Cari Blog Ini

Sabtu, 14 Juli 2018

Dasar Pembentukan Karakter Dari perspektif Landasan Filosofis Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara


a.   Dasar Pembentukan Karakter Dari perspektif Landasan Filosofis Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Pembentukan karaker juga bisa dilihat dari perspekti kehidupan berbangsa dan bernegara. The Founding Fathers menyadari ada tangtangan besar bagi bagsa Indonesia. Pertama, bagaimana mendirikan Negara yang bersatu dan berdulat. Kedua, bagaimana membangun bangsa. Dan Ketiga, bagaimana membangun karakter.[1] Dalam implementasinya mendirikan Negara dan bangsa berlangsung relativ singkat dan mudah bila dibandingkan dengan membangun karakter bangsa. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari berbagai elemen bangsa untuk menanamkan nilai karakter kepada anak bangsa. Karena, proses membangun bangsa dan membentuk karakter merupakan proses pekerjaan yang panjang yang harus di tata secara sistematis dan diimplementasikan secara berkesinambungan dan dukungan melalui pemerhati para pendidikan, cendidikiawan, politisi, bahkan setiap elemen masyarakat. sebab, membangun karakter bukan sekedar mentransfer ilmu yang dilakukan oleh para praktisi pendidikan, melainkan terkait dari dukungan lingkungan dan keterlibatan semua pihak.
Pentingnya pembentukan karakter dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa hanya dlihat dari konteks tantangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Melainkan ini juga dipahami karena memang dalam konteks berbangsa dan bernegara sudah mengakar dasar-dasar yang kuat untuk melakukan  proses pembentukan karakter anak bangsa.  Hal ini mengindikasikan bahwa pentingnya pembentukan karakter ini dapat dipahami dari dua perspektif. Yaitu perspektif interen yang merupakan  landasan filosofis berbangsa dan bernegara yang didukung oleh nilai-nilai agama. Dari sisi lain, dari perspektif eksternal, pembentukan karakter menjadi penting sebagai upaya mempertahankan diri dari tantangan bahkan ancaman nilai atau budaya yang datang dari Negara lain. Bahkan, pembentukan karakter dari perspektif ekstren merupakan upaya mengembangkan potensi diri sendiri ditengah-tengah semrawutnya nilai-nilai sekuler. Karena itu, setiap anak bangsa harus memiliki karakter sesuai dengan tujuan terbentuknya Negara Kesatuan Republik  Indonesia (NKRI), Dimana landasan filosofis tersebut merupakan kristalisasi dari berbagai nilai, budaya, adat bahkan agama yang berkembang di Indonesia.
Dalam pembukaaan Undang-Undang (UUD) 1945 ditegaskan bahwa tujuan Negara Republik Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Dalam versi amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang keempat tahun 2002, pasal 31 ayat 3  menyebutkan:
Pememrintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu Sistem Pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara yang diatur dalam undang-undang.“ Selanjutnya pada pasal 31 ayat 5 juga disebutkan bahwa“Pememrintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan untuk kemajuan tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.[2]
Landasan filosofis ini menjadi dasar acuan dalam menentukan proses dan tujuan pendidikan nasional. Bila awalnya tujuan pendidikan diarahkan untuk mencerdasakan bangsa, namun hasil amandemen undang-undang  dasar 1945 sebelumnya lebih menegaskan dan fokus pada  anak untuk meningatkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan memajukan peradaban manusia serta untuk memberikan kesejahteraan bagi manusia.
Dilihat dari perspektif ini, Negara sudah memberikan dan mendukung dalam pembentukan karakter dengan indikator dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Karena itu, pembentukan karakter dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasakan kepada kepada filosofis sebenarnya sudah sejalan dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu pembentukan karakter. Keimanan dan ketaqwaan adalah salah satu indikator karakter peserta didik.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan UU SISDIKNAS Sangat mendasar dalam memberikan landasan filosofi sebagai prisip dasar dalam pembangunan pendidikan. Filosofis pendidikan nasional yang di dasari oleh filsafat pancasila adalah acuan dalam pembentukan paradigma dan pendidikan pemberdayaan manusia seutuhnya, pendidikan pembelajaran  yang berorintasi pada peserta didik, dimana pendidikan hanya sekedar memandang peserta didik  sebagai “ Bahan Mentah” yang harus dibentuk, sebagaimana sebuah produk pendidikan yang memiliki potensi, dinamik dan punya keinginan dan cita-cita.
Landasan filosofis tersebut dijabarkan dalam konsep pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang sistem pendidikan Nasional No 20 tahun 2003, pasal 3 yang menegaskan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat,  berilmu,  cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab.[3]
 Bahkan kementrian pendidikan Nasional sebagai penanggung jawab sistem pendidikan nasional bertekad mewujudkan cita-cita luhur tersebut dengan mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah Nasional (RPJMN) TAHUN 2010-2014 dan Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) TAHUN 2005-2025.
Bila dilihat dari urutan dan proses pendidikan yang tertuang dalam landasan filosofis dan landasan konstitusional di atas, maka keimanan dan ketaqwaan menjadi inti dari semua materi pendidikan. Dari keimanan dan ketaqwaan inilah, semuanya dirumuskan dalam upaya menanamkan nilai, menanamkan karakter, mencerdaskan masyarakat dan kesejahteraan bangsa. Karena, bila ditarik pemahaman pendidikan yang dilandasakan dengan filosofis dan konstitusional tersebut, maka pendidikan bukan hanya identik transfer ilmu yang dapat menjadi orang pintar secara kognitif, akan tetapi pendidikan adalah peroses untuk membentuk karakter bangsa  agar lebih bermartabat dan sejahtera.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidikan karakter yang mempunyai landasan yang kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partisipasi pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar tawar lagi, lebih-lebih untuk membentuk pendidikan berkarakter. Spirit landasan filosofis dan konstitusional secara tidak langsung menjadi landasan bagi setiap anak bangsa untuk berinisiatif ikut menyelenggarakan membentuk model pendidikan karakter.


[1] Muchlis Samani dan Haryono, op.,cit, h. 1
[2]UUD  1945 Hasil Amandemen  Dan Proses  Amandemen UUD 1945 secara lengakap (pertama 1999- keempat 2002), (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), h. 58-59
[3]Ibid.

Tidak ada komentar: