A. Hakikat Komunikasi Efektif.
1.
Proses Komunikasi
Sebuah komunikasi akan bernilai efektif jika prosesnya
berjalan lancer dan terencana. Oleh sebab itu untuk mencapai komunikasi menjadi
efektif, maka seseorang mesti menguasai empat jenis keterampilan dalam
berkomunikasi yaitu: 1) Menulis, 2) Membaca, 3) Berbicara,
4) Mendengar. Keempat hal ini
dikarenakan bahwa setiap hari manusia melakukan, paling tidak, satu dari keempat hal tersebut, dilingkungan dimana
manusia itu berada. Seperti juga pernafasan, komunikasi sering di anggap
sebagai suatu kejadian otomatis dan terjadi begitu saja, sehingga seringkali seseorang
tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya secara efektif.
Sebagaimana
dijelaskan dalam BAB I bahwa komunikasi itu berlangsung melalui tahap demi
tahap yang mengharuskan seseorang yang akan berkomunikasi mesti melakukan
perencanaan atau langkah- langkah.
Adapun
tahapan pada
proses komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Tahap Ideasi (Ideation), yaitu
tahap proses penciptaan gagasan, pesan atau informasi. Pada umumnya ideasi
muncul karena ada rangsangan dari luar atau saat ada kebutuhan untuk berkomunikasi
pada diri peserta.
b.
Tahap Penyandian (Encoding), yaitu
proses penyusunan gagasan atau pesan menjadi suatu bentuk informasi (simbol,
lambang, sandi) yang akan dikirimkan termasuk pemilihan dan penentuan cara
untuk menyampaikannya.
c.
Tahap Pengiriman (Transmitting), merupakan
kegiatan penyampaian pesan atau informasi yang terjadi di antara peserta
komunikasi.
d.
Tahap Penerimaan (Receiving), yakni
proses penerimaan atau pengumpulan pesan yang terjadi pada para peserta
komunikasi.
e.
Tahap Penafsiran (Decoding), yakni
usaha pemberian arti terhadap informasi/pesan di antara peserta komunikasi.
f.
Tahap Pemberian Tanggapan (Respon),
merupakan tindak lanjut dari penafsiran yang telah dilakukan, yakni pemberian
reaksi terhadap pesan yang telah disampaikan. Jadi para peserta komunikasi
menggunakan arti atau makna suatu pesan sebagai dasar untuk memberikan reaksi.
Apabila respon/reaksi yang diberikan “sesuai” dengan maksud pengirim pesan
berarti terjadi komunikasi yang efektif dan sebaliknya apabila “tidak sesuai”
berarti telah terjadi mis-communication.
g.
Tahap Balikan (Feedback), berlangsung seiring dengan tahap-tahap
komunikasi lainnya, yang berupa gejala atau fenomena yang dapat dijadikan
petunjuk keberhasilan atau kegagalan suatu proses komunikasi. Jadi pengertian
feedback ini harus dibedakan dengan hasil (respons).[1]
Berdasarkan
paparan tersebut dapat dikatakan bahwa komunikasi sebenarnya tergantung pada
persepsi, dan sebaliknya persepsi juga tergantung pada komunikasi. Persepsi
meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi
mengenai lingkungannya. Baik buruknya proses komunikasi tergantung persepsi
masing-masing orang yang terlibat di dalamnya. Jika terdapat ketidak samaan
pengertian antara penerima dan pengirim informsi akan menimbulkan kegagalan
berkomunikasi itu sendiri.
Jadi
secara sederhana komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses pengoperasian isi
pesan berupa lambang-lambang dari komunikator ke komunikan. Dibawah ini sebuah bagan yang mengambarkan
terjadinya sebuah komunikasi, sebagai berikut:
Bagan atau siklus ini menjelaskan
bahwa sebuah pesan yang disampaikan kepada komunikan diterima dengan baik, dan
komunikator memahami bahwa lawan bicaranya mengerti maksud dan isi dari pesan
tersebut. Secara teoritis komunikasi seperti ini sudah efektif jika konsepnya
sebatas bahwa pesan diterima dan ditindak lanjuti oleh komunikan.
2. Komunikasi di
tinjau dari berbagai aspek
Para pakar ilmu komunikasi
mengelompokkan pembagian komunikasi dalam bentuk yang bermacam-macam.
Sebagaimana telah dipaparkan Dedy Mulyana Komunikasi di lihat dari peserta atau
pelaku komunikasinya terbagi menjadi 5 bagian yaitu:
a.
Komunikasi Intra pribadi
Komunikasi intra pribadi (intrapersonal
communication) adalah komunikasi dengan diri-sendiri. Contohnya berfikir.
Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antar pribadi dan komunikasi dalam
konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin komunikasi tidak di bahas
secara rinci dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intra pribadi ini inheren
dalam komunikasi dua orang, tiga orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikasi
dengan orang lain setiap individu biasanya berkomunkasi dengan diri sendiri,
hanya saja caranya tidak di sadari.
Jadi keberhasilan komunikasi selalu
bergantung dengan orang lain dan bergantung pada keefektifan komunikasi dengan
diri sendiri.
b.
Komunikasi Antar pribadi
Komunikasi antar pribadi (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik
secara verbal maupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi ini
adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya
dua orang, seperti suami-istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, dan
sebagainya. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah:
1) Pihak-pihak
yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat.
2) Pihak-pihak
yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan,
baik secara verbal ataupun nonverbal.
Keberhasilan komunikasi menjadi
tanggung jawab para peserta komunikasi, kedekatan hubungan pihak-pihak yang
berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal
mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif dan jarak fisik yang
sangat dekat. Meskipun setiap orang dalam berkomunikasi antar pribadi bebas
mengubah topik pembicaraan, kenyataannya komunikasi antar pribadi bisa saja di dominasi
oleh satu pihak, misalnya; komunikasi suami –istri di dominasi oleh suami, dan
komunikasi atasan dengan bawahan selalu di kuasai oleh atasan.
Jelas sekali bahwa komunikasi antar pribadi
sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena seseorang
dapat menggunakan alat indra tersebut untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang dikomunikasikanya.
Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab
dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat
kabar dan televisi atau lewat teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti
telepon genggam, E-mail, atau telekonferensi, yang membuat manusia merasa
terasing.
c. Komunikasi
Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan manusia
yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian
dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan terdekat,
kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah
rapat untuk mengambil suatu keputusan.
Dengan demikian, komunikasi kelompok
biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut (small
group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan juga
komunikasi antar pribadi, karena itu
kebanyakan teori komunikasi antar pribadi berlaku juga bagi komunikasi
kelompok.
d.
Komunikasi Massa
Komunikasi massa (mass
communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat
kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang di kelola oleh suatu
lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sekumpulan orang
yang tersebar di banyak tempat, anonym, dan heterogen.
Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan selintas
(khususnya media elektronik). Komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok dan
komunikasi organisasi berlangsung juga dalam proses untuk mempersiapkan pesan
yang disampaikan media massa ini.
e. Komunikasi
Organisasi
Komunikasi organisasi (organizational
communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga
informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar dari pada
komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi seringkali juga melibatkan
komunikasi diadik, komunikasi antar pribadi. Dalam hal ini termasuk juga
komunikasi formal dan informal. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut
struktur organisasi, yakni komuniksi kebawah, komunikasi keatas, dan komuniksi
horizontal, sedangkan kamunikasi informal tidak tergantung pada struktur
organisasi, seperti komunikasi antar sejawat, juga termasuk gosip[2].
Demikianlah
bila komunikasi tersebut di lihat dari sisi peserta komunikasinya, bahwa
komunikasi itu baik verbal dan nonverbal sering di dominasi oleh salah satu
pihak namun hal itu sepanjang bahwa pesan tersampaikan dengan baik dan
komunikan menerima dengan baik situasi dan kondisinya, maka hal itu tidak
menjadi persoalan, walaupun bagi komunikan sebenarnya memiliki tekanan
psikologis.
Akan
tetapi komunikasi juga bisa di tinjau sebagai proses, jika di lihat sebagai
proses maka ia memiliki bentuk-bentuk sebagai berikut:
1) Komunikasi
langsung
Komunikasi langsung tanpa
menggunakan alat. Komunikasi ini berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang
berarti khusus dan penggunaan isyarat, misalnya berbicara langsung kepada
seseorang dihadapan kita.
2) Komunikasi
tidak langsung
Biasanya menggunakan alat dan
mekanisme untuk melipat gandakan jumlah penerima pesan (sasaran) ataupun untuk
menghadapi hambatan geografis, waktu, misalnya menggunakan radio, buku, dll.
Kemudian
komunikasi juga bisa di lihat dari sudut pandang dan arah sasaran yang akan
dituju dari komunikasi itu misalnya; (a) Komunikasi berdasarkan sasaran,
komunikasi berdasarkan sasaran misalnya:
(1) Komunikasi
massa
Komunikasi massa, yaitu komunikasi dengan sasarannya
kelompok orang dalam jumlah yang besar, umumnya tidak semua audiensinya yang di
kenal. Dalam hal ini perlu diperhatikan :
(a) Pesan
di susun dengan jelas, tidak rumit, tidak bertele-tele
(b) Bahasa
yang mudah dimengerti/dipahami
(c) Bentuk
gambar yang baik
(d) Membentuk
kelompok khusus, misalnya kelompok pendengar (radio)
2)
Komunikasi kelompok
Yaitu komunikasi yang sasarannya sekelompok orang yang
umumnya dapat di hitung dan di kenal dan merupakan komunikasi langsung dan
timbal balik.
3)
Komunikasi perorangan
Yaitu komunikasi dengan tatap muka
dapat juga melalui telepon dalam hal ini terjadi model atau bentuk komunikasi
seperti:
(a) Komunikasi
satu arah
Pesan disampaikan oleh sumber kepada sasaran dan sasaran
tidak dapat atau tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan umpan balik atau bertanya,
misalnya radio.
(b) Komunikasi
timbal balik
Pesan disampaikan kepada sasaran dan sasaran memberikan
umpan balik. Biasanya komunikasi kelompok atau perorangan merupakan komunikasi
timbal balik.[3]
Jadi komunikasi bila ditinjau dasi sudat pandang atau tujuan
serta sasaran yang hendak dicapai yang penting di ingat adalah metode dan
strategi bagaiman komunikasi tersebut berjalan dengan efektif, dan memiliki
azas manfaat.
3)
Komunikasi
Verbal Dan Non Verbal
a. Komunikasi Verbal
Pada dasarnya ada dua bentuk komunikasi
yang umum digunakan disetiap kondisi yaitu, komunikasi verbal dan komunikasi
nonverbal. Pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada
penerima dapat di kemas secara verbal dengan kata-kata atau nonverbal tanpa
kata-kata. Komunikasi yang pesannya di kemas secara verbal disebut komunikasi
verbal, sedangkan komunikasi yang pesannya di kemas secara nonverbal
disebut komunikasi nonverbal. Jadi, komunikasi verbal adalah penyampaian
makna dengan menggunakan kata-kata. Sedang komunikasi nonverbal tidak menggunakan
kata-kata.[4]
Komunikasi ini paling banyak di pakai dalam
hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan,
emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan
informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling
berdebat, dan bertengkar.[5] Ada beberapa unsur penting dalam
komunikasi verbal, yaitu:
1)
Bahasa
Pada dasarnya bahasa adalah suatu system
lambang yang memungkinkan orang berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang
bahasa yang digunakan adalah bahasa verbal misalnya lisan, tertulis pada
kertas, ataupun elektronik.[6] Bahasa memiliki banyak fungsi, namun
sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan
komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu adalah:(a) Untuk mempelajari tentang
dunia sekeliling kita;(b) Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama
manusia (c) Untuk menciptaakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
Menurut Hafied Changgara, ada tiga teori yang
membicarakan komunikasi verbal, sehingga orang bisa memiliki kemampuan
berbahasa yaitu:
(1)
Teori Operant
Conditioning yang dikembangkan oleh seorang ahli psikologi behavioristik
yang bernama B. F. Skinner (1957) sebagaimana di kutip oleh hafied Canggara,
bahwa teori ini menekankan unsur rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response)
atau lebih dikenal dengan istilah S-R. teori ini menyatakan bahwa jika satu
organ di rangsang oleh stimuli dari luar, orang cenderung akan memberi reaksi.
Anak-anak mengetahui bahasa karena ia di ajar oleh orang tuanya atau meniru apa
yang diucapkan oleh orang lain.
2)
Teori kedua
ialah teori Kognitif yang dikembangkan oleh Noam Chomsky.
Menurutnya kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis
yang di bawa dari lahir.
3)
Teori ketiga
disebut Mediating theory atau teori penengah yang dikembangkan oleh Charles
Osgood. Teori ini menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan kemampuannya
berbahasa, tidak saja bereaksi terhadap rangsangan (stimuli) yang di terima
dari luar, tetapi juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi dalam
dirinya.[7]
Berdasarkan ketiga teori tersebut dapat diambil
sebuah pemahaman bahwa dalam berkomunikasi seseorang tidak bisa lepas dari
penggunaan bahasa baik verbal nonverbal, karena dengan bahasalah seseorang
dapat menjalin sebuah iteraksi sosial, bahasa yang baik dan efektif membawa
kepada penafsiran yang baik dan sebaliknya bahasa yang tidak baik juga bisa
membawa kepada kondisi yang tidak baik.
2)
Kata
Kata merupakan unit lambang terkecil dalam
bahasa. Kata adalah lambang yang mewakili sesuatu hal, seperti orang, barang,
kejadian, atau keadaan namun kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau
keadaan sendiri. Tetapi makna kata itu adalah berhubungan langsung antara kata
dan pikiran orang.[8]
Jadi penggunaan kata- kata dalam berkomunikasi
merupakn ruh dari komunikasi itu sendiri.
b. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi Nonverbal adalah komunikasi yang
pesannya di kemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi
nonverbal jauh lebih banyak dipakai dari pada komuniasi verbal. Dalam
berkomunikasi hampir secara otomatis
komunikasi nonverbal ikut terpakaikan. Karena itu komunikasi nonverbal bersifat
tetap dan selalu ada. Komunikasi non verbal lebih jujur mengungkapkan hal yang
mau diungkapkan karena spontan.[9]
“Nonverbal
communication is all aspects of communication other than words themselves. It
includes how we utter words (inflection, volume), features, of environments
that affect interaction (temperature, lighting), and objects that influence
personal images and interaction patterns (dress, jewelry, furniture”)[10].
(Komunikasi non verbal adalah semua aspek komunikasi
selain kata-kata sendiri. Hal ini
mencakup bagaimana kita mengucapkan kata-kata (infleksi, volume), fitur,
lingkungan yang mempengaruhi interaksi (suhu, pencahayaan) dan benda-benda yang
mempengaruhi citra pribadi dan pola interaksi (pakaian, perhiasan, mebel).
Komunikasi Non Verbal dapat berupa bahasa
tubuh, tanda (sign), tindakan/perbuatan (action) atau objek (object).
1.
Bahasa Tubuh berupa raut
wajah, gerak kepala, gerak tangan, gerak-gerik tubuh mengungkapkan berbagai
perasaan, isi hati, isi pikiran, kehendak, dan sikap orang.
2.
Tanda. Dalam
komunikasi nonverbal tanda mengganti kata-kata, misalnya, bendera, rambu-rambu
lalu lintas darat, laut, udara; aba-aba dalam olah raga.
3.
Tindakan/perbuatan. Ini sebenarnya
tidak khusus dimaksudkan mengganti kata-kata, tetapi dapat menghantarkan makna.
Misalnya, menggebrak meja dalam pembicaraan, menutup pintu keras-keras pada
waktu meninggalkan rumah, menekan gas mobil kuat-kuat. Semua itu mengandung
makna tersendiri.
4.
Objek. Objek sebagai
bentuk komunikasi nonverbal juga tidak mengganti kata, tetapi dapat
menyampaikan arti tertentu. Misalnya, pakaian, aksesori dandan, rumah, perabot
rumah, harta benda, kendaraan, hadiah[11].
Berdasarkan konsep
tersebut dapat dipahami bahwa antara komunikasi verbal dan nonverbal merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dalam arti kedua bahasa tersebut
bekerja bersama-sama untuk menciptakan suatu makna.
4)
Faktor- faktor
penunjang dan penghambat komunikasi
a. Faktor-Faktor
Penunjang Komunikasi
Dalam mengkaji efektif atau tidaknya
komunikasi, maka mengetahui factor penunjang dan pendukung adalah sesuatu yang
sangat perlu, karena dengan demikian dapat diminimalisir hal-hal buruk yang
mungkin saja terjadi dalam komunikasi misalnya salah pengertian yang bisa
berakibat pada salahnya tindakan. Diantara faktor penunjang komunikasi
efektifnya adalah:
1)
Penguasaan Bahasa
Kita ketahui bersama bahwa bahasa
merupakan sarana dasar komunikasi. Baik komunikator maupun audience (penerima
informasi) harus menguasai bahasa yang digunakan dalam suatu proses komunikasi
agar pesan yang disampaikan bisa di megerti dan mendapatkan respon sesuai yang
diharapkan.
Jika komunikator dan audience tidak
menguasai bahasa yang sama, maka proses komunikasi akan menjadi lebih panjang
karena harus menggunakan media perantara yang bisa menghubungkan bahasa
keduanya atau yang lebih dikenal sebagai translator (penerjemah)
2) Media
Komunikasi
Media yang
di maksud di sini adalah suatu alat penunjang dalam berkomunikasi baik secara
verbal maupun non verbal. Kemajuan IPTEK telah menghadirkan berbagai macam
sarana komunikasi sehingga proses komunikasi menjadi lebih mudah. Semenjak
ditemukannya berbagai media komunikasi yang lebih baik selain direct verbal
(papyrus di Mesir serta kertas dari Cina ), maka komunikasi bisa di sampaikan
secara tidak langsung walau jarak cukup jauh yaitu dengan tulisan atau surat.
Semenjak penemuan sarana komunikasi elektrik yang lebih canggih lagi (televisi,
radio, pager, telepon genggam dan internet) maka jangkauan komunikasi menjadi
sangat luas dan tentu saja hal ini sangat membantu dalam penyebaran informasi.
Dengan
semakin baiknya koneksi internet dewasa ini, maka komunikasi semakin lancar dan
up to date. Misalnya saja peristiwa unjuk rasa massal yang menyebabkan
kekacauan di Mesir bisa kita ketahui bahkan secara live.
3) Kemampuan
Berpikir
Kemampuan
berpikir (kecerdasan) pelaku komunikasi baik komunikator maupun audience sangat
mempengaruhi kelancaran komunikasi. Jika intelektualitas si pemberi pesan lebih
tinggi dari pada penerima pesan, maka si pemberi pesan harus berusaha
menjelaskan. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir yang baik agar proses
komunikasi bisa menjadi lebih baik dan efektif serta mengena pada tujuan yang
diharapkan.
Begitu
juga dalam berkomunikasi secara tidak langsung misalnya menulis artikel, buku
ataupun tugas-tugas perkuliahan (laporan bacaan, makalah, kuisioner dan
lain-lain), sangat dibutuhkan kemampuan berpikir yang baik sehingga penulis
bisa menyampaikan pesannya dengan baik dan mudah di mengerti oleh pembacanya.
Demikian
juga halnya dengan pembaca, kemampuan berpikirnya harus luas sehingga apa yang
dibacanya bisa dimengerti sesuai dengan tujuan si penulis. Jika salah satu
(penulis atau pembaca) tidak memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka apa
yang disampaikan bisa tidak dimengerti sehingga tidak mencapaia tujuan yang
diharapkan.
4) Lingkungan
yang Baik
Lingkungan
yang baik juga menjadi salah satu faktor penunjang dalam berkomunikasi.
Komunikasi yang dilakukan di suatu lingkungan yang tenang bisa lebih difahami
dengan baik dibandingkan dengan komunikasi yang dilakukan di tempat
bising/berisik. Komunikasi di lingkungan kampus perguruan tinggi tentu saja
berbeda dengan komunikasi yang dilakukan di pasar.
b. Faktor-Faktor
Penghambat Komunikasi
1. Hambatan
sosiologis
Seorang sosiolog jerman bernama Ferdinand
Tonnies mengklasifikasikan kehidupan
masyarakat menjadi dua jenis yang ia namakan Gemeinschaft dan gesellschaft.
Gemeinschaft adalah pergaulan hidup yang bersifat
pribadi, statis, dan rasional, seperti dalam kehidupan rumah tanngga. sedangkan gesellschaft adalah pergaulan
hidup yang bersifat pribadi, dinamis, dan rasional, seperti pergaulan di kantor
atau dalam organisasi.
Hal ini dikarenakan bahwa dalam
kehidupan masyarakat itu terbagi atas berbagai gologan dan lapisan, hal ini
akan menimbulkan perbedaan status social, agama, ideologi, tingkat pendidikan,
tingkat kekayaan, dan sebagainya, semua itu menjadi hambatan dalam
berkomunikasi dan inilah yang termaksud dalam hambatan sosiologis.
2. Hambatan
antropologis
Manusia meskipun satu sama lain sama
dalam jenisnya sebagai makhluk “homo sapiens”, tetapi ditakdirkan
berbeda dalam banyak hal. Dalam komunikasi misalnya, komunikator dalam
melancarkan komunikasinya dia akan berhasil apabila dia mengenal siapa
komunikan dalam arti ‘siapa’ disini adalah bukan soal nama, melainkan ras,
bangsa, atau suku apa si komunikan tersebut. Dengan mengenal dirinya, akan
mengenal pula kebudayaannya, gaya hidup dan norma kehidupannya, kebiasaan dan
bahasanya.
Perlu diketahui bahwa komunikasi
berjalan lancar jika suatu pesan yang disampaikan komunikator diterima oleh
komunikan secara tuntas, yaitu di terima dalam pengertian received atau secara
inderawi, dan dalam pengertian accepted atau rohani.
3. Hambatan
psikologis
Factor psikologis sering menjadi
hambatan dalam berkomunikasi. Hal ini umunnya disebabkan sikomunikator dalam
melancarkan komunikasinya tidak terlebih dahulu mengkaji si komunikan.
Komunikasi sulit untuk berhasil apabila komunikan sedang sedih, bingung, marah,
merasa kecewa, merasa iri hati, dan kondisi psikologi lainnya; juga jika
komunikasi menaruh prasangka kepada komunikator.
Prasangka merupakan salah satu
hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang yang berprasangka belum
apa-apa sudah bersikap menentang komunikator. Apalagi kalau prasangka itu sudah
berakar, seseorang tidak lagi berpikir objektif, dan apa saja yang dilihat atau
didengarnya selalu dinilai negatif.
Prasangka sebagai factor psikologis
dapat disebabkan oleh aspek antropologisdan sosiologis; dapat terjadi terhadap
ras, bangsa suku bangsa, agama, partai politik, kelompok dan apa saja yang bagi
seseorang merupakan suatu perangsang disebabkan dalam pengalamannya pernah
diberi kesan tidak enak.
Berkenaan dengan factor-faktor
penghambat komunikasi yang bersifat sosiologis-antropologis-psikologis itu
menjadi permasalahan maka upaya untuk mengatasinya ialah mengenal diri
komunikan dengan mengkaji kondisi psikologinya sebelum komunikasi terjadi, dan
bersikap empatik kepada komunikan.[12]
4. Hambatan
semantik
Kalau hambatan sosiologis-antropologis-psikologis
terdapat pada pihak komunikan, maka hambatan semantis terdapat pada
komunikator. Factor semantis menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator
sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Agar
proses komunikasi itu berjalan dengan baik seorang komunikator harus
benar-benar memperhatikan gangguan semantis ini, sebab salah mengucap atau
salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian atau salah tafsir, yang pada
gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi.
Gangguan semantis juga kadang-kadang
disebabkan oleh aspek antropologis, yakni kata-kata yang sama bunyi dan
tulisannya, tetapi memiliki makna yang berbeda. Salah komunikasi ada kalanya juga
disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat, dalam komunikasi hendaknya
menggunakan kata-kata yang dapat dimengeri atau yang denotatif.
Jadi untuk menghilangkan hambatan
semantis dalam komunikasi, seorang komunikator harus mengucapakan pertanyaan
yang jelas dan tegas, memilih kata-kata yang tidak menimbulkan persepsi yang
salah, dan di sususn dalam kalimat-kalimat yang dapat dimengerti.
5. Hambatan
mekanis
Hambatan mekanis dijumpai pada media
yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contohnya: suara telepon yang
kurang jelas, berita surat kabar yang sulit dicari sambungan kolomnya, gambar
yang kurang jelas pada pesawat televise dan lain-lain. Hambatan pada beberapa
media tidak mungkin diatasi oleh komunikator tapi biasanya memerlukan
orang-orang yang ahli di bidang tersebut misalnya teknisi.
6. Hambatan Ekologis
Hambatan ekologis terjadi oleh
gangguan lingkungan terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya adalah
suara riuh (bising) orang-orang atau lalu lintas, suara hujan atau petir, suara
pesawat terbang dan lain-lain. Untuk menghindari hambatan ini, komunkator harus
mengusahakan tempat komunikasi yang bebas dari gangguan seperti yang telah
disebutkan tadi.[13]
Jadi dapat dipahami bahwa dalam berkomunikasi,
para pelaku komunikasi (komunikator maupun audience) harus senantiasa memahami
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses komunikasi sehingga komunikasi
yang dilakukan bisa berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang
diharapkan. Demikian halnya dalam dunia akademik, memahami pola komunikasi yang
efektif amatlah di butuhkan.
[3] Ibid.h
257
[4] Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal
& Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 22
[8]Agus M.
Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal,
(Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 24
[10] Julia T. Wood, Communication in Our Lives,
(USA: University of North Carolina at Capital Hill, 2009), h. 131
[13] Tierney Elizabeth. 101 Cara
Berkomunikasi Lebih Baik. (Jakarta: Elex Media Komputindo. 2003)h,7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar