Cari Blog Ini

Kamis, 05 Juli 2018

ASPEK PSIKOLOGIS BELAJAR


ASPEK PSIKOLOGIS BELAJAR

A.    Pengertian Psikologi Belajar
Psikologi belajar adalah sebuah frase yang terdiri dari dua kata, yaitu  psikologi dan belajar. Psikologi berasal dari bahasa Yunani kuno psyche artinya jiwa dan logos artinya kata. Dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental ini secara langsung karena sifanya abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tangkah laku dan proses atau kegiatanya, sehingga psikologi dapat difenisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Jadi pengertian psikologi secara harfiah adalah ilmu tentang jiwa.[1] didalam kamus psikologi kata psychology diartikan ilmu yang mempelajari proses-proses mental dan perilaku makhluk hidup, ataupun proses mental dan perilaku itu sendiri.[2]
Wood dan marquis mengemukakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari aktifitas individu semenjak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia dalam hubunganya dengan alam sekitar.[3] Istilah psikologi digunakan pertama kali oleh seorang ahli kerkebangsaan Jerman bernama Philip Malancchoto pada tahun 1530. Istilah istilah psikologi sebagai ilmu jiwa tidak digunakan lagi 1878 yang dipelopori oleh  J.B. Watson sebagai ilmu yang mempelajari perilaku karena ilmu pengetahuan menghendaki objek yang dapat diamati, dicatat dan diukur, jiwa dipandang terlalu abstrak, dan jiwa hanyalah salah satu aspek kehidupan individu. Psikologi dapat disebut sebagai ilmu yang mandiri karena memenuhi syarat sebagai berukut :
1.      Secara sistematis psikologi dipelajari melalui penelitian-penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah
2.      Memiliki struktur keilmuan yang jelas
3.      Memiliki objek formal dan material
4.      Menggunakan metode ilmiah seperti eksperimen, observasi, case history, tes, and measurement
5.      Memiliki terminologi khusus seperti bakat, motivasi, intelegensi, kepribadian.
6.      Dapat diaplikasikan dalam berbagai adegan kehidupan.[4]
Sedangkan belajar itu sendiri secara sederhana dapat diberi defenisi sebagai aktifitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagaihasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Aktivitas disini dipahami sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik, menuju ke perkembangan pribadi individu seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta (kognitif), rasa (efektif), dan karsa (psikomotor).[5]
Dalam pengertian psikologi belajar merupakan suatu proses yang bersifat internal. Perubahan yang menjadi fokus pengertian belajar tidak dapat terlihat secara kasat mata, dalam arti konkret. Ia terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami proses belajar. Proses perubahan tersebut terjadi pada wilayah sikap, kecerdasan motorik, dan sensorik, dan keadaan psikis. Adapun yang terlihat secara kasat mata adalah hasil perubahan. Bahasa teknisnya sikap yang diartikan sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar.[6]
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi belajar adalah sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu belajar atau melakukan pembelajaran.  
  
B.     Aspek-aspek psikologis yang berhubungan dengan belajar
Ada beberapa aspek psikologi yang berhubungan dengan belajar pada anak-anak yang masih usia sekolah yitu :
1.      Motivasi
a.       Pengertian
Secara etimologis, motif atau dalam bahasa Inggrisnya motive, berasal dari kata motion, yang bearti “gerakan” atau “sesuatu yang bergerak”. Jadi istilah“ motif erat kaitanya dengan “gerak” yakni gerakan dilakukan oleh manusia, atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku. Motif dalam psikologi bearti ransangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku.[7]
Motivasi atau motif merupakan pengertian-pengertian yang utama dalam kegiatan dan perilaku manusia, baik secara umum maupun secara khusus dalam interaksi sosial. Pengertian motif adalah semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu. Semua perilaku manusia pada hakikatnya mempunyai motif.  Juga  perilaku yang disebut perilaku secara reflek dan berlangsung secara reflek dan berlangsung secara otomatis, mempunyai maksud tertentu walaupun maksud itu tidak selalu disadari oleh manusia dengan lebih sempurna maka patutlah dipahami. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak lainya yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu memberi tujuan dan arah kepada perilaku manusia, juga kegiatan yang dilakukan setiap hari, mempunyai motif-motif tertentu.  
Untuk memahami susunan motif yang mendorong seseorang manusia berbuat sesuatu yang tidak kita mengerti, kerap kali tidak mudah. Untuk mengetahui perlu dipahami riwayat dan struktur kepribadian, perbuatanya sendiri, kondisi-kondisi dilingkunganya dimana perbuatan itu dilakukan dan saling berhubungan antara ketiga faktor tersebut.
Ditinjau dari sudut asalanya, motif-motif pada diri manusia itu pernah digolongkan kedalam motof-motof biogenetis dan motif sosiogenetis. Pengertian motif biogentis adalah motif yang berkembang pada diri orang dan berasal dari organismenya sebagi makhluk biologis. Sedangakan pengertian motif sosiogenetis adalah motif yang berasal dari lingkungan kebudayaan. Motif biogenetis merupakan motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme orang demi kelanjutan hidupnya secara biologis. Motif biogenetis bercorak universal dan kurang terikat pada lingkungan kebudayaan tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif biogenetis adalah asli di dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya.
Motif sosiogentis adalah motif yang dipelajari orang dan berasal dari lingkungan kebudayaan dimana orang itu berada dan berkembang. Motif sosiogenetis tidak berkembang dengan sendirinya tetapi berdasarkan interaksi sosial dengan orang lain atau hasil kebudayaanya. Macam-macam motif sosiogenetis itu banyak sekali dan berbeda-beda tergantung corak kebudayaan di dunia. Banyak motif orang dewasa motif merupakan motif sosiogenetis, walau kadang-kadang merupakan motif biogenetis yang dipengaruhi oleh unsur kebudayaan masyarakat tertentu.
Motif teogenetis berasal dari interaksi antara manusia denga Tuhan seperti yang nyata dalam ibadahnya dan dalam kehidupanya sehari-hari dimana ia berusaha merealisasi norma-norma agama tertentu.

b.      Unsur-unsur motivasi terdiri dari :
(1)   Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya memerlukan ransangan baik dari dalam maupun dari luar.
(2)   Motivasi seringkali ditandai dengan perilaku yang penuh emosi
(3)   Motivasi merupakan reaksi pilihan dari beberapa alternatif pencapaian tujuan.
(4)   Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam diri manusia.[8]

c.       Motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
(1)   Motivasi instrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Motivasi ini  berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas. Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Dorongan untuk belajar bersumber pada kebutuhan, yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi motivasi intrinsik muncul berdasarkan kesadaran dengan tujuan esensial, bukan sekedar atribut dan seremonial.[9]
(2)   Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman.motivasi ini berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Perilaku yang dilakukan dengan motivasi ekstrinsik penuh dengan kekhawatiran, kesangsian apabila tidak tercapai kebutuhan.[10]
Motivasi ekstrinsik diperlukan agar anak didik mau belajar, berbagai macam cara bisa dilakukan agar anak didik termotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat anak didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya.
d.      Fungsi motivasi dalam belajar
Ada tiga jenis motivasi dalam pembelajaran, yaitu[11] :
(1)   Motivasi sebagai pendorong perbuatan, anak didik harus mempunyai keyakinan dan pendirian tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk mencari tahu tentang sesuatu. Sikap itulah yang mendasari dan mendorong kearah sejumlah perbuatan dalam belajar. Jadi yang berfungsi sebagai pendorong untuk mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.
(2)   Motivasi sebagai penggerak perbuatan, dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik. Disinik anak didik susah melakukan aktifitas belajar dengan segenab jiwa dan raga.
(3)   Motivasi sebagai pengarah perbuatan, anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Seorang anak didik yang ingin mendapatkan sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu, tidak mungkin dipaksakan untuk mendapatkan mata pelajaran yang lain.
  
Dalam psikologi Agama ada empat motivasi yang menyebabkan seseorang beragama, adalah sebagai berikut :
(1)   Agama sebagai sarana untuk mengatasi frustasi
Manusia mempunyai kebutuhan dalam kehidupanya, mulai dari kebutuhan fisik, seperti makanan, pakaian, istirahat, dan seksual sampai pada kebutuhan psikis sifatnya seperti keamanan, ketentraman, persahabatan penghargaan dan cinta kasih. Maka ia akan mendorong untuk memuaskan kebutuhan dan keinginanya itu. Apabila kebutuhan tidak terpenuhi maka terjadi ketidak seimbangan, yakni antara antara kebutuhan dengan pemenuhan maka hal ini akan menimbulkan kekecewaan dan tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan ini yang disebut  frustasi. Frustasi itu dapat menimbulkan tingkah laku keagamaan.
(2)   Agama sebagai sarana untuk menjaga kesusialaan
Agama memiliki kontribusi terhadap proses sosialisasi dan masing-masing anggota masyarakat. Setiap individu disaat ia tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntutan umum untuk mengarahkan aktifitas dalam masyarakat yang berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadianya. Nilai-nilai keagamaan dalam hal ini merupakan landasan bagi nilai-nilai sosial, dimana nilai-nilai itu penting sekali untuk mempertahankan masyarakat itu sendiri pada masa yang akan datang, dan untuk generasi yang akan datang.
(3)   Agama sebagai sarana untuk memuaskan intelek yang ingin tahu
Agama memang mampu memberikan jawaban atas kesukaran intelektual-kognitif, sejau kesukaran itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis yaitu oleh keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan, agar dapat menempatkan diri secara bearti dan bermakna ditengah-tengah alam semesta ini. Tanpa agama, manusia tidak mampu menjawab pertanyaan yang sangat mendasar dalam kehidupanya, yaitu dari mana manusia datang, apa tujuan manusia hidup, dan mengapa manusia ada.
(4)   Agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan
Ketakutan tanpa obyek dapat dianggap sebagai motivasi untuk tingkah laku keagamaan. Secara langsung ketakutan tidak dapat disebut motivasi. Karena motivasi merupakan dorongan psikologis (keinginan, kebutuhan, kerinduan) selalu ada arahnya, sedangkan ketakutan tanpa obyek justru tidak terarah, tidak ada obyeknya, tidak mengejar apa-apa, tidak bertujuan. Oleh karena itu ketakutan bukan merupakan motivasi untuk agama secara langsung.[12]

2.      Minat
Minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu atau suatu dorongan yang menyebabkan terikatnya perhatian individu pada objek tertentu seperti pekerjaan, pelajaran, benda dan orang. Minat berhubungan dengan aspek kognitif, efektif dan motorik dan merupakan sumber motivasi untuk melakukan apa yang diinginkan.
Minat berhubungan dengan sesuatu yang menguntungkan dan dapat menimbulkan kepuasan bagi dirinya. Kesenangan merupakan minat yang sifatnya sementara adapun minat bersifat tetap (persistent) dan ada unsur memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan. Semakin sering minat diekpresikan dalam kegiatan akan semakin kuat minat tersebut, sebaliknya minat akan menjadi pupus kalau tidak ada kesempatan untuk mengekspresikanya.[13]
Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagi gerak gerik. Dalam menjalankan fungsinya minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Manusia memberi corak dan menentukan, sudah memilih dan mengambil keputusan. Perbuatan minat memilih dan mengambil keputusan disebut keputusan kata hati. Adapun proses minat terdiri dari :
a.       Motif (alasan, dasar, pendorong)
b.      Perjuangan motif, sebelum menganbil keputusan pada batin terdapat beberapa motif yang bersifat luhur dan rendah dan disini harus dipilih.
c.       Keputusan, inilah yang sangat penting yang berisi pemilihan antara motif-motif yang ada dan meninggalkan kemungkinan seseorang mempunyai macam-macam keinginan pada waktu yang sama.
d.      Bertindak sesuai dengan keputusan yang diambil.
Keputusan kata hati merupakan perbuatan kemampuan untuk memilih dan mengambil keputusan dengan ciri-ciri mempertahankan seluruh kepribadianya, sifatnya irrasional, berlaku perseorangan dan pada suatu situasi dan timbulnya dari lubuk hati. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan minat yaitu :
(1)   Jika pekerjaan tidak jelas dan tidak menentu.
(2)   Makin sulit suatu tugas maki besar minat dan tenaga untuk menyelesaikan tugas itu.
(3)   Pekerjaan yang dilakukan secara tepat dan bersama-sama menimbulkan minat. [14]

Faktor-faktor minat itu sendiri memiliki beberapa sifat dan karakter khusus, yaitu sebagai berikut
(a)    Minat bersifat pribadi (individual), ada perbedaan antara minat seseorang dan orang lain.
(b)   Minat menimbulkan efek diskriminatif
(c)    Erat hubunganya dengan motifasi, mempengaruhi, dan dipengaruhi motivasi.
(d)   Minat merupakan sesuatu yang dipelajari, bukan bawaan lahit dan dapat berubah tergantung pada kebutuhan, pengalaman dan mode.
Adapun faktor yang meliputi minat, sebagai berikut :
(1)   Kebutuhan fisik, sosial, dan egoitis.
(2)   Pengalaman.[15]
Ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan minat anak didik sebagai berikut :
(1)   Membandingkan adanya sesuatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.
(2)   Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran.
(3)   Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif.
(4)   Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik.[16]
3.      Sikap / Tingkah Laku
a.       Pengertian Sikap
Sikap (attitude)  adalah suatu cara berintekrasi terhadap sesuatu perangsang tertentu. Bagaimana reaksi seseorang jika ia terkena suatu ransangan baik dari orang, benda-benda, ataupun situasi yang mengenai dirinya. G. W. Allport (1935) mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau rerarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan denganya. Karena defenisi ini sangat dipengaruhi oleh tradisi tentang belajar, juga ditekankan bagaimana pengalaman masa lalu membentuk sikap.[17]
b.      Proses Pembentukan Sikap
Pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya atau terjadi begitu saja. Pembentukanya selalu berhubungan dengan interaksi sosial baik yang terjadi dalam kelompok maupun duluar kelompok, baik berjalan secara alamiah maupun dengan bantuan teknologi informasi. Pada dasarnya proses pembentukan sikap berawal dari lingkungan keluarga, kemudian interaksi dengan lingkungan masyarakat dan tentu saja berhubungan dengan lingkungan pendidikan, baik formal maupun informal. Selain itu sikap juga berhubungan dengan perbedaan bakat, minat, dan intensitas perasaan.[18]
Secara umum pembentukan dan perubahan sikap dapat terjadi melalui empat cara, masing-masing :
(1)   Adopsi, yaitu kejadian-kejadian dan pristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
(2)   Diferensiasi, yaitu sikap yang terbentuk karena perkembangan intelegensi, bertambahnya pengalaman sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang terjadi dianggap sejenis, sekarang diapandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapat objek tertentu dapat membentuk sikap tersendiri pula.
(3)   Integrasi, pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.
(4)   Trauma, yakni pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang biasanya meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan, pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap tertentu.

Sikap mungkin terarah terhadap benda-benda, orang-orang tetapi juga peristiwa-peristiwa, pandangan-pandangan, lembaga-lembaga, terhadap  norma-norma, nilai-nilai dan lain-lain. Ciri-ciri sikap adalah :
(1)   Sikap bukan bawaan sejak lahir, melainkan bentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakan dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
(2)   Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah  pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
(3)   Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
(4)   Objek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
(5)   Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. [19]
Sikap itu dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Dalam kehidupan masyarakat, sikap ini penting sekali.
c.       Faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap
Setiap orang mempunyai sikap (attitude) yang berbeda-bedaterhadap suatu perangsang dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi baik yang datang dari luar (ekstern) maupun dalam diri sendiri (intern). Dua faktor ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
(1)   Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat pada diri orang yang bersangkutan. Kita tidak dapat menangkap seluruh perangsang dari luar melalui persepsi kita, oleh karena itu keta cendrung melakukan seleksi atas ransangan-ransangan yang ada, mana yang akan didekati dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh faktor intern, sebab dalam tindakan memilih seseorang terlebih dahulu menentukan apakah ia akan berdampak positif atau negatif bagi kehidupanya.
(2)   Faktor ekstern, ialah yang berasal dari luar diri orang yang bersangkutan antara lain menyangkut :
Ø  Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap
Ø  Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap.
Ø  Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung suatu sikap.
Ø  Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
Ø  Situasi pada saat sikap (attitude) itu dibentuk.[20]
d.      Sikap keagamaan
Menurut S. Nasution sikap keagamaan adalah “seperangkat kepercayaan yang menetukan preferensi atau kecendrungan tertentu terhadap suatu objek atau situasi”. Sikap keagamaan tidak terlepas dari keberadaan agama, apabila telah terpola dalam pikiran bahwa agama itu sesuatu yang benar maka apa saja yang menyakut dengan agama akan membawa makna positif. Kepercayaan bahwa agama itu adalah sesuatu yang benar dan baik mengambil bentuk perasaan yang positif terhadap agama. [21]
Perasaan seseorang mempengaruhi perilaku seseorang, artinya bagaimana seseorang berperilaku terhadap suatu objek, banyak ditentukan oleh corak kepercayaan dan perasaan seseorang terhadap objek tersebut. Dengan demikian kecendrungan seseorang berperilaku keagamaan selaras dengan kepercayaan dan perasaan seseorang terhadap agama itu. Secara logika dapat dikatakan bahwa sikap seseorang akan tercemin dari perilaku terhadap suatu objek.

e.       Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku individu, baik yang bersumber didalam dirinya (faktor internal) maupun yang berasal dari luar dirinya (faktor eksternal), adalah sebagai berikut :

(1)   Faktor keturunan
Keturunan, pembawaan atau heredity merupakan segala ciri, sifat, potensi dan kemampuan yang dimiliki individu karena kelahirannya. Ciri, sifat dan kemampuan-kemampuan tersebut dibawa individu dari kelahirannya, dan diterima sebagai keturunan dari kedua orang tuanya.
Kemampuan yang sering dipandang sebagai faktor pembawaan, dengan demikian bersifat menetap adalah kecerdasan atau intelegensi dan bakat. Intelegensi merupakan kemampuan yang bersifat umum, sedangkat bakat merupakan kemampuan yang bersifat khusus. Ciri atau sifat-sifat yang bisa berubah dikategorikan sebagai faktor lingkungan atau faktor pembawaan yang dipengaruhi lingkungan. Ciri atau sifat tersebut umpamanya, besar badan, sikap tubuh, kebiasaan, minat, ketekunan dll.[22]
(2)   Faktor lingkungan
Lingkungan alam dan geografis dimana individu bertempat tinggal mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu. Seorang yang lahir dan dibesarkan di pengaruhi oleh kondisi lingkungan dan alamnya. Lingkungan keamanan berkenaan dengan situasi ketentraman dan keterlindungan manusia dari ancaman dan gangguan-gangguan, baik dari sesama manusia, binatang ataupun alam. Daiantara ketiga sumber ancaman dan gangguan yang palin sukar diatangani dan dihilangkan  adalah yang datang dari manusia sendiri dan ancaman dari alam. Gangguan dari alam ini tidak pernah surut dan habis-habisnya dan selalu muncul dalam beraneka bentuk. Gangguan alam ini bervariasi dari yang paling sederhana seperti banjir dan gempa bumi hinga yang paling besar seperti gempa bumi yang diikuti dengan gelombang sunami.[23]  Seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 16 sebagai berikut :
       
!#sŒÎ)ur !$tR÷Šur& br& y7Î=ökX ºptƒös% $tRötBr& $pkŽÏùuŽøIãB (#qà)|¡xÿsù $pkŽÏù ¨,yÛsù $pköŽn=tæ ãAöqs)ø9$# $yg»tRö¨Bysù #ZŽÏBôs? ÇÊÏÈ
Artinya :
Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (surat al-Isra’ ayat : 16)[24]
(3)   Faktor situasional
Banyak sekali faktor situasional yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Edwar G. Sampson (Rahmat, 1996 : 44) merangkum seluruh faktor situasional. Pertama, aspek-aspek objektif dari lingkungan seperti faktor ekologis, faktor temporal analisis, suasana perilaku, faktor teknologi, faktor sosial. Kedua, lingkungan psikososial.
(a)    Faktor Ekologis
Faktor ekologis adalah keadaan alam yang melikupi individu, keadaan alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku manusia. Pandangan ini dipegang oleh kaum determinisme lingkungan. Beberapa pandangan kaum determinisme lingkungan telah banyak diuji dalam berbagai penelitian. Diantara pandangan mereka tentang efek temperatur cuaca pada tindakan kekerasan, perilaku interpersonal, dan suasana emosional.
(b)   Faktor teknologi
Revolusi  teknologi sering disusul dengan revolusi dalam perilaku sosial. Pola-pola teknologi menghasilkan berbagai loncatan membentuk serangkaian perilaku manusia. Bahkan sebagian psikolog meyakini teknologi dapat mempengaruhi suasana kejiwaan setiap anggota masyarakat.
Teknologi pendidikan yang menjamur saat ini mempengaruhi beberapa perilaku siswa, termasuk tingkat penguasaan informasi. Kehadiran teknologi dunia maya (virtual) telah membawa perubahan yang tidak kecil terhadap psikososial manusia pendidikan. Tidak jarang para siswa mengalami perubahan secara psikis akibat ledakan teknologi dunia maya yang kini telah menyantroni kamar setiap orang.


(c)    Lingkungan psikososial.
Nilai-nilai yang diserap oleh anak pada waktu kecil memengaruhi perilakunya dikemudian hari. Anak kecil yang dibesarkan dalam lingkungan masyarakat yang patuh pada aturan agama akan berperilaku seperti orang tuanya pada waktu yang akan datang.[25] Anak-anak yang dibesar didalam lingkungan keluarga single parent (satu orang tua) sangat mempengaruhi perilaku dan psikis seorang anak tersebut karena dia tidak mendapatkan kasih sayang dan didikan dari kedua orang tuanya.

4.      Kecerdasan (hasil belajar).
a.       Pengertian kecerdasan
Kecerdasan dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut al-dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna.
Crow and Crow, mengemukakan bahwa inteligensi bearti kapasitas umum dan seorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikiranya dalam mengatasi tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohaniah secara umum yang dapat disesuaikan dengan problem-problem dan kondisi-kondisi yang baru dalam kehidupan. Pengertian ini tidak hanya menyangkut dunia akademik, tetapi juga menyangkut dunia non akademik, seperti masalah-masalah artistik dan tingkah laku sosial.[26] Menurut Jonathan Ling inteligensi adalah aktivitas mental yang diarahkan pada adaptasi bertujuan terhadap, dan seleksi dan pembentukan lingkungan dunia nyata yang relevan dengan kehidupan seseorang.[27]

b.      Macam-macam kecerdasan (hasil belajar)
(1)   Kecerdasan intelektual, adalah kecerdasan yang berhubungan proses kognitif seperti berfikir, daya menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu. Atau kecerdasan yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan logika.
(2)   Kecerdasan emosional, adalah kecerdasan untuk mengenali emosi diri sendiri, mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri  dengan tepat, memotivasi diri sendiri, mengenali orang lain dengan membina hubungan dengan orang lain.
(3)   Kecerdasan moral ialah kemampuan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah, dengan menggunakan sumber emosional dan intelektual pikiran manusia. Indikator kecerdasan moral adalah bagaimana seseorang memiliki pengetahuan tentang moral yang benar dan yang buruk, kemudian ia mampu menginternalisasikan moral yang benar kedalam kehidupan nyata dan menghindarkan diri dari moral yang buruk.
(4)   Kecerdasan spritual, yaitu kecerdasan untuk menepatkan perilaku dan hidup kita dalam kontek makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kehidupan spritual ini meliputi (1) hastrat untuk hidup bermakna, (2) motivasi mencari makna hidup, dan (3) mendambakan hidup bermakna.
(5)   Kecerdasan Qalbiyah, adalah sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempurna, untuk mengenal kalbu dan aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis kalbu secara benar, memotivasi kalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang lain dan hubungan ubudiyah dengan Tuhan.[28]  
c.       Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi
Intelegensi dibentuk dan berkembang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut[29] :
(a)    Faktor pembawaan atau sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir.
(b)   Faktor kematangan. Tiap organ tubuh manusia megalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ dapat dikatakan telah matang apabila telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsi-fungsinya masing-masing dan kesiapan untuk dikembangkan. Dalam keadaan seperti ini perkembangan intelegensi juga akan berlangsung dengan baik.
(c)    Faktor pembentukan atau segala faktor luar yang mempengaruhi intelegensi di masa perkembanganya.
(d)   Faktor minat, dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif) yang mendorong manusia untuk berintekrasi dengan dunia luar. Interaksi ini lama-kelamaan akan menimbulkan minat terhadap sesuatu. Apa yang menarik baginya akan mendorong untuk berbuat lebih baik dan lebih baik.
(e)    Faktor kebebasan, dimana manusia boleh memiliki metode-metode tertentu dalam menyelesaikan masalah, tak ada beban (tekanan) untuk berbuat mencapai sesuatu yang dapat menentukan kebutuhan sesuai dengan apa yang diminatinya. 
d.      Ciri-ciri perilaku cerdas atau perilaku memiliki kecerdasan tinggi[30]
(1)   Terarah pada tujuan, perilaku inteligen selalu mempunyai tujuan dan diarahkan kepada pencapaian tujuan tersebut.
(2)   Tingkah laku terkoordinasi, seluruh aktifitas dari perilaku inteligens selalu terkoordinasi dengan baik. Tidak ada perilaku yang tidak direncanakan atau tidak terkendali.
(3)   Sikap jasmaniah yang baik (physical well toned behavior)
(4)   Memiliki daya adaptasi yang tinggi (adaptable behavior)
(5)   Berorientasi kepada sukses
(6)   Mempunyai motivasi yang tinggi
(7)   Dilakukan dengan cepat
(8)   Menyangkut kegiatan yang luas



[1] Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 2
[2] Dali Gulo, 1982. Kamus Psychology, (Bandung : Tonis) h. 233
[3]Wood dan Marquis dalam abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003) cet, ke-3.  h.4
[4] Yudrik Jahja, op.cit. h. 3
[5] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), h. 2
[6] Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia, 2012), h. 62
[7] Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung : Pustaka Setia, 2011), h. 268
[8]Heri Purwanto, Pengantar Prilaku Manusia, (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999),  cet-ke 1, h. 59
[9]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), h. 151
[10]Jhon W. Santrock, Educational Psycologi Edition 2, alih bahasa Tribowo B.S, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011),  cet-ke 4, h. 514
[11]Syaiful Bahri Djamarah, op.,cit, h. 157
[12]Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, 2011), h. 105
[13] Yudrik Jahja, op,cit., h. 63
[14] Heri Purwanto, op.cit., h. 60
[15] Yudrik Jahja, op.cit., h. 64
[16]Syaiful Bahri Djamarah, op.,cit, h.167
[17]David O. Sears. Dkk, Social Anthropology, diterjemahkan oleh, Michael Adryanto, Savitri Soekrisno, Psikologi Sosial Jilid 1 (Jakarta : Erlangga, 1994), edisi-5, cet.ke-3, h. 137
[18] Akyas Azhari, Psikologi Umum & Perkembangan (Jakarta : Teraju Mizan Publika, 2004), cet. Ke-1, h. 162
[19] Heri Purwanto, op.cit., h. 66
[20] Akyas Azhari., op.cit., h. 164
[21] Ramayulis, Psikologi Agama., op.cit., h. 113
[22] Nana Syaodik Sukmadunata, Landasan Psikologi Proses pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, cet-6, 2011) h, 46
[23] Ibid., h. 50
[24] Depertemen Agama RI, op.,cit, h. 284
[25] Mahmud,  Psikologi Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia, cet. Ke-2, 2012), h. 58
[26] Ibid., h. 89
[27] Jonathan Ling & Jonathan Catling, Psycologi Expres : Cognitive Psycology, (Peurson Educatio, 2012), h. 215
[28] Ramayulis, op.cit., h. 96
[29] Akyas Azhari, Psikologi Umum & Perkembangan (Jakarta : Teraju Mizan Publika, 2004) h. 148
[30] Nana Syaodih Sukmadinata, Landaan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), h. 95

Tidak ada komentar: