A. Strategi Pembelajaran Fiqih
Strategi
berasal dari kata “strategos” yang berasal dari bahasa latin yang
berarti cara memimpin pasukan atau seni menjalankan kampanye perang. Kata
“strategi” ini kemudian meliputi segala peraturan perencanaan atau seni
manejerial dalam segala aspek kehidupan.[1]
Secara
bahasa kata strategi berarti cara, sedangkan menurut istilah strategi adalah
cara yang digunakan seseorang terhadap sesuatu pekerjaan untuk mencapai suatu
tujuan yang diharapkan.[2] Dalam ensiklopedi dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan strategi adalah “cara atau jalan yang ditempuh seseorang atau sekelompok
orang untuk mencapai tujuan tertentu, sesuai dengan rencana yang telah
diterapkan sebelumnya.”[3]
M. Arifin
mengemukakan tentang strategi sebagai berikut:
Strategi biasanya berkaitan
dengan taktik (terutama banyak dikenal di lingkungan militer). Taktik adalah
segala cara dan daya untuk memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal
dalam proses pendidikan. Taktik tidak lazim digunakan, akan tetapi dipergunakan
istilah metode atau teknik. Metode dan teknik mempunyai pengertian yang berbeda
meskipun tujuannya sama. Metode adalah ‘jalan yang harus dilalui untuk mencapai
tujuan’, sedangkan teknik adalah cara mengerjakan suatu tujuan. Jadi metode
mempunyai pengertian yang lebih luas, lebih ideal dan konseptual.[4]
Dengan kata
lain strategi adalah cara atau jalan yang digunakan seseorang dengan mengambil
kebijakan dalam pelaksanaan sesuatu, agar tujuan suatu pekerjaan yang
diharapkan dapat memperoleh hasil yang baik dan efektif.
Higrad E.R (1948: 4), menjelaskan
belajar adalah suatu proses timbul dan berubahnya tingkah laku melalui latihan
(usaha pendidikan), dan dibedakan dengan perubahan yang disebabkan
faktor-faktor yang tidak dapat digolongkan kepada latihan ( usaha pendidikan )
itu sendiri. Menurut Kingsley, belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam
arti luas) ditimbulkan atau dirobah melalui praktek atau latihan.[5]
Jadi belajar dapat diartikan sebagai
suatu proses perubahan tingkah laku, sabagai hasil dari pengalaman indifidu
tersebut, dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah-laku yang
merupakan akibat dari belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar,
bersifat kontiniu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, tidak bersifat
sementara, memiliki tujuan atau terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah
laku.
Mengajar berasal dari bahasa Yunani “didoskein”
yang berarti pengajaran, atau “didaktos” yang berarti pandai mengajar.[6]
Pengertian mengajar menurut para ahli :
1)
Maria Motessori mengartikan mengajar sebagai
pengajaran yang mempertimbangkan masa peka setiap pelajar. Dengan model ini kepada pelajar diberikan pendidikan yang tepat
sesuai dengan irama, tempo, dan perkembangan mereka.
2)
Menurut
Kilpatrik pengajaran adalah “problem solving” (penyelesaian masalah).
Dengan strategi ini para pelajar diusahakan dapat mengatasi persoalan apapun
yang timbul di dalam kehidupan.
3)
Alvin W.
Howard mengartikan mengajar sebagai aktivitas untuk menolong atau membimbing
pelajar untuk mendapatkan, mengubah, dan mengembangkan skill, attitudes,
ideal atau cita-cita apreciation penghargaan dan pengetahuan / Knowlodgy.
4)
Menurut
J.J. Hasibuan mengajar adalah menciptakan sistem lingkugan yang memungkinkan
terjadinya proses. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang
saling mempengaruhi, yaitu tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang
diajarkan, guru, peserta didik yang harus memainkan peran, jenis kegiatan yang
dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia.[7]
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas
yang dilakukan oleh seorang guru dalam mengusahakan terwujudnya suatu
situasi yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran.
Kegiatan
belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional merupakan interaksi antara
peserta didik dengan komponen-komponen lain. Guru sebagai penyelenggara
kegiatan belajar mengajar hendaknya memikirkan dan mengupayakan terjadinya
interaksi peserta didik dengan komponen yang lain secara optimal. Sehingga akan
mengefektifkan kegiatan belajar mengajar. Dalam pengajaran
strategi dimaksudkan sebagai segala daya upaya guru dalam menciptakan suatu
sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar.
Moedjiono
menjelaskan strategi pengajaran adalah kegiatan guru untuk mengupayakan
terjadinya konsisten antara aspek-aspek dari komponen pembentukan sistem
instruksional dimana guru menggunakan siasat tertentu.[8] Menurut Ahmad Rohani, strategi pengajaran
adalah kegiatan taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar
mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para peserta didik mencapai
tujuan pengajaran secara lebih efektif
dan efisien.[9]
Dengan
demikian strategi belajar mengajar fiqih adalah taktik atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam memikirkan dan
mengupayakan terjadinya proses belajar mengajar, pada mata pelajaran fiqih dengan menggunakan siasat tertentu, yang nantinya berpengaruh pada
keinginan atau kemauan peserta didik untuk belajar agar tercapai tujuan
pembelajaran.
Strategi belajar
mengajar memiliki dua dimensi sekaligus. Pertama strategi belajar mengajar pada
dimensi perancangan, kedua strategi belajar mengajar pada dimensi pelaksanaan.
Strategi belajar pada dimensi perancangan merupakan pemikiran dan pengupayan
secara strategis untuk merumuskan, memilih, dan menetapkan aspek-aspek
pembentuk sistem instruksional,[10] yang dikenal dengan istilah persiapan mengajar atau
rencana pembelajaan. Dimensi
ini gunanya adalah untuk membantu penciptaan situasi kegiatan belajar mengajar
secara efektif.
Strategi
belajar mengajar pada dimensi pelaksanaan merupakan “usaha nyata dari dalam guru melaksanakan pengajaran melalui cara
tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien”.[11] Dengan kata lain pada dimensi ini merupakan taktik guru dalam proses
pembelajaran di kelas.
Perencanaan (planning)
merupakan suatu kegiatan yang penting untuk memperoleh keberhasilan dalam suatu
kegiatan. Koontz sebagaimana dikutip oleh Malayu SP. Hasibuan menerangkan bahwa
“perencanaan berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan,
prosedur-prosedur, program-program dari alternatif yang ada”.[12] Jonson mengartikan perencanaan adalah “suatu
rangkaian kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya”.[13]
Dengan kata lain
perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan, prosedur,
dan program dengan menggunakan asumsi-asumsi dengan menghubungkan apa yang ada
sekarang dengan yang akan datang yang diikuti dengan usaha mencapainya.
Dalam pembelajaran
perencanaan sering diidentikkan dengan Perencanaan Pembelajaran atau Rencana Pelaksanan
Pembelajaran. Rencana Pelaksanan Pembelajaran adalah “penjabaran silabus
dengan menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi”,[14] yang digunakan “sebagai pedoman guru dalam
melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, di lapangan”,[15] dan lain-lain.
B. Pembelajaran Fiqih
a.
Pengertian
Pembelajaran Fiqih
Pembelajaran Fiqih adalah bimbingan
untuk mengetahui ketentuan-ketentuan Syariat Islam. Materi yang sifatnya
memberikan bimbingan terhadap siswa agar dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan pelaksanaan syariat tersebut, yang kemudian menjadi dasar pandangan
dalam kehidupannya, keluarga dan masyarakat lingkungannya.[16]
Bentuk bimbingan tersebut tidak
terbatas pada pemberian pengetahuan, tetapi lebih jauh seorang guru dapat
menjadi contoh dan tauladan bagi siswa dan masyarakat lingkungannya. Dengan
keteladanan guru ini, diharapkan para orang tua dan masyarakat membantu secara
aktif pelaksanaan pembelajaran fiqih di dalam rumah tangga dan
masyarakat lingkungannya.
b.
Fungsi
Pembelajaran Fiqih

Fungsi Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah:
1)
Mendorong
tumbuhnya kesadaran beribadah kepada Allah SWT.
2) Membentuk kebiasaan
melaksanakan syariat dengan ikhlas.
3) Membentuk kebiasaan
melaksanakan tuntunan akhlak yang mulia.
4) Mendorong tumbuhnya
kesadaran mensyukuri nikmat Allah dengan mengolah dan memanfaatkan alam untuk
kesejahteraan hidup.
5) Mendorong kebiasaan
menerapkan disiplin dan tanggung jawab sosial di madrasah dan di masyarakat.
6) Membentuk kebiasaan
berbuat/ berprilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di madrasah dan
masyarakat.
7) Kumpulan pelaksanaan.[17]
c. Tujuan Pembelajaran Fiqih
Tujuan Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah:
1) Mengetahui dan
memahami pokok-pokok hukum Islam dalam mengatur ketentuan dan tatacara
menjalankan habungan manusia dengan Allah yang diatur dalam fiqih ibadah
dan hubungan manusia dengan sesama yang diatur dalam fiqih muammalah
2) Melaksanakan dan
mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dalam melaksanakan ibadah kepada
Allah dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan
menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam
kehidupan pribadi maupun sosial.[18]
d.
Ruang
Lingkup Pembelajaran Fiqih
Ruang lingkup fiqih di Madrasah Tsanawiyah
meliputi ketentuan pengaturan hukum Islam dalam menjaga keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT dan
hubungan manusia dengan sesama manusia. Adapun ruang lingkup pembelajaran fiqih
di Madrasah Tsanawiyah meliputi:
1)
Aspek Fiqih
Ibadah, meliputi : ketentuan dan tatacara thaharah, shalat fardu, shalat sunat,
dan shalat dalam keadaan darurat, sujud, azan dan iqamah, berzikir dan berdoa
setelah shalat, puasa, zakat, haji dan umrah, kurban dan akikah, makanan,
perawatan jenazah dan ziarah kubur.
2)
Aspek Fiqih
Muammalah meliputi : ketentuan dan hukum jual beli, qiradh, riba, pinjam meminjam, utang piutang, gadai, dan borg serta upah.
e.
Kurikulum
Pembelajaran Fiqih di Madarasah Tsanawiyah.[19]
Mata pelajaran Fiqih dalam
kurikulum Madarasah Tsanawiyah berisi pokok pokok materi:
1) Hubungan Manusia
Dengan Allah SWT.
Siswa di
bimbing untuk meyakini bahwa hubungan vertikal kepada Allah merupakan ibadah
yang utama dan pertama.
Materinya
meliputi: Taharah, Shalat (shalat fardu, shalat berjamaah, shalat dalam keadaan
khusus, shalat jenazah dan shalat sunat), puasa, zakat, haji, umrah, qurban, aqiqah,
shadaqah, infaq, hadiah dan waqaf.
2) Hubungan Manusia
Dengan Manusia.
Siswa
dibimbing dan dididik menjadi anggota masyarakat sosial dengan berakhlak mulia
dan berusaha menjadi tauladan masyarakat.
Materinya
meliputi: Muamalat (jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, pinjam memimjam,
upah, hiwalah, luqatah dan riba), munakahat
(nikah, mahram, talak, idah, dan rujuk), penyelenggaraan jenazah dan
ta’ziah, warisan, jinayat, hubbul watan dan kependudukan.
3) Hubungan Manusia
Dengan Alam.
Siswa di
bimbing dan didik untuk peka cinta
terhadap lingkungan hidup. Materinya meliputi: memelihara kelestarian alam dan
lingkungan, dampak kerusakan lingkungan alam terhadap kehidupan, makanan dan
minuman yang dihalalkan dan diharamkan, binatang sembelihan dan
ketentuannya.
f. Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Fiqih di MTs
Standar
kompetensi adalah kemampuan minimal yang harus dicapai setelah anak didik
menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu pada setiap jenjang pendidikan yang
diikutinya.[20]
Standar
Kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran fiqih untuk kelas tujuh adalah
sebagaimana yang terdapat dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar
Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD), serta model pengembangan silabus
pembelajaran fiqih.[21]
Tabel 2.1
Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar pembelajaran fiqih Kelas VII, Semester 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
1. Melaksanakan
ketentuan taharah (bersuci)
|
1.1 Menjelaskan
macam-macam najis dan tatacara taharahnya (bersucinya)
1.2 Menjelaskan hadas
kecil dan tatacara taharahnya
1.3 Menjelaskan hadas
besar dan tatacara taharahnya
1.4 Mempraktikkan
bersuci dari najis dan hadas
|
2. Melaksanakan
tatacara shalat fardu dan sujud sahwi
|
2.1 Menjelaskan tatacara shalat lima waktu
2.2 Menghafal bacaan-bacaan shalat lima waktu
2.3 Menjelaskan ketentuan
waktu shalat lima waktu
2.4 Menjelaskan ketentuan
sujud sahwi
2.5 Mempraktikkan shalat
lima waktu dan sujud sahwi
|
3. Melaksanakan
tatacara azan, iqamah, shalat jamaah
|
3.1 Menjelaskan ketentuan azan dan iqamah
3.2 Menjelaskan ketentuan shalat berjamaah
3.3 Menjelaskan ketentuan makmum masbuk
3.4 Menjelaskan cara
mengingatkan imam yang lupa
3.5 Menjelaskan cara
mengingatkan imam yang batal
3.6 Mempraktikkan azan,
iqamah, dan shalat jamaah
|
4. Melaksanakan
tatacara berzikir dan berdoa setelah azan
|
4.1 Menjelaskan tatacara
berzikir dan berdoa setelah shalat
4.2 Menghafal bacaan zikir
dan doa setelah shalat
4.3 Mempraktikkan zikir dan
doa
|
Kelas VII, Semester 2
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
5. Melaksanakan
tatacara shalat wajib selain shalat lima waktu
|
5.1 Menjelaskan
ketentuan shalat dan khutbah jumat
5.2 Mempraktikkan
khutbah dan shalat jumat
5.3 Menjelaskan
ketentuan shalat jenazah
5.4 Mempraktikkan
shalat jenazah
|
6. Melaksanakan
tatacara shalat jamak, qasar, dan jamak qasar serta shalat dalam keadaan
darurat
|
6.1 Menjelaskan
ketentuan shalat jamak, qasar dan jamak qasar
6.2
Mempraktikkan shalat jamak, qasar dan jamak qasar
6.3 Menjelaskan
ketentuan shalat dalam keadaan darurat ketika sedang sakit dan di kendaraan
6.4
Mempraktikkan shalat dalam keadaan darurat ketika sedang sakit dan di
kendaraan
|
7. Melaksanakan
tatacara shalat sunat muakad dan ghairu muakad
|
7.1 Menjelaskan
ketentuan shalat sunat muakad
7.2 Menjelaskan
macam-macam shalat sunat muakad
7.3
Mempraktikkan shalat sunat muakad
7.4 Menjelaskan
ketentuan shalat sunat ghairu muakad
7.5 Menjelaskan
macam-macam shalat sunat ghairu muakad
7.6
Mempraktikkan shalat sunat ghairu
muakad
|
[1] Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islâm dan
Sains Sosial, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), h. 255
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI , Kamus Besar Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1987), h. 946
[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Ensiklopedi
Pendidikan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), cet. Ke-3, h. 415
[4] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islâm,
Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Indisipliner, (Jakarta: Bumi Aksatra, 1996), cet.ke-4, h. 58
[7] J.J Hasibuan, Proses Belajar Mengajar,
(Jakarta: Remaja Rosyda Karya, 1995), h. 3
[8] Moedjiono, Strategi Belajar Mengajar,(Depdikbud
Diktoral Pendidikan Tinggi,1992), h.3
[9] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 33
[10] M. Basyirudin Usman, Strategi Belajar
Mengajar dan Media Pendidikan, (Jakarta: Quantum Press, 2002), h. 4
[11] Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar
dan Micro Teaching, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 2
[12] Malayu SP. Hasibuan, Manajemen Dasar,
Pengertian dan Masalah, (Bandung, Sinar Grafika, 2003), h. 92
[13] Syafrudin, Manajemen Lembaga
Pendidikan Islâm, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 63
[14] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2006), h. 212
[15] Departemen Pendidikan Nasional, Buku
Saku Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006), h. 38
[16] Departemen Agama Direktorat Jendral
Kelembagaan Agama Islam, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Madrasah
Tsanawiyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 1
[18] Departemen Agama RI, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) serta Model Pengembangan Silabus, (Jakarta: 2007), h.
2
[19] Departemen Agama, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Madrasah Tsanawiyah, op.cit, h. 2
[20] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2009), h. 71
[21] Departemen Agama RI, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) serta Model Pengembangan Silabus, op.cit, h. 3-4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar