Cari Blog Ini

Kamis, 03 Mei 2018

Pengertian Pengawasan


1.       Pengertian Pengawasan
       Secara sederhana pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses (kegiatan) mengamati, membandingkan, mempengaruhi atau mengarahkan dan menilai pelaksanaan kegiatan agar dapat berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks ini pengawasan sangat erat kaitannya dengan proses perencanaan, perintah, sasaran, dan kebijakan-kebijakan yang telah ditentukan dan ditetapkan.
       Menurut Siagian seperti yang dikutip oleh M.Amir Thaib BR, dkk mengartikan pengawasan sebagai proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan yang ditetapkan.[1] Secara detil jika dilihat dari fungsi administrasi dan manajemen, maka pengawasan dapat dikategorikan dengan pengawasan aministratif dan pengawasan manajerial. Pengawasan administrasi adalah pengawasan terhadap seluruh kegiatan pada unit organisasi di semua tingkat. Sedangkan pengawasan manajerial bersifat lebih sempit dan lebih khusus, artinya tidak berlaku bagi seluruh organisasi, tetapi tergantung pada manajer mana pengawasan itu dilakukan.
       Istilah lain yang juga sering dikaitkan dengan pengawasan adalah istilah supervisi. Secara bahasa supervisi berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata super dan vision. Super berarti atas dan vision berarti melihat. Jadi secara bahasa supervisi dapat diartikan “melihat dari atas”. Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka supervisi terdapat berbagai pengertian dari para ahli.
       Menurut Boardman et al’ seperti yang dikutip oleh Piet. A. Sahertian mengartikan sepevisi sebagai suatu usaha menstimulasi, mengkoordinasi dan membimbing secara kontiniu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran.[2] Dengan demikian mereka dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan tiap murid secara kontiniu serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern.  
       Lebih lanjut Kimball Wiles seperti yang juga dikutip oleh Sahertian menjelaskan bahwa supervisi adalah bantuan yang diberikan untuk memperbaiki situasi belajar mengajar yang lebih baik. Dijelaskan bahwa situasi belajar mengajar di sekolah akan lebih baik tergantung kepada keterampilan supervisor sebagai pemimpin. Seorang supervisor yang baik memiliki lima keterampilan dasar, yaitu : 1) Keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan, 2) Keterampilan dalam proses kelompok, 3) Keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan, 4) Keterampilan dan mengatur personalia sekolah, 5) Keterampilan dalam evaluasi.[3]
       Sri Banun Muslim mengartikan supervisi adalah “ serangakaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor (kepala sekolah, penilik sekolah dan Pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar”.[4]
       Pengertian tersebut menegaskan bahwa supervisi atau pembinaan guru lebih menekankan pada layanan profesional, sehingga kegiatan pembinaan lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru. Seorang supervisor melakukan kegiatan supervisi adalah dengan cara memberi bantuan kepada guru, agar guru tersebut dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya. Jika guru tersebut telah meningkat kemampuan profesionalnya, maka akan terjadi situasi belajar mengajar yang lebih baik.
       Kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada sekolah/madrasah pada umumnya dan guru pada khususnya, agar kualitas pengajarannya meningkat. Sebagai dampak meningkatnya kualitas pembelajaran, tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu berarti mengkatlah kualitas lulusan sekolah itu. Jika perhatian supervisi sudah tertuju pada keberhasilan siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan di sekolah, berarti bahwa supervisi tersebut sudah sesuai dengan tujuannya. Oleh karena siswalah yang menjadi pusat perhatian dari segala upaya pendidikan, berarti sudah mengarah pada subjeknya.
       Supervisi sesuai dengan konsep pengertiannya, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1)      Supervisi akademik yaitu supervisi yang menitikberatkan pengamatan pada masalah akademik, yaitu yang langsung berada dalam lingkup kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa ketika sedang dalam proses belajar
2 ) Supervisi administrasi yaitu supervisi yang menitikberatkan pengamatan pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran.
       Dalam Carter Good’s Dictionary of Education seperti yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto mendefenisikan supervisi sebagai : “ Segala sesuatu dari para pejabat sekolah yang diangkat yang diarahkan kepada penyediaan kepemimpinan bagi para guru dan tenaga pendidikan lain dalam perbaikan pengajaran, melihat stimulasi pertumbuhan profesional dan perkembangan dari para guru, seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran, dan metode-metode mengajar, dan evaluasi pengajaran”. [5]
       Dari pembahasan di atas terdapat dua istilah yaitu istilah pengawasan dan istilah supervisi. Dalam konteks penelitian ini, penulis memakai kedua istilah tersebut dalam penggunaan yang sama,  yaitu dalam pengertian pengawasan. Hal ini perlu penulis ungkapkan karena dari berbagai literatur yang ada, antara kedua istilah ini ada yang memisahkan dalam pengertian operasinalnya. Beberapa penulis yang membedakan antara supervisi dengan pengawasan dan bahkan ada yang mempertentangkan diantara keduanya.
       Terkait dengan hal di atas, Suharsimi Arikunto dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar supervisi membedakan antara inspeksi, pemeriksaan, pengawasan dan penilikan, serta supervisi. Menurutnya inspeksi adalah melihat untuk mencari-cari kesalahan, pemeriksaan diartikan melihat apa yang terjadi dalam kegiatan, pengawasan dan penilikan diartikan melihat apa yang positif dan apa yang negatif, sedangkan supervisi diartikan melihat bagian mana dari sekolah yang masih negatif  untuk diupayakan menjadi positif dan melihat mana yang sudah positif, untuk dapat ditingkatkan menjadi positif lagi. [6] 
       Sedangkan Piet.A.Sahertian dalam bukunya yang berjudul Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, menyatakan bahwa secara historis pengawasan atau isnpeksi adalah bentuk tradisional dari supervisi. [7] Artinya inspeksi dan pengawasan merupakan suatu kegiatan dalam rangka mencari kesalahan dan menemukan kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki. Itulah sebabnya inspeksi dan pengawasan disebut dengan supervisi yang tradisional, spervisi seperti ini juga diberi istilah snooper vision, yaitu tugas memata-matai untuk menemukan kesalahan, sehingga dengan konsep yang seperti ini menyebabkan guru-guru menjadi takut dan mereka bekerja dengan tidak baik karena takut akan dipersalahkan.
       Karena supervisi seperti itu sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan, maka menurut Sahertian,  berkembanglah supervisi yang bersifat ilmiah yang memiliki ciri : 1) Sistematis, artinya  dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontiniu, 2) Objektif dalam pengertian ada data yang didapat berdasarkan observasi nyata bukan berdasarkan tafsiran pribadi, 3) Menggunakan alat pencatat yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penialaian terhadap proses pembelajaran di kelas.
       Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Piet.A.Sahertian, Sri Banun Muslim dalam bukunya yang berjudul Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, juga cendrung berpendapat bahwa inspeksi/pengawasan adalah supervisi yang tradisional. Bahkan Sri Banun Muslim lebih tegas dalam membedakan antara inspeksi/pengawasan dengan supervisi. Menurutnya antara konsep inspeksi/pengawasan dan supervisi sebenarnya terdapat pertentangan yang cukup tajam dalam prinsip dan tindakannya. Misalnya inspeksi/pengawasan lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter serta selalu mencari kesalahan  yang diawasi. Sedangkan supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik di antara sesama staf (guru-guru), karena itu lebih bersifat demokratis.
       Menurut Sri Banun Muslim, konsep inspeksi/pengawasan tidak bisa disamakan dengan konsep supervisi. Mereka datang dari kawasan manajemen yang berbeda. Dalam proses manajemen, supervisi berada dalam kawasan “directing” dan isnpeksi/pengawasan berada dalam kawasan “controlling”. [8]  Oleh karena itu supervisi cendrung kepada usaha pelayanan dan pemberian bantuan dalam rangka memajukan dan meningkatkan proses dan hasil belajar mengajar. Sedangkan inspeksi/pengawasan cendrung kepada usaha kepada usaha atau kegiatan menyelidiki dan memeriksa penyimpangan-penyimpangan serta kekeliruan-kekeliruan yang sengaja atau tidak sengaja dibuat oleh para guru dan kepala sekolah dalam rangka melaksanakan program pengajaran di sekolah.
       Dari uraian di atas telah diketahui bahwa ada beberapa pendapat yang membedakan antara istilah pengawasan/inspeksi dengan istilah supervisi. Dalam hal ini penulis merasa perlu untuk menjelaskan kedudukan antara pengawasan dengan supervisi tersebut agar tidak terjadi kekaburan pemahaman dalam memahami penelitian ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini, penulis cendrung tidak membedakan antara istilah supervisi dengan istilah pengawasan dari segi operasionalnya dengan alasan :
 1) Istilah supervisor bagi orang yang melakukan supervisi pendidikan adalah orang yang sama dengan istilah pengawas satuan pendidikan untuk orang yang melakukan pengawasan dalam penelitian ini,
 2) Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 23 menyebutkan “Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan”. jadi dalam peraturan tersebut supervisi merupakan bagian dari kegiatan pengawasan, 
3) Dengan dikeluarkannya berbagaai atauran tentang kepengawasan seperti keputusan MENPAN Nomor 118 tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, KMA Nomor 381 tahun 1999 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Pendidikan Agama dan Angka Kreditnya.
       Dalam kedua peraturan itu disebutkan bahwa tugas pengawas baik pengawas sekolah maupun pengawas pendidikan agama,  disamping berkewajiban untuk melakukan penilaian, ia juga diwajibkan untuk membina dan memberikan contoh pelaksanaan tugas guru dalam melakukan proses pembelajaran. Hal tersebut terdapat pada rincian tugas baik pengawas pratama, muda, maupun utama dalam kedua peraturan tersebut.
       Melalui penjabaran tugas dan kewajiban yang rinci dalam kedua peraturan tersebut, maka apa yang dikhawatirkan oleh beberapa penulis yang telah di uraikan diatas dapat teratasi. Yakni pemahaman istilah pengawasan yang dipahami sebagai suatu kegiatan yang lebih cendrung kepada kekuasaan dan bersifat otoriter serta selalu mencari kesalahan  yang diawasi  dapat dihilangkan, sehingga istilah pengawasan dalam pendidikan tidak menjadi  sesuatu yang menakutkan bagi guru. Dengan demikian istilah pengawasan dan istilah supervisi dapat sejalan dalam memberikan pelayanan baik secara akademis maupun administratif.


[1] M. Amin Thaib, dkk, op.cit, h.28
[2] Piet.A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Uspervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumbaer Daya Manusia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), h. 17
[3] Ibid.,h. 18                                                                             
[4] Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, (Mataram : Alfabeta, 2009), h.41
[5]Suharsimi Arikunto,Dasar-dasar Supervisi,(Jakarta : Rineka Cipta, 2006), h.11        
[6]Ibid, h.3
[7]Piet. A.Sahertian, op.cit, h.16
[8]Sri Banun Muslim, Op.Cit., h. 36-37

Tidak ada komentar: