perlindungan pisik, sex, dan sebagainya.
2)      Kebutuhan akan rasa aman secara pisik dan perasaan terhadap masa depan yang akan dihadapinya
3)      Kebutuhan akan cinta kasih, mencintai dan dicintai orang lain.
4)      Kebutuhan akan penghargaan dan untuk dikenal oleh orang lain, merasa berguna bagi orang lain, mempaunyai pengaruhi terhadap orang lain, dan sebagainya.
5)      Kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman terhadap berbagai hal agar individu dapat mengambil berbagai keputusan yang bijaksana dalam menghadapi dunianya secara efektif.
6)      Kebutuhan akan keindahan dan aktualisasi  diri yang merupakan kebutuhan untuk berpengalaman mengaktualisasikan dirinya dalam dunia nyata secara langsung agar dari pengalamannya ia akan lebih kreatif dan toleran.  
Apabila kebutuhan-kebutuhan di atas tidak dapat dipenuhi melalui cara-cara biasa, maka akan terjadi ketidakseimbangan pada diri individu, dan yang bersangktan akan berusaha mencapainya dengan cara-cara lain yang sering kurang bisa diterima oleh lingkungannya.
c.       Penanggulangan Pelanggaran Disiplin
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam menanggulangi pelanggaran disiplin, yaitu :
1)      Mengenali peserta didik dengan baik dengan cara :
·         Interest-inventory; berupa sejumlah pertanyaan untuk menggali kepribadian dan keinginan peserta didik, misalnya buku apa yang disenangi membacanya, apa hobbinya, apa cita-cita, apa yang dikerjakan waktu senggang, dan lain-lain
·         Sosiogram; berupa kegiatan untuk melihat bagaimana persepsi mereka dalam rangka hubungan sosial-psikologis dengan teman-temannya
·         Fredback letter; berupa permintaan kepada peserta didik untuk membuat sebuah karangan atau surat tentang perasaan mereka terhadap sekolah,
2)      Melakukan tindakan korektif
Dalam kegiatan pengelolaan kelas, tindakan tepat, segera dan tegas sangat perlu dilakukan, guna untuk menanggulangi dan menghentikan perbuatan-perbuatan pelanggaran disiplin. Guru harus segera mengingatkan peserta didik terhadap peraturan tata tertib yang dibuat dan ditetapkan bersama. Beberapa kiat yang dapat dilakukan guru dalam tindakan korektif adalah;
·         Utamakan tindakan bukan ceramah
·         Gunakan kontrol kerja
·         Nyatakan peraturan sekolah dan konsekwensinya.   
3)      Melakukan tindakan penyembuhan
Pelanggaran yang telah terlanjur dilakukan peserta didik perlu ditanggulangi dengan tindakan penyembuhan, baik secara individu maupun kelompok. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam penyembuhan ini adalah :
a)      Mengidentifikasi peserta didik yang mendapat kesulitan untuk menerima dan mengikuti tata tertib atau menerima konsekwensi dari pelanggaran yang dibuatnya,
b)      Membuat rencana yang diperkirakan paling tepat tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengadakan kontrak dengan peserta didik,
c)      Menetapkan waktu pertemuan dengan peserta didik yang disetujui bersama oleh guru dan peserta didik bersangkutan,
d)     Bila saatnya bertemu dengan peserta didik, jelaskan maksud dan manfaat pertemuan tersebut,
e)      Tunjukkan kepada peserta didik bahwa gurupun bukan orang yang sempurna dan tidak bebas dari kekurangan dan kelemahan. 
3.      Administrasi Teknik
Administrasi teknik akan turut mempengaruhi pengelolaan proses pembelajaran di kelas. Administrasi teknik ini meliputi :
a.       Absensi Guru dan Peserta Didik
b.      Tempat Sampah
c.       Catatan Pribadi Peserta Didik
d.      Tata Tertib Kelas
4.      Hambatan Dalam Pengelolaan Pembelajaran
a.       Faktor Guru
Kita semua menyadari bahwa guru bukan manusia yang sempurna dan tidak bebas dari kekurangan dan kelemahan. Justru itu tidak menutup kemunhgkinan faktor guru juga menjadi penghambat dalam kelancaran pengelolaan pembelajaran. Di antara faktor penghambat yang datang dari guru itu adalah :
·         Tipe kepemimpinan guru
·         Format belajar mengajar yang monoton
·         Kepribadian guru
·         Tingkat pengetahuan guru
·         Pemahaman guru tentang peserta didik
b.      Faktor Peserta Didik
Peserta didik di dalam pembelajaran merupakan individu-individu dalam suatu masyarakat kecil. Mereka harus memahami hak dan kewajibannya sebagai bagian dari satu kesatuan masyarakat.
Kekurangan pemahaman mereka tentang hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat kegiatan pembelajaran akan menjadi penghambat terciptanya suasana yang aman dan tertib dalam proses pembelajaran. 
c.       Faktor Keluarga
Tingkah laku peserta didik di dalam kelas merupakan cerminan dari tingkah laku yang terbiasa dilakukan dalam lingkungan keluarganya. Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga, seperti tidak tertib, tidak patuh pada aturan yang berlaku, kebebasan yang berlebihan merupakan latar belakang yang menyebabkan peserta didik melanggar disiplin dalam belajar. Di dalam pembelajaran sering ditemukan ada peserta didik yang suka mengganggu dan meribut. Mereka itu biasanya berasal dari keluarga yang tidak utuh dan kacau (broken-home).
d.      Faktor Fasilitas
Faktor fasilitas yang dapat menjadi penghambat dalam pengelolaan kelas adalah sebagai berikut :
·         Jumlah peserta didik dalam kelas
·         Ukuran ruang kelas
·         Ketersediaan alat di dalam kelas
Keempat faktor yang telah diuraikan di atas (faktor guru, peserta didik, linghkungan keluarga dan ketersediaan alat) merupakan faktor yang senantiasa harus diperhitungkan dalam menangani malasah pengelolaan kelas.


[1] John M. Echols dan Hassan Sadily, Kamus Indonesia-Inggris An Indonesia-Inggris Dictionary, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), cet. VI I,  h. 275

[3] Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar, (Jakarta: CV. Rajawali Pers, 1987), cet. I,  h. 34
[4] Ibid.,  h. 35-36

[5] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), Cet. II, h. 127

[6] Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang Kelas, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana, 2004), Cet. III, h. 52
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Mengajar, ( Surabaya : Usaha Nasional, 1991 ), h.33
[8] Anita Lie, Op.cit.,  h. 40  
[9] Ibid., h. 41

[10] Ibid.
[11] Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ( Surabaya : Karya Aditama, 2001 ), Cet. I, h.125
[12] Ahmad Azhari, Op.cit.,  h. 135

Tidak ada komentar: