A.
Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
1.
Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran khusus.[1]
M. Arifin mengemukakan tentang strategi
sebagai berikut: Strategi biasanya
berkaitan dengan taktik ( terutama banyak dikenal di lingkungan militer). Taktik adalah segala cara dan daya
untuk memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal dalam proses pendidikan.
Taktik tidak lazim digunakan, akan tetapi dipergunakan istilah metode dan
teknik. Metode dan teknik mempunyai pengertian yang berbeda meskipun tujuannya
sama. Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan, sedangkan
teknik adalah cara mengerjakan suatu tujuan. Jadi metode mempunyai pengertian
yang lebih luas, lebih ideal dan konseptual.[2]
Strategi merupakan
salah satu komponen penting dalam mencapai keberhasilan proses belajar
mengajar. Strategi merupakan penghubung antara siswa dan guru, karena dengan
strategi tersebut guru dapat mengembangkan pengajaran. Berbagai strategi yang
dapat digunakan agar tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai. Strategi dalam
proses belajar mengajar tentunya dirumuskan oleh guru yang bertindak sebagai
pengarah baik dari segi materinya, tugas-tugas pada komunikasi, media, maupun
suasana lingkungan belajar yang diciptakan. Jika strategi tidak dirumuskan,
maka guru tidak akan mengetahui bagaimana perkembangan siswa dan tentunya
secara umum tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Nana Sudjana
menambahkan bahwa strategi mengajar pada
dasarnya adalah tindakan nyata dari guru atau praktek guru dalam melaksanakan
pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien.
Dia juga menyebutkan strategi sebagai politik atau taktik yang digunakan guru
dalam mengajar di kelas. Dia menambahkan
bahwa politik atau taktik yang digunakan guru tersebut harus mencerminkan
langkah-langkah secara sistemik dan sistematik. [3]
Dari pengertian di
atas, secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan
untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dari pengertian tersebut
jika dihubungkan dengan proses belajar mengajar, dapat diartikan sebagai
pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam mewujudkan kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Islam adalah agama
yang menyukai akan seni, seni dalam Islam telah diperlihatkan oleh Alah SWT
melalui tuntunan al-quran, nilai keindahan al-qur’an yang Maha Mulia
menunjukkan kehadiran Ilahi dalam obejek pengetahuan manusia. Karena al-quran
adalah ekspresi kebijaksanaan dan pengetahuan Allah, tuntunan dan petunjuknya
kehendak dan perintahnya. Keindahan al-quran dapat dilihat dan segi kekuatan
teksnya untuk menundukkan dan mengatasi setiap perbandingan maupun dari segi
sastranya merupakan bukti ke Ilahian.[4]
Hal ini merupakan salah satu
kemukjizatan al-quran yang universal. Alquran ditujukan kepada seluruh
manusia di setiap masa. Setiap orang mampu menangkap dan mengapresiasikannya
jika ia mempuyai pembawaan yang kuat dan merasakan keindahan. Allah telah
memberikan kemampuan kepada manusia untuk merasakan keindahan dan hiasan
sekaligus manfaat dari setiap sesuatu yang memang telah disediakan bagi
kelangsungan hidupnya, sebagaimana Firman Alah SWT dalam al-quran Surat
An-nahal ayat 5:
Perkembangan
berikutnya strategi tidak lagi terbatas sebagai seni semata, tetapi sudah
merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Dengan demikian penerapan
istilah strategi dalam dunia pendidikan, khususnya kegiatan belajar mengajar
adalah seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas sedemikian rupa
sehingga tujuan yang ditetapkan dapat dipakai secara efektif dan efesien.
Secara umum
strategi mempunyai pengertian suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.[5]
Dalam konstek pengajaran, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam
menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar
mengajar, agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai. Guru
dituntut memiliki kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pembelajaran
sedemikian rupa, sehingga terjalin keterkaitan
fungsi antar komponen pembelajaran yang dimaksud. Sedangkan yang
dimaksud dengan pembelajaran adalah proses, cara perbuatan menjadikan orang
atau mahkluk hidup belajar.[6]
Pembelajaran juga diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh guru dengan cara
melibatkan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi
keilmuan.[7]
Strategi dasar arti setiap usaha
meliputi empat masalah, yaitu:
a. Pengidentifikasian dan Penetapan
spesifikasi dan kualifikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha
tersebut, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukan.
b. Pertimbangan dan Pemilihan pendekatan
utama yang ampuh untuk mencapai sasaran.
c. Pertimbangan dan Penetapan
langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir.
d. Pertimbangan dan Penetapan tolak ukur dan
ukuran baku yang akan digunakan untuk menilai keberhasilan usaha yang akan
dilakukan.[8]
Belajar adalah
suatu proses timbul dan berubahnya tingkah laku melalui latihan (usaha
pendidikan), dan dibedakan dengan perubahan yang disebabkan faktor-faktor yang
tidak dapat dapat digolongkan kepada latihan (usaha pendidikan) itu sendiri..[9]
Sardiman
menerangkan belajar secara arti luas adalah suatu kegiatan psiko-fisik menuju
perkembangan pribadi seutuhnya, dan dalam arti sempit belajar adalah usaha
penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian menuju terbentuknya
kepribadian yang seutuhnya.[10]
Oemar Hamalik
mengemukakan beberapa hal penting dalam
belajar yaitu:
1) Situasi belajar harus
bertujuan, dan tujuan-tujuan itu diterima dengan baik oleh masyarakat. Tujuan
merupakan salah satu aspek dari situasi belajar.
2) Di dalam mencapai tujuan
peserta didik senantiasa akan menemukan
kesulitan, rintangan dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan
3) Hasil belajar yang utama
adalah pola tingkah laku yang bulat
4) Proses belajar terutama
mengerjakan hal-hal yang sebenarnya, yakni belajar apa yang diperbuat dan
mengerjakan apa yang dipelajari
5) Kegiatan-kegiatan dan hasil
belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.
6) Peserta didik memberikan
reaksi secara keseluruhan
7) Peserta didik mereaksi suatu
aspek dari lingkungan yang bermakna baginya
8) Peserta didik diarahkan
tujuan-tujuan lain, yang berkaitan, maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan
utama dalam situasi belajar.[11]
Dalam Islam
dijelaskan mengenai pengertian belajar, Allah SWT berfirman:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur” (An-Nahl: 78).
Dari ayat tersebut
dapat dipahami bahwa pada mulanya manusia tidak memiliki sesuatu apapun, untuk
itu manusia perlu belajar supaya dapat mengetahui apa-apa yang dibutuhkannya
untk mencapai kesempurnaan. Jadi belajar dapat diartikan sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari pengalaman individu tersebut, dalam
interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah-laku yang merupakan akibat
dari belajar bersifat positif dan aktif, tidak bersif sementara, memiliki
tujuan atau terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Mengajar berasal
dari bahasa Yunani “ didoskein” yang
berarti pengajaran, atau “didaktos” yang berarti pandai mengajar.[12]
Pengertian mengajar menurut para ahli :
1) Maria Motessori mengartikan
mengajar sebagai pengajaran yang mempertimbangkan masa peka setiap pelajar.
Dengan model ini kepada pelajar diberikan pendidikan yang tepat sesuai dengan
irama, tempo, dan perkembangan mereka.
2) Menurut Kilpatrik pengajaran
adalah” problem solving”, dengan
strategi ini para pelajar diusahakan dapat mengatasi persoalan apapun yang
timbul di dalam kehidupan.
3) Alvin W. Howard mengartikan
mengajar sebagai aktivitas untuk menolong atau membimbing pelajar untuk
mendapatkan, mengubah, dan mengembangkan skill,
attitudes, ideal atau cita-cita apreaciation
penghargaan dan pengetahuan.
4) Menuurut J.J Hasibuan
mengajar adalah mencipatakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya
proses. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yaitu
tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru, peserta
didik yang harus memainkan peran, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana
dan pra sarana belajar mengajar yang tersedia.[13]
Dari pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang
dilakukan oleh seorang guru dalam mengusahakan terwujudnya suatu situasi yang
memungkinkan terjadinya proses pembelajaran.
Kegiatan belajar
mengajar sebagai suatu sistem instruksional merupakan interaksi antara peserta
didik dengan komponen - komponen lain. Guru sebagai penyelenggara kegiatan
belajar mengajar hendaknya memikirkan dan mengupayakan terjadinya interaksi
peserta didik dengan komponen lain secara optimal. Sehingga akan mengefektifkan
kegiatan belajar mengajar. Dalam pengajaran setrategi dimaksudkan sebagai
segala daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar.
Moedjiono
menjelaskan strategi pengajaran adalah
kegiatan guru untuk mengupayakan terjadinya konsisten antara asek-aspek dari
komponen pembentukan sistem instruksional di mana guru menggunakan siasat
tertentu.[14] Menurut Ahmad Rohani, strategi
pengajaran adalah kegiatan taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses
belajar mengajar agar dapat mempengaruhi para peserta didik untuk mencapai
tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efesien.[15]
Dengan demikian
strategi belajar mengajar agama Islam adalah taktik atau kegiatan yang
dilakukan oleh guru dalam memikirkan dan mengupayakan terjadinya proses belajar
mengajar, pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan siasat
tertentu, yang nantinya berpengaruh pada keinginan atau kemauan peserta didik
untuk belajar agar tercapai tujuan pembelajaran.
2. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Ada beberapa
strategi yang dapat diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Rowntree
mengelompokkan strategi- strategi tersebut: (1) strategi penyampaian penemuan (
exposition-discovery learning) dan
(2) strategi pembelajaran kelompok dan individual (groups-individual learning).
Dalam strategi exposition bahan pelajaran disajikan
kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan
tersebut. Strategi pembelajaran semacam ini disebut juga dengan strategi
pembelajaran langsung ( direct
instruction). Sebab dalam strategi ini materi pelajaran disajikan begitu
saja siswa, sedangkan siswa tidak dituntuk mengolahnya. Kewajiban siswa adalah
menguasai materi tersebut secara penuh. Dengan demikian, dalam strategi
ekspositori, guru berfungsi sebagai penyampai informasi.
Berbeda dengan
strategi discovery, bahan
pelajaran dicari dan ditemukan sendiri
oleh siswa melalui berbagai aktivitas,
sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing. Karena
sifatnya yang demikian, maka strategi ini dinamakan pembelajaran tidak langsung.
Adapun strategi
pembelajaran individu dilakukan oleh
siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa
sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran
serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri, misalnya melalui
belajar modul atau belajar bahasa melalui kaset audio.
Sedangkan strategi
pembelajaran kelompok dilakukan secara beregu, sekelompok siswa diajar oleh
seseorang atau beberapa orang guru.
Bentuk belajar kelompok ini bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau
pembelajaran klasikal, atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok
kecil. Strategi kelompok ini tidak memperhatikan kecepatan belajar individual.
Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat
terjadi bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa
yang mempunyai kemampuan biasa-biasa saja. Sebaliknya, siswa yang memiliki
kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan
tinggi.
Wina sanjaya
membedakan strategi pembelajaran ditinjau dari
cara penyajian dan pengolahannya kepada: (1) strategi pembelajaran deduktif dan (2) strategi pembelajaran induktif.[16]
Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan
dengan mempelajari konsep-konsep terlebh dahulu untuk kemudian dicari
kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi, atau bahan pelajaran yang dipelajari
dimulai hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-lahan menuju hal yang
konkret. Strategi ini disebut juga strategi pembelajaran dari umum ke khusus,
sebaliknya pada strategi pembelajaran induktif, bahan yang dipelajari dimulai
dari hal-hal yang konkret atau contoh-contoh yang kemudian secara berlahan
siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar. Strategi ini sering
disebut dengan strategi pembelajaran dari khusus ke umum.
Selain strategi
pembelajaran deduktif dan induktif di
atas, beberapa jenis strategi pembelajaran
lainnya menurut Wina Sanjaya dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Strategi pembelajaran Beriorentasi Aktivitas Siswa (PBAS). Sebagaimana dinyatakan dalam BAB IV Pasal 19
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 bahwa proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif ,inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup prakarsa kreativitas dan kemandirian sesuai
dengan bakat minat dan bakat dan perkembangan fisik serta pikologis peseta didik. Dengan demikian jelaslah rumusan tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran yang didesain oleh guru harus beriorientasi pada aktivitas siswa.
b. Strategi pembelajaran ekspositori (SPE) yaitu strategi
yang menekankan pada proses penyampaian
materi secara verbal dari seseorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud
agar siswa dapat mengusai materi pembelajaan secara optimal. Strategi
pembelajaran semacam ini disebut juga dengan istilah strategi pembelajaran langsung (Direct instruction).
c. Strategi pembelajaran inkuiri (SPI), yaitu rangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya
jawab antara guru dan siswa.
d. Strategi pembelajaran berbasis masalah (SPPKB) yaitu
strategi yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa.
e. Strategi pembelajaran kooperatif (SPK) rangkaian kegiatan
belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
f. Strategi pembelajaran kontekstual (CTL) yaitu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka
g. Strategi pembelajaran afektif, yaitu strategi yang lebih menekankan pada upaya
menginternalisasikan nilai-nilai kepada setiap individu siswa. [17]
Beberapa strategi pembelajaran yang telah
disebutkan di atas dapat menjadi alternatif bagi guru untuk dapat diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran. Guru bisa saja menggunakan satu atau lebih dari
strategi pembelajaran di atas
apabila situasi dan kondisi pada saat
berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Meskipun demikian, dalam memilih
strategi pembelajaran yang akan
diterapkan, guru juga terlebih dahulu harus mengetahui
pertimbangan-pertimbangan dalam memilih strategi tersebut
3. Pertimbangan Pemilihan
Strategi Pembelajaran
Pembelajaran pada
dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika seorang
guru memikirkan informasi dan kemampuan seperti apa yang perlu dimiliki oleh
para peserta didiknya, maka pada saat itu guru tersebut harus memikirkan strategi apa yang harus dilakukan
agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Hal ini sangat perlu
dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara
menacapainya. Jadi, sebelum menentukan strategi pembelajaran yang dapat
dipergunakan ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, yaitu:[18]
Pertama, pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, ada beberapa
pertanyaan yang dapat diajukan yaitu: (1) apakah tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotor? (2) bagaimana
kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tinggi atau
rendah?, (3) apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan ketrampilan akademis?
Kedua, pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pelajaran,misalnya
(1) apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori
tertentu? (2) apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan
prasyarat tertentu atau tidak?(3) apakah tersedia buku-buku sumber untuk
mempelajari materi itu?
Ketiga, pertimbangan dari sudut siswa, seperti (1) apakah strategi pembelajaran
sesuai dengan tingkat kematangan siswa?, (2) apakah strategi pembelajaran itu
seuai dengan bakat, dan kondisi siswa?, (3) apakah strategi pembelajaran itu
sesuai dengan gaya belajar siswa?.
Keempat, pertimabangan-pertimbangan lainnya, seperti (1) apakah untuk mencapai tjuan hanya cukup dengan strategi saja?,
(2) apakah strategi yang ditetapkan dianggap satu-satunya strategi yang dapat
digunakan?, (3) apakah strategi itu memiliki nilai efektifitas dan efisien?
Beberapa
pertanyaan di atas merupakan bahan pertimbangan dalam menetapkan strategi yang
ingin digunakan. Misalnya, untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan aspek
kognitif akan memiliki strategi yang berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan
afektif dan psikomotor. Demikian juga dengan mempelajari bahan pelajaran yang
bersifat fakta akan berbed dengan mempelajari bahan pembuktian suatu teori, dan
lain sebagainya.
4. Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran
Prinsip umum
penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran
cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Wina Sanjaya juga mengemukakan beberapa
prinsip umum strategi pembelajaran yang meliputi:
a.
Prinsip beriorentasi pada tujuan,
yaitu bahwa setiap strategi pembelajaran yang digunakan guru harus mengacu dan
berpedoman kepada tujuan yang ditentukan sebelumnya. Jadi bukan tujuan yang
harus menyesuaikan dengan strategi, akan tetapi sebaliknya strategilah yang
harus menyesuaikan dengan tujuan.
b.
Prinsip aktifitas, yaitu bahwa strategi pembelajaran yang digunakan oleh
guru harus dapat mendorong aktifitas siswa. Aktivitas tidak hanya terbatas pada
ativitas fisik , akan tetapi juga meliputi
aktifitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.
c.
Prinsip individualitas dan prinsip integritas.yaitu strategi pembelajaran
guru harus memperhatikan tingkat keberhasilan siswa dalam belajar secara
kuantitas. Misalnya jika seorang guru menangani 50 orang siwa, maka seluruhnya
atau sebagaian besar berhasil mencapai tujuan.
d.
Prinsip integritas, yaitu strategi pembelajaran yang digunakan guru harus
dapat mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor siswa secara
terintegrasi. Dengan kata lain, strategi tersebut harus dapat mengembangkan
seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi. Penggunaan metode diskusi misalnya, guru
harus merancang strategi pelaksanaan diskusi tidak hanya terbatas pada
pengembangan intelektual saja, tetapi harus mendorong siswa agar bisa
berkembang secara keseluruhan seperti mendorong siswa menghargai pendapat orang
lain, mendorong siswa agar berani mengeluarkan gagasan atau ide-ide yang
orisinil, mendorong siswa untuk bersikap jujur, tenggang rasa dan lain
sebagainya.
Di samping itu, Bab
IV pasal 19 Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 dikatakan bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik,
serta psikologis peserta didik.
Prinsip-prinsip
strategi pembelajaran juga dapat dipahami dari isi bab IV Pasal 19 Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa “proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menentang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Sesuai dengan isi
peraturan pemerintah di atas, maka ada sejumlah prinsip khusus dalam strategi
pembelajaran, yaitu (1) interaktif, (2) inspiratif, (3) menyenangkan, (4)
menantang dan (5) motivasi.
Beberapa prinsip
penggunaan strategi pembelajaran di atas menuntut guru agar lebih memiliki
kemampuan (kompetensi) yang memadai untuk mewujudkan hal tersebut. Di samping
itu, guru perlu memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dalam hal pendidikan
secara luas.
Adapun strategi
pembelajaran individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan,
kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan
individu siswa.
[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995), h. 859
[2] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Indipsipliner, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1996), cet. Ke-4, h.58
[3] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo
Offset,2005),h.147
[5] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,
(Jakarta: Rineka cipta, 2002), cet.
Ke-2, h. 5
[7] Dede Rosyada, Paradigma pendidikan Demokrasi, Sebuah Model pelibatan Masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2004), h.93
[8] Ibid, h. 12
[10] Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1996),h.22-23
[16] Wina Sanjaya,
Strategi pembelajaran Beriorentasi
Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta: Kencana, 2007), cet ke-2, h 123-284
Tidak ada komentar:
Posting Komentar