1.
Pengertian Pengawasan
Secara sederhana pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses
(kegiatan) mengamati, membandingkan, mempengaruhi atau mengarahkan dan menilai
pelaksanaan kegiatan agar dapat berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam konteks ini pengawasan sangat erat kaitannya dengan proses
perencanaan, perintah, sasaran, dan kebijakan-kebijakan yang telah ditentukan
dan ditetapkan.
Menurut Siagian seperti yang dikutip oleh M.Amir Thaib BR, dkk
mengartikan pengawasan sebagai proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan yang ditetapkan.[1] Secara detil jika dilihat
dari fungsi administrasi dan manajemen, maka pengawasan dapat dikategorikan
dengan pengawasan aministratif dan pengawasan manajerial. Pengawasan
administrasi adalah pengawasan terhadap seluruh kegiatan pada unit organisasi
di semua tingkat. Sedangkan pengawasan manajerial bersifat lebih sempit dan
lebih khusus, artinya tidak berlaku bagi seluruh organisasi, tetapi tergantung
pada manajer mana pengawasan itu dilakukan.
Istilah lain yang juga sering dikaitkan dengan pengawasan adalah istilah
supervisi. Secara bahasa supervisi berasal dari bahasa Inggris yang terdiri
dari kata super dan vision. Super berarti atas dan vision berarti melihat. Jadi secara
bahasa supervisi dapat diartikan “melihat dari atas”. Jika dikaitkan dengan
dunia pendidikan, maka supervisi terdapat berbagai pengertian dari para ahli.
Menurut Boardman et al’ seperti yang dikutip oleh Piet. A. Sahertian
mengartikan sepevisi sebagai suatu usaha menstimulasi, mengkoordinasi dan
membimbing secara kontiniu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara
individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif
dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran.[2] Dengan demikian mereka
dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan tiap murid secara kontiniu serta
mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern.
Lebih lanjut Kimball Wiles seperti yang juga dikutip oleh Sahertian
menjelaskan bahwa supervisi adalah bantuan yang diberikan untuk memperbaiki
situasi belajar mengajar yang lebih baik. Dijelaskan bahwa situasi belajar
mengajar di sekolah akan lebih baik tergantung kepada keterampilan supervisor
sebagai pemimpin. Seorang supervisor yang baik memiliki lima keterampilan
dasar, yaitu : 1) Keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan, 2)
Keterampilan dalam proses kelompok, 3) Keterampilan dalam kepemimpinan
pendidikan, 4) Keterampilan dan mengatur personalia sekolah, 5) Keterampilan
dalam evaluasi.[3]
Sri Banun Muslim mengartikan supervisi adalah “ serangakaian usaha
pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan
oleh supervisor (kepala sekolah, penilik sekolah dan Pembina lainnya) guna
meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar”.[4]
Pengertian tersebut menegaskan bahwa supervisi atau pembinaan guru lebih
menekankan pada layanan profesional, sehingga kegiatan pembinaan lebih
diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.
Seorang supervisor melakukan kegiatan supervisi adalah dengan cara memberi
bantuan kepada guru, agar guru tersebut dapat mengembangkan kemampuan
profesionalnya. Jika guru tersebut telah meningkat kemampuan profesionalnya,
maka akan terjadi situasi belajar mengajar yang lebih baik.
Kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada
sekolah/madrasah pada umumnya dan guru pada khususnya, agar kualitas
pengajarannya meningkat. Sebagai dampak meningkatnya kualitas pembelajaran,
tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu berarti mengkatlah
kualitas lulusan sekolah itu. Jika perhatian supervisi sudah tertuju pada
keberhasilan siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan di sekolah,
berarti bahwa supervisi tersebut sudah sesuai dengan tujuannya. Oleh karena
siswalah yang menjadi pusat perhatian dari segala upaya pendidikan, berarti
sudah mengarah pada subjeknya.
Supervisi sesuai dengan konsep pengertiannya, dapat dibedakan menjadi 2
(dua) yaitu :
1)
Supervisi akademik yaitu supervisi
yang menitikberatkan pengamatan pada masalah akademik, yaitu yang langsung
berada dalam lingkup kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk
membantu siswa ketika sedang dalam proses belajar
2
) Supervisi administrasi yaitu supervisi yang menitikberatkan pengamatan pada
aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya
pembelajaran.
Dalam Carter Good’s Dictionary of
Education seperti yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto mendefenisikan supervisi
sebagai : “ Segala sesuatu dari para pejabat sekolah yang diangkat yang
diarahkan kepada penyediaan kepemimpinan bagi para guru dan tenaga pendidikan
lain dalam perbaikan pengajaran, melihat stimulasi pertumbuhan profesional dan
perkembangan dari para guru, seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan
pengajaran, dan metode-metode mengajar, dan evaluasi pengajaran”. [5]
Dari pembahasan di atas terdapat dua
istilah yaitu istilah pengawasan dan istilah supervisi. Dalam konteks
penelitian ini, penulis memakai kedua istilah tersebut dalam penggunaan yang
sama, yaitu dalam pengertian pengawasan.
Hal ini perlu penulis ungkapkan karena dari berbagai literatur yang ada, antara
kedua istilah ini ada yang memisahkan dalam pengertian operasinalnya. Beberapa
penulis yang membedakan antara supervisi dengan pengawasan dan bahkan ada yang
mempertentangkan diantara keduanya.
Terkait dengan hal di atas, Suharsimi
Arikunto dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar supervisi membedakan antara
inspeksi, pemeriksaan, pengawasan dan penilikan, serta supervisi. Menurutnya
inspeksi adalah melihat untuk mencari-cari kesalahan, pemeriksaan diartikan
melihat apa yang terjadi dalam kegiatan, pengawasan dan penilikan diartikan
melihat apa yang positif dan apa yang negatif, sedangkan supervisi diartikan
melihat bagian mana dari sekolah yang masih negatif untuk diupayakan menjadi positif dan melihat
mana yang sudah positif, untuk dapat ditingkatkan menjadi positif lagi. [6]
Sedangkan Piet.A.Sahertian dalam bukunya
yang berjudul Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia, menyatakan bahwa secara historis pengawasan
atau isnpeksi adalah bentuk tradisional dari supervisi. [7] Artinya inspeksi dan
pengawasan merupakan suatu kegiatan dalam rangka mencari kesalahan dan
menemukan kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki. Itulah sebabnya inspeksi
dan pengawasan disebut dengan supervisi yang tradisional, spervisi seperti ini
juga diberi istilah snooper vision, yaitu tugas memata-matai untuk menemukan
kesalahan, sehingga dengan konsep yang seperti ini menyebabkan guru-guru
menjadi takut dan mereka bekerja dengan tidak baik karena takut akan
dipersalahkan.
Karena supervisi seperti itu sudah tidak
relevan lagi dengan kebutuhan, maka menurut Sahertian, berkembanglah supervisi yang bersifat ilmiah
yang memiliki ciri : 1) Sistematis, artinya
dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontiniu, 2) Objektif dalam
pengertian ada data yang didapat berdasarkan observasi nyata bukan berdasarkan
tafsiran pribadi, 3) Menggunakan alat pencatat yang dapat memberikan informasi
sebagai umpan balik untuk mengadakan penialaian terhadap proses pembelajaran di
kelas.
Senada dengan apa yang diungkapkan oleh
Piet.A.Sahertian, Sri Banun Muslim dalam bukunya yang berjudul Supervisi
Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, juga cendrung
berpendapat bahwa inspeksi/pengawasan adalah supervisi yang tradisional. Bahkan
Sri Banun Muslim lebih tegas dalam membedakan antara inspeksi/pengawasan dengan
supervisi. Menurutnya antara konsep inspeksi/pengawasan dan supervisi
sebenarnya terdapat pertentangan yang cukup tajam dalam prinsip dan
tindakannya. Misalnya inspeksi/pengawasan lebih menekankan kepada kekuasaan dan
bersifat otoriter serta selalu mencari kesalahan yang diawasi. Sedangkan supervisi lebih
menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan
kerjasama yang lebih baik di antara sesama staf (guru-guru), karena itu lebih
bersifat demokratis.
Menurut Sri Banun Muslim, konsep
inspeksi/pengawasan tidak bisa disamakan dengan konsep supervisi. Mereka datang
dari kawasan manajemen yang berbeda. Dalam proses manajemen, supervisi berada
dalam kawasan “directing” dan
isnpeksi/pengawasan berada dalam kawasan “controlling”. [8] Oleh karena itu supervisi cendrung kepada
usaha pelayanan dan pemberian bantuan dalam rangka memajukan dan meningkatkan
proses dan hasil belajar mengajar. Sedangkan inspeksi/pengawasan cendrung
kepada usaha kepada usaha atau kegiatan menyelidiki dan memeriksa
penyimpangan-penyimpangan serta kekeliruan-kekeliruan yang sengaja atau tidak
sengaja dibuat oleh para guru dan kepala sekolah dalam rangka melaksanakan
program pengajaran di sekolah.
Dari uraian di atas telah diketahui bahwa
ada beberapa pendapat yang membedakan antara istilah pengawasan/inspeksi dengan
istilah supervisi. Dalam hal ini penulis merasa perlu untuk menjelaskan
kedudukan antara pengawasan dengan supervisi tersebut agar tidak terjadi
kekaburan pemahaman dalam memahami penelitian ini. Oleh karena itu dalam
penelitian ini, penulis cendrung tidak membedakan antara istilah supervisi
dengan istilah pengawasan dari segi operasionalnya dengan alasan :
1) Istilah supervisor bagi orang yang
melakukan supervisi pendidikan adalah orang yang sama dengan istilah pengawas
satuan pendidikan untuk orang yang melakukan pengawasan dalam penelitian ini,
2) Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 23 menyebutkan
“Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3)
meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah
tindak lanjut yang diperlukan”. jadi dalam peraturan tersebut supervisi merupakan
bagian dari kegiatan pengawasan,
3)
Dengan dikeluarkannya berbagaai atauran tentang kepengawasan seperti keputusan
MENPAN Nomor 118 tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan
Angka Kreditnya, KMA Nomor 381 tahun 1999 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Pengawas Pendidikan Agama dan Angka Kreditnya.
Dalam kedua peraturan itu disebutkan
bahwa tugas pengawas baik pengawas sekolah maupun pengawas pendidikan
agama, disamping berkewajiban untuk
melakukan penilaian, ia juga diwajibkan untuk membina dan memberikan contoh
pelaksanaan tugas guru dalam melakukan proses pembelajaran. Hal tersebut
terdapat pada rincian tugas baik pengawas pratama, muda, maupun utama dalam
kedua peraturan tersebut.
Melalui penjabaran tugas dan kewajiban
yang rinci dalam kedua peraturan tersebut, maka apa yang dikhawatirkan oleh
beberapa penulis yang telah di uraikan diatas dapat teratasi. Yakni pemahaman
istilah pengawasan yang dipahami sebagai suatu kegiatan yang lebih cendrung kepada
kekuasaan dan bersifat otoriter serta selalu mencari kesalahan yang diawasi
dapat
dihilangkan, sehingga istilah pengawasan dalam pendidikan tidak menjadi sesuatu yang menakutkan bagi guru. Dengan
demikian istilah pengawasan dan istilah supervisi dapat sejalan dalam
memberikan pelayanan baik secara akademis maupun administratif.
[1] M.
Amin Thaib, dkk, op.cit, h.28
[2] Piet.A.
Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik
Uspervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumbaer Daya Manusia, (Jakarta
: Rineka Cipta, 2008), h. 17
[3] Ibid.,h. 18
[4]
Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan
Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, (Mataram : Alfabeta, 2009),
h.41
[5]Suharsimi Arikunto,Dasar-dasar
Supervisi,(Jakarta : Rineka Cipta, 2006), h.11
[7]Piet.
A.Sahertian, op.cit, h.16
[8]Sri
Banun Muslim, Op.Cit., h. 36-37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar