ASPEK PSIKOLOGIS BELAJAR
A.
Pengertian
Psikologi Belajar
Psikologi belajar adalah sebuah frase yang terdiri dari dua kata,
yaitu psikologi dan belajar. Psikologi berasal
dari bahasa Yunani kuno psyche artinya
jiwa dan logos artinya kata. Dalam
arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan mental.
Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental ini secara langsung karena sifanya
abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari
jiwa/mental tersebut yakni berupa tangkah laku dan proses atau kegiatanya,
sehingga psikologi dapat difenisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
tingkah laku dan proses mental. Jadi pengertian psikologi secara harfiah adalah
ilmu tentang jiwa.[1]
didalam kamus psikologi kata psychology
diartikan ilmu yang mempelajari proses-proses mental dan perilaku makhluk
hidup, ataupun proses mental dan perilaku itu sendiri.[2]
Wood dan marquis mengemukakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari aktifitas individu semenjak masih dalam kandungan sampai
meninggal dunia dalam hubunganya dengan alam sekitar.[3]
Istilah psikologi digunakan pertama kali oleh seorang ahli kerkebangsaan Jerman
bernama Philip Malancchoto pada tahun 1530. Istilah istilah psikologi sebagai
ilmu jiwa tidak digunakan lagi 1878 yang dipelopori oleh J.B. Watson sebagai ilmu yang mempelajari perilaku
karena ilmu pengetahuan menghendaki objek yang dapat diamati, dicatat dan
diukur, jiwa dipandang terlalu abstrak, dan jiwa hanyalah salah satu aspek
kehidupan individu. Psikologi dapat disebut sebagai ilmu yang mandiri karena
memenuhi syarat sebagai berukut :
1. Secara sistematis psikologi dipelajari melalui penelitian-penelitian
ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah
2. Memiliki struktur keilmuan yang jelas
3. Memiliki objek formal dan material
4. Menggunakan metode ilmiah seperti eksperimen, observasi, case history, tes, and measurement
5. Memiliki terminologi khusus seperti bakat, motivasi, intelegensi, kepribadian.
6. Dapat diaplikasikan dalam berbagai adegan kehidupan.[4]
Sedangkan
belajar itu sendiri secara sederhana dapat diberi defenisi sebagai aktifitas
yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa
yang telah dipelajari dan sebagaihasil dari interaksinya dengan lingkungan
sekitarnya. Aktivitas disini dipahami sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga,
psikofisik, menuju ke perkembangan pribadi individu seutuhnya, yang menyangkut
unsur cipta (kognitif), rasa (efektif), dan karsa (psikomotor).[5]
Dalam
pengertian psikologi belajar merupakan suatu proses yang bersifat internal.
Perubahan yang menjadi fokus pengertian belajar tidak dapat terlihat secara
kasat mata, dalam arti konkret. Ia terjadi dalam diri seseorang yang sedang
mengalami proses belajar. Proses perubahan tersebut terjadi pada wilayah sikap,
kecerdasan motorik, dan sensorik, dan keadaan psikis. Adapun yang terlihat
secara kasat mata adalah hasil perubahan. Bahasa teknisnya sikap yang diartikan
sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar.[6]
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi belajar adalah sebuah disiplin
psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas
bagaimana cara individu belajar atau melakukan pembelajaran.
B. Aspek-aspek psikologis yang berhubungan
dengan belajar
Ada
beberapa aspek psikologi yang berhubungan dengan belajar pada anak-anak yang
masih usia sekolah yitu :
1. Motivasi
a. Pengertian
Secara etimologis, motif atau dalam bahasa Inggrisnya
motive, berasal dari kata motion, yang bearti “gerakan” atau
“sesuatu yang bergerak”. Jadi istilah“ motif erat kaitanya dengan “gerak” yakni
gerakan dilakukan oleh manusia, atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku.
Motif dalam psikologi bearti ransangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi
terjadinya tingkah laku.[7]
Motivasi atau motif merupakan pengertian-pengertian
yang utama dalam kegiatan dan perilaku manusia, baik secara umum maupun secara
khusus dalam interaksi sosial. Pengertian motif adalah semua penggerak,
alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan
seseorang berbuat sesuatu. Semua perilaku manusia pada hakikatnya mempunyai
motif. Juga perilaku yang disebut perilaku secara reflek
dan berlangsung secara reflek dan berlangsung secara otomatis, mempunyai maksud
tertentu walaupun maksud itu tidak selalu disadari oleh manusia dengan lebih
sempurna maka patutlah dipahami. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan
dan tenaga penggerak lainya yang berasal dari dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motif-motif itu memberi tujuan dan arah kepada perilaku
manusia, juga kegiatan yang dilakukan setiap hari, mempunyai motif-motif
tertentu.
Untuk memahami susunan motif yang mendorong
seseorang manusia berbuat sesuatu yang tidak kita mengerti, kerap kali tidak
mudah. Untuk mengetahui perlu dipahami riwayat dan struktur kepribadian,
perbuatanya sendiri, kondisi-kondisi dilingkunganya dimana perbuatan itu
dilakukan dan saling berhubungan antara ketiga faktor tersebut.
Ditinjau dari sudut asalanya, motif-motif pada diri
manusia itu pernah digolongkan kedalam motof-motof biogenetis dan motif
sosiogenetis. Pengertian motif biogentis adalah motif yang berkembang pada diri
orang dan berasal dari organismenya sebagi makhluk biologis. Sedangakan
pengertian motif sosiogenetis adalah motif yang berasal dari lingkungan
kebudayaan. Motif biogenetis merupakan motif-motif yang berasal dari
kebutuhan-kebutuhan organisme orang demi kelanjutan hidupnya secara biologis.
Motif biogenetis bercorak universal dan kurang terikat pada lingkungan
kebudayaan tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif biogenetis
adalah asli di dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya.
Motif sosiogentis adalah motif yang dipelajari orang
dan berasal dari lingkungan kebudayaan dimana orang itu berada dan berkembang.
Motif sosiogenetis tidak berkembang dengan sendirinya tetapi berdasarkan
interaksi sosial dengan orang lain atau hasil kebudayaanya. Macam-macam motif
sosiogenetis itu banyak sekali dan berbeda-beda tergantung corak kebudayaan di
dunia. Banyak motif orang dewasa motif merupakan motif sosiogenetis, walau
kadang-kadang merupakan motif biogenetis yang dipengaruhi oleh unsur kebudayaan
masyarakat tertentu.
Motif teogenetis berasal dari interaksi antara
manusia denga Tuhan seperti yang nyata dalam ibadahnya dan dalam kehidupanya
sehari-hari dimana ia berusaha merealisasi norma-norma agama tertentu.
b. Unsur-unsur motivasi terdiri dari :
(1) Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis
manusia dan munculnya memerlukan ransangan baik dari dalam maupun dari luar.
(2) Motivasi seringkali ditandai dengan perilaku
yang penuh emosi
(3) Motivasi merupakan reaksi pilihan dari
beberapa alternatif pencapaian tujuan.
(4) Motivasi berhubungan erat dengan
kebutuhan dalam diri manusia.[8]
c. Motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu
motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
(1) Motivasi instrinsik adalah motivasi
internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri).
Motivasi ini berasal dari dalam diri
manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga
manusia menjadi puas. Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian karena
dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Dorongan untuk belajar
bersumber pada kebutuhan, yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang
terdidik dan berpengetahuan. Jadi motivasi intrinsik muncul berdasarkan
kesadaran dengan tujuan esensial, bukan sekedar atribut dan seremonial.[9]
(2) Motivasi ekstrinsik adalah melakukan
sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan).
Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi insentif eksternal seperti imbalan dan
hukuman.motivasi ini berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari orang lain
atau lingkungan. Perilaku yang dilakukan dengan motivasi ekstrinsik penuh
dengan kekhawatiran, kesangsian apabila tidak tercapai kebutuhan.[10]
Motivasi ekstrinsik
diperlukan agar anak didik mau belajar, berbagai macam cara bisa dilakukan agar
anak didik termotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru
yang pandai membangkitkan minat anak didik dalam belajar, dengan memanfaatkan
motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya.
d. Fungsi motivasi dalam belajar
Ada tiga jenis motivasi
dalam pembelajaran, yaitu[11] :
(1) Motivasi sebagai pendorong perbuatan,
anak didik harus mempunyai keyakinan dan pendirian tentang apa yang seharusnya
dilakukan untuk mencari tahu tentang sesuatu. Sikap itulah yang mendasari dan
mendorong kearah sejumlah perbuatan dalam belajar. Jadi yang berfungsi sebagai
pendorong untuk mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik ambil dalam
rangka belajar.
(2) Motivasi sebagai penggerak perbuatan,
dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan
suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan
psikofisik. Disinik anak didik susah melakukan aktifitas belajar dengan segenab
jiwa dan raga.
(3) Motivasi sebagai pengarah perbuatan,
anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus
dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Seorang anak didik yang ingin
mendapatkan sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu, tidak mungkin
dipaksakan untuk mendapatkan mata pelajaran yang lain.
Dalam
psikologi Agama ada empat motivasi yang menyebabkan seseorang beragama, adalah
sebagai berikut :
(1) Agama sebagai sarana untuk mengatasi
frustasi
Manusia
mempunyai kebutuhan dalam kehidupanya, mulai dari kebutuhan fisik, seperti
makanan, pakaian, istirahat, dan seksual sampai pada kebutuhan psikis sifatnya
seperti keamanan, ketentraman, persahabatan penghargaan dan cinta kasih. Maka
ia akan mendorong untuk memuaskan kebutuhan dan keinginanya itu. Apabila
kebutuhan tidak terpenuhi maka terjadi ketidak seimbangan, yakni antara antara
kebutuhan dengan pemenuhan maka hal ini akan menimbulkan kekecewaan dan tidak
menyenangkan, kondisi atau keadaan ini yang disebut frustasi. Frustasi itu dapat menimbulkan
tingkah laku keagamaan.
(2) Agama sebagai sarana untuk menjaga
kesusialaan
Agama
memiliki kontribusi terhadap proses sosialisasi dan masing-masing anggota
masyarakat. Setiap individu disaat ia tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu
sistem nilai sebagai tuntutan umum untuk mengarahkan aktifitas dalam masyarakat
yang berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadianya. Nilai-nilai
keagamaan dalam hal ini merupakan landasan bagi nilai-nilai sosial, dimana
nilai-nilai itu penting sekali untuk mempertahankan masyarakat itu sendiri pada
masa yang akan datang, dan untuk generasi yang akan datang.
(3) Agama sebagai sarana untuk memuaskan
intelek yang ingin tahu
Agama
memang mampu memberikan jawaban atas kesukaran intelektual-kognitif, sejau kesukaran
itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis yaitu oleh keinginan
dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan, agar dapat menempatkan
diri secara bearti dan bermakna ditengah-tengah alam semesta ini. Tanpa agama,
manusia tidak mampu menjawab pertanyaan yang sangat mendasar dalam kehidupanya,
yaitu dari mana manusia datang, apa tujuan manusia hidup, dan mengapa manusia
ada.
(4) Agama sebagai sarana untuk mengatasi
ketakutan
Ketakutan
tanpa obyek dapat dianggap sebagai motivasi untuk tingkah laku keagamaan.
Secara langsung ketakutan tidak dapat disebut motivasi. Karena motivasi
merupakan dorongan psikologis (keinginan, kebutuhan, kerinduan) selalu ada
arahnya, sedangkan ketakutan tanpa obyek justru tidak terarah, tidak ada
obyeknya, tidak mengejar apa-apa, tidak bertujuan. Oleh karena itu ketakutan
bukan merupakan motivasi untuk agama secara langsung.[12]
2. Minat
Minat
adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu atau suatu dorongan yang
menyebabkan terikatnya perhatian individu pada objek tertentu seperti
pekerjaan, pelajaran, benda dan orang. Minat berhubungan dengan aspek kognitif,
efektif dan motorik dan merupakan sumber motivasi untuk melakukan apa yang
diinginkan.
Minat
berhubungan dengan sesuatu yang menguntungkan dan dapat menimbulkan kepuasan
bagi dirinya. Kesenangan merupakan minat yang sifatnya sementara adapun minat
bersifat tetap (persistent) dan ada unsur memenuhi kebutuhan dan
memberikan kepuasan. Semakin sering minat diekpresikan dalam kegiatan akan
semakin kuat minat tersebut, sebaliknya minat akan menjadi pupus kalau tidak
ada kesempatan untuk mengekspresikanya.[13]
Minat
merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagi gerak gerik. Dalam
menjalankan fungsinya minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan.
Manusia memberi corak dan menentukan, sudah memilih dan mengambil keputusan.
Perbuatan minat memilih dan mengambil keputusan disebut keputusan kata hati.
Adapun proses minat terdiri dari :
a. Motif (alasan, dasar, pendorong)
b. Perjuangan motif, sebelum menganbil
keputusan pada batin terdapat beberapa motif yang bersifat luhur dan rendah dan
disini harus dipilih.
c. Keputusan, inilah yang sangat penting
yang berisi pemilihan antara motif-motif yang ada dan meninggalkan kemungkinan
seseorang mempunyai macam-macam keinginan pada waktu yang sama.
d. Bertindak sesuai dengan keputusan yang
diambil.
Keputusan kata hati merupakan perbuatan
kemampuan untuk memilih dan mengambil keputusan dengan ciri-ciri mempertahankan
seluruh kepribadianya, sifatnya irrasional, berlaku perseorangan dan pada suatu
situasi dan timbulnya dari lubuk hati. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan
minat yaitu :
(1) Jika pekerjaan tidak jelas dan tidak
menentu.
(2) Makin sulit suatu tugas maki besar minat
dan tenaga untuk menyelesaikan tugas itu.
(3) Pekerjaan yang dilakukan secara tepat
dan bersama-sama menimbulkan minat. [14]
Faktor-faktor
minat itu sendiri memiliki beberapa sifat dan karakter khusus, yaitu sebagai
berikut
(a) Minat bersifat pribadi (individual), ada
perbedaan antara minat seseorang dan orang lain.
(b) Minat menimbulkan efek diskriminatif
(c) Erat hubunganya dengan motifasi,
mempengaruhi, dan dipengaruhi motivasi.
(d) Minat merupakan sesuatu yang dipelajari,
bukan bawaan lahit dan dapat berubah tergantung pada kebutuhan, pengalaman dan
mode.
Adapun faktor
yang meliputi minat, sebagai berikut :
(1) Kebutuhan fisik, sosial, dan egoitis.
(2) Pengalaman.[15]
Ada beberapa macam cara yang dapat
dilakukan guru untuk membangkitkan minat anak didik sebagai berikut :
(1) Membandingkan adanya sesuatu kebutuhan
pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.
(2) Menghubungkan bahan pelajaran yang
diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak
didik mudah menerima bahan pelajaran.
(3) Memberikan kesempatan kepada anak didik
untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan
belajar yang kreatif dan kondusif.
(4) Menggunakan berbagai macam bentuk dan
teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik.[16]
3. Sikap / Tingkah Laku
a. Pengertian Sikap
Sikap
(attitude) adalah suatu cara
berintekrasi terhadap sesuatu perangsang tertentu. Bagaimana reaksi seseorang
jika ia terkena suatu ransangan baik dari orang, benda-benda, ataupun situasi
yang mengenai dirinya. G. W. Allport (1935) mengemukakan bahwa sikap adalah
keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang
memberikan pengaruh dinamik atau rerarah terhadap respon individu pada semua
objek dan situasi yang berkaitan denganya. Karena defenisi ini sangat
dipengaruhi oleh tradisi tentang belajar, juga ditekankan bagaimana pengalaman
masa lalu membentuk sikap.[17]
b. Proses Pembentukan Sikap
Pembentukan
sikap tidak terjadi dengan sendirinya atau terjadi begitu saja. Pembentukanya
selalu berhubungan dengan interaksi sosial baik yang terjadi dalam kelompok
maupun duluar kelompok, baik berjalan secara alamiah maupun dengan bantuan
teknologi informasi. Pada dasarnya proses pembentukan sikap berawal dari
lingkungan keluarga, kemudian interaksi dengan lingkungan masyarakat dan tentu
saja berhubungan dengan lingkungan pendidikan, baik formal maupun informal.
Selain itu sikap juga berhubungan dengan perbedaan bakat, minat, dan intensitas
perasaan.[18]
Secara
umum pembentukan dan perubahan sikap dapat terjadi melalui empat cara,
masing-masing :
(1) Adopsi,
yaitu kejadian-kejadian dan pristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan
terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan
mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
(2) Diferensiasi,
yaitu sikap yang terbentuk karena perkembangan intelegensi, bertambahnya
pengalaman sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang terjadi
dianggap sejenis, sekarang diapandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapat
objek tertentu dapat membentuk sikap tersendiri pula.
(3) Integrasi,
pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai
pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya
terbentuk sikap mengenai hal tersebut.
(4) Trauma,
yakni pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang biasanya meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan, pengalaman-pengalaman yang
traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap tertentu.
Sikap mungkin terarah terhadap
benda-benda, orang-orang tetapi juga peristiwa-peristiwa, pandangan-pandangan,
lembaga-lembaga, terhadap norma-norma,
nilai-nilai dan lain-lain. Ciri-ciri sikap adalah :
(1) Sikap bukan bawaan sejak lahir,
melainkan bentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam
hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakan dengan sifat motif-motif
biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
(2) Sikap dapat berubah-ubah karena sikap
dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat
keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang
itu.
(3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi
senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain,
sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu
objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
(4) Objek sikap itu dapat merupakan suatu
hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
(5) Sikap mempunyai segi motivasi dan
segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan
atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. [19]
Sikap itu dapat bersifat positif dan
dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecendrungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap
negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak
menyukai objek tertentu. Dalam kehidupan masyarakat, sikap ini penting sekali.
c. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya
sikap
Setiap
orang mempunyai sikap (attitude) yang berbeda-bedaterhadap suatu perangsang
dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi baik yang datang dari luar (ekstern)
maupun dalam diri sendiri (intern). Dua faktor ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
(1) Faktor intern, yaitu faktor yang
terdapat pada diri orang yang bersangkutan. Kita tidak dapat menangkap seluruh
perangsang dari luar melalui persepsi kita, oleh karena itu keta cendrung
melakukan seleksi atas ransangan-ransangan yang ada, mana yang akan didekati
dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh faktor intern, sebab
dalam tindakan memilih seseorang terlebih dahulu menentukan apakah ia akan
berdampak positif atau negatif bagi kehidupanya.
(2) Faktor ekstern, ialah yang berasal dari
luar diri orang yang bersangkutan antara lain menyangkut :
Ø Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap
Ø Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu
sikap.
Ø Sifat orang-orang atau kelompok yang
mendukung suatu sikap.
Ø Media komunikasi yang digunakan dalam
menyampaikan sikap.
Ø Situasi pada saat sikap (attitude) itu
dibentuk.[20]
d. Sikap keagamaan
Menurut
S. Nasution sikap keagamaan adalah “seperangkat kepercayaan yang menetukan
preferensi atau kecendrungan tertentu terhadap suatu objek atau situasi”. Sikap
keagamaan tidak terlepas dari keberadaan agama, apabila telah terpola dalam
pikiran bahwa agama itu sesuatu yang benar maka apa saja yang menyakut dengan
agama akan membawa makna positif. Kepercayaan bahwa agama itu adalah sesuatu
yang benar dan baik mengambil bentuk perasaan yang positif terhadap agama. [21]
Perasaan seseorang
mempengaruhi perilaku seseorang, artinya bagaimana seseorang berperilaku
terhadap suatu objek, banyak ditentukan oleh corak kepercayaan dan perasaan
seseorang terhadap objek tersebut. Dengan demikian kecendrungan seseorang berperilaku
keagamaan selaras dengan kepercayaan dan perasaan seseorang terhadap agama itu.
Secara logika dapat dikatakan bahwa sikap seseorang akan tercemin dari perilaku
terhadap suatu objek.
e.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu
Banyak
faktor yang mempengaruhi perilaku individu, baik yang bersumber didalam dirinya
(faktor internal) maupun yang berasal dari luar dirinya (faktor eksternal),
adalah sebagai berikut :
(1) Faktor keturunan
Keturunan,
pembawaan atau heredity merupakan segala ciri, sifat, potensi dan
kemampuan yang dimiliki individu karena kelahirannya. Ciri, sifat dan
kemampuan-kemampuan tersebut dibawa individu dari kelahirannya, dan diterima
sebagai keturunan dari kedua orang tuanya.
Kemampuan
yang sering dipandang sebagai faktor pembawaan, dengan demikian bersifat
menetap adalah kecerdasan atau intelegensi dan bakat. Intelegensi merupakan
kemampuan yang bersifat umum, sedangkat bakat merupakan kemampuan yang bersifat
khusus. Ciri atau sifat-sifat yang bisa berubah dikategorikan sebagai faktor
lingkungan atau faktor pembawaan yang dipengaruhi lingkungan. Ciri atau sifat
tersebut umpamanya, besar badan, sikap tubuh, kebiasaan, minat, ketekunan dll.[22]
(2) Faktor lingkungan
Lingkungan
alam dan geografis dimana individu bertempat tinggal mempengaruhi perkembangan
dan perilaku individu. Seorang yang lahir dan dibesarkan di pengaruhi oleh
kondisi lingkungan dan alamnya. Lingkungan keamanan berkenaan dengan situasi
ketentraman dan keterlindungan manusia dari ancaman dan gangguan-gangguan, baik
dari sesama manusia, binatang ataupun alam. Daiantara ketiga sumber ancaman dan
gangguan yang palin sukar diatangani dan dihilangkan adalah yang datang dari manusia sendiri dan
ancaman dari alam. Gangguan dari alam ini tidak pernah surut dan habis-habisnya
dan selalu muncul dalam beraneka bentuk. Gangguan alam ini bervariasi dari yang
paling sederhana seperti banjir dan gempa bumi hinga yang paling besar seperti
gempa bumi yang diikuti dengan gelombang sunami.[23] Seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat
al-Isra’ ayat 16 sebagai berikut :
!#sÎ)ur
!$tR÷ur& br&
y7Î=ökX ºptös% $tRötBr&
$pkÏùuøIãB (#qà)|¡xÿsù
$pkÏù ¨,yÛsù $pkön=tæ
ãAöqs)ø9$# $yg»tRö¨Bysù #ZÏBôs? ÇÊÏÈ
Artinya
:
Dan jika kami hendak
membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan
dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan
(ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (surat
al-Isra’ ayat : 16)[24]
(3) Faktor situasional
Banyak
sekali faktor situasional yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Edwar G.
Sampson (Rahmat, 1996 : 44) merangkum seluruh faktor situasional. Pertama, aspek-aspek
objektif dari lingkungan seperti faktor ekologis, faktor temporal
analisis, suasana perilaku, faktor teknologi, faktor sosial. Kedua, lingkungan
psikososial.
(a) Faktor Ekologis
Faktor
ekologis adalah keadaan alam yang melikupi individu, keadaan alam mempengaruhi
gaya hidup dan perilaku manusia. Pandangan ini dipegang oleh kaum determinisme
lingkungan. Beberapa pandangan kaum determinisme lingkungan telah banyak diuji
dalam berbagai penelitian. Diantara pandangan mereka tentang efek temperatur
cuaca pada tindakan kekerasan, perilaku interpersonal, dan suasana emosional.
(b) Faktor teknologi
Revolusi teknologi sering disusul dengan revolusi
dalam perilaku sosial. Pola-pola teknologi menghasilkan berbagai loncatan
membentuk serangkaian perilaku manusia. Bahkan sebagian psikolog meyakini
teknologi dapat mempengaruhi suasana kejiwaan setiap anggota masyarakat.
Teknologi
pendidikan yang menjamur saat ini mempengaruhi beberapa perilaku siswa,
termasuk tingkat penguasaan informasi. Kehadiran teknologi dunia maya (virtual)
telah membawa perubahan yang tidak kecil terhadap psikososial manusia
pendidikan. Tidak jarang para siswa mengalami perubahan secara psikis akibat
ledakan teknologi dunia maya yang kini telah menyantroni kamar setiap orang.
(c) Lingkungan psikososial.
Nilai-nilai yang
diserap oleh anak pada waktu kecil memengaruhi perilakunya dikemudian hari.
Anak kecil yang dibesarkan dalam lingkungan masyarakat yang patuh pada aturan
agama akan berperilaku seperti orang tuanya pada waktu yang akan datang.[25]
Anak-anak yang dibesar didalam lingkungan keluarga single parent (satu orang
tua) sangat mempengaruhi perilaku dan psikis seorang anak tersebut karena dia
tidak mendapatkan kasih sayang dan didikan dari kedua orang tuanya.
4. Kecerdasan (hasil belajar).
a. Pengertian kecerdasan
Kecerdasan
dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut al-dzaka
menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.
Dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat
dan sempurna.
Crow
and Crow, mengemukakan bahwa inteligensi bearti kapasitas umum dan seorang
individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikiranya dalam mengatasi tuntutan
kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohaniah secara umum yang dapat disesuaikan
dengan problem-problem dan kondisi-kondisi yang baru dalam kehidupan.
Pengertian ini tidak hanya menyangkut dunia akademik, tetapi juga menyangkut
dunia non akademik, seperti masalah-masalah artistik dan tingkah laku sosial.[26]
Menurut Jonathan Ling inteligensi adalah aktivitas mental yang diarahkan pada
adaptasi bertujuan terhadap, dan seleksi dan pembentukan lingkungan dunia nyata
yang relevan dengan kehidupan seseorang.[27]
b. Macam-macam kecerdasan (hasil belajar)
(1) Kecerdasan intelektual, adalah
kecerdasan yang berhubungan proses kognitif seperti berfikir, daya
menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu. Atau kecerdasan yang
berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan logika.
(2) Kecerdasan emosional, adalah kecerdasan
untuk mengenali emosi diri sendiri, mengelola dan mengekspresikan emosi diri
sendiri dengan tepat, memotivasi diri
sendiri, mengenali orang lain dengan membina hubungan dengan orang lain.
(3) Kecerdasan moral ialah kemampuan untuk
merenungkan mana yang benar dan mana yang salah, dengan menggunakan sumber
emosional dan intelektual pikiran manusia. Indikator kecerdasan moral adalah
bagaimana seseorang memiliki pengetahuan tentang moral yang benar dan yang
buruk, kemudian ia mampu menginternalisasikan moral yang benar kedalam
kehidupan nyata dan menghindarkan diri dari moral yang buruk.
(4) Kecerdasan spritual, yaitu kecerdasan
untuk menepatkan perilaku dan hidup kita dalam kontek makna yang lebih luas dan
kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kehidupan spritual ini meliputi (1)
hastrat untuk hidup bermakna, (2) motivasi mencari makna hidup, dan (3)
mendambakan hidup bermakna.
(5) Kecerdasan Qalbiyah, adalah
sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempurna, untuk mengenal kalbu dan
aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis kalbu secara
benar, memotivasi kalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang lain dan
hubungan ubudiyah dengan Tuhan.[28]
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi
intelegensi
Intelegensi
dibentuk dan berkembang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sebagai
berikut[29] :
(a) Faktor pembawaan atau sifat-sifat dan
ciri-ciri yang dibawa sejak lahir.
(b) Faktor kematangan. Tiap organ tubuh
manusia megalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ dapat dikatakan telah
matang apabila telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsi-fungsinya
masing-masing dan kesiapan untuk dikembangkan. Dalam keadaan seperti ini
perkembangan intelegensi juga akan berlangsung dengan baik.
(c) Faktor pembentukan atau segala faktor
luar yang mempengaruhi intelegensi di masa perkembanganya.
(d) Faktor minat, dalam diri manusia terdapat
dorongan-dorongan (motif) yang mendorong manusia untuk berintekrasi dengan
dunia luar. Interaksi ini lama-kelamaan akan menimbulkan minat terhadap
sesuatu. Apa yang menarik baginya akan mendorong untuk berbuat lebih baik dan
lebih baik.
(e) Faktor kebebasan, dimana manusia boleh
memiliki metode-metode tertentu dalam menyelesaikan masalah, tak ada beban
(tekanan) untuk berbuat mencapai sesuatu yang dapat menentukan kebutuhan sesuai
dengan apa yang diminatinya.
d. Ciri-ciri perilaku cerdas atau perilaku
memiliki kecerdasan tinggi[30]
(1) Terarah pada tujuan, perilaku inteligen
selalu mempunyai tujuan dan diarahkan kepada pencapaian tujuan tersebut.
(2) Tingkah laku terkoordinasi, seluruh
aktifitas dari perilaku inteligens selalu terkoordinasi dengan baik. Tidak ada
perilaku yang tidak direncanakan atau tidak terkendali.
(3) Sikap jasmaniah yang baik (physical well toned behavior)
(4) Memiliki daya adaptasi yang tinggi (adaptable behavior)
(5) Berorientasi kepada sukses
(6) Mempunyai motivasi yang tinggi
(7) Dilakukan dengan cepat
(8) Menyangkut kegiatan yang luas
[1] Yudrik Jahja, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 2
[2] Dali Gulo, 1982. Kamus
Psychology, (Bandung : Tonis) h. 233
[3]Wood dan Marquis dalam abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003) cet, ke-3. h.4
[4] Yudrik Jahja, op.cit. h. 3
[5] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2011), h. 2
[6] Mahmud, Psikologi Pendidikan,
(Bandung : Pustaka Setia, 2012), h. 62
[7] Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung
: Pustaka Setia, 2011), h. 268
[8]Heri Purwanto, Pengantar Prilaku Manusia, (Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1999), cet-ke 1, h.
59
[9]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi
Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), h. 151
[10]Jhon W. Santrock, Educational Psycologi Edition 2, alih
bahasa Tribowo B.S, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), cet-ke 4, h. 514
[11]Syaiful Bahri Djamarah, op.,cit,
h. 157
[12]Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, 2011),
h. 105
[13] Yudrik Jahja, op,cit., h. 63
[14] Heri Purwanto, op.cit., h. 60
[15] Yudrik Jahja, op.cit., h. 64
[16]Syaiful Bahri Djamarah, op.,cit,
h.167
[17]David O. Sears. Dkk, Social Anthropology, diterjemahkan oleh,
Michael Adryanto, Savitri Soekrisno, Psikologi Sosial Jilid 1 (Jakarta :
Erlangga, 1994), edisi-5, cet.ke-3, h. 137
[18] Akyas Azhari, Psikologi Umum & Perkembangan (Jakarta :
Teraju Mizan Publika, 2004), cet. Ke-1, h. 162
[19] Heri Purwanto, op.cit., h. 66
[20] Akyas Azhari., op.cit., h. 164
[21] Ramayulis, Psikologi Agama., op.cit., h. 113
[22] Nana Syaodik Sukmadunata, Landasan Psikologi Proses pendidikan, (Bandung
: Remaja Rosdakarya, cet-6, 2011) h, 46
[23] Ibid., h. 50
[24] Depertemen Agama RI, op.,cit,
h. 284
[25] Mahmud, Psikologi
Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia, cet. Ke-2, 2012), h. 58
[26] Ibid., h. 89
[27] Jonathan Ling & Jonathan Catling, Psycologi Expres :
Cognitive Psycology, (Peurson Educatio, 2012), h. 215
[28] Ramayulis, op.cit., h. 96
[29] Akyas Azhari, Psikologi Umum & Perkembangan (Jakarta :
Teraju Mizan Publika, 2004) h. 148
[30] Nana Syaodih Sukmadinata, Landaan
Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), h. 95
Tidak ada komentar:
Posting Komentar