Cari Blog Ini

Kamis, 03 Mei 2018

Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


A.    Strategi  Pembelajaran Pendidikan  Agama Islam
1.      Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.[1] M. Arifin mengemukakan tentang strategi sebagai berikut: Strategi biasanya berkaitan dengan taktik ( terutama banyak dikenal di lingkungan  militer). Taktik adalah segala cara dan daya untuk memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal dalam proses pendidikan. Taktik tidak lazim digunakan, akan tetapi dipergunakan istilah metode dan teknik. Metode dan teknik mempunyai pengertian yang berbeda meskipun tujuannya sama. Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan, sedangkan teknik adalah cara mengerjakan suatu tujuan. Jadi metode mempunyai pengertian yang lebih luas, lebih ideal dan konseptual.[2]
Strategi merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai keberhasilan proses belajar mengajar. Strategi merupakan penghubung antara siswa dan guru, karena dengan strategi tersebut guru dapat mengembangkan pengajaran. Berbagai strategi yang dapat digunakan agar tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai. Strategi dalam proses belajar mengajar tentunya dirumuskan oleh guru yang bertindak sebagai pengarah baik dari segi materinya, tugas-tugas pada komunikasi, media, maupun suasana lingkungan belajar yang diciptakan. Jika strategi tidak dirumuskan, maka guru tidak akan mengetahui bagaimana perkembangan siswa dan tentunya secara umum tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Nana Sudjana menambahkan bahwa strategi mengajar pada dasarnya adalah tindakan nyata dari guru atau praktek guru dalam melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien. Dia juga menyebutkan strategi sebagai politik atau taktik yang digunakan guru dalam mengajar di kelas.  Dia menambahkan bahwa politik atau taktik yang digunakan guru tersebut harus mencerminkan langkah-langkah secara sistemik dan sistematik. [3]
Dari pengertian di atas, secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang  telah ditetapkan. Dari pengertian tersebut jika dihubungkan dengan proses belajar mengajar, dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Islam adalah agama yang menyukai akan seni, seni dalam Islam telah diperlihatkan oleh Alah SWT melalui tuntunan al-quran, nilai keindahan al-qur’an yang Maha Mulia menunjukkan kehadiran Ilahi dalam obejek pengetahuan manusia. Karena al-quran adalah ekspresi kebijaksanaan dan pengetahuan Allah, tuntunan dan petunjuknya kehendak dan perintahnya. Keindahan al-quran dapat dilihat dan segi kekuatan teksnya untuk menundukkan dan mengatasi setiap perbandingan maupun dari segi sastranya merupakan bukti ke Ilahian.[4] Hal ini merupakan salah satu  kemukjizatan al-quran yang universal. Alquran ditujukan kepada seluruh manusia di setiap masa. Setiap orang mampu menangkap dan mengapresiasikannya jika ia mempuyai pembawaan yang kuat dan merasakan keindahan. Allah telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk merasakan keindahan dan hiasan sekaligus manfaat dari setiap sesuatu yang memang telah disediakan bagi kelangsungan hidupnya, sebagaimana Firman Alah SWT dalam al-quran Surat An-nahal ayat 5:
Perkembangan berikutnya strategi tidak lagi terbatas sebagai seni semata, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Dengan demikian penerapan istilah strategi dalam dunia pendidikan, khususnya kegiatan belajar mengajar adalah seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas sedemikian rupa sehingga tujuan yang ditetapkan dapat dipakai secara efektif dan efesien.
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.[5] Dalam konstek pengajaran, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar, agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai. Guru dituntut memiliki kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pembelajaran sedemikian rupa, sehingga terjalin keterkaitan  fungsi antar komponen pembelajaran yang dimaksud. Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran adalah proses, cara perbuatan menjadikan orang atau mahkluk hidup belajar.[6] Pembelajaran juga diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh guru dengan cara melibatkan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi keilmuan.[7]
Strategi dasar arti setiap usaha meliputi empat masalah, yaitu:
a.       Pengidentifikasian dan Penetapan spesifikasi dan kualifikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha tersebut, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukan.
b.      Pertimbangan dan Pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai sasaran.
c.       Pertimbangan dan Penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir.
d.      Pertimbangan dan Penetapan tolak ukur dan ukuran baku yang akan digunakan untuk menilai keberhasilan usaha yang akan dilakukan.[8]
Belajar adalah suatu proses timbul dan berubahnya tingkah laku melalui latihan (usaha pendidikan), dan dibedakan dengan perubahan yang disebabkan faktor-faktor yang tidak dapat dapat digolongkan kepada latihan (usaha pendidikan) itu sendiri..[9]
Sardiman menerangkan belajar secara arti luas adalah suatu kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya, dan dalam arti sempit belajar adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian menuju terbentuknya kepribadian yang seutuhnya.[10]
Oemar Hamalik mengemukakan beberapa hal penting dalam  belajar yaitu:
1)      Situasi belajar harus bertujuan, dan tujuan-tujuan itu diterima dengan baik oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari situasi belajar.
2)      Di dalam mencapai tujuan peserta didik senantiasa  akan menemukan kesulitan, rintangan dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan
3)      Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat
4)      Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya, yakni belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari
5)      Kegiatan-kegiatan dan hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.
6)      Peserta didik memberikan reaksi secara keseluruhan
7)      Peserta didik mereaksi suatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya
8)      Peserta didik diarahkan tujuan-tujuan lain, yang berkaitan, maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.[11]

          Dalam Islam dijelaskan mengenai pengertian belajar, Allah SWT berfirman:


ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
          Artinya:  Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (An-Nahl: 78).

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa pada mulanya manusia tidak memiliki sesuatu apapun, untuk itu manusia perlu belajar supaya dapat mengetahui apa-apa yang dibutuhkannya untk mencapai kesempurnaan. Jadi belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari pengalaman individu tersebut, dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah-laku yang merupakan akibat dari belajar bersifat positif dan aktif, tidak bersif sementara, memiliki tujuan atau terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Mengajar berasal dari bahasa Yunani “ didoskein” yang berarti pengajaran, atau “didaktos” yang berarti pandai mengajar.[12] Pengertian mengajar menurut para ahli :
1)      Maria Motessori mengartikan mengajar sebagai pengajaran yang mempertimbangkan masa peka setiap pelajar. Dengan model ini kepada pelajar diberikan pendidikan yang tepat sesuai dengan irama, tempo, dan perkembangan mereka.
2)      Menurut Kilpatrik pengajaran adalah” problem solving”, dengan strategi ini para pelajar diusahakan dapat mengatasi persoalan apapun yang timbul di dalam kehidupan.
3)      Alvin W. Howard mengartikan mengajar sebagai aktivitas untuk menolong atau membimbing pelajar untuk mendapatkan, mengubah, dan mengembangkan skill, attitudes, ideal atau cita-cita apreaciation penghargaan dan pengetahuan.
4)      Menuurut J.J Hasibuan mengajar adalah mencipatakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yaitu tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru, peserta didik yang harus memainkan peran, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan pra sarana belajar mengajar yang tersedia.[13]
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seorang guru dalam mengusahakan terwujudnya suatu situasi yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran.
Kegiatan belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional merupakan interaksi antara peserta didik dengan komponen - komponen lain. Guru sebagai penyelenggara kegiatan belajar mengajar hendaknya memikirkan dan mengupayakan terjadinya interaksi peserta didik dengan komponen lain secara optimal. Sehingga akan mengefektifkan kegiatan belajar mengajar. Dalam pengajaran setrategi dimaksudkan sebagai segala daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar.
Moedjiono menjelaskan strategi  pengajaran adalah kegiatan guru untuk mengupayakan terjadinya konsisten antara asek-aspek dari komponen pembentukan sistem instruksional di mana guru menggunakan siasat tertentu.[14] Menurut Ahmad Rohani, strategi pengajaran adalah kegiatan taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar agar dapat mempengaruhi para peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efesien.[15]
Dengan demikian strategi belajar mengajar agama Islam adalah taktik atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam memikirkan dan mengupayakan terjadinya proses belajar mengajar, pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan siasat tertentu, yang nantinya berpengaruh pada keinginan atau kemauan peserta didik untuk belajar agar tercapai tujuan pembelajaran.

2.  Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Rowntree mengelompokkan strategi- strategi tersebut: (1) strategi penyampaian penemuan ( exposition-discovery learning) dan (2) strategi pembelajaran kelompok dan individual (groups-individual learning).
Dalam strategi exposition bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Strategi pembelajaran semacam ini disebut juga dengan strategi pembelajaran langsung ( direct instruction). Sebab dalam strategi ini materi pelajaran disajikan begitu saja siswa, sedangkan siswa tidak dituntuk mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasai materi tersebut secara penuh. Dengan demikian, dalam strategi ekspositori, guru berfungsi sebagai penyampai informasi.
Berbeda dengan strategi discovery, bahan pelajaran  dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing. Karena sifatnya yang demikian, maka strategi ini dinamakan pembelajaran tidak langsung.
Adapun strategi pembelajaran individu  dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri, misalnya melalui belajar modul atau belajar bahasa melalui kaset audio.
Sedangkan strategi pembelajaran kelompok dilakukan secara beregu, sekelompok siswa diajar oleh seseorang atau beberapa orang guru.  Bentuk belajar kelompok ini bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal, atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Strategi kelompok ini tidak memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang mempunyai kemampuan biasa-biasa saja. Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.
Wina sanjaya membedakan strategi pembelajaran ditinjau dari  cara penyajian dan pengolahannya kepada: (1) strategi pembelajaran deduktif dan (2) strategi pembelajaran induktif.[16] Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebh dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi, atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-lahan menuju hal yang konkret. Strategi ini disebut juga strategi pembelajaran dari umum ke khusus, sebaliknya pada strategi pembelajaran induktif, bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang konkret atau contoh-contoh yang kemudian secara berlahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar. Strategi ini sering disebut dengan strategi pembelajaran dari khusus ke umum.
Selain strategi pembelajaran deduktif dan induktif di atas, beberapa jenis strategi pembelajaran lainnya menurut Wina Sanjaya dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.       Strategi pembelajaran Beriorentasi Aktivitas Siswa (PBAS). Sebagaimana dinyatakan dalam BAB IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif ,inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup prakarsa kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat dan bakat dan perkembangan fisik serta pikologis peseta didik. Dengan demikian jelaslah rumusan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran yang didesain oleh guru harus beriorientasi pada aktivitas siswa.
b.      Strategi pembelajaran ekspositori (SPE) yaitu strategi yang menekankan pada proses  penyampaian materi secara verbal dari seseorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat mengusai materi pembelajaan secara optimal. Strategi pembelajaran semacam ini disebut juga dengan istilah strategi pembelajaran langsung (Direct instruction).
c.       Strategi pembelajaran inkuiri (SPI), yaitu rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
d.      Strategi pembelajaran berbasis masalah (SPPKB) yaitu strategi yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa.
e.       Strategi pembelajaran kooperatif (SPK) rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
f.       Strategi pembelajaran kontekstual (CTL) yaitu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan  siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka
g.      Strategi pembelajaran afektif, yaitu strategi  yang lebih menekankan pada upaya menginternalisasikan nilai-nilai kepada setiap individu siswa. [17]

Beberapa strategi pembelajaran yang telah disebutkan di atas dapat menjadi alternatif bagi guru untuk dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Guru bisa saja menggunakan satu atau lebih dari strategi  pembelajaran di atas apabila  situasi dan kondisi pada saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Meskipun demikian, dalam memilih strategi  pembelajaran yang akan diterapkan, guru juga terlebih dahulu harus mengetahui pertimbangan-pertimbangan dalam memilih strategi tersebut

3. Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika seorang guru memikirkan informasi dan kemampuan seperti apa yang perlu dimiliki oleh para peserta didiknya, maka pada saat itu guru tersebut harus  memikirkan strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Hal ini sangat perlu dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara menacapainya. Jadi, sebelum menentukan strategi pembelajaran yang dapat dipergunakan ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, yaitu:[18]
Pertama, pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, ada beberapa pertanyaan yang dapat diajukan yaitu: (1) apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotor? (2) bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tinggi atau rendah?, (3) apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan ketrampilan akademis?
Kedua, pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pelajaran,misalnya (1) apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu? (2) apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau tidak?(3) apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu?
Ketiga, pertimbangan dari sudut siswa, seperti (1) apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa?, (2) apakah strategi pembelajaran itu seuai dengan bakat, dan kondisi siswa?, (3) apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar siswa?.
Keempat, pertimabangan-pertimbangan lainnya, seperti (1) apakah untuk mencapai tjuan hanya cukup dengan strategi saja?, (2) apakah strategi yang ditetapkan dianggap satu-satunya strategi yang dapat digunakan?, (3) apakah strategi itu memiliki nilai efektifitas dan efisien?
Beberapa pertanyaan di atas merupakan bahan pertimbangan dalam menetapkan strategi yang ingin digunakan. Misalnya, untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan aspek kognitif akan memiliki strategi yang berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan afektif dan psikomotor. Demikian juga dengan mempelajari bahan pelajaran yang bersifat fakta akan berbed dengan mempelajari bahan pembuktian suatu teori, dan lain sebagainya.
4. Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran
Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan.  Wina Sanjaya juga mengemukakan beberapa prinsip umum strategi pembelajaran yang meliputi:
a.       Prinsip beriorentasi  pada tujuan, yaitu bahwa setiap strategi pembelajaran yang digunakan guru harus mengacu dan berpedoman kepada tujuan yang ditentukan sebelumnya. Jadi bukan tujuan yang harus menyesuaikan dengan strategi, akan tetapi sebaliknya strategilah yang harus menyesuaikan dengan tujuan.
b.      Prinsip aktifitas, yaitu bahwa strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus dapat mendorong aktifitas siswa. Aktivitas tidak hanya terbatas pada ativitas fisik , akan tetapi juga meliputi  aktifitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.
c.       Prinsip individualitas dan prinsip integritas.yaitu strategi pembelajaran guru harus memperhatikan tingkat keberhasilan siswa dalam belajar secara kuantitas. Misalnya jika seorang guru menangani 50 orang siwa, maka seluruhnya atau sebagaian besar berhasil mencapai tujuan.
d.      Prinsip integritas, yaitu strategi pembelajaran yang digunakan guru harus dapat mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor siswa secara terintegrasi. Dengan kata lain, strategi tersebut harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi.  Penggunaan metode diskusi misalnya, guru harus merancang strategi pelaksanaan diskusi tidak hanya terbatas pada pengembangan intelektual saja, tetapi harus mendorong siswa agar bisa berkembang secara keseluruhan seperti mendorong siswa menghargai pendapat orang lain, mendorong siswa agar berani mengeluarkan gagasan atau ide-ide yang orisinil, mendorong siswa untuk bersikap jujur, tenggang rasa dan lain sebagainya.
Di samping itu, Bab IV pasal 19 Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.
Prinsip-prinsip strategi pembelajaran juga dapat dipahami dari isi bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menentang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Sesuai dengan isi peraturan pemerintah di atas, maka ada sejumlah prinsip khusus dalam strategi pembelajaran, yaitu (1) interaktif, (2) inspiratif, (3) menyenangkan, (4) menantang dan (5) motivasi.
Beberapa prinsip penggunaan strategi pembelajaran di atas menuntut guru agar lebih memiliki kemampuan (kompetensi) yang memadai untuk mewujudkan hal tersebut. Di samping itu, guru perlu memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dalam hal pendidikan secara luas.
Adapun strategi pembelajaran individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa.


[1]  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h.  859
[2] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Indipsipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. Ke-4, h.58
[3]  Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset,2005),h.147
[4] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), cet. Ke-4, h.77
[5] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:  Rineka cipta, 2002), cet. Ke-2, h. 5
[6] .Departemen Pendidikan dan Kebuadayaan, op.cit, h.124
[7] Dede Rosyada, Paradigma pendidikan Demokrasi, Sebuah Model pelibatan Masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, (Jakarta:  Kencana, 2004), h.93
[8] Ibid, h. 12
[9] Masrial, Teras Kuliah Belajar  Mengajar, (Padang: Angkasa Raya, 1993),h.7-9
[10]  Sardiman A.M, Interaksi  dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1996),h.22-23
[11] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h.36-37
[12] Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), h.39
[13] J.J Hasibuan, Proses Belajar Mengajar, ( Jakarta: Jakarta Rosyda Karya, 1995), h. 3
[14] Moedjiono, Strategi Belajar Mengajar, ( Dekdikbud Diktoral Pendidikan Tinggi, 1992), h.3
[15] Ahmad Rohani, Pengelolaan pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 33
[16]  Wina Sanjaya,  Strategi pembelajaran Beriorentasi Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta: Kencana, 2007), cet ke-2, h 123-284
[17]  Ibid, h. 134-135
[18]  Ibid, h. 128

Tidak ada komentar: