Cari Blog Ini

Kamis, 03 Mei 2018

Upaya Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Prestasi Siswa


A.    Upaya Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Prestasi Siswa
Kepala Sekolah merupakan satu komponen pendidikan yang paling berperan penting dalam meningkatkan kemajuan dan kualitas pendidikan. Seperti diungkapkan oleh Supriadi bahwa: “Erat hubungannya antara mutu Kepala Sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik”.[1]
Salah satu studi yang dilakukan menunjukkan erat hubungannya antara mutu kepemimpinan kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah adalah iklim kehidupan sekolah  yang sehat berkaitan sangat erat dengan meningkatnya prestasi dan motivasi belajar siswa serta dengan produktivitas dan kepuasan guru. Prakarsa ke arah terciptanya healthy school culture tersebut sebagian besar berada pada tangan Kepala Sekolah sebagai pemimpin. (Stolp, 1994) yang dikutip oleh Dedi Supriadi dalam bukunya Mengangkat Citra dan Martabat Guru.[2]
Peningkatan profesional kepala madrasah merupakan proses keseluruhan dalam suatu organisasi sekolah, berjalan dengan nyata, jangka panjang membudaya baik bagi personel maupun bagi peserta didik. Setiap tenaga kependidikan, baik kepala sekolah, guru, staf administrasi, maupun peserta didik dituntut untuk memiliki kepedulian yang muncul secara internal, bahwa apa yang dilakukan adalah dalam rangka peningkatan profesionalitas kepala sekolah serta pencapaian mutu dan prestasi belajar.
Adapun upaya kepala madrasah dalam meningkatkan prestasi siswa adalah:
1.      Melalui kompetensi  guru
Kinerja guru mempunyai spesifikasi/kriteria tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.[3]
a.       Kompetensi Pedagogiek
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik siswa dilihat dari berbagai aspek seperti moral, emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip belajar, karena siswa memiliki karakter, sifat, dan interest yang berbeda.
Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan masing-masing dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan kegiatan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang diamati, yaitu:
1)      Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.
2)      Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3)      Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
4)      Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
5)      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
6)      Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
7)      Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
8)      Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
9)      Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Menurut E. Mulyasa dalam bukunya Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru mengatakan bahwa kompetensi Pedagogiek meliputi hal-hal berikut:[4]
1)      Pemahaman Wawasan atau Landasan Kependidikan.
2)      Pemahaman terhadap pesarta didik.
3)      Pengembangan Kurikulum atau Silabus.
4)      Perancangan Pembelajaran.
5)      Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis.
6)      Pemanfaatan Teknologi pembelajaran.
7)      Evaluasi hasil Belajar.
8)      Pengembangan peserta didik unuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Anjuran Islam terhadap kompetensi pedagogiek guru Seperti yang telah disebutkan, di dalam kompetensi pedagogiek terdapat beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dengan mengunakan landasan dalam Islam (al-Qur'an, al-Hadist dan perkataan para Sahabat) kemampuan-kemampuan tersebut sebenarnya sudah dianjurkan dan diberi contoh oleh Rasûlullah, hal itu berarti bahwa kompetensi pedagogik sudah diatur dan diperhatikan dalam Konsep Pengajaran Islam, yakni:
1)      Pemahaman Wawasan atau Landasan Kependidikan
Sabda Rasûlullah SAW:
عن ا نس رضي ا لله عنه قال : قال رسول الله صلي الله عليه و سلم طلب العلم فريضة علي كل مسلم ووا ضع العلم عند غير اهله كمقلد الجنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب. (رواه ابن ماجه)
Artinya:
“Dari An-Nas (Semoga Allah Meridhoi kepadanya) ia berkata: Rasûlullah SAW telah bersabda “Mencari ilmu itu wajib hukumnya kepada seluruh muslim. Dan mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya seperti mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas”.(HR. Ibnu Majah)[5]

Dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa apabila seseorang mendapatkan ilmu bukan dari ahlinya seperti mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas. Apakah tidak rugi mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas. Walaupun permata, mutiara dan emas adalah benda termahal, terindah dan menawan akan tetapi ketika dipakaikan kepada babi maka permata, mutiara dan emas tersebut tidak akan menjadi daya tarik kepada orang lain.
Pengertian dari kalimat mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya, hal ini dapat diartikan sebagai mendapatkan ilmu dari seorang guru yang bukan pada bidangnya. Hal ini menuntut seorang guru agar mengajarkan kepada peserta didik materi pembelajaran yang memang bidangnya.
Sedangkan kalimat  permata, mutiara dan emas dapat diartikan sebagai Ilmu. Permata, mutiara dan emas adalah barang yang sangat indah, mahal dan menawan. Akan tetapi ketika permata, mutiara dan emas tersebut dikalungi kepada babi, maka benda tersebut akan menjadi sia-sia dan tidak berarti. Begitu pula dengan ilmu, Ilmu sangat berharga, bermanfaat dan berguna. Akan tetapi ketika ilmu itu salah maka akan menjadi sia-sia, bahkan bisa sampai berbahaya.
Dengan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya seperti mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas. Hal ini membuktikan bahwa mencari ilmu kepada ahlinya merupakan sebuah keharusan, agar tidak terjadi hal yang sia-sia dan berbahaya.
Begitu pula dengan seorang guru, seharusnya seorang guru mengajarkan apa yang memang ia ahli dalam bidang tersebut agar ia tidak mengajarkan materi yang salah. Perintah Rasul tersebut seharusnya menjadi motivasi bagi para guru dalam terus mencari ilmu dan menguasai materi yang diajarkan agar tidak manjadi hal yang sia-sia dan salah dalam mengajar. Dengan perintah dari Rasûlullah tersebut membuktikan bahwa pemahaman seorang guru
2)      Pemahaman terhadap pesarta didik
Sabda Rasûlullah SAW:
فَبِأَبِي وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَمَا ضَرَبَنِي وَلَا كَهَرَنِي وَلَا سَبَّنِي وَقَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ هَذَا إِنَّمَا هِيَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ. (رواه احمد)   
Artinya:
Sesungguhnya demi ayahku dan ibuku, tidak pernah aku melihat seorang pengajar pun sebelumnya (Rosullah) ataupun sesudah-nya yang lebih baik mengajar darinya. Dan demi Allah, ia tak pernah membenciku, tidak pula pernah memukulku atau mencaciku. Ia berkata “Sesunguhnya shalat ini tidak layak padanya sedikitpun omongan manusia. Hanyasanya dia itu Tasbih, Takbir dan Qiratul Qur'an”. (HR. Ahmad)[6]
Hadist di atas menjelaskan bahwa Rasûlullah tidak pernah membenci, memukul dan memaki peserta didiknya. Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya seorang guru tidak boleh melakukan hal-hal tersebut agar dapat menimbulkan rasa nyaman, tenang dan tentram didalam peserta didik. Apabila seorang guru melakukan hal-hal tersebut maka akan menimbulkan rasa ketidak nyamanan dan tekanan didalam peserta didik dan hal tersebut dapat menimbulkan kesukaran didalam menjalani proses pembelajaran. Akan tetapi ketika peserta didik merasa nyaman, tenang dan tentram maka akan mudah didalam menjalani proses pembelajaran.
Dengan sikap Rasul yang seperti itulah, menjadi penyebab kedekatan antara Rasul dengan peserta didiknya. Begitu pula dengan seorang guru harus berusaha untuk memahami peserta didik, agar terciptanya kemudahan didalam menjalani proses pembelajaran. Hal tersebut membuktikan bahwa kemampuan seorang guru dalam memahami peserta didik agar memudahkan dalam memberikan materi pembelajaran sudah diberi contoh oleh Rasûlullah.
3)      Pengembangan Kurikulum atau Silabus
قال علي رضي ا لله عنه : علموا أولاد كم فإنّهم خلقوا لزمان غير زمنكم
Artinya:
“Ali bin Abi Thalib berkata: “Ajarkanlah anak-anak kalian maka sesungguhnya mereka diciptakan untuk suatu zaman yang bukan zaman kalian”[7]

Mengembangkan kurikulum dan silabus berarti mengajarkan peserta didik agar bersiap dalam menjalani kehidupannya yang akan datang. Ketika zaman semakin berkembang maka menuntut pula para guru agar mengem-bangkan kurikulum dan silabusnya agar peserta didiknya tidak tertinggal. Apabila seorang guru tidak mengembangkan kurikulum dan silabusnya maka hal tersebut sama saja dengan tidak mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi kehidupannya maka peserta didiknya pun akan tertinggal. Perkataan Ali bin Abi Thalib tersebut menuntut para orangtua (guru) agar selalu mengajarkan anaknya (peserta didiknya), agar ia dapat mempersiapkan diri didalam menjalani kehidupannya yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa Islam sudah menganjurkan para umatnya agar selalu berkembang. Begitu pula dengan kemampuan seorang guru dalam mengembangkan kurikulum dan silabusnya.
4)      Perancangan Pembelajaran
Merancang pembelajaran berarti mempersiapkan atau merencanakan segala sesuatunya sebelum melakukan proses pembelajaran. Apabila seorang guru mempersiapkan atau merencanakan segala sesuatunya sebelum melakukan proses pembelajaran, maka akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik, lebih tersusun dan lebih rapi. Dengan perancangan yang matang maka hasilnya pun akan lebih baik. Akan tetapi apabila seorang guru tidak melakukan perancangan pembelajaran sebelum melakukan proses pembelajaran maka guru tersebut belum siap melakukan pembelajaran. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? (الحشر: ١٨) 
     Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.[8] (Q.S. al-Hasyr: 18)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman hendaknya memperhatikan segala sesuatunya yang akan ia lakukan pada hari esok. Hal tersebut membuktikan bahwa seseorang haruslah mempersiapkan atau meren-canakan apa yang akan ia hadapi pada hari esok tersebut agar memperoleh hasil lebih baik.
Sama halnya dengan seorang guru, hendaknya merancang sebelum melakukan proses pembelajaran agar proses pembelajaran berjalan dengan mudah dan memperoleh hasil yang lebih baik. Ayat tersebut menunjukan bahwa merancang sebelum melakukan proses pembelajaran sudah diperha-tikan dalam Konsep Pengajaran Islam agar terciptannya pembelajaran yang  aktif, dinamis dan menyenangkan.
5)      Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
Melaksanakan proses pembelajaran menuntut para guru agar menciptakan situasi pembelajaran yang lebih baik. Hal tersebut dapat mengembangkan rasa kreatif dari peserta didik, aktif dan suasana pembelajaran pun akan menjadi menyenangkan. Peserta didik memiliki potensi dan bakat berbeda-beda, hal tersebut menjadi tanggung jawab seorang guru untuk mengembangkannya. Dengan menciptakan situasi pembelajaran yang mendidik dan dialogis maka dapat membantu dalam mengembangkan potensi dan bakat tersebut. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ (النّحل:١٢٥)   
     Artinya:
 “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.[9] (Q.S. an-Nahl: 125)

Metode mengajar menurut al-Qur'an ada tiga macam, yakni بالحكمة (Hikmah), والموعظة الحسنة (pengajaran yang baik) dan وجادلهم بالتى هي أحسن  (berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik). Hikmah adalah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang bhatil.
Pengajaran yang baik berarti menuntut seorang guru agar mengajarkan peserta didik dengan cara yang baik (mendidik). Proses yang baik maka akan memperoleh hasil yang lebih yang lebih baik pula, karena peserta didik akan mudah memahami terhadap materi yang diajarkan. Kemampuan seorang guru dalam mengajar harus diperhatikan karena banyak orang yang pintar akan tetapi ia tidak bisa mengajarkan kepintarannya itu kepada orang lain. Konsep pengajaran ini sudah diperhatikan di dalam konsep pengajaran Islam.
Berdebat dengan mereka dengan cara yang baik berarti berdialog dengan peserta didik dengan cara yang baik. Metode pengajaran ini menuntut peserta didik agar mengutarakan pendapatnya, agar terdapat komunikasi antara guru dan peserta didik. Metode pengajaran ini mengajarkan peserta didik agar tidak Taqlid (Ikut-ikutan). Metode pengajar seperti ini banyak Allah berikan contohnya di dalam al-Qur'an metode yang menganjurkan lawannya agar ia bertanya dan berkomunikasi atau berdialog dengan lawannya.
Kemampuan seorang guru didalam melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, sudah dianjurkan terlebih dahulu didalam konsep pengajaran Islam.
6)      Pemanfaatan Teknologi pembelajaran
Firman Allah SWT:
Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ (العلق : ٤) 
Artinya:
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam”.[10] (Q.S. al-‘Alaq : 4)

     Pena adalah sebuah teknologi yang dapat membantu manusia dalam mendapatkan materi pembelajaran. Ayat tersebut menganjurkan pengajar agar mengajarkan materi pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi pembelajaran. Hal tersebut menuntut para guru agar dapat memanfaatkan teknologi agar materi yang didapatkan lebih lengkap dan jelas. Kemampuan seorang guru dalam memanfaatkan teknologi pembelajaran sudah dianjurkan di dalam konsep pengajaran Islam.
7)     Evaluasi hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar berarti kemampuan seorang guru dalam mengevaluasi hasil dari proses pembelajaran. Evaluasi belajar ini digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dan menilai hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Apakah materi yang telah diberikan dapat dimengerti oleh peserta didik dan dapat diaplikasikan dalam kehidupanya atau tidak. Evaluasi ini pun dapat menilai metode pengajaran seorang guru terhadap peserta didiknya.
Selama bulan Ramadhan malaikat Jibril selalu mengevaluasi bacaan al-Qur'an Rasûlullah SAW. sebagaimana di dalam suatu riwayat.
Sabda Rasûlullah SAW:
وكان جبريل يعارض رسول الله الله صلي الله عليه و سلم وكان أجود الناس وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل و كان يلقاه جبريل في كلّ ليلة من رمضان فيدارسه القرأن فلرسول الله صلي الله عليه و سلم حين يلقاه جبريل أجود بالخير من الريح المرسلة.(رواه متفق عليه)
Artinya:
“Keadaan Jibril selalu mengetes Rasûlullah SAW. Sesungguhnya keadaan Rasûlullah adalah orang yang paling dermawan di antara manusia apalagi ketika bulan Ramadhan ketika Malaikat Jibril bertemu dengannya. Jibril bertemu dengan Rasûlullah dalam setiap malam dalam bulan Ramadhan. Maka Rasûlullah membaca al-Qur'an ketika Jibril bertemu dengannya ketika Jibril bertemu dengannya.  Rasûlullah adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan seperti angin yang berhembus. (HR. Mutafaqun ‘Alaihi)[11]

Walaupun Rasûlullah sudah mendapatkan jaminan bahwa ia tidak akan pernah lupa dengan bacaan al-Qur'an akan tetapi Malaikat Jibril tetap mengevaluasi bacaan Rasûlullah. Hal ini menunjukan bahwa evaluasi hasil belajar sangatlah penting dan harus dikerjakan oleh para guru walaupun peserta didik sudah menguasai materi pembelajaran. Evaluasi hasil belajar terhadap peserta didik dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dan lupa dengan hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Rasûlullah pun suka mengevaluasi para sahabatnya, yang beliau ajarkan. Kemampuan seorang guru didalam mengevaluasi hasil belajar ini sudah dikerjakan di dalam konsep pengajaran Islam.
8)     Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
Setiap peserta didik memiliki potensi, apabila potensi tersebut dapat berkembang dan dapat diaktualisasikan didalam kehidupan maka membuat peserta didik tersebut maju, begitu juga dengan sebaliknya. Oleh karena itu, hal tersebut menuntut seorang guru agar memiliki kemampuan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik agar menjadi suatu hal yang berguna. Seorang guru harus menjadi pembimbing bagi peserta didik, menjadi wadah bagi peserta didik dalam rangka mengenali potensi yang dimiliki serta melatih dan mengembangkan potensi tersebut.
Potensi yang dimiliki oleh peserta didik itu berbeda-beda, hal tersebut menjadi tantangan bagi guru dalam mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik. Umar Bin Khathab menganjurkan umat Islam agar mengembangkan potensi yang dimiliki anaknya (peserta didik):
Sabda Rasûlullah SAW:

قال عمربن الخطاب : علموا أوﻻﺩكم  السباحة والرماية ومروهم فليثبواعلى ظهور الخيل وثبا.(رواه البيهقي).
 Artinya:
“Umar Bin Khathab berkata: “Ajarilah anak-anakmu berenang, memanah dan perintahlah mereka agar mereka dapat meloncat ke punggung kuda dengan baik”. (HR. Baihaqi)[12]

Setiap anak (peserta didik) tidak ada yang lahir dengan langsung memiliki kemampuan yang hebat dan cerdas, akan tetapi tergantung orang yang mengajarkannya dan mengembangkan anak tersbut. Perkataan Umar tersebut menganjurkan umat Islam agar melatih kemampuan-kemampuan kepada anaknya (peserta didiknya) agar ia mampu dan berguna.
Kemampuan seorang orangtua (guru) dalam mengembangkan potensi ini sangat sulit akan tetapi seorang orangtua (guru) harus dapat mengembang-kannya karena hal tersebut menjadi tanggung jawab seorang orangtua (guru). Orangtua (guru) pun adalah orang yang paling dekat dengan anak (peserta didik) oleh karena itu menjadi kewajiban bagi orangtua tersebut.
b.      Kompetensi Kepribadian
Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan generasi kualitas masa depan bangsa. Walaupun berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugasnya harus tetap tegar dalam melaksakan tugas sebagai seorang guru. Pendidikan adalah proses yang direncanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat.
Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku etik siswa sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian siswa yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan siswanya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah:
1)      Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
2)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
3)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
4)      Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
5)      Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Dalam hal ini juga ditegaskan oleh E. Mulyasa bahwasanya kompetensi kepribadian guru meliputi beberapa aspek antara lain[13]:
1)      Kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa. Hal ini penting, karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan faktor kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil dan kurang dewasa. Pribadi mantap berarti orang tersebut memiliki suatu kepribadian yang tidak tergoyahkan (tetap teguh dan kuat). Dengan demikian kepribadian yang mantap dan stabil berarti memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial dan etika yang berlaku.[14]
Dewasa berarti mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. Nana Syaodih Sukmadinata dalam bukunya menjelaskan bahwa guru sebagai pribadi, pendidik, pengajar dan pembimbing dituntut memiliki kematangan dan kedewasaan pribadi serta kesehatan jasmani dan rohani. Minimal 3 ciri kedewasaan.[15]
Pertama, orang yang telah dewasa memiliki tujuan dan pedoman hidup (philosophy of life), yaitu sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya dan menjadi pegangan dan pedoman hidupnya.
Kedua, orang dewasa adalah orang yang mampu melihat segala sesuatu secara obyektif. Tidak banyak dipengaruhi oleh subyektivitas dirinya. Mampu melihat dirinya dan orang lain secara obyektif, melihat kelebihan dan kekurangan dirinya dan juga orang lain. Lebih dari itu ia mampu bertindak sesuai dengan cara mana ia mencapainya.
Ketiga, seorang dewasa adalah orang yang telah bisa bertanggungjawab. Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki kemerdekaan, kebebasan, tetapi di sisi lain dari kebebasan adalah tanggungjawab. Ia bebasa menentukan arah hidupnya, perbuatannya, tetapi setelah berbuat ia dituntut tanggungjawab. Guru harus berdiri atas orang-orang yang bertanggungjawab atas segala perbuatannya. Perbuatan yang bertanggungjawab adalah perbuatan yang berencana, yang dikaji terlebih dahulu sebelum dilakukan.

2)      Disiplin, arif dan berwibawa
Kondisi peserta didik yang kurang disiplin dapat menghambat jalannya pembelajaran. Hal tersebut menuntut guru untuk bersikap disiplin, arif dan berwibawa dalam segala tindakan dan perilakunya serta serta senantiasa mendisiplinkan peserta didik agar dapat mendongkrak kualitas pembelajaran. Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus dimulai dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa.[16]
Disiplin artinya tata tertib, ketaatan kepada peraturan. Disiplin identik dengan konsistensi dalam melakukan sesuatu. Ia simbol dari stamina yang powerful,kerja keras yang tidak mengenal rasa malas, orang yang selalu berfikir pencapaian target secara perfect dan tidak ada dalam pikirannya kecuali hasil terbaik dari pekerjaan yang dilakukan.[17]
Sedangkan bijaksana berarti hal pandai menggunakan akal pemikiran serta dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik, arif, selalu dengan nalar. Arif dan bijaksana dalam hal ini adalah tampilannya bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat dengan menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak.[18]
Berwibawa adalah perilaku guru yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta didik.[19] Kewibawaan adalah suatu pengaruh yang diakui kebenaran dan kebesarannya, bukan sesuatu yang memaksa.[20] Pendidik harus memiliki kewibawaan di mata peserta didik, karena peserta didik membutuhkan perlindungan, bantuan, bimbingan dan seterusnya dari pendidik dan pendidik bersedia memenuhinya.[21] Guru yang berwibawa di gambarkan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
ߊ$t7Ïãur Ç`»uH÷q§9$# šúïÏ%©!$# tbqà±ôJtƒ n?tã ÇÚöF{$# $ZRöqyd #sŒÎ)ur ãNßgt6sÛ%s{ šcqè=Îg»yfø9$# (#qä9$s% $VJ»n=y (الفرقان : ٦٣)
Artinya:
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”.[22] (Q.S. al-Furqan : 63)

Berdasarkan ayat al-Qur'an di atas jelaslah bahwa kewibawaan sangat penting dan sudah selayaknya dimiliki oleh setiap individu, terlebih guru pendidikan agama Islam yang memiliki posisi sentral dalam pembelajaran dan bertugas mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam.

3)      Menjadi teladan bagi peserta didik
Menurut Jamal Ma’mur Asmani “keteladanan adalah suatu yang dipraktikkan, di amalkan bukan hanya dikhutbahkan, diperjuangkan, diwujudkan dan dibuktikan.[23] Setiap guru harus senantisa berupaya menjadi teladan bagi setiap siswanya, sehingga keteladanan yang diberikan akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi anak didik dan juga bagi sekolah tempat ia mengabdi.
Guru merupakan teladan bagi peserta didik dan semua yang menganggap dia sebagai guru dan sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa saja yang dilakukan guru akan mendapat sorotan  peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang mengakuinya sebagai guru.[24]
Karena tugas guru adalah mengajar sekaligus mendidik, maka keteladanan dari seorang guru menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Untuk memulai sesuatu yang baik, maka kita mulai dari diri sendiri, hal ini digambarkan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
brâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès? (البقرة : ٤٤)
Artinya:
 “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”.[25] (Q.S. al-Baqarah : 44)

Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa sebagai guru, terlebih bagi guru agama seyogiyanya sebelum melakukan pendidikan dan pembinaan kepada peserta didiknya, diperlukan suatu pendidikan pribadi, artinya guru harus mampu mendidik dan membina dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum mengajarkan kepada siswanya.                    
4)      Berakhlak mulia
Guru harus berakhlak mulia, karena ia adalah seorang penasihat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasihat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasihati orang.[26]
Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi akhlak mulia tentu saja tidak tumbuh dengan sendirinya begitu saja, tetapi memerlukan usaha sungguh-sungguh, kerja keras tanpa mengenal lelah dan dengan niat ibadah tentunya.[27]
Pada dasarnya, kepribadian guru yang ideal menurut Islam telah ditunjukkan pada ketauladanan Rasûlullah SAW. Sebagaimana hal ini digambarkan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. (الاحزاب : ٢١)
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.[28] (Q.S. al-Ahzab : 21)

Kompetensi utama yang ditunjukkan Rasûlullah SAW. adalah kompetensi personal relegius atau kepribadian agamis, yang artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta didiknya, misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggungjawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan dan sebagainya.[29] Sebagai guru agama sudah sewajarnya apabila ketauladanan Rasûlullah SAW. diimplementasikan dalam praktik pembelajaran.
c.       Kompetensi Sosial
Guru dimata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupkan suritauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan dimilikinnya kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua siswa, para guru tidak akan mendapat kesulitan.
Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru yang harus dilakukan adalah:
1)      Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
2)      Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
3)      Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
4)      Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
Dari beberapa kompetensi sosial di atas, akhirnya ditariklah salah satu ayat dari surat an-Nahl yang mempunyai hubungan erat dengan kompetensi sosial guru, yaitu:
Firman Allah SWT:
¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? (النحل : ٩۰)

Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.[30] (Q.S. an-Nahl : 90)

Tafsir:
Pada ayat ini ada beberapa perintah Allah untuk hamba-hambanya, yaitu; Adl, Ihsan, itaidzi-l-qurba, yanha ani-l-fakhsya’ wa-l-munkar, dan al-bagy.
1)      Adl (berbuat adil) العدل  berasal dari kata عدل  yang mempunyai arti berbuat adil. Menurut Ismail bin Umar bin Katsir dalam tafsir Ibn Kastir al-Adl mempunyai makna kesetaraan atau keseimbangan. Seperti yang tercantum pada indikator kompetensi sosial yang pertama yaitu “Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.” Kata adil mewakili bertindak sesuai aturan dan tidak diskriminatif.
Para ulama berpendapat bahwa adil adalah wad’u-syai makӑnahu atau meletakkan suatu pada tempatnya. Sebagai seorang guru tak lazim jika mendiskriminasi seorang murid karena faktor tertentu. Baik itu suku, kondisi fisik, latar belakang keluarga maupun ekonomi. Karena semua hak murid adalah sama yaitu mendapatkan pendidikan yang baik dari seorang guru.
2)      Ihsan (Berbuat baik) الاحسان  berasal dari kataاحسن  yang mempunyai makna berbuat baik. Dalam kontek ini sangat komprehensif dengan indikator kompetensi sosial ke-2. Yaitu: “Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat”.
Selama ini beberapa umat muslim sering kali memaknai ihsan dengan berbuat baik, padahal lebih dari itu. Husni dalam jurnal ilmu agama dan kebudayaan “at-Tajdid” mengemukakan bahwa sebenarnya makna ihsan tidak hanya itu. Menurut para mufasir ihsan dapat dimaknai sebagai berikut: (a) melaksanakan segenap kewajiban, (b) sabar dalam menerima segala perintah dan larangan Allah, (c) taat dan senantiasa menyempurnakan ketaatan, baik kadar maupun caranya, (d) memaafkan, (e) ikhlas, (f) merasakan kehadiran Allah, (g) penekanan pada aspek esoteris dibandingkan pada dunia eksoteris, (h) ilmu, (i) memegang teguh kebenaran, (j) memiliki pengertian yang baik tentang ajaran-ajaran Allah yang lurus, dan (k) memiliki pemahaman tentang hukum yang layak diterapkan di kalangan masyarakat Islam.[31]
Akhirnya, setelah kita amati lebih jauh. Konsep ihsan mampu mengcover beberapa kompetensi sosial guru yang telah ditetapkan dalam  departemen pendidikan nasional RI, penilaian kinerja  guru,  dan panduan sertifikasi tahun 2006.
3)       Ìtӑidzi-l-qurba (memberi kepada kaum kerabat). Imam al Husain bin Mas’ud al baghowi memaknai Ìtӑidzi-l-qurba dengan shilaturrahm (menyambung tali silaturahmi). Memang menyambung tali silaturahmi ini memang teralu umum, namun secara garis besar termasuk bagian dari hubungan horizontal antara hamba dengan hamba yang lain dan juga termasuk bagian dari hubungan sosial.
4)      Yanha ani-l-fakhsya'wa-l-munkar (melarang dari perbuatan keji,  mungkar). Sudah sepatutnya seorang guru menjadi sosok panutan bukan hanya bagi para peserta didik, namun juga masyarakat. Sosok guru dahulu hingga sekarang (mungkin) mendapat gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Karena suri tauladan yang disampaikan, selain menyuruh pada kebaikan juga melarang pada hal-hal yang fasik dan mungkar. Sebenarnya perintah melaksanakan hal yang baik dan melarang hal yang berlawanan dengannya adalah sejalan dengan salah satu qoidah fiqhiyah yang berbunyi “amrun bi-s-syai, nahyun an-dhiddihi”. Sebagaimana hal ini digambarkan oleh Allah SWT. dalam al-Qur'an.
Firman Allah SWT:
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# (ال عمران ١١۰) 

Artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.[32] (Q.S. ali-Imran : 110)

5)      Al-bagy (permusuhan). Sedangkan kata bagho menurut Imam Ismail bin Umar bin Katsir mempunyai artian udwӑn a’lannӑss (permusuhan sesama manusia). Memang hal ini menjadi suatu hal yang amat ironi jika seorang guru menjadi tukang adu domba antara murid atau sesama pendidik. Kata bagyu menjadi salah satu peran buruk dalam dunia pewayangan yang diungkapkan oleh sunan kalijaga, yaitu Bagong seorang lakon yang suka mengadu domba antara pandawa.
d.      Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran.
Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.
Kompetensi atau kemampuan kepribadian yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek:
1)      Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas  sebagai sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan mengajarnya harus disambut oleh siswa sebagai suatu seni pengelolaan proses pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak pernah putus.
2)      Dalam melaksakan proses pembelajaran, keaktifan siswa harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong siswa untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai kontek materinya.
3)      Di dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan. Misalnya bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, korelasi dan prinsip-prinsip lainnya.
4)      Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir secara benar, agar tes yang digunakan dapat memotivasi siswa belajar.
Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses pembelajaran dapat diamati dari aspek-aspek:
1)      Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
2)      Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
3)      Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.
4)       Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektife.
5)      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.[33]
Dalam Islam setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional yang dalam arti luas profesional dapat diartikan dilakukan secara benar. Hal ini hanya mungkin dilakukan oleh orang yang ahli.
Sabda Rasûlullah SAW:
عَنْ أَبِى ھرَیْرَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنهُ قَالَ:...قَالَ: إِذَاوُسِدَ الأَمْرُ إِلَى غَیْرِأَھْلِهِ فَانْتَظِرُوْا ألسَّاعَةٌ (رواه البخاري)
Artinya:
“Dari Abi Huraira r.a. berkata:… Rasûlullah SAW bersabda: bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. (HR. Bukhari)[34]

Maksud dari menyerahkan suatu urusan atau pekerjaan kepada orang lain yang bukan ahlinya adalah menyerahkannya kepada orang-orang yang tidak mengerti, tidak sanggup, tidak cakap, tidak jujur dan tidak pantas mengerjakannya, akibatnya adalah kehancuran dan kebinasaan.[35]
Profesional dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus dibidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa untuk menjadi guru yang profesional diperlukan pendidikan lanjut di dalam pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Mengingat pentingnya guru profesional dalam Hadits Mukhtashar Shahih Muslim disebutkan.
Sabda Rasûlullah SAW:
عَنْ عَبْدِالله ابْن عَمْرُوبْن العَاص رَضِيَ لله عَنْهُمَا قال:سَمِعْتُ رسول الله صلّى الله عليه و سلّم يقول:اِنَّ الله لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ إِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ
الْعِلْمَ بِقَبْضِ اْلعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَالَمْ يَتْرُكْ عَالِمًاإِتَّخَذَالنَّاسُ رُؤُسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوْا فَافْتَوْبِغَيْرِعِلْمِ فَضَلُّواوَأَضَلُّوا (رواه متفق عليه)

Artinya:
Abdullah bin Amru ibnul’Ash mengatakan bahwa Rasûlullah SAW. bersabda, Sesungguhnya Allah tidaklah menahan ilmu dari manusia, tetapi dia akan menahan ilmu dengan di tahannya (diambilnya) para ulama, sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang alim ahli maka manusia selalu mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka. Maka bertanyalah orang-orang, lalu dijawablah dengan tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan”. (HR. Bukhari, Muslim).[36]

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwasanya seorang pemimpin haruslah orang yang mempunyai keahlian oleh karena itu dianjurkan untuk menguasai ilmu pengetahuan agar rakyatnya atau umatnya tidak tertindas dan mampu membawa mereka kejalan yang lebih baik demikan juga dengan umatnya untuk menuntut ilmu sebagai bekal ilmu pengetahuan dan penerus sebagai pemimpin yang profesional. Adapun mengenai profesional dalam al-Qur'an dijelaskan.
Firman Allah SWT:
ö@è% ÉQöqs)»tƒ (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏB$tã ( t$öq|¡sù šcqßJn=÷ès? `tB Ücqä3s? ¼çms9 èpt7É)»tã Í#¤$!$# 3 ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムšcqßJÎ=»©à9$# (الانعام : ١٣٥) 
Artinya:
Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.[37] (Q.S. al-An’am : 135)

Dalam terjemah tafsir al-Maraghi, kalimat:
öNà6ÏGtR%s3tBn?tã#qè=yJôã$#
Mengandung pengertian bahwa seseorang harus sesuai dengan kemampuan dan keahlian bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing, sehingga mereka mampu menangani pekerjaannya dan mampu mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya guna kemajuan hasil kerja. Dan mereka akan selalu mendapat petunjuk Allah SWT.[38]
Untuk menjadi guru yang profesional seorang guru hendaknya memenuhi kompetensi profesional guru. Kompetensi profesional guru pada garis besarnya ada tiga macam, yaitu:
1)      Seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya.
2)      Seorang guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya (transfer of knowledge) kepada murud-muridnya secara efektif dan efisien.
3)      Seorang guru yang profesional harus berpegang teguh pada kode etik profesional.[39]
2.      Melalui Indikator Kinerja Guru dan Penilaianya
a.       Indikator Kinerja Guru
Berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru. Georgia Departemen of Education telah mengembangkan teacher performance assessment instrument yang kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Alat penilaian kemampuan guru, meliputi: (1) rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut dengann RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), (2) prosedur pembelajaran (classroom procedure), dan (3) hubungan antar pribadi (interpersonal skill).
Indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran dikelas yaitu:
1)      Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran
Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yaitu mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Unsur/komponen yang ada dalam silabus terdiri dari:
a)      Identitas Silabus
b)      Stándar Kompetensi (SK)
c)      Kompetensi Dasar (KD)
d)     Materi Pembelajaran
e)      Kegiatan Pembelajaran
f)       Indikator
g)      Alokasi waktu
h)      Sumber pembelajaran
Program pembelajaran jangka waktu singkat sering dikenal dengan sitilah RPP, yang merupakan penjabaran lebih rinci dan specifik dari silabus, ditandai oleh adanya komponen-komponen:
a)      Identitas RPP
b)      Stándar Kompetensi (SK)
c)      Kompetensi dasar (KD)
d)     Indikator
e)      Tujuan pembelajaran
f)       Materi pembelajaran
g)      Metode pembelajaran
h)      Langkah-langkah kegiatan
i)        Sumber pembelajaran
j)        Penilaian
2)      Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar, dan penggunaan metode serta strategi pembejaran. Semua tugas tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya menuntut kemampuan guru.

a)      Pengelolaan Kelas
Kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru dalam pengelolaan kelas. Kemampuan guru dalam memupuk kerjasama dan disiplin siswa dapat diketahui melalui pelaksanaan piket kebersihan, ketepatan waktu masuk dan keluar kelas, melakukan absensi setiap akan memulai proses pembelajaran, dan melakukan pengaturan tempat duduk siswa. Kemampuan lainnya dalam pengelolaan kelas adalah pengaturan ruang/setting tempat duduk siswa yang dilakukan pergantian, tujuannya memberikan kesempatan belajar secara merata kepada siswa.
b)      Penggunaan Media dan Sumber Belajar
Kemampuan lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran yang perlu dikuasai guru di samping pengelolaan kelas adalah menggunakan media dan sumber belajar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (materi pembelajaran), merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses pembelajaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah buku pedoman. Kemampuan menguasai sumber belajar di samping mengerti dan memahami buku teks, seorang guru juga harus berusaha mencari dan membaca buku-buku/sumber-sumber lain yang relevan guna meningkatkan kemampuan terutama untuk keperluan perluasan dan pendalaman materi, dan pengayaan dalam proses pembelajaran. Kemampuan menggunakan media dan sumber belajar tidak hanya menggunakan media yang sudah tersedia seperti media cetak, media audio, dan media audio visual. Tatapi kemampuan guru di sini lebih ditekankan pada penggunaan objek nyata yang ada di sekitar sekolahnya. Dalam kenyataan di lapangan guru dapat memanfaatkan media yang sudah ada (by utilization) seperti globe, peta, gambar dan sebagainya, atau guru dapat mendesain media untuk kepentingan pembelajaran (by design) seperti membuat media foto, film, pembelajaran berbasis komputer, dan sebagainya.
c)      Penggunaan Metode Pembelajaran
Kemampuan berikutnya adalah penggunaan metode pembelajaran. Guru diharapkan mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat dari berbagai sudut, namun yang penting bagi guru metode manapun yang digunakan harus jelas tujuan yang akan dicapai.
Karena siswa memiliki interes yang sangat heterogen idealnya seorang guru harus menggunakan multi metode, yaitu memvariasikan penggunaan metode pembelajaran di dalam kelas seperti metode ceramah dipadukan dengan tanya jawab dan penugasan atau metode diskusi dengan pemberian tugas dan seterusnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan siswa, dan menghindari terjadinya kejenuhan yang dialami siswa.
3)      Evaluasi/Penilaian Pembelajaran
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahp ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi. Pendekatan atau cara yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi/penilaian hasil belajar adalah melalui Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
PAN adalah cara penilaian yang tidak selalu tergantung pada jumlah soal yang diberikan atau penilaian dimasudkan untuk mengetahui kedudukan hasil belajar yang dicapai berdasarkan norma kelas. Siswa yang paling besar skor yang didapat di kelasnya, adalah siswa yang memiliki kedudukan tertinggi di kelasnya.
Sedangkan PAP adalah cara penilaian, dimana nilai yang diperoleh siswa tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes yang dapat dikuasai siswa. Nilai tertinggi adalah nilai sebenarnya berdasarkan jumlah soal tes yang dijawab dengan benar oleh siswa. Dalam PAP ada passing grade atau batas lulus, apakah siswa dapat dikatakan lulus atau tidak berdasarkan batas lulus yang telah ditetapkan. Pendekatan PAN dan PAP dapat dijadikan acuan untuk memberikan penilaian dan memperbaiki sistem pembelajaran.
Kemampuan lainnya yang perlu dikuasai guru pada kegiatan evaluasi/penilaian hasil belajar adalah menyusun alat evaluasi. Alat evaluasi meliputi: tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Seorang guru dapat menentukan alat tes tersebut sesuai dengan materi yang disampaikan. Bentuk tes tertulis yang banyak dipergunakan guru adalah ragam benar / salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi, dan jawaban singkat.
Tes lisan adalah soal tes yang diajukan dalam bentuk pertanyaan lisan dan langsung dijawab oleh siswa secara lisan. Tes ini umumya ditujukan untuk mengulang atau mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya. Tes perbuatan adalah tes yang dilakukan guru kepada siswa. Dalam hal ini siswa diminta melakukan atau memperagakan sesuatu perbuatan sesuai dengan materi yang telah diajarkan seperti pada mata pelajaran kesenian, keterampilan, olahraga, komputer, dan sebagainya.
Indikasi kemampuan guru dalam penyusunan alat-alat tes ini dapat digambarkan dari frekuensi penggunaan bentuk alat-alat tes secara variatif, karena alat-alat tes yang telah disusun pada dasarnya digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar.

Di samping pendekatan penilaian dan penyusunan alat-alat tes, hal lain yang harus diperhatikan guru adalah pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan hasil belajar, yaitu:
a)      Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran yang tidak dipahami oleh sebagian kecil siswa, guru tidak perlu memperbaiki program pembelajaran, melainkan cukup memberikan kegiatan remidial bagi siswa-siswa yang bersangkutan.
b)      Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami oleh sebagian besar siswa, maka diperlukan perbaikan terhadap program pembelajaran, khususnya berkaitan dengan bagian-bagian yang sulit dipahami.
Mengacu pada kedua hal tersebut, maka frekuensi kegiatan pengembangan pembelajaran dapat dijadikan indikasi kemampuan guru dalam pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi:
a)      Kegiatan remidial, yaitu penambahan jam pelajaran, mengadakan tes, dan menyediakan waktu khusus untuk bimbingan siswa.
b)      Kegiatan perbaikan program pembelajaran, baik dalam program semesteran maupun program satuan pelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu menyangkut perbaikan berbagai aspek yang perlu diganti atau disempurnakan.[40]
b.      Indikator Abilitas Guru
Abilitas adalah faktor yang penting dalam meningkatkan produktivitas kerja, abilitas berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki individu.
Abilitas dapat dipandang sebagai suatu karakteristik umum dari seseorang yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diwujudkan melalui tindakan. Abilitas seorang guru secara aplikatif indikatornya dapat digambarkan melalui delapan keterampilan mengajar (teaching skills), yakni:
1)      Keterampilan Bertanya (Questioning skills)         
Dalam proses pembelajaran, bertanya memainkan peranan penting, hal ini dikarenakan pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik melontarkan pertanyaan yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa, yiatu:
a)      Meningkatkan pastisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b)      Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu masalah yang sedang dibicarakan.
c)      Mengembangkan pola fikir dan cara belajar aktif dari siswa, karena pada hakikatnya berpikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya.
d)     Menuntun proses berpikir siswa, sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik.
e)      Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.[41]
Pertanyaan yang baik menurut M. Uzer Usman[42] adalah:
a)      Jelas dan mudah dimengerti oleh siswa.
b)      Berikan informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan.
c)      Difokuskan pada suatu masalah atau tugas tertentu.
d)     Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan.
e)      Berikan pertanyaan kepada seluruh siswa secara merata.
f)       Berikan respon yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian siswa untuk menjawab dan bertanya.
g)      Tuntunlah jawaban siswa sehingga mereka dapat menemukan sendiri jawaban yang benar.
2)      Keterampilan Memberi Penguatan (Reinforcement Skills)
Penguatan adalah segala bentuk respon apakah bersifat verbal (diungkapkan dengan kata-kata langsung seperti: bagus, pintar, ya, betul, tepat sekali, dan sebagainya), maupun nonverbal (biasanya dilakukan dengan gerak, isyarat, pendekatan, dan sebagainya) merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi siswa atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan atau koreksi.
Reinforcement dapat berarti juga respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Tindakah tersebut dimaksudkan untuk memberikan ganjaran atau membesarkan hati siswa agar mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi pembelajaran.
Tujuan dari pemberian penguatan ini adalah untuk:
a)      Meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran.
b)      Merangsang dan meningkatkan motivasi belajar.
c)      Meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif.
Ada 4 cara dalam memberikan penguatan (reinforcement) yaitu:
a)      Penguatan kepada pribadi tertentu. Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan, yaitu dengan cara menyebutkan namanya, sebab bila tidak jelas akan tidak efektif.
b)      Penguatan kepada kelompok siswa, yaitu dengan memberikan penghargaan kepada kelompok siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
c)      Pemberian penguatan dengan cara segera. Penguatan seharusnya diberikan sesegera mungkin setelah muncul tingkah laku/respon siswa yang diharapkan. Penguatan yang ditunda cenderung kurang efektif.
d)     Variasi dalam penggunaan. Jenis penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi, tidak terbatas pada satu jenis saja karena akan menimbulkan kebosanan, dan lama kelamaan akan kurang efektif.
3)      Keterampilan Mengadakan Variasi
Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi pembelajaran yang ditujukan untuk mengatasi kejenuhan siswa, sehingga dalam situasi belajar mengajar, siswa menunjukkan ketekunan, antusiasme serta penuh partisipasi. Tujuan dan manfaat variation skills adalah untuk:
a)      Menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek pembelajaran yang relevan.
b)      Memberikan kesempatan berkembangnya bakat yang dimiliki siswa
c)      Memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik.
d)     Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima pelajaran yang disenangi.
Ada tiga prinsip penggunaan variation skills yang perlu diperhatikan guru yaitu:
a)      Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai.
b)      Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu kegiatan pembelajaran.
c)      Direncanakan secara baik, dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
4)      Keterampilan Menjelaskan (Explaning skills)
Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan lainnya, misalnya sebab dan akibat. Penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan disajikan dengan urutan yang cocok merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan. Pemberian penjelasan merupakan aspek yang sangat penting dari kegiatan guru dalam berinteraksi dengan siswa di dalam kelas.
Tujuan pemberian penjelasan dalam pembelajaran adalah: (1) membimbing siswa untuk dapat memahami konsep, hukum, dalil, fakta, dan prinsip secara objektif dan bernalar; (2) melibatkan siswa untuk berfikir dengan memacahkan masalah-masalah atau pertanyaan; (3) mendapatkan balikan dari siswa mengenai tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahpahaman siswa; dan (4) membimbing siswa untuk menghayati dan mendapat proses penalaran dan menggunakan bukti-bukti dalam memecahkan masalah.
Adapun Komponen-komponen dalam Menjelaskan (explaning skills) adalah:
a)      Merencanakan
Penjelasan yang dilakukan guru perlu direncanakan dengan baik, terutama yang berkenaan dengan isi materi dan siswa itu sendiri. Isi materi meliputi analisis masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang ada di antara unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan rumus, hukum, generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. Hal-hal yang berhubungan dengan siswa hendaknya diperhatikan perbedaan individual tiap sisa baik itu usia, tugas perkembangan, jenis kelamin, kemampuan, interes, latar belakang sosial budaya, bakat, dan lingkungan belajar anak.
b)      Penyajian Suatu Penjelasan
Penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya dengan memperhatikan hal-hal berikuti ini: (1) Kejelasan. Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa, hindari penggunaan kata yang tidak perlu. (2) Penggunaan Contoh dan Ilustrasi. Memberikan penjelasan sebaiknya menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual). (3) Pemberian Tekanan. Dalam memberikan penjelasan guru harus memusatkan perhatian siswa kepada masalah/topik utama dan mengurangi informasi yang tidak terlalu penting. (4) Penggunaan Balikan. Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pemahaman, keraguan, atau ketidakmengertian siswa ketika penjelasan itu diberikan.
5)      Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran (Set Induction and Closure Skills)
Membuka pelajaran (set insuction) adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan pra-kondisi bagi siswa agar mental maupun perhatiannnya terpusat pada apa yang akan dipelajarinya, sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar. Menutup pelajaran (closure) adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses pembelajaran.[43]
Komponen membuka dan menutup pelajaran sebagaimana dijelaskan M. Uzer Usman adalah sebagai berikut[44]:
a)Membuka Pelajaran
Membuka Pelajaran, komponennya meliputi:
(1)       Menarik perhatian siswa. Gaya mengajar, penggunaan media pembelajaran atau pola interaksi yang bervariasi. Menimbulkan motivasi, disertasi kehangatan dan keantusiasan, menimbulkan rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan dan memperhatikan minat atau interest siswa.
(2)       Bemberi acuan melalui berbagai usaha, seperti mengemukakan tujuan pembelajaran dan batas-batas tugas, menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan, mengingatkan masalah pokok yang akan diba-has dan mengajukan beberapa pertanyaan.
(3)       Memberikan apersepsi (memberikan kaitan antara materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari) sehingga materi yang dipelari merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisah-pisah.
b)      Menutup Pelajaran
Dalam menutup pelajaran, cara yang harus dilakukan guru adalah:
(1)        Meninjau kembali penguasaan materi pokok dengan merangkum atau menyimpulkan hasil pembelajaran.
(2)        Melakukan evaluasi. Bentuk evaluasi yang dilakukan oleh guru antara lain adalah mendemonstrasikan keterampilan, mengaplikasikan ide baru pada situasi lain, mengeksplorasi pendapat siswa sendiri dan memberikan soal-soal tertulis.
6)      Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok siswa dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan dan pemacahan masalah. Siswa berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil di bawah bimbingan guru atau temannya untuk berbagi informasi, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan.
Komponen-komponen yang perlu dikuasai guru dalam membimbing diskusi kelompok yaitu:
a)      Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi, dengan cara merumuskan tujuan dan topik yang akan dibahas pada awal diskusi, kemukakan masalah-masalah khusus, catat perubahan atau penyimpangan diskusi dari tujuan dan merangkum hasil diskusi.
b)      Memperjelas masalah, untuk menghindari kesalahpahaman dalam memimpin diskusi seorang guru perlu memperjelas atau menguraikan permasalahan, meminta komentar siswa, dan menguraikan gagasan siswa dengan memberikan informasi tambahan agar kelompok peserta diskusi memperoleh pengertian yang lebih jelas.
c)      Menganalisis pandangan siswa. Adanya perbedaan pendapat dalam diskusi, menuntut seorang guru harus mampu menganalisis dengan cara memperjelas hal-hal yang disepakati dan hal-hal yang perlu disepakati di samping meneliti apakah suatu alasan mempunyai dasar yang kuat.
d)     Meningkatkan urunan siswa, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang, memberikan contoh dengan tepat, dan memberikan waktu untuk berpikir dan memberikan urun pendapat siswa dengan penuh perhatian.
e)      Memberikan kesempatan untuk berpartisipasi, dilakukan dengan cara memancing pertanyaan siswa yang enggan berpartisipasi, memberikan kesempatan pada siswa yang belum bertanya (diam) terlebih dahulu, mencegah monopoli pembicaraan, dan mendorong siswa untuk berkomentar terhadap pertanyaan temannya.
f)       Menutup diskusi, yaitu membuat rangkuman hasil diskusi, menindaklanjuti hasil diskusi dan mengajak siswa untuk menilai proses maupun hasil diskusi.
g)      Hal-hal yang perlu dihindari yaitu mendominasi/monopoli pembicaraan dalam diskusi, membiarkan terjadinya penyimpangan dalam diskusi.
7)      Keterampilan Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses pembelajaran, seperti penghentian perilaku siswa yang memindahkan perhatian kelas, memberikan ganjaran bagi siswa yang tepat waktu dalam dalam menyelesaikan tugas atau penetapan norma kelompok yang produktif.
Komponen-komponen dalam mengelola kelas adalah sebagai berikut:
a)      Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal, seperti menunjukkan sikap tanggap, memberikan perhatian, memusatkan perhatian kelompok, memberikan petunjuk yang jelas, menegur bila siswa melakukan tindakan menyimpang, memberikan penguatan (reinforcement).
b)      Keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal, yaitu berkaitan dengan respon guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat melakukan tindakan remidial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.
Guru dapat menggunakan strategi:
a)      Modifikasi tingkah laku. Guru hendaknya menganalisis tingkah laku siswa yang mengalami masalah/kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.
b)      Guru menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara memperlancar tugas-tugas melalui kerjasama di antara siswa dan memelihara kegiatan-kegiatan kelompok.
c)      Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. Di samping dua jenis keterampilan di atas, hal lain yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pengelolaan kelas adalah menghindari campur tangan yang berlebihan, menghentikan penjelasan tanpa alasan, ketidaktepatan memulai dan mengakhiri kegiatan, penyimpangan, dan sikap yang terlalu membingungkan.
8)      Keterampilan Pembelajaran Perseorangan
Pembelajaran ini terjadi bila jumlah siswa yang dihadapi oleh guru terbatas yaitu antara 3-8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang untuk perseorangan. Hakikat pembelajaran perseorangan adalah:
a)      Terjadinya hubungan interpersonal antara guru dengan siswa dan juga siswa dengan siswa.
b)      Siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.
c)      Siswa mendapat bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhannya.
d)     Siswa dilibatkan dalam perencanaan kegiatan pembelajaran. Peran guru dalam pembelajaran perseorangan ini adalah sebagai organisator, nara-sumber, motivator, fasilitator, konselor dan sekaligus sebagai peserta kegiatan. 
Komponen-komponen yang perlu dikuasi guru berkenaan dengan pembelajaran perseorangan ini adalah:
a)      Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi.
b)      Keterampilan mengorganisasi.
c)      Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar, yaitu memungkinkan guru membantu siswa untuk maju tanpa mengalami frustasi. Hal ini dapat dicapai bagi guru yang memiliki keterampilan dalam memberikan penguatan dan mengembangkan supervisi.
d)     Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mencakup membantu siswa menetapkan tujuan dan menstimulasi siswa untuk mencapai tujuan tersebut, merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa yang mencakup kriteria keberhasilan, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, waktu serta kondisi belajar, bertindak sebagai supervisor dan membantu siswa menilai pencapaiannya sendiri.[45]


[1] E. Mulyasa, op. cit., h. 24
[2] Dedi Supriadi, op. cit., h. 348
[3] Departemen Pendidikan Nasional RI, Penilaian Kinerja  Guru, (Jakarta: Direktur Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK, 2008), h. 4
[4] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 75
[5] Muhammad bin Yazid Abu ‘Abdullah al-Qazwiniy, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Fikri), t.th., jilid  1, h. 224
[6] Ahmad bin Hanbal Abu ‘Abdullah asy-Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, (Mesir: Muassasah Qurtubah), t.th., jilid 2, h. 22650
[7] A. Zakaria, Etika Hidup Seorang Muslim, (Garut: Ibnu Azka, 2003), h. 191
[8] Depag. RI, op.cit., h. 799
[9] Ibid., h. 383
[10] Ibid., h. 904
[11] A. Zakaria, op.cit., h. 47
[12] Ibid., h. 191
[13] E. Mulyasa, op.cit., h. 121
[14] Syaipul Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 34
[15] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 254
[16] E. Mulyasa, op.cit., h. 122
[17] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2009), h. 88 
[18] Syaiful Sagala, op.cit., h. 34
[19]  Ibid., h. 35
[20] Uyoh Sadullah, Pedagogiek (Ilmu Mendidik), (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 165
[21] Ibid., h. 166
[22] Depag. RI, op.cit., h. 510
[23] Jamal Ma’mur Asmani, op.cit., h. 79
[24] E. Mulyasa, op.cit., h. 46
[25] Depag. RI, op.cit., h. 8
[26] E. Mulyasa, op.cit., h. 129
[27] Ibid.,
[28] Depag. RI, op.cit., h. 595
[29] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam Telaah Komponen Dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: 2006), h. 14
[30] Depag. RI, op.cit., h. 377
[31] Husni, Konsep Ihsan dalam Pemikiran Para Mufassir, (at- Tajdid, 2008), h. 20
[32] Depag. RI, op.cit., h. 80
[33] Ibid., h. 8
[34] Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdullah al-Bukhari al-Ja’fi, op.cit., h. 33
[35] Zainuddin Hamidy, dkk, Terjemah Hadits Bukhari (Jakarta: Widya, 1982), h. 40
[36] M. Nashiruddin Al-Bani, Ringkasan Shahih Muslim, terj., Elly Lathifah (Jakarta: Gema Insani, 2008), h. 940.
[37] Depag. RI, op.cit., h. 195
[38] Ahmad Mushtafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, terj., Bahrun Abu Bakar,dkk (Semarang: CV Toha Putra, 1989), h. 68
[39] Abuddin Nata, Menejemen Pendidikan, (Jakarta: Fajar Interpratama, 2000), h. 141
[40] Ibid., h. 26
[41] Ibid., h. 27
[42] M. Uzer Usman, op.cit., h. 65
[43] Departemen Pendidikan Nasional RI, op.cit., h. 30
[44] M. Uzer Usman, op.cit., h. 85
[45]  Departemen Pendidikan Nasional RI, op.cit., h. 34

Tidak ada komentar: