Cari Blog Ini

Sabtu, 14 Juli 2018

Dasar-Dasar Pembentukan Karakter Dari Perspektif Al-Qur’an Dan Sunnah


a.   Dasar-Dasar Pembentukan Karakter Dari Perspektif Al-Qur’an Dan Sunnah
Al-Qur’an dan hadis merupakan dua sumber utama yang menjadi pedoman dalam kehidupan umat Islam. Sebagai pedoman dalam kehidupan manusia, al-Qur’an dan sunnah tentunya mempunyai fungsi yang signifikansi dalam kehidupan umat islam untuk memberi arah kehidupan, memberi ketenangan, petunjuk, dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari terhadap persoalan-persoalan yang baik dan  tidak baik, halal dan yang haram. Memahami fungsi al-Qur’an dan hadis ini, maka atas berbagai fenomena kehidupan manusia, termasuk dalam memahami pembentukan karakter manusia, harus didasarkan pada al-Qur’an dan Hadis Nabi.
Ramayulis dalam bukunya Psikologi Agama, yang cenderung menjadikan al-Qur’an inheren dengan agama menjelaskan bahwa dalam kehidupan umat manusia agama atau al-Qur’an berfungsi sebagai berikut :
1). Sumber nilai dalam menjaga Kesusilaan
Setiap manusia, baik secara individu maupun secaa kolektif (bermasyarakat) akan tumbuh dan berkembang. Sehingga perkembangan tersebut membutuhkan sebuah sistem nilai sebagai tuntutan untuk mengarahkan perbuatan itu dalam mencapai tujuan akhirnya.
2). Sarana untuk mengatasi Frustasi
     Dalam menjalani kehidupan, manusia tentunya tidak bisa terlepas dari persoalaan hidup. Persoalaan tersebut tentunya ada yang bisa diatasi, namun tidak jarang persoalaan tersebut justeru membingungkan yang menyebabkan frustasi dalam kehidupan. Di sinilah fungsi al-Qur’an memberikan bimbingan agar seseorang tidak menemui jalan buntu, yang berakibat pada stress atau frustasi.
3). Sarana Untuk mengatasi Ketakutan
     Setiap manusia pasti memiliki keterbatasan dalam mengathui atau memprediksi berbagai persoalaan kehidupannya. Fenomena kaya dan miskin adalah dua hal yang tidak bisa dielakan dalam kehidupan.Tidak jarang orang yang kaya takut jatuh miskin, dan sebaliknya orang miskin takut karena tidak ada jaminan hidup. Semua fenomena ini merupakan ketakutan yang tidak pernah berujung, atau bahkan tidak ada objeknya.karena itu, al-Qur’an memberikan solusi atas persoalan yang muncul seperti ini dalam kehidupannya.


4). Sarana untuk memuaskan keingintahuan
    Manusia adalah mahluk yang serba ingin tahu. Dalam proses pencarian tersebut, tentu tidak semua hal yang bisa diketahui oleh manusia. Namun, terkadang keterbatasan tersebut menjadi sesuatu yang tidak bisa dipecahkan sehingga menjadi kerisauan intelektual.Di sinilah al-Qur’an memberikan penjelasan tentang sesuatu yang tidak bisa dipecahkan oleh kemampuan logika manusia.[1]
Berdasarkan pandangan Ramayulis diatas, maka dapat dipahami bahwa al-Qur’an mempunyai multi fungsi bagi kehidupan manusia.Terkait dengan persoalaan karakter, al-Qur’an banyak memberikan nilai-nilai yang dapat dijadikan dalam membentuk pemahaman tentang karakter, mesikpun hanya bersifat umum, yang dijadikan prinsip dalam pembentukan karakter. Karena itulah, al-Qur’an memiliki kedudukan yang penting dan strategis dalam memberikan tuntunan sebagai dasar dalam memahami pembentukan karakter manusia.
Menurut Abuddin Nata, karakter dalam perspektif al-Qur’an lebih menekankan pada upaya membiasakan orang untuk mempraktekan dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan (perintah untuk beribadah atau beramal saleh) dan perintah untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang buruk. Disamping itu al-Qur’an dalam porses pembentukan karakter juga menekankan pada upaya agar manusia dapat mengetahui, memahami dan menyadari tentang cara hidup, atau bagaimana seharusnya manusia hidup. Bila karakter identik dengan akhlak, maka karakter adalah satu sifat untuk mengetahui, memahami mana yang harus dilakukan oleh manusia dan mana yang tidak dilakukan manusia.[2]
Berkaitan dengan al-Qur’an, maka karakter dengan berbagai indikatornya sebagaimana dijelaskan dalam pengertian di atas, mempunyai berbagai kesamaan. Sebab, karakter dalam bahasa Arab cenderung disebut dengan sebutan istilah akhlaq atau khuluq yang berarti budi pekerti atau tingkah laku. Didalam al-Qur’an, penggambaran karakter diidentikan dengan penteladanan akhlak Rasulullah seperti firman Allah.
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ ( الأحزاب:21)
Artinya :  Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(Q.S.Al-ahzaab:21)[3]
Perkatan uswah pada kata diatas adalah bermakna dua kemungkinan. Pertama, uswah dalam arti kepribadian Rasulullah secara totalitasnya adalah teladan.Kedua, uswah dalam arti terdapat pada diri Rasulullah hal-hal yang patut diteladani.[4] Ayat ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad mempunyai kepribadian yang patut diteladani bagi manusia. Inilah salah satu bentuk keagungan Nabi  sebagai pribadi yang mempunyai karakter. Bahkan al-Qur’an sendiri menjelaskan dan mempertegas keagungan akhlak Rasulullah sebagai firman Allah SWT.
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ  (القلم:4 )
Artinya :   Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(Q.S. Surat al-Qalam ayat 4)
Kedua ayat diatas menjadi acuan atau dasar dalam menjelaskan pentingnya karakter dalam kehidupan manusia ayat diatas menggambarkan tentang pribadi Rasulullah yang mempunyai budi pekerti yang agung, sehingga ia layak menjadi panutan bagi umat islam. Dalam hal ini, akhlak yang ditujukan kepada nabi Muhammad, bukan hanya tertuju kepada sejumlah sikap atau perilaku tertentu dan kepribadian yang dimilikinya. Namun hal ini tertuju pada totalitas kehidupan nabi Muhammad yang mengindikasikan kandungan berbagai karakter yang baik, yang didasarkan pada nilai-nilai positif yang berasal dari al-Qur’an. Tentunya akhlaq mulia bukan sekedar perilaku biasa yang tidak terkait dengan kondisi batin, akan tetapi ia menggambarkan kematangan dan konsistensi sifat batiniah yang terdapat dalam diri Rasulullah, yang tidak mudah diubah. Oleh karena itu ayat diatas dijadikan sebagai dasar pentingnya akhlak dalam kehidupan umat Islam dan pentingnya kedudukan Rasulullah sebagai teladan dalam mentradisikan, membiasakan, dan membudayakan hal-hal yang baik, sehingga ia mengkristal menjadi karakter pada diri.
Selanjutnya karakter dalam al-Qur’an juga diasosiasikan pada pribadi atau manusia yang sudah terbebas dari kehidupan yang sesat atau kehidupan gelap kepada kehidupan yang lurus atau terang benderang. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah SWT.
uqèd Ï%©!$# Ìj?|ÁムöNä3øn=tæ ¼çmçGs3Í´¯»n=tBur ä3y_̍÷ãÏ9 z`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# 4 tb%Ÿ2ur tûüÏZÏB÷sßJø9$$Î $VJŠÏmu ÇÍÌÈ 
Artinya : Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.
Dalam proses pembentukan karakter, al-Qur’an memberikan gambaran tentang usaha Luqmanul Hakim dalam menanamkan karakter kepada anaknya. Dalam hal ini, ia memberikan nasihat kepada puteranya untuk senantiasa  memlihara dan memupuk rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dengan senatiasa melaksanakan segala kebaikan dan mencegah setiap kemungkaran  serta bersabar atas  setiap sesuatu yang menimpanya. Hal ini di isyaratkan dalam al-Qur’an sebagai berikut :
Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ ( لقمان :17)
Artinya : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S Luqman :17)[5] 
Masih dalam konteks nasihat Luqmanul Hakim kepada anaknya  supaya memelihara, menampilkan akhlak mulia, dalam firmanya,
ôÅÁø%$#ur Îû šÍô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎŽÏJptø:$# ÇÊÒÈ
Artinya : Dan sederhanalah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. Maksudnya: ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat.(Q.S Luqman :19)[6]
Dalam hal ini menanamkan kecerdasan [7] terhadap anaknya, Luqman juga tidak segan-Segan membawa anaknya untuk turun secara langsung ketengah-tengah masyarakat berinteraksi dengan kesulitan orang lain. Diharapkan hal mi bisa menanamkan keerdasan terhadap kejiwaan anaknya.[8]
Isyarat al-Qur’an yang mengindikasikan pembentukan karakter juga dikaitkaan dengan upaya al.Qur’an memberikan arahan atau petunjuk kepada manusia agar keluar dan kehidupan yang keliru kepada kehidupan yang benar, perilaku untuk mendamaikan manusia yang saling bermusuhan dan menyelamatkan manusia yang sedang berada di tepi jurang kehancuran. Terkait dengan dengan hal ini, al-Qur’an menjelaskan sebagai berikut:
uqèd Ï%©!$# y]yèt Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B . ( الجمعة :2)
Artinya :   Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. al-Jum’ah ayat : 2).[9]
øŒÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù'tƒ br& (#qçtr2õs? Zots)t ( (#þqä9$s% $tRäÏ­Gs?r& #Yrâèd ( tA$s% èŒqããr& «!$$Î ÷br& tbqä.r& z`ÏB šúüÎ=Îg»pgø:$#   ÇÏÐÈ  ( الجمعة :64)
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:" Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah.( Q.S al-Jum’ah ayat 64). [10] 
Dalam surat al-Imran Allah Juga berfirman
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt öNä3Îqè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ  ( ال عمران :105 )[11]
Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(Q.S Ali imran :105)
Di samping menggambarkan sifat-sifat yang baik, aI-Qur’an juga menggambarkan sifat atau perliaku yang tidak baik yang harus dijauhi oleh unat Islam. Beberapa karakter buruk tersebut merupakan penyakit hati, seperti pesimis, dusta, munafik, ghibah, suka mencari kesalahan orang lain, dengki, sombong, zhalim dan sebagainya. Beberapa sifat-sfat tersebut merupakan gambaran kehidupan manusia yang jauh dari karakter yang di inginkan al-Qur’an. dengan prosesnya. Al-Mukminun berarti orang-orang yang sudah memiliki secara mantap tanda-tanda atau sifat keimanan, al-Mukmin berarti menggambarkan , orang-orang yang sudan memiliki  sifat-sjfat ketakwaan, al-Mukhlisun berarti menggambarkan orang-orang yang sudah memiliki sifat-sjfat keikhlasan.
Istilah al-Mukminun dalain aJ-Qur’an menggambarkan  orang yang mempunyai  karakter yang apabila disebutkan nama Allah bergetar haiinya sebagai berikut:
$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎnu tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ ( الأنفال :2 )[12]
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang berimanialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. Maksudnya: orang yang sempurna imannya..Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.(Q.S Al-Anfal:2).
Istilah al-Mutaqin dalam al-Qur’an menggambarkan orang yang mempunyai karakter kepekaan dan empati sosial yang kuat dan mampu membangun hubuangan baik dengan Allah dengan melakukan berbagai ibadah dan kesalehan yang lainnya serta mampu menjalin hubungan baik dengan sesama manusia Hal mi diisyaratkan Oleh Allah dalam FirmanNya:
* }§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-ÎŽô³yJø9$# É>̍øóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm ÍrsŒ 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4qŸ2¨9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdÏôgyèÎ #sŒÎ) (#rßyg»tã ( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ ) البقرة :177 )[13]
Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.( Q.S Al-baqarah :177)
Di samping al-Qur’an  menggambarkan sifat-sifat yang baik, al-Qur’an juga menggambarkan juga menggambarkan perilaku yang tidak baik yang harus dijauhi oleh manusia. Beberapa karakter buruk ynag harus dijauhi oleh manusia seperti : penyakit hati, pesimis, dusta, munafik, ghibah, suka mencari kesalahan orang lain , dengaki, somboong dan lain sebagainya. Beberapa sifat tersebut menggambarkan kehidupan manusia yang jauh dari karakter yang diinginkan al-Qur’an.
Al-Qur’an Sebagai  dasar pembentukan karakter dalam islam mempunyai berbagai fariasi istilah yang dipahami secara kontekstual. Abuddin Nata menjelaskan bahwa al-Qur’an tidak meminta manusia menjadi amanu, tetapi menjadi mukminun, bukan ittaqa tapi muttaqin, bukan aslama, tapi muslimun, bukan akhlasa tapi mukhlisun amanu, ittaqa, aslama, dan akhlasa itu adalah peroses yang masih berlangsung, yang membutuhkan komitmen dan konsistensi agar menjadi sifat yang tetap dan mengkristal dalam batin. Sedangkan Mukminun, Muslimun, Muttaqin, Dan Mukhlisun adalah gambaran bahwa berbagai prediket tersebut telah mengkristal atau mendarah daging, sehingga menjadi karakter. [14]
Ajaran Islam tentang aqidah, ibadah, dan Mu’amalah, kisah, dan sejarah di dalamnya selalu berkaitan dengan nilai-nilai karakter. Dalam aspek ibadah misalnya, setiap ibadah mengandung unsur pendidikan karakter di dalamnya. Shalat mengajarkan karakter taqwa dan tawadhu’ disiplin jujur.Ibadah puasa mengajarkan karakter taqwa, sehat, empati, jujur, disiplin. Zakat mengajarkan taqwa, kasih sayang, peduli, empati. Intinya semua ibadah  dalam islam sarat dengan nilai-nilai pendidikan karakter :
Al-Ahmad al-Jurjawiy mengatakan bahwa“ ketahuilah, bahwa seluruh ajaran samawi dimaksudkan untuk menghasilkan empat perkara.1) mengetahui, mengesakan, memujidan mengetahui, mengesakan dan memuji Allah dengan segala sifatnya sifat wajib, mustahil, jaiz baginya.2) untuk mengajarkan cara pengabdian kepadanya yang di dalamnya mengandung tujuan untuk mengaggungkan dan mensyukuri atas nikmatnya yang tidak terbilang.3) untuk mendorong umat manusia) untuk melakukan perbuatan yang baik dan mencegah perbuatan yang munkar dan menghiasi dengan dengan sopan santun yang utama dan akhlak yang suci, serta berbagai keutamaan yang dapat mengangkat derajat, martabat mansusia ke tempat yang tinggi dan mulia. 4) membiasakan melakukan hukumnya yang kokoh dalam pergaulan hidup.[15]
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter dalam Islam memiliki dasar yang kuat dalam al-Qur’an. Sebagai pedoman hidup umat manusia, al-Qur’an dengan berbagai variasi, baik dalam perspektif pengistilahan maupun dalam konteks makna, sarat dengan nilai yang mendukung pembentukan karakter dalam diri seseorang, secara teknik operasional, pembentukan karakter dalam diri seseorang memerlukan perjuangan yang solid, konsisten dan kesungguhan yang kuat, terutama dalam mengendalikan hawa nafsu, dimana tidak menutupkemungkinan ketika dimana manusia berjuang melaksanakan perosos pembentukan karakter.
Disamping itu al-Qur’an, pembentukan karakter juga didukung oleh Hadits Rasulullah, sebgaai sumber hukum kedua sesudah al-Qur’an. Bahkan implementasi akhlak Rasulullah tersimpul dalam kepribadian Rasulullah SAW. Dalam hadis banyak dijumpai berbagai pesan dan ajaran yang berasal dari Rasulullah. Bahkan Rasulullah memberikan penegasan kepada umatnya tentang pentingnya pembentukan karakter. Demikian juga dengan setiap ibadah dalam Islam mengandung dimensi pembentukan karakter didalamnya.[16]
Sebagai nilai yang menjadi landasan pembentukan karakter yang berasal dari hadits Rasulullah sebagai berikut :
انما بعثت لا تمم مكا رم الاخلا ق (رواه اما م مالك)[17]
Artinyta :  Sesungguhnya aku diutus untuk memuliakan akhlak mulia (H.R Imam Malik).
ما تحل والد والدا من تحل افضل من اد ب حسن (رواه الترمذى)[18]
Artinya : Tidak ada satu pemberian yang diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya yang lebih utama dari pemberian budi pekerti yang baik (H.R. al-Timuz)
من حق الوا لد على  الوا لد ان يحسن اد بهم وبهم  ويحسن اسمه (رواه البيهقى عن ابن عبا س)[19]
Artinya :  Di antara hak orang tua terhadap anaknya adalah mendidiknya dengan budi pekerti yang mulia dan memberinya nama yang baik (H..R. al-Baihaqi dan Ibn ‘Abbas).


 [1]Ramayulis, Psikologi Agama, ( Jakarta : Kalam Mulia, 2002), h. 228-231
[2]Muntadha Munthahhari, Pengantar Ilmu-Ilmu Islam, Terjemahan Ibrahim Husain al-Habsy dkk, (Jakarta : Pustaka al-Zahra, 2003), h. 263
[3]Al-Qur’an Surat al-Ahzab ayat 21: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
[4]M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, Dan Keserasian al-Qur’an, ( Jakarta :Lentera Hati, 2002), Vol, II, h. 242-243
[5]Al-Qur’an Surat Luqman ayat 17 : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).[5]
[6]Al-Qur’an Surat aL-Luqman ayat 19 : Dan sederhanalah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. Maksudnya: ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat.
[7]Kecerdasan berarti kemampuan menaipulasi unsure-unsur kondisi yang dihadapi  untuk sukses mencapai tujuan. Indikatornya adalah aktif, dinamis dan terarah, analisis dan objektif, aspiratif , kreatif, dan inofatif. Antisifasif, berpikiran terbuka dan maju secrta mencari solusi.  Prayitino dan Avrifa Khaidir, op, cit., h. 20-21
[8]Abdul Majid dan Dian Andayani, op., h. 212
[9]Al-Qur;an Surat al-Jum’ah ayat 2 : Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. al-Jum’ah ayat : 2
[10]Surat al-Jum’at ayat 64 : Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:" Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil".Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah.( Q.S al-Jum’ah ayat 64).
[11]Al-Qur;an Surat al-Imran Ayat 82 “ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
[12]Al-Qur;an Surat Al-Anfal Ayat 2 “ Sesungguhnya orang-orang yang berimanialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat- Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. Maksudnya: orang yang sempurna imannya..Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.
[13]Al-Qur’an Surat: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
[14]Makalah Abuddin Nata., Loc.cit.
[15]Ali Ahmad al-Jurjawiy, Hikmah Al-Tasyri’ Wa Falsafatuhu, Juz I Dan II,, (Beirut : Dar al-Fikr, tp, tt.), h. 7
[16]Jalaluddin Rahmat, Renungan –Renungan Sufistik Membuka Tirai Kegaiban, ( Bandung : Mizan, 2000), h. 40
[17] Iamam Malik bin Anas, al-Muawatha, ( t.tp, : Dar al-Fikr, 1989), h. 604
[18]Abdul Nashih Ulwah, Tarbiyah al-Aulud fi al-Islam, penerjemah kamelia dan Her Noer, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, ( semarang : Asy-Syifa, 1981), h. 149
[19] Ibid.., h. 178

Tidak ada komentar: