Cari Blog Ini

Kamis, 05 Juli 2018

Keberhasilan Belajar


A.    Keberhasilan Belajar
1.      Pengertian Keberhasilan
Keberhasilan secara etimologi berasal kata dari hasil yang artinya sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan) oleh usaha. Keberhasilan dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah perihal (keadaan) berhasil.[1]Keberhasilan juga berarti memperoleh penghargaan, kepemimpinan. Keberhasilan bisa dikatakan terlihat lebih tinggi oleh orang lain, jika terlihat dalam usaha dan kehidupan sosial seseorang.
28
 
Keberhasilan juga berarti kebebasan, kebebasan dari rasa takut, rasa cemas, rasa frustasi dan kegagalan, juga sebagai penghargaan diri. Keberhasilan adalah sebuah kemenangan, namun untuk bisa meraih keberhasilan, sebaiknya mempunyai keyakinan untuk itu. Keberhasilan membutuhkan keyakinan, ketika merasa yakin, maka secara otomatis akan memperoleh atau menghasilkan sebuah kekuatan, keterampilan dan juga menghasilkan suatu energi yang diperlukan untuk sebuah keberhasilan. Jadi dapat disimpulkan bahwa keberhasilan merupakan suatu kemenangan yang didapatkan oleh seseorang sebagai hasil dari usaha yang dilakukan. Keberhasilan didapatkan melalui keyakinan dan tekat yang kuat, ketika seorang siswa percaya dapat mengerjakan tugas, kemudian dengan keyakinan tersebut dikembangkan dengan berbagai usaha untuk bisa melakukan dan menyelesaikan tugas tersebut.
2.      Pengertian Belajar
Belajar secara etimologi adalah usaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Belajar berasal dari kata ajar yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut.[2] Menurut Made Pidarta belajar cendrung terlihat pada perubahaan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalamaan (bukan hasil perkembangaan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikaannya kepada orang lain.[3]
Menurut M. Sobry Sutikno, Belajar adalah proses orang untuk memperoleh berbagai kecakapaan, keterampilan, dan sikap. Biasa juga di artikan bahwa, belajar itu adalah suatu proses usaha yang di lakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhaan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungaannya.[4]
 Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang tidaklah sama, sesuai dengan keadaan belajar yang dihadapi dan di jalani.
3.      Pengertian Keberhasilan belajar
Penjelasan tentang keberhasilan dan belajar di atas dapat diketahui bahwa, keberhasilan belajar adalah tercapainya keadaan proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Siswa dikatakan mencapai keberhasilan belajar jika diakhir proses belajar tersebut terjadi perubahan, dari tidak tau menjadi tau. Perubahan dari segi ilmu pengetahuan (kognitif), perubahan sikap, cara bersosialisasi dengan lingkungan hidup di masyarakat, sehingga dapat mengembangkan diri secara maksimal (afektif), maupun perubahan dari segi keterampilan (psikomotor).
Siswa dikatakan berhasil memiliki ketiga aspek pengetahuan di atas, jika bagian-bagain yang di nilai dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor didapatkan oleh siswa. Berikut ini penjelasan tentang aspek kognitif, afektif, dan psikomor:
a.       Kognitif
Kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak), berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.[5] Dalam ranah kognitif terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
1)      Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge).
Adalah kemampuan. seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya
2)      Pemahaman (comprehension)Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
3)      Penerapan (application) Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.
4)      Analisis (analysis) Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
5)      Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola baru.
6)      Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation). Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan ketentuan atau kriteria yang ada.[6]

Jadi dapat dipahami bahwa tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
b.      Afektif
Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.[7] Ranah afektif dirinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1)      Menerima atua memperhatikan (Receiving atau attending), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
2)      Menanggapi (Responding) yaitu adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara.
3)      Menilai atau menghargai (Valuing ). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan
4)      Mengatur atau mengorganisasikan (Organization ), artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.
5)      Karakterisasi dengan  suatu nilai atau komplek nilai (Characterization by evalue or calue complex ), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.[8]

Jadi dapat dipahami bahwa dalam ranah afektif lebih kepada sikap seseorang. Oleh karena itu Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon,  Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.

c.       Psikomotor
Psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.[9] Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif. Contohnya materi kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain, yang diajarkan kepada siswa. Setelah dijelaskan oleh guru kemudian diperkuat dengan buku-buku yang dibaca. Kemudian siswa dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Kemudian diterapkan bersama-sama baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat.

4.      Faktor-faktor Keberhasilan Belajar
Faktor-faktor  yang mempengaruhi kegiatan belajar dibagi menjadi dua golongan yaitu faktor intern (dalam diri induvidu) dan faktor ekstern (diluar diri induvidu), sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
1.      Faktor internal (dalam diri) induvidu
a.       Faktor psikologis, diantara beberapa faktor psikologis siswa yang berpengaruh kepada prestasi belajarnya adalah:
1)      Inteligensi . Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara intelegensi siswa dengan prestasi belajarnya. Besarnya sekitar 0,50. Ini berarti bahwa 25 persen variansi prestasi belajar dapat dijelaskan dari intelegensinya”.
2)      Motivasi, merupakan kondisi psikologis yang mendorong untuk memenuhi kebutuhan akan sesuatu. Dengan adanya motivasi dalam diri siswa untuk belajar, siswa akan lebih giat dan tekun dalam mencapai tujuan belajarnya. Skowronek mengatakan, bahwa adanya hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan kesuksesan belajar.[10]
3)       Sikap, merupakan pola tingkah laku yang dipelajari dan mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu terhadap sesuatu, objek dan ide tertentu. Diantara bermacam-macam sikap yang dikira ada kaitanya dengan prestasi belajar adalah sikap terhadap sekolah, guru, dan teman. Siswa yang mempunyai sikap kurang acuh terhadap sekolahnya akan kurang giat belajar, malas mengerjakan tugas-tugas sekolah dan mungkin juga tidak peduli terhadap sekolahnya.
4)      Minat. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan. Dengan demikian, wawasan akan bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan atau pencapaian prestasi belajar.
5)      Kematangan, adalah sesuatu tingkah atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru.[11] Berdasarkan pendapat tersebut, maka kematangan adalah suatu kesanggupan organ tubuh untuk menjalankan fungsinya, masing-masing kematang itu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya, sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil jika anak itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.
6)      Kesiapan, yaitu kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi. Diasumsikan bahwa kesiapan siswa dalam proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.
b.      Faktor Jasmani
1)      Kesehatan. Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar peserta didik, jika kesehatan peserta didik terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk, akan menganggu proses keberhasilan belajar. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya.
Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.
2)      Cacat Tubuh, adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya mengenai tubuh atau badan. Cacat ini berupa buta, setengah buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain-lain.[12]
3)      Faktor Kelelahan. Ada beberapa penyebab kelelahan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto sebagai berikut:
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena ada substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus karena memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa, tidak sesuai dengan minat dan perhatian.[13]
2.      Faktor eksternal
Ada 3 Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat:
a.       Lingkungan Keluarga
1)      Cara orang tua mendidik. Cara orang tua mendidik anaknya mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar anaknya.
Slameto mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan Negara.[14]

2)       Hubungan kekeluargaan, yang penting dalam keluarga adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya atau dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah apakah ada kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau sikap acuh tak acuh, dan sebagainya.
3)      Keadaan keluarga, sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan individu seperti kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, hubungan antara orang tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan realitas kehidupan.
4)      Ekonomi keluarga. Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan sebagainya.
5)      Pengertian Orang Tua. Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah”. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya sedapat mungkin untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya.
6)       Latar Belakang Kebudayaan. Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belaja. Oleh karena itu perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.
7)      Suasana Rumah, sangat mempengaruhi prestasi belajar, suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising dan semwarut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar. Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang besar terlalu banyak penghuninya. Suasana yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok, pertengkaran antara anggota keluarga yang lain yang menyebabkan anak bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang mengkibatkan penuruan hasil belajar.
b.      Lingkungan Sekolah
1)      Guru dan cara mengajar. Guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya turut menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa.
2)      Model Pembelajaran. Model atau metode pembelajaran sangat penting dan berpengaruh sekali terhadap prestasi belajar siswa, terutama pada pelajaran sain Dalam hal ini model atau metode pembelajaran yang  digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu model pembelajaran saja, akan tetapi harus bervariasi yang disesuaikan dengan konsep yang diajarkan dan sesuai dengan kebutuhan siswa, terutama pada guru sain. Dimana guru sain harus bisa memilih dan menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran. Adapun model-model pembelajaran itu, misalnya: model pembelajaran kooperatif, pembelajaran kontekstual, realistik matematika problem solving dan lain sebagainya.
3)      Alat-alat Pembelajaran. Untuk dapat hasil yang sempurna dalam belajar, alat-alat belajar adalah suatu hal yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya perpustakaan, laboratorium dan sebagaianya.
4)      Kurikulum. Kurikulum diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa, kegiatan itu sebagian besar menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
5)      Waktu Sekolah, adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu sekolah dapat pagi hari, siang, sore bahkan malam hari.
6)      Interakasi Guru dan murid, guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar. Oleh karena itu, siswa merasa jenuh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif di dalam belajar.
7)      Disiplin Sekolah. Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar . Kedisiplinan sekolah ini misalnya mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan pelaksanaan tata tertib, kedisiplinan pengawas atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain.
8)      Media Pembelajaran. Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belajar anak dalam jumlah yang besar pula.Media pendidikan ini misalnya seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media lainnya yang dapat mendukung tercapainya prestasi belajar dengan baik. 
c.       Lingkungan Masyaraka.
1)      Kegiatan siswa di masyarakat, kegiatan dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.
2)      Teman Bergaul. Anak perlu bergaul dengan anak lain, untik mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.
3)      Cara berinteraksi dilingkungan. Cara hidup tetangga disekitar rumah di mana anak tinggal, besar pengaruh terhadap pertumbuhan anak. Misalnya anak tinggal di lingkungan orang-orang rajib belajar, otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin juga tanpa disuruh.


[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, op. cit., h.343
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 14
[3] Made Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta:Rineka Cipta,2007), h.206
[4] M. Sobry Sutikno, Landasan Pendidikan, (Bandung:Prospect,2008), h.51
[5] Tohirin, M.S, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 140
[6] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 1989I, h. 99-126
[7] Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 148
[8] Tohirin, M.S, op. cit., h. 143
[9] Tohirin, M.S, op. cit., h. 144
[10] Skowronek Helmut, Learning, Motivation for learning and success’ Education , Tubingen, 1976. h. 21
[11] Op. cit., h. 53.
[12] Slameto, op. cit., h. 55.
[13] Slameto, Op. Cit., h. 59
[14] Slameto, Op. Cit., h. 60

Tidak ada komentar: