A.
Tinjauan tentang Program Keluarga Harapan (PKH)
1.
Pengertian Program Keluarga
Harapan (PKH)
Salah satu program keberpihakan
kepada masyarakat miskin saat ini yang dikembangkan di Indonesia adalah Program
Keluarga Harapan (PKH), program
rancangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yang telah
disesuaikan dengan kondisi Indonesia saat ini. Program ini adalah hasil adopsi dari program
bantuan langsung bersyarat yang lebih dikenal dengan conditional cash
transfer(CCT) dan program ini telah terbukti berhasil dilaksanakan di
negara-negara lain seperti Brazil, Columbia, Jamaica, Mexico, Nicaragua, Chile
dan negara lainnya.[1]
PKH adalah Program Keluarga Harapan, yaitu
program yang memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM)
jika memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan
kesehatan.[2]
Prinsip dari Program Keluarga
Harapan (PKH) adalah pemberian bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin
dengan syarat mereka bersedia mematuhi ketentuan dan persyaratan yang terkait dengan peningkatan kualitas
sumber daya manusia, khususnya bidang kesehatan dan pendidikan.
Program Keluarga Harapan berada di
bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TPKP) yang
dilaksanakan oleh Kementerian Sosial bekerjasama dengan berbagai
lembaga/instansi lain khususnya Kementerian Pendidikan dan Kementerian
Kesehatan, sedangkan untuk operasionalnya kementerian sosial membentuk Unit
Pelayanan Program Keluarga Harapan (UPPKH) tingkat pusat sampai kecamatan
dengan melibatkan PT POS Indonesia serta merekrut generasi muda setempat yang
telah diyakini (melalui tes) mampu, memiliki kredibilitas serta kepedulian terhadap
persoalan sosial dan lingkungan.
2.
Latar belakang Hadirnya Program Keluarga Harapan (PKH) di Indonesia
Tingkat kesejahteraan masyarakat
Indonesia belum sepenuhnya berada pada tingkat kesejahteraan yang diharapkan.
Sebaliknya, kelompok yang kurang beruntung (disadvantage group) berada
pada kondisi yang fluktuatif dan cenderung tinggi. Seiring dengan kondisi
ekonomi yang roller coaster.
Sistem jaminan sosial diarahkan
untuk menyediakan sistem perlindungan sosial terhadap seluruh warga negara.
Khususnya bagi setiap warga negara yang mengalami dan atau menghadapi resiko,
baik sosial maupun ekonomi. Setiap warga negara berhak memperoleh kehidupan
yang sejahtera dan layak bagi kemanusiaan.
Secara umum sistem kesejahteraan sosial
harus didapatkan oleh seluruh waraga negara. Namun sasaran utama sistem jaminan
sosial diarahkan pada kelompok yang
rentan. Hal ini sesuai dengan hukum tertinggi dalam konstitusi Indonesia, UUD
1945 pasal 34 ayat 2. Pasal ini menyatakan
bahwa “negara mengembangkan sistem jaminan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan.”[3]
Sistem jaminan sosial di Indonesia pada pekerja di sektor formal
cenderung sudah pada taraf yang baik. Paling tidak peraturan tertulis sudah
menyatakan jaminan sosial itu. Di sana ada jaminan sosial tenaga kerja
(jamsostek), ada Asabri, Askes, dan sejenisnya
di samping sistem penjaminan internal perusahaan. Bahwa pada tingkat
pelaksanaannya seringkali masih terdengar sumir namun sudah ternyatakan dalam
peraturan yang tegas.
Data yang dirilis biro pusat
statistik (BPS) menyatakan, pada tahun 2004 dari total penduduk Indonesia yang
berjumlah 212.003.000 jiwa sebanyak 40,7 juta orang merupakan pekerja pada
sektor non formal. Sementara itu dari data pusat data dan informasi departemen
sosial ada penyebaran penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS). Sebaran itu terdapat di 33 propinsi dari 441
kabupaten/kota.[4]
Departemen Sosial membagi tiga
kategori kemiskinan, yaitu sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Total dari
kategori itu berjumlah 19,10 juta rumah tangga, atau 76,4 juta jiwa dengan
asumsi 4 jiwa per keluarga. Ini berarti 35 persen dari total penduduk Indonesia
berada pada kategori di atas. Bukan berarti 65 persen berada pada tingkat
kesejahteraan yang baik. Angka 65 persen masih dipecah dengan mereka yang
berada pada wilayah marjin artinya mereka yang rentan masuk dalam kategori itu.[5]
Sutyastie Soemitro Remi dan Prijono
Tjiptoherijanto[6]
membagi tahapan sejahtera dari keluarga Indonesia terdiri dari tingkat prasejahtera,
sejahtera tahap I, tahap II, tahap III, dan tahap III plus. Keluarga tahap
pra-sejahtera ditunjukkan dengan ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan
dasar minimum seperti kebutuhan menjalankan perintah agama (tidak melakukan
sembahyang sesuai dengan perintah agama masing-masing), makanan (minimum dua
kali makan per hari), pakaian (lebih dari satu pasang pakaian ), dan perumahan
(porsi yang lebih besar dari lantai bukan terdiri dari tanah), kesehatan dan
keluarga berencana (dibawa ke pusat kesehatan jika sakit). Sementara itu
keluarga sejahtera tahap –I adalah keluarga yang memenuhi kebutuhan fisik
minimum mereka tetapi belum memenuhi kebutuhan
dan psikologis seperti interaksi keluarga, interaksi bertetangga dan
pekerjaan-pekerjaan yang menentukan standar kehidupan yang baik.[7]
Kesejahteraan sosial pada hakikatnya adalah tata kehidupan dan
penghidupan sosial meteril dan sprituil
yang meliputi keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin.
Sehingga setiap warga negara dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Baik kebutuhan rohani, jasmani, dan sosial
secara baik yang tidak hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi keluarga
dan masyarakat.
Tingginya angka putus sekolah
berlanjut pada peningkatan pekerja anak usia sekolah disebabkan ekonomi. Faktor
mahalnya biaya sekolah ternyata masih lebih kecil dibandingkan biaya
non-sekolah. Tercatat biaya non-iuran sekolah seperti biaya transportasi,
pembelian perangkat sekolah dan seragam, biaya hidup, dan iuran lain masih
lebih tinggi dibanding biaya belajar. Lalu bagaimana anak bisa sekolah
seandainya perangkat sekolah dan biaya transportasi tidak ada?
Biaya hidup yang sulit juga
menyebabkan anak akhirnya harus putus sekolah untuk menutupi beban hidup
sehari-hari. Minimal mereka dan orang tua harus berpikir seribu kali untuk
memberangkatkan anaknya ke sekolah. Keberadaan sekolah gratis tentunya sudah
sangat menunjang. Namun harus juga dipikirkan beban lain sebagai penunjang
sekolah.
Faktor kesehatan
juga menjadi perhatian yang penting. Di Indonesia masih ditemukan bayi atau
anak malnutrisi. Memang Indonesia tercatat sebagai negara yang mampu menekan
kematian balita sejak tahun 1960. Sayangnya nun jauh di pelosok nusantara masih
ditemukan bayi kurang gizi. Setiap tahun tercatat 305.000 balita meninggal
dunia. Setiap hari tercatat 800 balita meninggal dunia. Itu artinya seorang
balita meninggal setiap dua menit. Dan sekitar 100.000 balita meninggal belum
berumur satu bulan. Sekitar 200.000 balita meninggal sebelum menginjak usia
setahun.[8]
Dua kondisi di atas merupakan ironi, menurut
Harry Hikmat, Kepala Analisa Kebijakan Sosial Departemen Sosial mengatakan,
negara maju telah lama melakukan investasi cukup dalam bidang sumber daya
manusia, yaitu pendidikan dan kesehatan. Seharusnya ini menjadi perhatian
bersama. Di tengah hiruk pikuk modernitas masih ditemukan angka kemiskinan yang
semikian tinggi. Kini yang ada ketimpangan, di mana masalahnya?[9]
Berdasarkan dua
permasalahan besar di atas lah pemerintah membuat terobosan baru dengan
meluncurkan sebuah program keluarga harapan (PKH) yang diharapkan mampu menimalisir
permasalahan yang dialami oleh keluarga miskin atau keluarga pra-sejahtera.
Program ini juga diharapkan dalam jangka pendek mampu mengurangi beban
pengeluaran keluarga miskin, sedangkan untuk jangka panjang mampu merubah
mentalitas dan prilaku keluarga miskin sehingga mampu memutus tali kemiskinan.
3.
Tujuan dan Syarat-Syarat Anggota Program Keluarga Harapan (PKH)
Pemerintah Indonesia sedang
melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH). Prinsip PKH adalah pemberian
bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan syarat mereka
bersedia mematuhi ketentuan dan persyaratan yang terkait dengan upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), khususnya bidang kesehatan dan
pendidikan.
Calon penerima PKH terpilih harus
menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan:
a.
Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun
belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar.
b.
Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur
kesehatan PKH bagi anak
c.
Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke
fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi ibu hamil.
d.
Menghadiri pertemuan kelompok setiap bulan dengan pendamping PKH. [10]
Penerima bantuan adalah ibu atau
wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika
tidak ada ibu maka: nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi
penerima bantuan). Karenanya pada kartu kepesertaan PKH pun akan tercantum nama
ibu/wanita yang mengurus anak, dan bukan kepala rumah tangga. Untuk itu, orang
yang harus dan berhak mengambil pembayaran adalah orang yang namanya tercantum
di kartu PKH dan bukan wakilnya.[11]
Tujuan utama PKH adalah untuk
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama
pada kelompok masyarakat sangat miskin. PKH
bukanlah kelanjutan dari Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang merupakan
salah satu “crash program” untuk mengatasi dampak akibat kebijakan
kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan dirancang hanya untuk 1 tahun. Sedangkan
PKH merupakan salah satu strategi penanggulangan kemiskinan yang dirancang
untuk membantu rumah tangga sangat miskin (RTSM), khususnya terkait dengan
dengan upaya peningkatan SDM untuk jangka pendek, dan memperbaiki pola pikir
serta merubah perilaku yang dapat membawa pada pemutusan rantai kemiskinan
rumah tangga tersebut untuk jangka yang lebih panjang.[12]
Dalam upaya memperbaiki pola pikir
serta merubah prilaku, RTSM didampingi oleh para pendamping program keluarga
harapan. Pendamping mempunyai kewajiban memberikan pencerahan dengan memberikan
penyuluhan dan pendampingan terhadap RTSM dalam setiap pertemuan. Di antara
kewajiban pendamping adalah melakukan pertemuan kelompok bulanan. Dalam
pertemuan tersebut materi yang disampaikan diantaranya:
1.
Komitmen melaksanakan kewajiban sebagai peserta PKH untuk
menghadiri di fasilitas kesehatan dan pendidikan
2.
Santapan rohani dengan
mengundang ustadz/buya untuk menyampaikan taushiyah sehingga diharapkan
RTSM mengerti tentang agama.
3.
Mengundang penyuluh KB, dengan adanya penyuluhan yang disampaikan
oleh pegawai KB diharapkan RTSM bisa memahami tentang pentingnya KB.
4.
Melakukan kegiatan sosial seperti gotong royong atau bakti sosial[13].
RTSM wajib hadir dalam pertemuan
bulanan tersebut, jika mereka tidak hadir maka akan dikenakan sanksi teguran,
peringatan dan pengurangan nominal bantuan kalau tidak hadir 3 kali
berturut-turut.
Tujuan utama PKH dalam bidang
kesehatan adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia,
khususnya bagi kelompok masyarakat sangat miskin, melalui pemberian insentif
untuk melakukan kunjungan kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan).
Sebagai penerima bantuan kesehatan
PKH, tiap peserta PKH harus melakukan kewajiban-kewajiban, yang bisa dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel II. 2
Sasaran
|
Persyaratan
(Kewajiban Peserta)
|
Ibu
Hamil
|
Melakukan
pemeriksaan kehamilan (antenatal care) sebanyak minimal 4 kali (K1 di
trimester I, K2 di trimester 2, K3 dan K4 di trimester 3) selama masa
kehamilan.
|
Ibu
melahirkan
|
Proses
kelahiran bayi harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
|
Ibu
nifas
|
Ibu
yang telah melahirkan harus melakukan pemeriksaan atau diperiksa kesehatannya
setidaknya 2 kali sebelum bayi mencapai usia 28 hari
|
Bayi
usia 0-11 bulan
|
Anak
berusia di bawah 1 tahun harus diimunisasi lengkap dan ditimbang secara rutin
setiap bulan
|
Anak
usia 1-5 tahun
|
Anak
usia 1-5 tahun dimonitor tumbuh kembang dengan melakukan penimbangan secara
rutin setiap bulan; mendapatkan vitamin A sebanyak 2 kali setahun pada bulan
Februari dan Agustus.
|
Anak
usia 5-6 tahun
|
Melakukan
penimbangan secara rutin setiap 3 bulan sekali dan/atau mengikuti program
pendidikan anak usia dini.
|
Komponen pendidikan dalam PKH
dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib 9
tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat
miskin.
Anak penerima PKH yang berusia 7-18
tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar 9 tahun harus
mendaftarkan diri di sekolah formal serta hadir sekurang-kurangnya 85% waktu
tatap muka. Jika anak usia 7-18 tahun tersebut tidak bisa
didaftarkan di sekolah formal atau non-formal karena alasan yang tidak bisa
diatasi oleh orang tuanya, maka keluarga ini tetap berhak menerima bantuan
asalkan terus berusaha memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan yang sesuai
paling tidak untuk tahun berikutnya.
Apabila peserta tidak memenuhi
syarat yang telah disetujuinya, maka jumlah bantuan akan dikurangi. Jika mereka
tetap tidak memenuhi komitmen pada periode berikutnya, maka kepesertaan
keluarga tersebut akhirnya dicabut.
4.
Peranan Progam Keluarga Harapan terhadap Keluarga Miskin
Program keluarga harapan merupakan
program penanggulangan kemiskinan melalui pemberian bantuan tunai kepada rumah
tangga sangat miskin berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah
ditetapkan. Tujuannya agar dapat membantu kelompok sangat miskin atau
pra-sejahtera dalam jangka pendek. Selain itu PKH merupakan investasi sumber
daya manusia agar generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan.
Kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan dalam bidang ekonomi, miskin ilmu
pengetahuan (pengetahuan umum dan agama), dan miskin iman sehingga
mengakibatkan lemahnya pengamalan ajara Islam dalam aplikasi ibadah.
Rendahnya kemampuan ekonomi
masyarakat miskin menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, seperti
kebutuhan jasmani, rohani (shalat, puasa, membaca al-Qur’an serta ibadah lain),
pendidikan dan kesehatan. Dengan adanya bantuan program keluarga harapan (PKH) diharapakan
generasi berikutnya diharapkan menjadi lebih sehat, berpendidikan, berakhlakul
karimah dan terlepas dari kemiskinan.
5.
Prosedur Pengaduan Peserta PKH dan Non-Peserta PKH
Pelaksanaan suatu program tidak
selalu dapat berjalan sempurna, maka dibentuk sistem pengaduan masyarakat
program keluarga harapan (SPM PKH) baik di unit pelaksana program keluarga
harapan (UPPKH) pusat maupun UPPKH kabupaten/kota. SPM PKH berfungsi untuk
mengakomodasi segala jenis pengaduan terkait pelaksanaan PKH di daerah yang
menerima program, namun harus dipahami bahwa pengaduan adalah sebagai suatu
proses dan itikad baik yang akan sangat bermanfaat bagi penyempurnaan dan
kelancaran pelaksanaan PKH.
Secara lebih rinci SPM PKH berfungsi
sebagai berikut:
a.
Menginformasikan keberadaan SPM PKH dan mekanismenya
b.
Menyelesaikan pengaduan dengan cepat melalui:
1)
Upaya pengendalian penyelesaian pengaduan sesuai dengan tingkat
masalahnya.
2)
Meneruskan pengaduan ke tingkat yang lebih tinggi untuk mencapai
penyelesaian ( apabila tidak dapat diselesaikan pada tingkat di bawahnya).
3)
Penanganan dan penyelesaian pengaduan, termasuk proses penyelidikan
dan verifikasi (harus dilakukan dengan turun ke lapangan dan tidak membuat kesimpulan
analisa hanya berdasarkan laporan
pengaduan yang masuk), oleh karena peran pendamping sangat penting karena
apabila menyangkut RTSM, maka pendamping sebaiknya menanyakanya kepada ibu ketua
kelompok, atau jika pengaduan menyangkut ketua kelompok, maka pendamping mencari dan menggali informasi
dari anggota, tapi tidak menutup kemungkinan untuk menggali informasi lebih
jauh dari masyarakat sekitar, tokoh agama, tokoh adat, atau pihak keluarga
sendiri.
4)
Berkoordinasi penyelesaian pengaduan dengan aparat terkait
(maksudnya untuk menggali informasi dan mencari kebenaran dari pengaduan yang
muncul)
5)
Berkoordinasi dengan pihak terkait sesuai aturan dan
perundang-undangan yang berlaku, apabila pengaduan yang berhubungan dengan pelanggaran
hukum baik pidana maupun perdata.
c.
Mempersiapkan bahan informasi mengenai pengaduan, langkah
penyelidikan, dan tindakan korektif yang diambil untuk disebarluaskan kepada
masyarakat melaui website dan media informasilainya.
d.
Memfasilitasi terciptanya mekanisme pengawasan berbasis masyarakat
sehingga tercipta kontrol sosial dan sistem penanganan pengaduan oleh PKH
dianggap tidak memuaskan.
e.
Menciptakan sistem pengaduan yang menjamin kerahasiaan pelapor
f.
Peserta PKH dan seluruh
masyarakat, termasuk media, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sebagainya
dapat menyampaikan pengaduan baik langsung di UPPKH maupun tidak langsung
melaui surat (kotak pos), telepon/fax, email, dan media lainnya dengan menggunakan
formulir pengaduan.[15]
Peserta PKH dan masyarakat umum, termasuk media, LSM, dan
sebagainya, dapat menyampaikan pengaduan baik secara langsung melaui berbagai
sarana yang tersedia dalam program, maupun secara tidak langsung melaui pihak
lain di luar PKH (media masa, hasil temuan/kajian, laporan dan sebagainya).
Program keluarga harapan telah
membuatkan lembar pengaduan resmi yang dapat diperoleh dengan mudah di tingkat
terendah sekalipun (desa/kampung). Lembar pengaduan ini dapat diisi dan
dikirimkan ke alamat yang telah ditunjuk untuk ditinjaklanjuti secepatnya.
Sistem pengaduan masyarakat yang baik akan: 1) menjamin kepuasan penerima
manfaat dan masyarakat umum, 2) dapat diterimanya informasi secara akurat dan
tepat waktu sehingga dapat segera dilakukan perbaikan yang diperlukan dalam
pelaksanaan PKH.[16]
6.
Pendamping PKH dan Koordinasi
antar Unit/Intansi yang menaungi PKH
A.
Pendamping PKH
Sebagian besar orang miskin tidak
memiliki kekuatan apapun, tidak memiliki suara dan kemampuan untuk
memperjuangkan hak mereka yang sesungguhnya. Untuk itulah mereka membutuhkan
pendamping yang bersuara untuk mereka, yang membantu mereka mendapatkan hak dan
mendampingi mereka untuk melaksanakan kewajibannya dalam PKH. Untuk itulah
mengapa pendamping menjadi sangat penting artinya bagi program ini. Pendamping
adalah pejuang bagi penerima PKH.
Pendamping program keluarga harapan
adalah sekelompok orang atau beberapa orang yang memiliki kualifikasi tertentu
untuk mendampingi rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang mendapatkan program
keluarga harapan (PKH). Masing-masing pendamping mempunyai dampingan kurang
lebih 200 orang RTSM di kecamatan
wilayah dampingannya. Untuk menjadi seorang pendamping harus memiliki ijazah
minimal sarjana muda (D2) dan lulus dalam seleksi administrasi, test tertulis serta wawancara. [17]
Tugas dan tanggung jawab pendamping
PKH (UPPKH kecamatan) secara umum adalah melaksanakan tugas pendampingan kepada
rumah tangga sangat miskin (RTSM) peserta PKH. Wilayah kerjanya meliputi
seluruh desa/kelurahan/nagari dalam satuan wilayah kerja di tingkat kecamatan.
Pendamping ini sangat penting karena
bebarapa alasan antara lain:
a.
Program keluarga harapan merupakan salah satu cikal bakal sistem
perlindungan sosial bagi RTSM yang dilakukan secara berkelanjutan;
b.
Pendampingan memberikan ruang tanpa batas bagi penerima program
untuk dapat saling belajar dan bertanggung jawab atas komitmen yang telah
disepakati dan;
c.
Memperkuat modul sosial bagi
RTSM terutama bidang pendidikan dan kesehatan, di samping itu pendamping juga
mempunyai peran memberikan motivasi dan bertugas mensosialisasikan PKH pada
masyarakat, khususnya bagi RTSM penerima PKH.[18]
Kewajiban pendamping secara rinci
tercantum dalam keputusan Direktur Jaminan Kesejahteraan Sosial No:
02/SK/JKS/I/2010 tentang pengangkatan tenaga pendamping PKH di 70
kabupaten/kota pada 13 provinsi tahun 2010 yaitu:
a.
Mentaati seluruh peraturan PKH yang telah ditetapkan dalam buku
pedoman PKH
b.
Melaksankan sosialisasi kepada peserta PKH dan masyarakat umum
tentang PKH
c.
Membantu PT Pos Indonesia mengantar dan mengambil formulir ke dan
dari Supply side yang dilakukan pendamping sesuai dengan kesepakatan kerja dengan PT Pos
d.
Melakukan pertemuan awal dengan calon penerima manfaat bantuan RTSM
untuk memvalidasi RTSM (pada awal pelaksanaan PKH atau jika penambahan RTSM
baru)
e.
Menyusun jadwal kerja antara lain kunjungan ke lapangan di tempat
RTSM, kunjungan ke fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan, kunjungan ke
PT Pos untuk mendampingi pembayaran bantuan ke RTSM dan urusan Supply Side jika
diperlukan
f.
Melakukan koordinasi dengan petugas secretariat UPPKH dan tenaga
operator UPPKH Kabupaten/Kota, petugas instansi terkait terutama penyedia
layanan kesehatan dan pendidikan dalam pertemuan awal
g.
Melakukan pemutakhiran data RTSM untuk dilaporkan ke UPPKH kab/kota
h.
Memotivasi kelompok RTSM untuk dapat merencanakan penggunaan dana secara tepat dan produktif
i.
Menghimpun dan melaporkan pengaduan masyarakat kesekretariat UPPKH
kab/kota
j.
Melakukan pertemuan rutin bersama kelompok RTSM
k.
Membantu pengisian forrmulir peserta PKH
l.
Menginformasikan, menyusun jadwal dan mendampingi peserta dalam rangka pengambilan
bantuan dari PT Pos ke RTSM
m.
Menginformasikan dan membagikan kartu peserta PKH kepada RTSM apabila
ada yang baru
n.
Menyusun dan melaporkan seluruh pekerjaan pendamping secara
periodik mingguan, bulanan, triwulan dan tahunan
o.
Laporan dibuat setiap bulan tanggal 5 ditujukan kepada UPPKH
kab/kota. Kordinator Wilayah (korwil) dan tembusan kepada Dinas Sosial Propinsi
dan UPPKH pusat
p.
Mengisi secara periodik Chek List Pendamping (CKP) perbulan.
Sebagaimana yang telah disebutkan
pada poin (j) di atas bahwa pendamping wajib mengadakan pertemuan kelompok
setiap bulan. Dalam pertemuan kelompok tersebut, materi yang dibicarakan di
antaranya :
1.
Pendamping memberikan motivasi terhadap keluarga miskin agar
senantiasa ibu-ibu yang hamil memeriksakan kehamilannya secara berkala ke bidan
/ pos pelayanan kesehatan terdekat, membawa anak balitanya ke Posyandu terdekat
dan menyekolahkan anaknya yang telah berumur 7 tahun serta mengikuti
pembelajaran di sekolah minimal 85% .
2.
Mendatangkan seorang ustadz atau buya untuk memberikan taushiyah
atau santapan rohani kepada ibu-ibu RTSM sehingga diharapkan pengetahuan dan
pengamalan keagamaan keluarga miskin semakin baik.
3.
Mendatangkan seorang penyuluh keluarga berencana (KB) untuk
memberikan penyuluhan tentang pentingnya pengaturan jarak dan jumlah anak,
sehingga diharapkan anak-anaknya dapat perhatian penuh dari keluarga.
4.
Gotong royong membuat taman apatik hidup dan yang bersifat sosial.[19]
Melalui pertemuan rutin yang dilakukan
oleh pendamping dengan RTSM tersebut diharapkan dapat merubah pola pikir dan
prilaku ke arah yang lebih baik.
[1] Adi Surya, Hasil seminar yang disampaikan pada saat bimbingan
teknis (BIMTEK) sesi Pelayanan Pendidikan dalam PKH, tanggal 2 September 2008
di Dinsosnakertrans kab. Pesisir Selatan.
[2] Tim Penyusun Buku PKH, Buku Pendamping Program Keluarga
Harapan, (Jakarta: DirJamKesSos, 2007) , h. 1
[5] Ibid
[6] Sutyastie Soemitro Remi dan Prijono Tjiptoherijanto, Kemiskinan
dan Ketidakmerataan di Indonesia,Edisi Indonesia-Inggris, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002), cet-1, h. 27
[7]. Ibid
[9] Ibid
[10]Tim Penyusun Buku PKH, Buku Pendamping Program Keluarga Harapan,
(Jakarta: DirJamKesSos, 2007) , h. 3
[12] Tim Penyusun Buku PKH, Pedoman
Operasional Kelembagaan Program Keluarga Harapan (PKH) Daerah, (Jakarta:
DirJamKesSos, 2007) , h. 1-2
[13] Wawancara pribadi dengan Yanefil Darwan, pendamping PKH kecamatan
Lengayang, tanggal 11 November 2011
[14] Tim Penyusun Buku PKH, Buku Pendamping Program Keluarga
Harapan, op.cit, h. 6
[15] Tim Penyusun Buku PKH, Pedoman Operasional Sistem Informasi
Manajemen Program Keluarga Harapan (SIM PKH) Kabupaten/Kota, (Jakarta:
DirJamKesSos, 2007) , h. 26-28
[16]Tim Penyusun Buku PKH, Buku Pendamping Program Keluarga
Harapan (Jakarta: DirJamKesSos, 2007) , h. 47
[17] Wawancara pribadi dengan Refliyanti Pendamping PKH kecamatan
Lengayang, tanggal 3 Oktober 2011
[19] Wawancara pribadi dengan Yoermaizul, Koordinator Pendamping PKH
Kecamatan Lengayang, tanggal 2 Januari 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar