A. Upaya
Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Prestasi Siswa
Kepala
Sekolah merupakan satu komponen pendidikan yang paling berperan penting dalam
meningkatkan kemajuan dan kualitas pendidikan. Seperti diungkapkan oleh
Supriadi bahwa: “Erat hubungannya antara mutu Kepala Sekolah dengan berbagai
aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan
menurunnya perilaku nakal peserta didik”.[1]
Salah
satu studi yang dilakukan menunjukkan erat hubungannya antara mutu kepemimpinan
kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah adalah iklim kehidupan
sekolah yang sehat berkaitan sangat erat
dengan meningkatnya prestasi dan motivasi belajar siswa serta dengan
produktivitas dan kepuasan guru. Prakarsa ke arah terciptanya healthy school
culture tersebut sebagian besar berada pada tangan Kepala Sekolah sebagai
pemimpin. (Stolp, 1994) yang dikutip oleh Dedi Supriadi dalam bukunya
Mengangkat Citra dan Martabat Guru.[2]
Peningkatan
profesional kepala madrasah merupakan proses keseluruhan dalam suatu organisasi
sekolah, berjalan dengan nyata, jangka panjang membudaya baik bagi personel
maupun bagi peserta didik. Setiap tenaga kependidikan, baik kepala sekolah,
guru, staf administrasi, maupun peserta didik dituntut untuk memiliki
kepedulian yang muncul secara internal, bahwa apa yang dilakukan adalah dalam rangka
peningkatan profesionalitas kepala sekolah serta pencapaian mutu dan prestasi
belajar.
Adapun
upaya kepala madrasah dalam meningkatkan prestasi siswa adalah:
1. Melalui
kompetensi guru
Kinerja guru mempunyai spesifikasi/kriteria tertentu. Kinerja guru dapat
dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus
dimiliki oleh setiap guru. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara
utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian,
(3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam
kinerja guru.[3]
a.
Kompetensi
Pedagogiek
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru
berkenaan dengan karakteristik siswa dilihat dari berbagai aspek seperti moral,
emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus
mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip belajar, karena siswa
memiliki karakter, sifat, dan interest yang berbeda.
Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan masing-masing dan disesuaikan
dengan kebutuhan lokal. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik
untuk mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan
kegiatan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang
diamati, yaitu:
1)
Penguasaan
terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,
emosional dan intelektual.
2)
Penguasaan
terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3)
Mampu
mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
4)
Menyelenggarakan
kegiatan pengembangan yang mendidik.
5)
Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan
pengembangan yang mendidik.
6)
Memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimiliki.
7)
Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
8)
Melakukan
penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian
dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
9)
Melakukan
tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Menurut E. Mulyasa dalam bukunya Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru mengatakan bahwa kompetensi Pedagogiek meliputi hal-hal
berikut:[4]
1)
Pemahaman Wawasan
atau Landasan Kependidikan.
2)
Pemahaman
terhadap pesarta didik.
3)
Pengembangan
Kurikulum atau Silabus.
4)
Perancangan
Pembelajaran.
5)
Pelaksanaan
Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis.
6)
Pemanfaatan
Teknologi pembelajaran.
7)
Evaluasi
hasil Belajar.
8)
Pengembangan
peserta didik unuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Anjuran Islam terhadap kompetensi
pedagogiek guru Seperti yang telah disebutkan, di dalam kompetensi pedagogiek
terdapat beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dengan mengunakan
landasan dalam Islam (al-Qur'an, al-Hadist
dan perkataan para Sahabat) kemampuan-kemampuan tersebut sebenarnya sudah
dianjurkan dan diberi contoh oleh Rasûlullah,
hal itu berarti bahwa kompetensi pedagogik sudah diatur dan diperhatikan dalam
Konsep Pengajaran Islam, yakni:
1)
Pemahaman
Wawasan atau Landasan Kependidikan
Sabda Rasûlullah SAW:
عن ا نس رضي ا لله عنه قال : قال رسول الله صلي
الله عليه و سلم طلب العلم فريضة علي كل مسلم ووا ضع العلم عند غير اهله كمقلد
الجنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب. (رواه
ابن ماجه)
Artinya:
“Dari An-Nas (Semoga Allah Meridhoi kepadanya) ia
berkata: Rasûlullah SAW telah bersabda “Mencari ilmu itu wajib hukumnya kepada
seluruh muslim. Dan mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya seperti mengalungi babi
dengan permata, mutiara dan emas”.(HR. Ibnu Majah)[5]
Dalam hadist tersebut dijelaskan
bahwa apabila seseorang mendapatkan ilmu bukan dari ahlinya seperti mengalungi
babi dengan permata, mutiara dan emas. Apakah tidak rugi mengalungi babi dengan
permata, mutiara dan emas. Walaupun permata, mutiara dan emas adalah benda
termahal, terindah dan menawan akan tetapi ketika dipakaikan kepada babi maka
permata, mutiara dan emas tersebut tidak akan menjadi daya tarik kepada orang
lain.
Pengertian dari kalimat mendapatkan
ilmu bukan pada ahlinya, hal ini dapat diartikan sebagai mendapatkan ilmu
dari seorang guru yang bukan pada bidangnya. Hal ini menuntut seorang guru agar
mengajarkan kepada peserta didik materi pembelajaran yang memang bidangnya.
Sedangkan kalimat permata,
mutiara dan emas dapat diartikan sebagai Ilmu. Permata, mutiara dan emas
adalah barang yang sangat indah, mahal dan menawan. Akan tetapi ketika permata,
mutiara dan emas tersebut dikalungi kepada babi, maka benda tersebut akan
menjadi sia-sia dan tidak berarti. Begitu pula dengan ilmu, Ilmu sangat
berharga, bermanfaat dan berguna. Akan tetapi ketika ilmu itu salah maka akan
menjadi sia-sia, bahkan bisa sampai berbahaya.
Dengan pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya seperti mengalungi babi
dengan permata, mutiara dan emas. Hal ini membuktikan bahwa mencari ilmu kepada
ahlinya merupakan sebuah keharusan, agar tidak terjadi hal yang sia-sia dan
berbahaya.
Begitu pula dengan seorang guru,
seharusnya seorang guru mengajarkan apa yang memang ia ahli dalam bidang
tersebut agar ia tidak mengajarkan materi yang salah. Perintah Rasul tersebut
seharusnya menjadi motivasi bagi para guru dalam terus mencari ilmu dan
menguasai materi yang diajarkan agar tidak manjadi hal yang sia-sia dan salah
dalam mengajar. Dengan perintah dari Rasûlullah tersebut
membuktikan bahwa pemahaman seorang guru
2)
Pemahaman
terhadap pesarta didik
Sabda Rasûlullah SAW:
فَبِأَبِي
وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا
مِنْهُ فَمَا ضَرَبَنِي وَلَا كَهَرَنِي وَلَا سَبَّنِي وَقَالَ إِنَّ هَذِهِ
الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ هَذَا إِنَّمَا هِيَ
التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ. (رواه احمد)
Artinya:
“Sesungguhnya demi ayahku dan ibuku,
tidak pernah aku melihat seorang pengajar pun sebelumnya (Rosullah) ataupun
sesudah-nya yang lebih baik mengajar darinya. Dan demi Allah, ia tak pernah
membenciku, tidak pula pernah memukulku atau mencaciku. Ia berkata “Sesunguhnya
shalat ini tidak layak padanya sedikitpun omongan manusia. Hanyasanya dia itu
Tasbih, Takbir dan Qiratul Qur'an”. (HR. Ahmad)[6]
Hadist di atas menjelaskan bahwa Rasûlullah tidak pernah
membenci, memukul dan memaki peserta didiknya. Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya
seorang guru tidak boleh melakukan hal-hal tersebut agar dapat menimbulkan rasa
nyaman, tenang dan tentram didalam peserta didik. Apabila seorang guru
melakukan hal-hal tersebut maka akan menimbulkan rasa ketidak nyamanan dan
tekanan didalam peserta didik dan hal tersebut dapat menimbulkan kesukaran
didalam menjalani proses pembelajaran. Akan tetapi ketika peserta didik merasa
nyaman, tenang dan tentram maka akan mudah didalam menjalani proses
pembelajaran.
Dengan sikap Rasul yang seperti
itulah, menjadi penyebab kedekatan antara Rasul dengan peserta didiknya. Begitu
pula dengan seorang guru harus berusaha untuk memahami peserta didik, agar
terciptanya kemudahan didalam menjalani proses pembelajaran. Hal tersebut
membuktikan bahwa kemampuan seorang guru dalam memahami peserta didik agar
memudahkan dalam memberikan materi pembelajaran sudah diberi contoh oleh Rasûlullah.
3)
Pengembangan
Kurikulum atau Silabus
قال
علي رضي ا لله عنه : علموا أولاد كم فإنّهم خلقوا لزمان غير زمنكم
Artinya:
“Ali
bin Abi Thalib berkata: “Ajarkanlah anak-anak kalian maka sesungguhnya mereka
diciptakan untuk suatu zaman yang bukan zaman kalian”[7]
Mengembangkan kurikulum dan silabus
berarti mengajarkan peserta didik agar bersiap dalam menjalani kehidupannya
yang akan datang. Ketika zaman semakin berkembang maka menuntut pula para guru
agar mengem-bangkan kurikulum dan silabusnya agar peserta didiknya tidak
tertinggal. Apabila seorang guru tidak mengembangkan kurikulum dan silabusnya
maka hal tersebut sama saja dengan tidak mempersiapkan peserta didik dalam
menghadapi kehidupannya maka peserta didiknya pun akan tertinggal. Perkataan
Ali bin Abi Thalib tersebut menuntut para orangtua (guru) agar selalu
mengajarkan anaknya (peserta didiknya), agar ia dapat mempersiapkan diri
didalam menjalani kehidupannya yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa Islam sudah
menganjurkan para umatnya agar selalu berkembang. Begitu pula dengan kemampuan
seorang guru dalam mengembangkan kurikulum dan silabusnya.
4)
Perancangan
Pembelajaran
Merancang pembelajaran berarti
mempersiapkan atau merencanakan segala sesuatunya sebelum melakukan proses
pembelajaran. Apabila seorang guru mempersiapkan atau merencanakan segala
sesuatunya sebelum melakukan proses pembelajaran, maka akan menghasilkan
sesuatu yang lebih baik, lebih tersusun dan lebih rapi. Dengan perancangan yang
matang maka hasilnya pun akan lebih baik. Akan tetapi apabila seorang guru
tidak melakukan perancangan pembelajaran sebelum melakukan proses pembelajaran
maka guru tersebut belum siap melakukan pembelajaran. Sebagaimana dijelaskan
oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? (الحشر:
١٨)
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.[8] (Q.S. al-Hasyr: 18)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa
orang-orang yang beriman hendaknya memperhatikan segala sesuatunya yang akan ia
lakukan pada hari esok. Hal tersebut membuktikan bahwa seseorang haruslah
mempersiapkan atau meren-canakan apa yang akan ia hadapi pada hari esok
tersebut agar memperoleh hasil lebih baik.
Sama halnya dengan seorang guru,
hendaknya merancang sebelum melakukan proses pembelajaran agar proses
pembelajaran berjalan dengan mudah dan memperoleh hasil yang lebih baik. Ayat
tersebut menunjukan bahwa merancang sebelum melakukan proses pembelajaran sudah
diperha-tikan dalam Konsep Pengajaran Islam agar terciptannya pembelajaran
yang aktif, dinamis dan menyenangkan.
5)
Pelaksanaan
Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
Melaksanakan proses pembelajaran
menuntut para guru agar menciptakan situasi pembelajaran yang lebih baik. Hal
tersebut dapat mengembangkan rasa kreatif dari peserta didik, aktif dan suasana
pembelajaran pun akan menjadi menyenangkan. Peserta didik memiliki potensi dan
bakat berbeda-beda, hal tersebut menjadi tanggung jawab seorang guru untuk
mengembangkannya. Dengan menciptakan situasi pembelajaran yang mendidik dan
dialogis maka dapat membantu dalam mengembangkan potensi dan bakat tersebut.
Sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/
(النّحل:١٢٥)
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.[9] (Q.S. an-Nahl: 125)
Metode mengajar menurut al-Qur'an ada tiga macam, yakni بالحكمة (Hikmah), والموعظة الحسنة (pengajaran yang baik) dan وجادلهم
بالتى هي أحسن (berdebatlah
dengan mereka dengan cara yang baik). Hikmah adalah perkataan yang tegas
dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang bhatil.
Pengajaran yang baik berarti menuntut seorang guru agar mengajarkan peserta didik dengan
cara yang baik (mendidik). Proses yang baik maka akan memperoleh hasil yang
lebih yang lebih baik pula, karena peserta didik akan mudah memahami terhadap
materi yang diajarkan. Kemampuan seorang guru dalam mengajar harus diperhatikan
karena banyak orang yang pintar akan tetapi ia tidak bisa mengajarkan
kepintarannya itu kepada orang lain. Konsep pengajaran ini sudah diperhatikan
di dalam konsep pengajaran Islam.
Berdebat dengan mereka dengan cara
yang baik berarti berdialog dengan peserta didik
dengan cara yang baik. Metode pengajaran ini menuntut peserta didik agar
mengutarakan pendapatnya, agar terdapat komunikasi antara guru dan peserta
didik. Metode pengajaran ini mengajarkan peserta didik agar tidak Taqlid
(Ikut-ikutan). Metode pengajar seperti ini banyak Allah berikan contohnya di dalam
al-Qur'an metode yang
menganjurkan lawannya agar ia bertanya dan berkomunikasi atau berdialog dengan
lawannya.
Kemampuan seorang guru didalam
melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, sudah dianjurkan terlebih
dahulu didalam konsep pengajaran Islam.
6)
Pemanfaatan
Teknologi pembelajaran
Firman
Allah SWT:
Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ (العلق
: ٤)
Artinya:
Pena adalah sebuah teknologi yang dapat
membantu manusia dalam mendapatkan materi pembelajaran. Ayat tersebut
menganjurkan pengajar agar mengajarkan materi pembelajaran dengan memanfaatkan
teknologi pembelajaran. Hal tersebut menuntut para guru agar dapat memanfaatkan
teknologi agar materi yang didapatkan lebih lengkap dan jelas. Kemampuan
seorang guru dalam memanfaatkan teknologi pembelajaran sudah dianjurkan di dalam
konsep pengajaran Islam.
7)
Evaluasi
hasil Belajar
Evaluasi
hasil belajar berarti kemampuan seorang guru dalam mengevaluasi hasil dari
proses pembelajaran. Evaluasi belajar ini digunakan untuk mengukur kemampuan
peserta didik dan menilai hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Apakah
materi yang telah diberikan dapat dimengerti oleh peserta didik dan dapat
diaplikasikan dalam kehidupanya atau tidak. Evaluasi ini pun dapat menilai
metode pengajaran seorang guru terhadap peserta didiknya.
Selama
bulan Ramadhan malaikat Jibril selalu mengevaluasi bacaan al-Qur'an Rasûlullah SAW. sebagaimana
di dalam suatu riwayat.
Sabda Rasûlullah SAW:
وكان جبريل يعارض رسول الله الله صلي الله عليه و
سلم وكان أجود الناس وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل و كان يلقاه
جبريل في كلّ ليلة من رمضان فيدارسه القرأن فلرسول الله صلي الله عليه و سلم حين
يلقاه جبريل أجود بالخير من الريح المرسلة.(رواه متفق عليه)
Artinya:
“Keadaan Jibril selalu mengetes Rasûlullah SAW. Sesungguhnya
keadaan Rasûlullah adalah orang yang paling dermawan di antara manusia apalagi
ketika bulan Ramadhan ketika Malaikat Jibril bertemu dengannya. Jibril bertemu
dengan Rasûlullah dalam setiap malam dalam bulan Ramadhan. Maka Rasûlullah membaca al-Qur'an ketika Jibril bertemu dengannya ketika Jibril bertemu
dengannya. Rasûlullah adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan seperti
angin yang berhembus. (HR. Mutafaqun ‘Alaihi)[11]
Walaupun Rasûlullah sudah mendapatkan
jaminan bahwa ia tidak akan pernah lupa dengan bacaan al-Qur'an akan tetapi Malaikat Jibril tetap mengevaluasi bacaan Rasûlullah. Hal ini
menunjukan bahwa evaluasi hasil belajar sangatlah penting dan harus dikerjakan
oleh para guru walaupun peserta didik sudah menguasai materi pembelajaran.
Evaluasi hasil belajar terhadap peserta didik dilakukan agar tidak terjadi
kesalahan dan lupa dengan hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Rasûlullah pun suka mengevaluasi para sahabatnya, yang beliau ajarkan.
Kemampuan seorang guru didalam mengevaluasi hasil belajar ini sudah dikerjakan
di dalam konsep
pengajaran Islam.
8)
Pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
Setiap peserta didik memiliki
potensi, apabila potensi tersebut dapat berkembang dan dapat diaktualisasikan
didalam kehidupan maka membuat peserta didik tersebut maju, begitu juga dengan
sebaliknya. Oleh karena itu, hal tersebut menuntut seorang guru agar memiliki
kemampuan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik agar menjadi
suatu hal yang berguna. Seorang guru harus menjadi pembimbing bagi peserta
didik, menjadi wadah bagi peserta didik dalam rangka mengenali potensi yang
dimiliki serta melatih dan mengembangkan potensi tersebut.
Potensi yang dimiliki oleh peserta
didik itu berbeda-beda, hal tersebut menjadi tantangan bagi guru dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik. Umar Bin Khathab
menganjurkan umat Islam agar mengembangkan potensi yang dimiliki anaknya
(peserta didik):
Sabda Rasûlullah SAW:
قال
عمربن الخطاب : علموا أوﻻﺩكم السباحة والرماية ومروهم فليثبواعلى ظهور الخيل
وثبا.(رواه البيهقي).
Artinya:
“Umar Bin Khathab berkata: “Ajarilah anak-anakmu
berenang, memanah dan perintahlah mereka agar mereka dapat meloncat ke punggung
kuda dengan baik”. (HR. Baihaqi)[12]
Setiap anak (peserta didik) tidak ada
yang lahir dengan langsung memiliki kemampuan yang hebat dan cerdas, akan
tetapi tergantung orang yang mengajarkannya dan mengembangkan anak tersbut.
Perkataan Umar tersebut menganjurkan umat Islam agar melatih
kemampuan-kemampuan kepada anaknya (peserta didiknya) agar ia mampu dan
berguna.
Kemampuan seorang orangtua (guru)
dalam mengembangkan potensi ini sangat sulit akan tetapi seorang orangtua
(guru) harus dapat mengembang-kannya karena hal tersebut menjadi tanggung jawab
seorang orangtua (guru). Orangtua (guru) pun adalah orang yang paling dekat
dengan anak (peserta didik) oleh karena itu menjadi kewajiban bagi orangtua
tersebut.
b.
Kompetensi
Kepribadian
Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan
bangga akan tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan generasi
kualitas masa depan bangsa. Walaupun berat tantangan dan rintangan yang
dihadapi dalam pelaksanaan tugasnya harus tetap tegar dalam melaksakan tugas
sebagai seorang guru. Pendidikan adalah proses yang direncanakan agar semua
berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus dapat
mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan
berlaku dalam masyarakat.
Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan,
mempengaruhi perilaku etik siswa sebagai pribadi dan sebagai anggota
masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan
menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian siswa yang kuat. Guru dituntut
harus mampu membelajarkan siswanya tentang disiplin diri, belajar membaca,
mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi
aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan
berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan
integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah:
1)
Bertindak
sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
2)
Menampilkan
diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat.
3)
Menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
4)
Menunjukkan
etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri.
5)
Menjunjung
tinggi kode etik profesi guru.
Dalam hal ini juga ditegaskan oleh E. Mulyasa bahwasanya kompetensi
kepribadian guru meliputi beberapa aspek antara lain[13]:
1)
Kepribadian
yang mantap, stabil dan dewasa
Agar dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki
kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa. Hal ini penting, karena banyak
masalah pendidikan yang disebabkan faktor kepribadian guru yang kurang mantap,
kurang stabil dan kurang dewasa. Pribadi mantap berarti orang tersebut memiliki
suatu kepribadian yang tidak tergoyahkan (tetap teguh dan kuat). Dengan
demikian kepribadian yang mantap dan stabil berarti memiliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial dan etika yang berlaku.[14]
Dewasa berarti mempunyai kemandirian
untuk bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. Nana
Syaodih Sukmadinata dalam bukunya menjelaskan bahwa guru sebagai pribadi,
pendidik, pengajar dan pembimbing dituntut memiliki kematangan dan kedewasaan
pribadi serta kesehatan jasmani dan rohani. Minimal 3 ciri kedewasaan.[15]
Pertama, orang yang telah dewasa memiliki tujuan dan pedoman hidup (philosophy
of life), yaitu sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya dan menjadi
pegangan dan pedoman hidupnya.
Kedua, orang dewasa adalah orang yang mampu melihat segala sesuatu secara
obyektif. Tidak banyak dipengaruhi oleh subyektivitas dirinya. Mampu melihat
dirinya dan orang lain secara obyektif, melihat kelebihan dan kekurangan
dirinya dan juga orang lain. Lebih dari itu ia mampu bertindak sesuai dengan
cara mana ia mencapainya.
Ketiga, seorang dewasa adalah orang yang telah bisa bertanggungjawab. Orang
dewasa adalah orang yang telah memiliki kemerdekaan, kebebasan, tetapi di sisi
lain dari kebebasan adalah tanggungjawab. Ia bebasa menentukan arah hidupnya,
perbuatannya, tetapi setelah berbuat ia dituntut tanggungjawab. Guru harus
berdiri atas orang-orang yang bertanggungjawab atas segala perbuatannya.
Perbuatan yang bertanggungjawab adalah perbuatan yang berencana, yang dikaji
terlebih dahulu sebelum dilakukan.
2)
Disiplin,
arif dan berwibawa
Kondisi peserta didik yang kurang disiplin dapat menghambat jalannya
pembelajaran. Hal tersebut menuntut guru untuk bersikap disiplin, arif dan
berwibawa dalam segala tindakan dan perilakunya serta serta senantiasa
mendisiplinkan peserta didik agar dapat mendongkrak kualitas pembelajaran.
Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus dimulai dengan pribadi
guru yang disiplin, arif dan berwibawa.[16]
Disiplin artinya tata tertib, ketaatan kepada peraturan. Disiplin identik
dengan konsistensi dalam melakukan sesuatu. Ia simbol dari stamina yang powerful,kerja
keras yang tidak mengenal rasa malas, orang yang selalu berfikir pencapaian
target secara perfect dan tidak ada dalam pikirannya kecuali hasil
terbaik dari pekerjaan yang dilakukan.[17]
Sedangkan bijaksana berarti hal pandai menggunakan akal pemikiran
serta dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik, arif, selalu dengan
nalar. Arif dan bijaksana dalam hal ini adalah tampilannya bermanfaat bagi
peserta didik, sekolah dan masyarakat dengan menunjukkan keterbukaan dalam
berfikir dan bertindak.[18]
Berwibawa adalah perilaku guru yang
disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta didik.[19] Kewibawaan adalah suatu
pengaruh yang diakui kebenaran dan kebesarannya, bukan sesuatu yang memaksa.[20] Pendidik harus memiliki
kewibawaan di mata peserta didik, karena peserta didik membutuhkan
perlindungan, bantuan, bimbingan dan seterusnya dari pendidik dan pendidik
bersedia memenuhinya.[21] Guru yang berwibawa di
gambarkan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
ß$t7Ïãur
Ç`»uH÷q§9$#
úïÏ%©!$#
tbqà±ôJt
n?tã
ÇÚöF{$#
$ZRöqyd
#sÎ)ur
ãNßgt6sÛ%s{
cqè=Îg»yfø9$#
(#qä9$s%
$VJ»n=y
(الفرقان : ٦٣)
Artinya:
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan”.[22] (Q.S. al-Furqan : 63)
Berdasarkan ayat al-Qur'an di atas jelaslah
bahwa kewibawaan sangat penting dan sudah selayaknya dimiliki oleh setiap
individu, terlebih guru pendidikan agama Islam yang memiliki posisi sentral
dalam pembelajaran dan bertugas mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam
ajaran agama Islam.
3)
Menjadi
teladan bagi peserta didik
Menurut Jamal Ma’mur Asmani
“keteladanan adalah suatu yang dipraktikkan, di amalkan bukan hanya
dikhutbahkan, diperjuangkan, diwujudkan dan dibuktikan.[23] Setiap guru harus
senantisa berupaya menjadi teladan bagi setiap siswanya, sehingga keteladanan
yang diberikan akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi anak didik dan
juga bagi sekolah tempat ia mengabdi.
Guru merupakan teladan bagi peserta
didik dan semua yang menganggap dia sebagai guru dan sebagai teladan, tentu
saja pribadi dan apa saja yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar
lingkungannya yang mengakuinya sebagai guru.[24]
Karena tugas guru adalah mengajar
sekaligus mendidik, maka keteladanan dari seorang guru menjadi harga mati yang
tidak bisa ditawar-tawar. Untuk memulai sesuatu yang baik, maka kita mulai dari
diri sendiri, hal ini digambarkan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
brâßDù's?r&
}¨$¨Y9$#
ÎhÉ9ø9$$Î/
tböq|¡Ys?ur
öNä3|¡àÿRr&
öNçFRr&ur
tbqè=÷Gs?
|=»tGÅ3ø9$#
4 xsùr&
tbqè=É)÷ès?
(البقرة : ٤٤)
Artinya:
“Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah
kamu berpikir?”.[25] (Q.S. al-Baqarah : 44)
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa
sebagai guru, terlebih bagi guru agama seyogiyanya sebelum melakukan pendidikan
dan pembinaan kepada peserta didiknya, diperlukan suatu pendidikan pribadi,
artinya guru harus mampu mendidik dan membina dirinya sendiri terlebih dahulu
sebelum mengajarkan kepada siswanya.
4)
Berakhlak
mulia
Guru harus berakhlak mulia, karena
ia adalah seorang penasihat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun
mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasihat dan dalam beberapa hal
tidak dapat berharap untuk menasihati orang.[26]
Kompetensi kepribadian guru yang
dilandasi akhlak mulia tentu saja tidak tumbuh dengan sendirinya begitu saja,
tetapi memerlukan usaha sungguh-sungguh, kerja keras tanpa mengenal lelah dan
dengan niat ibadah tentunya.[27]
Pada dasarnya, kepribadian guru yang
ideal menurut Islam telah ditunjukkan pada ketauladanan Rasûlullah SAW. Sebagaimana
hal ini digambarkan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
ôs)©9
tb%x.
öNä3s9
Îû
ÉAqßu
«!$#
îouqóé&
×puZ|¡ym
`yJÏj9
tb%x.
(#qã_öt
©!$#
tPöquø9$#ur
tÅzFy$#
tx.sur
©!$#
#ZÏVx.
(الاحزاب : ٢١)
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.[28] (Q.S. al-Ahzab : 21)
Kompetensi utama yang ditunjukkan Rasûlullah SAW. adalah
kompetensi personal relegius atau kepribadian agamis, yang artinya pada dirinya
melekat nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta
didiknya, misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan,
tanggungjawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan dan sebagainya.[29] Sebagai guru agama sudah
sewajarnya apabila ketauladanan Rasûlullah
SAW. diimplementasikan dalam praktik pembelajaran.
c.
Kompetensi
Sosial
Guru dimata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu
dicontoh dan merupkan suritauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu
memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses
pembelajaran yang efektif. Dengan dimilikinnya kemampuan tersebut, otomatis
hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika
ada keperluan dengan orang tua siswa, para guru tidak akan mendapat kesulitan.
Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi,
bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria
kinerja guru yang harus dilakukan adalah:
1)
Bertindak
objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama,
ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
2)
Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
3)
Beradaptasi
di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
4)
Berkomunikasi
dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau
bentuk lain.
Dari beberapa kompetensi sosial di
atas, akhirnya ditariklah salah satu ayat dari surat an-Nahl yang mempunyai
hubungan erat dengan kompetensi sosial guru, yaitu:
Firman Allah SWT:
¨bÎ) ©!$# ããBù't ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGÎ)ur Ï 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìx6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏèt öNà6¯=yès9 crã©.xs?
(النحل : ٩۰)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil
dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran”.[30] (Q.S. an-Nahl : 90)
Tafsir:
Pada ayat ini ada beberapa perintah
Allah untuk hamba-hambanya, yaitu; Adl, Ihsan, itaidzi-l-qurba, yanha
ani-l-fakhsya’ wa-l-munkar, dan al-bagy.
1) Adl (berbuat adil) العدل berasal dari kata عدل yang
mempunyai arti berbuat adil. Menurut Ismail bin Umar bin Katsir dalam tafsir
Ibn Kastir al-Adl mempunyai makna kesetaraan atau keseimbangan. Seperti
yang tercantum pada indikator kompetensi sosial yang pertama yaitu “Bertindak
objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama,
ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.” Kata
adil mewakili bertindak sesuai aturan dan tidak diskriminatif.
Para
ulama berpendapat bahwa adil adalah wad’u-syai makӑnahu atau meletakkan
suatu pada tempatnya. Sebagai seorang guru tak lazim jika mendiskriminasi
seorang murid karena faktor tertentu. Baik itu suku, kondisi fisik, latar
belakang keluarga maupun ekonomi. Karena semua hak murid adalah sama yaitu
mendapatkan pendidikan yang baik dari seorang guru.
2) Ihsan
(Berbuat baik) الاحسان
berasal dari kataاحسن yang
mempunyai makna berbuat baik. Dalam kontek ini sangat komprehensif dengan
indikator kompetensi sosial ke-2. Yaitu: “Berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan
masyarakat”.
Selama
ini beberapa umat muslim sering kali memaknai ihsan dengan berbuat baik,
padahal lebih dari itu. Husni dalam jurnal ilmu agama dan kebudayaan
“at-Tajdid” mengemukakan bahwa sebenarnya makna ihsan tidak hanya itu. Menurut
para mufasir ihsan dapat dimaknai sebagai berikut: (a) melaksanakan segenap
kewajiban, (b) sabar dalam menerima segala perintah dan larangan Allah, (c) taat
dan senantiasa menyempurnakan ketaatan, baik kadar maupun caranya, (d) memaafkan,
(e) ikhlas, (f) merasakan kehadiran Allah, (g) penekanan pada aspek esoteris
dibandingkan pada dunia eksoteris, (h) ilmu, (i) memegang teguh kebenaran, (j) memiliki
pengertian yang baik tentang ajaran-ajaran Allah yang lurus, dan (k) memiliki
pemahaman tentang hukum yang layak diterapkan di kalangan masyarakat Islam.[31]
Akhirnya,
setelah kita amati lebih jauh. Konsep ihsan mampu mengcover beberapa kompetensi
sosial guru yang telah ditetapkan dalam departemen pendidikan nasional RI, penilaian
kinerja guru, dan panduan sertifikasi tahun 2006.
3) Ìtӑidzi-l-qurba (memberi kepada kaum kerabat). Imam al
Husain bin Mas’ud al baghowi memaknai Ìtӑidzi-l-qurba dengan shilaturrahm
(menyambung tali silaturahmi). Memang menyambung tali silaturahmi ini memang
teralu umum, namun secara garis besar termasuk bagian dari hubungan horizontal
antara hamba dengan hamba yang lain dan juga termasuk bagian dari hubungan
sosial.
4) Yanha ani-l-fakhsya'wa-l-munkar (melarang dari perbuatan keji, mungkar). Sudah sepatutnya seorang guru menjadi sosok panutan bukan hanya bagi para peserta didik,
namun juga masyarakat. Sosok guru dahulu hingga sekarang (mungkin) mendapat
gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Karena suri tauladan yang disampaikan, selain
menyuruh pada kebaikan juga melarang pada hal-hal yang fasik dan mungkar.
Sebenarnya perintah melaksanakan hal yang baik dan melarang hal yang berlawanan
dengannya adalah sejalan dengan salah satu qoidah fiqhiyah yang berbunyi “amrun
bi-s-syai, nahyun an-dhiddihi”. Sebagaimana hal ini digambarkan oleh Allah
SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
öNçGZä.
uöyz
>p¨Bé&
ôMy_Ì÷zé&
Ĩ$¨Y=Ï9
tbrâßDù's?
Å$rã÷èyJø9$$Î/
cöqyg÷Ys?ur
Ç`tã
Ìx6ZßJø9$#
tbqãZÏB÷sè?ur
«!$$Î/
3 öqs9ur
ÆtB#uä
ã@÷dr&
É=»tGÅ6ø9$#
tb%s3s9
#Zöyz
Nßg©9
4 ãNßg÷ZÏiB
cqãYÏB÷sßJø9$#
ãNèdçsYò2r&ur
tbqà)Å¡»xÿø9$#
(ال عمران ١١۰)
Artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik”.[32] (Q.S. ali-Imran : 110)
5) Al-bagy
(permusuhan). Sedangkan kata bagho menurut Imam
Ismail bin Umar bin Katsir mempunyai artian udwӑn a’lannӑss (permusuhan
sesama manusia). Memang hal ini menjadi suatu hal yang amat ironi jika
seorang guru menjadi tukang adu domba antara murid atau sesama pendidik. Kata
bagyu menjadi salah satu peran buruk dalam dunia pewayangan yang diungkapkan
oleh sunan kalijaga, yaitu Bagong seorang lakon yang suka mengadu domba antara pandawa.
d.
Kompetensi
Profesional
Kompetensi Profesional yaitu
kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan proses
pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan
bahan pelajaran.
Guru harus selalu meng-update,
dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi
diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti
membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti
perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.
Kompetensi atau kemampuan
kepribadian yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek:
1)
Dalam
menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi yang tidak pernah
kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan mengajarnya harus disambut
oleh siswa sebagai suatu seni pengelolaan proses pembelajaran yang diperoleh
melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak pernah putus.
2)
Dalam
melaksakan proses pembelajaran, keaktifan siswa harus selalu diciptakan dan
berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru
menciptakan suasana yang dapat mendorong siswa untuk bertanya, mengamati,
mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar. Karena itu
guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan multimedia, sehingga
terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan belajar
sambil bermain, sesuai kontek materinya.
3)
Di dalam
pelaksanaan proses pembelajaran, guru harus memperhatikan prinsip-prinsip
didaktik metodik sebagai ilmu keguruan. Misalnya bagaimana menerapkan prinsip
apersepsi, perhatian, kerja kelompok, korelasi dan prinsip-prinsip lainnya.
4)
Dalam hal
evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan sesuai dengan
tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir secara
benar, agar tes yang digunakan dapat memotivasi siswa belajar.
Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses pembelajaran dapat
diamati dari aspek-aspek:
1)
Menguasai
materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran
yang diampu.
2)
Menguasai standar
kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
3)
Mengembangkan
materi pelajaran yang diampu secara kreatif.
4)
Mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektife.
5)
Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.[33]
Dalam Islam setiap
pekerjaan harus dilakukan secara profesional yang dalam arti luas profesional
dapat diartikan dilakukan secara benar. Hal ini hanya mungkin dilakukan oleh
orang yang ahli.
Sabda Rasûlullah SAW:
عَنْ أَبِى ھرَیْرَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنهُ قَالَ:...قَالَ: إِذَاوُسِدَ الأَمْرُ إِلَى غَیْرِأَھْلِهِ فَانْتَظِرُوْا ألسَّاعَةٌ
(رواه البخاري)
Artinya:
“Dari Abi Huraira r.a. berkata:… Rasûlullah SAW bersabda: bila suatu
urusan dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.
(HR. Bukhari)[34]
Maksud dari menyerahkan suatu urusan atau
pekerjaan kepada orang lain yang bukan ahlinya adalah menyerahkannya kepada
orang-orang yang tidak mengerti, tidak sanggup, tidak cakap, tidak jujur dan
tidak pantas mengerjakannya, akibatnya adalah kehancuran dan kebinasaan.[35]
Profesional dalam pendidikan tidak lain ialah
seperangkat fungsi dan tugas
dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus dibidang
pekerjaan yang mampu menekuni
bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang memiliki kompetensi
keguruan berkat pendidikan atau
latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan
bahwa untuk menjadi guru
yang profesional diperlukan pendidikan lanjut di dalam pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan
dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Mengingat pentingnya guru profesional dalam
Hadits Mukhtashar Shahih Muslim disebutkan.
Sabda Rasûlullah SAW:
عَنْ
عَبْدِالله ابْن عَمْرُوبْن العَاص رَضِيَ لله عَنْهُمَا قال:سَمِعْتُ رسول الله
صلّى الله عليه و سلّم يقول:اِنَّ الله لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ إِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ
مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ
الْعِلْمَ
بِقَبْضِ اْلعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَالَمْ يَتْرُكْ عَالِمًاإِتَّخَذَالنَّاسُ رُؤُسًا
جُهَّالًا فَسُئِلُوْا فَافْتَوْبِغَيْرِعِلْمِ فَضَلُّواوَأَضَلُّوا (رواه متفق
عليه)
Artinya:
“Abdullah
bin Amru ibnul’Ash mengatakan bahwa Rasûlullah SAW. bersabda,“ Sesungguhnya Allah tidaklah menahan ilmu dari manusia, tetapi dia akan menahan ilmu dengan di
tahannya (diambilnya)
para ulama, sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang alim
ahli maka manusia selalu mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka. Maka bertanyalah
orang-orang, lalu dijawablah
dengan tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan”.
(HR. Bukhari, Muslim).[36]
Dari hadits di atas
dapat disimpulkan bahwasanya seorang pemimpin
haruslah orang yang mempunyai keahlian oleh karena itu dianjurkan
untuk menguasai ilmu pengetahuan agar rakyatnya atau umatnya
tidak tertindas dan mampu membawa mereka kejalan yang lebih
baik demikan juga dengan umatnya untuk menuntut ilmu sebagai bekal ilmu pengetahuan dan penerus sebagai
pemimpin yang profesional. Adapun
mengenai profesional dalam al-Qur'an dijelaskan.
Firman Allah SWT:
ö@è%
ÉQöqs)»t
(#qè=yJôã$#
4n?tã
öNà6ÏGtR%s3tB
ÎoTÎ)
×@ÏB$tã
( t$öq|¡sù
cqßJn=÷ès?
`tB
Ücqä3s?
¼çms9
èpt7É)»tã
Í#¤$!$#
3 ¼çm¯RÎ)
w ßxÎ=øÿã
cqßJÎ=»©à9$#
(الانعام : ١٣٥)
Artinya:
“Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu,
Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di
antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di
dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak
akan mendapatkan keberuntungan.[37] (Q.S. al-An’am : 135)
Dalam
terjemah tafsir al-Maraghi,
kalimat:
öNà6ÏGtR%s3tBn?tã#qè=yJôã$#
Mengandung
pengertian bahwa seseorang harus sesuai dengan kemampuan
dan keahlian bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian
masing-masing, sehingga mereka mampu menangani pekerjaannya
dan mampu mengembangkan segala potensi yang ada pada
dirinya guna kemajuan hasil kerja. Dan mereka akan selalu mendapat petunjuk Allah SWT.[38]
Untuk menjadi
guru yang profesional seorang guru hendaknya memenuhi
kompetensi profesional guru. Kompetensi profesional
guru pada garis besarnya ada tiga macam, yaitu:
1)
Seorang
guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan
diajarkannya.
2)
Seorang
guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan
ilmu yang dimilikinya (transfer of knowledge) kepada murud-muridnya
secara efektif dan efisien.
2. Melalui Indikator
Kinerja Guru dan Penilaianya
a.
Indikator
Kinerja Guru
Berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru. Georgia
Departemen of Education telah mengembangkan teacher performance
assessment instrument yang kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi
Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Alat penilaian kemampuan guru, meliputi:
(1) rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut
dengann RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), (2) prosedur pembelajaran (classroom
procedure), dan (3) hubungan antar pribadi (interpersonal skill).
Indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga
kegiatan pembelajaran dikelas yaitu:
1)
Perencanaan
Program Kegiatan Pembelajaran
Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang
berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru dapat
dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru, yaitu mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Unsur/komponen yang ada dalam silabus terdiri dari:
a)
Identitas
Silabus
b)
Stándar
Kompetensi (SK)
c)
Kompetensi
Dasar (KD)
d)
Materi
Pembelajaran
e)
Kegiatan
Pembelajaran
f)
Indikator
g)
Alokasi
waktu
h)
Sumber
pembelajaran
Program pembelajaran jangka waktu singkat sering dikenal dengan
sitilah RPP, yang merupakan penjabaran lebih rinci dan specifik dari silabus,
ditandai oleh adanya komponen-komponen:
a)
Identitas
RPP
b)
Stándar
Kompetensi (SK)
c)
Kompetensi
dasar (KD)
d)
Indikator
e)
Tujuan
pembelajaran
f)
Materi
pembelajaran
g)
Metode
pembelajaran
h)
Langkah-langkah
kegiatan
i)
Sumber
pembelajaran
j)
Penilaian
2)
Pelaksanaan
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan
pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan
media dan sumber belajar, dan penggunaan metode serta strategi pembejaran.
Semua tugas tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara
optimal dalam pelaksanaanya menuntut kemampuan guru.
a)
Pengelolaan
Kelas
Kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan
proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru dalam
pengelolaan kelas. Kemampuan guru dalam memupuk kerjasama dan disiplin siswa
dapat diketahui melalui pelaksanaan piket kebersihan, ketepatan waktu masuk dan
keluar kelas, melakukan absensi setiap akan memulai proses pembelajaran, dan
melakukan pengaturan tempat duduk siswa. Kemampuan lainnya dalam pengelolaan
kelas adalah pengaturan ruang/setting tempat duduk siswa yang dilakukan
pergantian, tujuannya memberikan kesempatan belajar secara merata kepada siswa.
b)
Penggunaan
Media dan Sumber Belajar
Kemampuan lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran yang perlu dikuasai
guru di samping pengelolaan kelas adalah menggunakan media dan sumber belajar.
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
(materi pembelajaran), merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan
siswa, sehingga dapat mendorong proses pembelajaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah buku pedoman.
Kemampuan menguasai sumber belajar di samping mengerti dan memahami buku teks,
seorang guru juga harus berusaha mencari dan membaca buku-buku/sumber-sumber
lain yang relevan guna meningkatkan kemampuan terutama untuk keperluan
perluasan dan pendalaman materi, dan pengayaan dalam proses pembelajaran. Kemampuan
menggunakan media dan sumber belajar tidak hanya menggunakan media yang sudah
tersedia seperti media cetak, media audio, dan media audio visual. Tatapi
kemampuan guru di sini lebih ditekankan pada penggunaan objek nyata yang ada di
sekitar sekolahnya. Dalam kenyataan di lapangan guru dapat memanfaatkan media
yang sudah ada (by utilization) seperti globe, peta, gambar dan
sebagainya, atau guru dapat mendesain media untuk kepentingan pembelajaran (by
design) seperti membuat media foto, film, pembelajaran berbasis komputer,
dan sebagainya.
c)
Penggunaan
Metode Pembelajaran
Kemampuan berikutnya adalah penggunaan metode pembelajaran. Guru
diharapkan mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan
materi yang akan disampaikan. Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan
kelemahan dilihat dari berbagai sudut, namun yang penting bagi guru metode
manapun yang digunakan harus jelas tujuan yang akan dicapai.
Karena siswa memiliki interes yang sangat heterogen idealnya seorang
guru harus menggunakan multi metode, yaitu memvariasikan penggunaan metode
pembelajaran di dalam kelas seperti metode ceramah dipadukan dengan tanya jawab
dan penugasan atau metode diskusi dengan pemberian tugas dan seterusnya. Hal
ini dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan siswa, dan menghindari terjadinya
kejenuhan yang dialami siswa.
3)
Evaluasi/Penilaian
Pembelajaran
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan
untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses
pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahp ini seorang guru dituntut memiliki
kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi, penyusunan
alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi. Pendekatan atau
cara yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi/penilaian hasil belajar
adalah melalui Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
PAN adalah cara penilaian yang tidak selalu tergantung pada jumlah
soal yang diberikan atau penilaian dimasudkan untuk mengetahui kedudukan hasil
belajar yang dicapai berdasarkan norma kelas. Siswa yang paling besar skor yang
didapat di kelasnya, adalah siswa yang memiliki kedudukan tertinggi di
kelasnya.
Sedangkan PAP adalah cara penilaian, dimana nilai yang diperoleh
siswa tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes
yang dapat dikuasai siswa. Nilai tertinggi adalah nilai sebenarnya berdasarkan
jumlah soal tes yang dijawab dengan benar oleh siswa. Dalam PAP ada passing
grade atau batas lulus, apakah siswa dapat dikatakan lulus atau tidak
berdasarkan batas lulus yang telah ditetapkan. Pendekatan PAN dan PAP dapat
dijadikan acuan untuk memberikan penilaian dan memperbaiki sistem pembelajaran.
Kemampuan lainnya yang perlu dikuasai guru pada kegiatan evaluasi/penilaian
hasil belajar adalah menyusun alat evaluasi. Alat evaluasi meliputi: tes
tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Seorang guru dapat menentukan alat tes
tersebut sesuai dengan materi yang disampaikan. Bentuk tes tertulis yang banyak
dipergunakan guru adalah ragam benar / salah, pilihan ganda, menjodohkan,
melengkapi, dan jawaban singkat.
Tes lisan adalah soal tes yang diajukan dalam bentuk pertanyaan
lisan dan langsung dijawab oleh siswa secara lisan. Tes ini umumya ditujukan
untuk mengulang atau mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang
telah disampaikan sebelumnya. Tes perbuatan adalah tes yang dilakukan guru
kepada siswa. Dalam hal ini siswa diminta melakukan atau memperagakan sesuatu
perbuatan sesuai dengan materi yang telah diajarkan seperti pada mata pelajaran
kesenian, keterampilan, olahraga, komputer, dan sebagainya.
Indikasi kemampuan guru dalam penyusunan alat-alat tes ini dapat
digambarkan dari frekuensi penggunaan bentuk alat-alat tes secara variatif,
karena alat-alat tes yang telah disusun pada dasarnya digunakan sebagai alat
penilaian hasil belajar.
Di samping pendekatan penilaian dan penyusunan alat-alat tes, hal
lain yang harus diperhatikan guru adalah pengolahan dan penggunaan hasil
belajar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan hasil belajar,
yaitu:
a)
Jika
bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran yang tidak dipahami oleh sebagian
kecil siswa, guru tidak perlu memperbaiki program pembelajaran, melainkan cukup
memberikan kegiatan remidial bagi siswa-siswa yang bersangkutan.
b)
Jika
bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami oleh sebagian besar
siswa, maka diperlukan perbaikan terhadap program pembelajaran, khususnya
berkaitan dengan bagian-bagian yang sulit dipahami.
Mengacu pada kedua hal tersebut, maka frekuensi kegiatan
pengembangan pembelajaran dapat dijadikan indikasi kemampuan guru dalam
pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi:
a)
Kegiatan
remidial, yaitu penambahan jam pelajaran, mengadakan tes, dan menyediakan waktu
khusus untuk bimbingan siswa.
b)
Kegiatan
perbaikan program pembelajaran, baik dalam program semesteran maupun program
satuan pelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu menyangkut
perbaikan berbagai aspek yang perlu diganti atau disempurnakan.[40]
b.
Indikator
Abilitas Guru
Abilitas adalah faktor yang penting dalam meningkatkan produktivitas
kerja, abilitas berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
individu.
Abilitas dapat dipandang sebagai suatu karakteristik umum dari seseorang
yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diwujudkan melalui
tindakan. Abilitas seorang guru secara aplikatif indikatornya dapat digambarkan
melalui delapan keterampilan mengajar (teaching skills), yakni:
1)
Keterampilan
Bertanya (Questioning skills)
Dalam proses pembelajaran, bertanya memainkan peranan penting, hal
ini dikarenakan pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik melontarkan
pertanyaan yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa, yiatu:
a)
Meningkatkan
pastisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b)
Membangkitkan
minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu masalah yang sedang
dibicarakan.
c)
Mengembangkan
pola fikir dan cara belajar aktif dari siswa, karena pada hakikatnya berpikir
itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya.
d)
Menuntun
proses berpikir siswa, sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar
dapat menentukan jawaban yang baik.
e)
Memusatkan
perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.[41]
Pertanyaan yang baik menurut M. Uzer Usman[42] adalah:
a)
Jelas dan
mudah dimengerti oleh siswa.
b)
Berikan
informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan.
c)
Difokuskan
pada suatu masalah atau tugas tertentu.
d)
Berikan
waktu yang cukup kepada siswa untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan.
e)
Berikan
pertanyaan kepada seluruh siswa secara merata.
f)
Berikan
respon yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian siswa untuk
menjawab dan bertanya.
g)
Tuntunlah
jawaban siswa sehingga mereka dapat menemukan sendiri jawaban yang benar.
2)
Keterampilan
Memberi Penguatan (Reinforcement Skills)
Penguatan adalah segala bentuk respon apakah bersifat verbal
(diungkapkan dengan kata-kata langsung seperti: bagus, pintar, ya, betul, tepat
sekali, dan sebagainya), maupun nonverbal (biasanya dilakukan dengan gerak,
isyarat, pendekatan, dan sebagainya) merupakan bagian dari modifikasi tingkah
laku guru terhadap tingkah laku siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi
atau umpan balik (feedback) bagi siswa atas perbuatannya sebagai suatu
tindak dorongan atau koreksi.
Reinforcement dapat berarti juga respon
terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya
kembali tingkah laku tersebut. Tindakah tersebut dimaksudkan untuk memberikan
ganjaran atau membesarkan hati siswa agar mereka lebih giat berpartisipasi dalam
interaksi pembelajaran.
Tujuan dari pemberian penguatan ini adalah untuk:
a)
Meningkatkan
perhatian siswa terhadap pembelajaran.
b)
Merangsang
dan meningkatkan motivasi belajar.
c)
Meningkatkan
kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif.
Ada 4 cara dalam memberikan penguatan (reinforcement) yaitu:
a)
Penguatan
kepada pribadi tertentu. Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan, yaitu
dengan cara menyebutkan namanya, sebab bila tidak jelas akan tidak efektif.
b)
Penguatan
kepada kelompok siswa, yaitu dengan memberikan penghargaan kepada kelompok
siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
c)
Pemberian
penguatan dengan cara segera. Penguatan seharusnya diberikan sesegera mungkin
setelah muncul tingkah laku/respon siswa yang diharapkan. Penguatan yang
ditunda cenderung kurang efektif.
d)
Variasi
dalam penggunaan. Jenis penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi, tidak
terbatas pada satu jenis saja karena akan menimbulkan kebosanan, dan lama
kelamaan akan kurang efektif.
3)
Keterampilan
Mengadakan Variasi
Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses
interaksi pembelajaran yang ditujukan untuk mengatasi kejenuhan siswa, sehingga
dalam situasi belajar mengajar, siswa menunjukkan ketekunan, antusiasme serta
penuh partisipasi. Tujuan dan manfaat variation skills adalah untuk:
a)
Menimbulkan
dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek pembelajaran yang relevan.
b)
Memberikan
kesempatan berkembangnya bakat yang dimiliki siswa
c)
Memupuk
tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai cara
mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik.
d)
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima pelajaran yang
disenangi.
Ada tiga prinsip penggunaan variation skills yang perlu
diperhatikan guru yaitu:
a)
Variasi
hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan
yang hendak dicapai.
b)
Variasi
harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan merusak
perhatian siswa dan tidak mengganggu kegiatan pembelajaran.
c)
Direncanakan
secara baik, dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
4)
Keterampilan
Menjelaskan (Explaning skills)
Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah penyajian
informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan
adanya hubungan yang satu dengan lainnya, misalnya sebab dan akibat.
Penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan disajikan dengan urutan
yang cocok merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan. Pemberian penjelasan
merupakan aspek yang sangat penting dari kegiatan guru dalam berinteraksi
dengan siswa di dalam kelas.
Tujuan pemberian penjelasan dalam pembelajaran adalah: (1)
membimbing siswa untuk dapat memahami konsep, hukum, dalil, fakta, dan prinsip
secara objektif dan bernalar; (2) melibatkan siswa untuk berfikir dengan
memacahkan masalah-masalah atau pertanyaan; (3) mendapatkan balikan dari siswa
mengenai tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahpahaman siswa; dan (4)
membimbing siswa untuk menghayati dan mendapat proses penalaran dan menggunakan
bukti-bukti dalam memecahkan masalah.
Adapun Komponen-komponen dalam Menjelaskan (explaning skills)
adalah:
a)
Merencanakan
Penjelasan yang dilakukan guru perlu direncanakan dengan baik,
terutama yang berkenaan dengan isi materi dan siswa itu sendiri. Isi materi
meliputi analisis masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang ada
di antara unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan rumus, hukum,
generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. Hal-hal yang
berhubungan dengan siswa hendaknya diperhatikan perbedaan individual tiap sisa
baik itu usia, tugas perkembangan, jenis kelamin, kemampuan, interes, latar
belakang sosial budaya, bakat, dan lingkungan belajar anak.
b)
Penyajian
Suatu Penjelasan
Penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya dengan
memperhatikan hal-hal berikuti ini: (1) Kejelasan. Penjelasan hendaknya
diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa, hindari
penggunaan kata yang tidak perlu. (2) Penggunaan Contoh dan Ilustrasi.
Memberikan penjelasan sebaiknya menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya
dengan sesuatu yang dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari
(kontekstual). (3) Pemberian Tekanan. Dalam memberikan penjelasan guru harus
memusatkan perhatian siswa kepada masalah/topik utama dan mengurangi informasi
yang tidak terlalu penting. (4) Penggunaan Balikan. Guru hendaknya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pemahaman, keraguan, atau
ketidakmengertian siswa ketika penjelasan itu diberikan.
5)
Keterampilan
Membuka dan Menutup Pelajaran (Set Induction and Closure Skills)
Membuka pelajaran (set insuction) adalah usaha atau kegiatan
yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan
pra-kondisi bagi siswa agar mental maupun perhatiannnya terpusat pada apa yang
akan dipelajarinya, sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif
terhadap kegiatan belajar. Menutup pelajaran (closure) adalah kegiatan
yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah
dipelajari oleh siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat
keberhasilan guru dalam proses pembelajaran.[43]
Komponen membuka dan menutup pelajaran sebagaimana dijelaskan M.
Uzer Usman adalah sebagai berikut[44]:
a)Membuka Pelajaran
Membuka Pelajaran, komponennya meliputi:
(1)
Menarik
perhatian siswa. Gaya mengajar, penggunaan media pembelajaran atau pola
interaksi yang bervariasi. Menimbulkan motivasi, disertasi kehangatan dan
keantusiasan, menimbulkan rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan
dan memperhatikan minat atau interest siswa.
(2)
Bemberi
acuan melalui berbagai usaha, seperti mengemukakan tujuan pembelajaran dan
batas-batas tugas, menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan,
mengingatkan masalah pokok yang akan diba-has dan mengajukan beberapa
pertanyaan.
(3)
Memberikan
apersepsi (memberikan kaitan antara materi sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari) sehingga materi yang dipelari merupakan satu kesatuan yang utuh
yang tidak terpisah-pisah.
b)
Menutup
Pelajaran
Dalam menutup pelajaran, cara yang harus dilakukan guru adalah:
(1)
Meninjau
kembali penguasaan materi pokok dengan merangkum atau menyimpulkan hasil
pembelajaran.
(2)
Melakukan
evaluasi. Bentuk evaluasi yang dilakukan oleh guru antara lain adalah
mendemonstrasikan keterampilan, mengaplikasikan ide baru pada situasi lain,
mengeksplorasi pendapat siswa sendiri dan memberikan soal-soal tertulis.
6)
Keterampilan
Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan
sekelompok siswa dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai
pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan dan pemacahan masalah. Siswa
berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil di bawah bimbingan guru atau temannya
untuk berbagi informasi, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan.
Komponen-komponen yang perlu dikuasai guru dalam membimbing diskusi
kelompok yaitu:
a)
Memusatkan
perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi, dengan cara merumuskan tujuan
dan topik yang akan dibahas pada awal diskusi, kemukakan masalah-masalah
khusus, catat perubahan atau penyimpangan diskusi dari tujuan dan merangkum
hasil diskusi.
b)
Memperjelas
masalah, untuk menghindari kesalahpahaman dalam memimpin diskusi seorang guru
perlu memperjelas atau menguraikan permasalahan, meminta komentar siswa, dan
menguraikan gagasan siswa dengan memberikan informasi tambahan agar kelompok
peserta diskusi memperoleh pengertian yang lebih jelas.
c)
Menganalisis
pandangan siswa. Adanya perbedaan pendapat dalam diskusi, menuntut seorang guru
harus mampu menganalisis dengan cara memperjelas hal-hal yang disepakati dan
hal-hal yang perlu disepakati di samping meneliti apakah suatu alasan mempunyai
dasar yang kuat.
d)
Meningkatkan
urunan siswa, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang, memberikan
contoh dengan tepat, dan memberikan waktu untuk berpikir dan memberikan urun
pendapat siswa dengan penuh perhatian.
e)
Memberikan
kesempatan untuk berpartisipasi, dilakukan dengan cara memancing pertanyaan
siswa yang enggan berpartisipasi, memberikan kesempatan pada siswa yang belum
bertanya (diam) terlebih dahulu, mencegah monopoli pembicaraan, dan mendorong
siswa untuk berkomentar terhadap pertanyaan temannya.
f)
Menutup
diskusi, yaitu membuat rangkuman hasil diskusi, menindaklanjuti hasil diskusi
dan mengajak siswa untuk menilai proses maupun hasil diskusi.
g)
Hal-hal
yang perlu dihindari yaitu mendominasi/monopoli pembicaraan dalam diskusi,
membiarkan terjadinya penyimpangan dalam diskusi.
7)
Keterampilan
Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan
memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi
gangguan dalam proses pembelajaran, seperti penghentian perilaku siswa yang memindahkan
perhatian kelas, memberikan ganjaran bagi siswa yang tepat waktu dalam dalam
menyelesaikan tugas atau penetapan norma kelompok yang produktif.
Komponen-komponen dalam mengelola kelas adalah sebagai berikut:
a)
Keterampilan
yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang
optimal, seperti menunjukkan sikap tanggap, memberikan perhatian, memusatkan
perhatian kelompok, memberikan petunjuk yang jelas, menegur bila siswa
melakukan tindakan menyimpang, memberikan penguatan (reinforcement).
b)
Keterampilan
yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal, yaitu
berkaitan dengan respon guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan
maksud agar guru dapat melakukan tindakan remidial untuk mengembalikan kondisi
belajar yang optimal.
Guru
dapat menggunakan strategi:
a)
Modifikasi
tingkah laku. Guru hendaknya menganalisis tingkah laku siswa yang mengalami
masalah/kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan
mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.
b)
Guru
menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara memperlancar
tugas-tugas melalui kerjasama di antara siswa dan memelihara kegiatan-kegiatan
kelompok.
c)
Menemukan
dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. Di samping dua jenis
keterampilan di atas, hal lain yang perlu diperhatikan oleh guru dalam
pengelolaan kelas adalah menghindari campur tangan yang berlebihan,
menghentikan penjelasan tanpa alasan, ketidaktepatan memulai dan mengakhiri
kegiatan, penyimpangan, dan sikap yang terlalu membingungkan.
8)
Keterampilan
Pembelajaran Perseorangan
Pembelajaran ini terjadi bila jumlah siswa yang dihadapi oleh guru
terbatas yaitu antara 3-8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang untuk
perseorangan. Hakikat pembelajaran perseorangan adalah:
a)
Terjadinya
hubungan interpersonal antara guru dengan siswa dan juga siswa dengan siswa.
b)
Siswa
belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.
c)
Siswa
mendapat bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhannya.
d)
Siswa
dilibatkan dalam perencanaan kegiatan pembelajaran. Peran guru dalam
pembelajaran perseorangan ini adalah sebagai organisator, nara-sumber,
motivator, fasilitator, konselor dan sekaligus sebagai peserta kegiatan.
Komponen-komponen yang perlu dikuasi guru berkenaan dengan pembelajaran
perseorangan ini adalah:
a)
Keterampilan
mengadakan pendekatan secara pribadi.
b)
Keterampilan
mengorganisasi.
c)
Keterampilan
membimbing dan memudahkan belajar, yaitu memungkinkan guru membantu siswa untuk
maju tanpa mengalami frustasi. Hal ini dapat dicapai bagi guru yang memiliki
keterampilan dalam memberikan penguatan dan mengembangkan supervisi.
d)
Keterampilan
merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mencakup membantu siswa
menetapkan tujuan dan menstimulasi siswa untuk mencapai tujuan tersebut, merencanakan
kegiatan pembelajaran bersama siswa yang mencakup kriteria keberhasilan,
langkah-langkah kegiatan pembelajaran, waktu serta kondisi belajar, bertindak
sebagai supervisor dan membantu siswa menilai pencapaiannya sendiri.[45]
[1] E. Mulyasa, op. cit., h. 24
[2] Dedi Supriadi, op. cit., h. 348
[3] Departemen Pendidikan Nasional RI, Penilaian Kinerja Guru, (Jakarta: Direktur Tenaga
Kependidikan Ditjen PMPTK, 2008), h. 4
[4] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 75
[5] Muhammad bin Yazid Abu ‘Abdullah al-Qazwiniy,
Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Fikri), t.th., jilid 1, h. 224
[6] Ahmad bin Hanbal Abu ‘Abdullah asy-Syaibaniy, Musnad
al-Imam Ahmad bin Hanbal, (Mesir: Muassasah Qurtubah), t.th., jilid 2, h.
22650
[7]
A. Zakaria, Etika Hidup Seorang Muslim, (Garut: Ibnu Azka, 2003), h. 191
[8]
Depag. RI, op.cit., h. 799
[9] Ibid.,
h. 383
[10] Ibid., h. 904
[11] A. Zakaria, op.cit., h. 47
[12] Ibid., h. 191
[13] E. Mulyasa, op.cit., h. 121
[14] Syaipul Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 34
[15] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005), h. 254
[16] E. Mulyasa, op.cit., h. 122
[17] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan
Inovatif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2009), h. 88
[18] Syaiful Sagala, op.cit., h. 34
[19] Ibid., h. 35
[20] Uyoh Sadullah, Pedagogiek (Ilmu Mendidik), (Bandung:
Alfabeta, 2010), h. 165
[21] Ibid., h. 166
[22] Depag. RI, op.cit., h. 510
[23] Jamal Ma’mur Asmani, op.cit., h. 79
[24] E. Mulyasa, op.cit., h. 46
[25] Depag. RI, op.cit., h. 8
[26] E. Mulyasa, op.cit., h. 129
[27] Ibid.,
[28] Depag. RI, op.cit., h. 595
[29] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam Telaah
Komponen Dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: 2006), h. 14
[30] Depag. RI, op.cit., h. 377
[31] Husni, Konsep Ihsan dalam Pemikiran Para Mufassir, (at-
Tajdid, 2008), h. 20
[32] Depag. RI, op.cit., h. 80
[33] Ibid., h. 8
[34] Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdullah al-Bukhari al-Ja’fi, op.cit., h.
33
[36] M.
Nashiruddin Al-Bani, Ringkasan Shahih Muslim, terj., Elly Lathifah (Jakarta: Gema Insani,
2008), h. 940.
[37] Depag. RI, op.cit., h. 195
[38] Ahmad Mushtafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi,
terj., Bahrun Abu Bakar,dkk (Semarang: CV Toha Putra, 1989), h. 68
[39] Abuddin Nata, Menejemen Pendidikan, (Jakarta: Fajar
Interpratama, 2000), h. 141
[40] Ibid., h. 26
[41] Ibid., h. 27
[42] M. Uzer Usman, op.cit., h. 65
[43] Departemen Pendidikan Nasional RI, op.cit., h. 30
[44] M. Uzer Usman, op.cit., h. 85
[45] Departemen Pendidikan
Nasional RI, op.cit., h. 34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar