. HAKEKAT BELAJAR
1.
Pengertian Belajar
Belajar berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang
di berikan kepada orang supaya diketahui (diturut), sedangkan belajar berarti
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu[1]. Para pedagog dan psikolog berpendapat bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan perilaku[2]. Proses belajar mengajar juga merupakan perintah Allah SWT seperti proses belajar
mengajar yang terjadi pada Nabi Adam AS.
zN¯=tæur tPy#uä
uä!$oÿôF{$#
$yg¯=ä.
§NèO
öNåkyÎztä
n?tã
Ïps3Í´¯»n=yJø9$#
tA$s)sù
ÎTqä«Î6/Rr&
Ïä!$yJór'Î/
ÏäIwàs¯»yd
bÎ)
öNçFZä.
tûüÏ%Ï»|¹
ÇÌÊÈ
(#qä9$s%
y7oY»ysö6ß
w
zNù=Ïæ
!$uZs9
wÎ)
$tB
!$oYtFôJ¯=tã
( y7¨RÎ)
|MRr&
ãLìÎ=yèø9$#
ÞOÅ3ptø:$#
ÇÌËÈ
tA$s%
ãPy$t«¯»t
Nßg÷¥Î;/Rr&
öNÎhͬ!$oÿôr'Î/
( !$£Jn=sù
Nèdr't6/Rr&
öNÎhͬ!$oÿôr'Î/
tA$s%
öNs9r&
@è%r&
öNä3©9
þÎoTÎ)
ãNn=ôãr&
|=øxî
ÏNºuq»uK¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
ãNn=÷ær&ur
$tB
tbrßö7è?
$tBur
öNçFYä.
tbqãKçFõ3s?
ÇÌÌÈ
( البقرة : 31-33 )
Artinya: (31) Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para
malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (32) Mereka menjawab:
"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah
Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana."(33) Allah berfirman:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka
setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?" ( Q.S Al Baqarah : 31-33 )
Bermacam-macam pendapat tentang pengertian belajar, baik
pendapat dari kalangan orang awam, maupun kalangan ahli pendidikan. Berikut ini
di kemukakan beberapa pendapat para ahli pendidikan tentang pengertian belajar.
Skinner, yang dikutip Muhibbin Syah, berpendapat bahwa
belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung
secara progresif. Chaplin membatasi belajar dengan dua rumusan. Pertama:
belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai
akibat latihan dan pengalaman. Rumusan kedua, belajar ialah proses memperoleh
respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus. Hintznan berpendapat,
belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau
hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku
organisme tersebut[4].
Rahman Abror berpendapat, bahwa belajar yaitu[5]:
(1) menimbulkan suatu perubahan yang relatif tetap, (2) perubahan itu
membedakan antara keadaan sebelum individu berada dalam situasi belajar dan
sesudah diperlakukan belajar, (3) perubahan itu dilakukan lewat kegiatan atau
usaha atau praktek yang disengaja atau diperkuat.
Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah),
belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan
fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut
berapa benyak materi yang dikuasai siswa. Secara institusional (tinjauaan
kelembagaan); belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan
terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti
Institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai
proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu mengajar akan semakin baik pula
mutu perolehan siswa yang kemudiaan dinyatakan dalam bentuk skor. Adapun
pengertian belajar secara kualitatif (tinjauaan mutu) ialah proses memperoleh
arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia
disekililing siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya
daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang
kini dan nanti dihadapi siswa.[6]
Sudirman mengemukakan bahwa dalam pengertian luas,
belajar dapat diartikan sebagai psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya.
Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi
ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya.[7]
Relevan dengan ini maka ada pengertian bahwa belajar adalah penambahan pengetahuan.
Defenisi ini atau konsep ini dalam praktek banyak dianut di sekolah-sekolah,
sehingga para guru berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan
siswa giat untuk mengumpulkan / menerimanya.
Secara psikologi, belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut
akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku, baik aspek kognitif, affektif
dan psikomotor. Oleh karena itu “ Pengertian belajar dapat didefenisikan
sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”[8]. Perubahan yang terjadi
dalam diri individu banyak sekali baik sifat maupun jenisnya, karena itu sudah
tentu tidak setiap perubahan dalam diri individu merupakan perubahan dalam arti
belajar. “Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan, dan
perkembangan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.”[9]
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka
ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar, yaitu[10]:
a.
Perubahan
yang terjadi secara sadar. Maksudnya, individu merasakan telah terjadi ada
perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuan, kecakapan dan
kebiasaannya bertambah.
b.
Bersifat
kontinu dan fungsional. Maksudnya perubahan dalam belajar itu berkesinambungan
dan bermamfaat bagi individu itu. Misalnya suatu perubahan yang terjadi akan
menyebabkan perubahan berikutnya, dan akan berguna bagi proses belajar
berikutnya.
c.
Bersifat
positif dan aktif. Maksudnya, dalam perbuatan belajar perubahan-perubahan itu
senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
yang sebelumnya. Perubahan bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak
terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu itu sendiri.
d. Perubahan belajar tidak bersifat
sementara. Maksudnya perubahan tingkah laku yang terjadi dalam belajar bersifat
menetap atau permanen.
e.
Perubahan
dalam belajar bertujuan atau terarah. Maksudnya, perubah tingkah laku itu
terjadi karena ada tujuan yang benar-benar disadari untuk mencapainya.
f.
Perubahan
mencakup seluruh aspek tingkah laku. Maksudnya perubahan tingkah laku yang
diperoleh individu setelah mengikuti suatu proses belajar, meliputi perubahan
keseluruhan tingkah laku, yakni pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan
(kognitif, affektif dan psikomotor).
Pendapat-pendapat para ahli pendidikan tentang
pengertian belajar di atas mempunyai persamaan. Semua pendapat itu dapat penulis ambil kesimpulannya
bahwa belajar adalah proses perubahan. Perubahan-perubahan itu tidak hanya
perubahan lahir tetapi juga perubahan batin. Tidak hanya perubahan tingkah
lakunya yang tampak, tetapi dapat juga perubahan-perubahan yang tidak dapat
diamati. Perubahan-perubahan bukan perubahan yang negatif, tetapi perubahan
yang positif, yaitu perubahan yang menuju kearah kemajuan atau perbaikan.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan
jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya,
yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
Allah SWT menciptakan manusia juga tidak langsung menjadi
manusia yang serba bisa tapi Allah SWT menciptakan manusia dengan kondidi tidak
mengetahuai sesuatu apapun.
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya: dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
2. Prinsip-Prinsip Belajar
Agar proses belajar ini berjalan dengan lancar dan berhasil, maka
dalam pelaksanaannya harus menerapkan beberapa prinsip belajar dengan benar.
Apabila prinsisp-prinsip tersebut tidak diterapkan, maka terkadang proses
belajar tidak akan pernah terjadi. Kalau pun terjadi, maka akan berjalan dengan
lambat dan sulit.
Menurut Muhammad ‘Utsman Najati, salah seorang psikolog muslim,
menyebutkan bahwa prinsip-prinsip belajar yang mesti diterapkan tersebut dalam
proses belajar, adalah:
a.
Motivasi
b.
Reward
(penghargaan/hadiah)
c.
Pembagian
waktu belajar
d.
Repetisi
(pengulangan)
e.
Partisipasi
aktif dan praktek ilmiah
f.
Konsentrasi
g.
Belajar
secara gradual (bertahap)[12]
3. Gaya Belajar
Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan
kinerja dalam pekerjaan di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi.
Gaya belajar merupakan cara yang diimplementasikan seseorang dalam menentukan
bagaimana untuk menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Cara seseorang
dalam menerima, berfikir, mengingat dan memecahkan masalah terbentuk secara
alamiah yang kemudian dikombinasikan sesuai dengan kondisi lingkungan
disekitarnya.
Kebanyakan orang belajar dengan banyak gaya, namun
biasanya lebih menyukai satu cara dari pada yang lainnya. Banyak orang yang
tidak menyadari mereka lebih suka pada satu gaya karena tak ada sesuatu yang
eksternal yang mengatakan kepada mereka bahwa mereka berbeda dari orang lain.
Maka setiap pelajar hendaknya berusaha untuk mengetahui gaya belajarnya
sendiri. Di samping itu guru dan orang tua hendaknya juga mengetahui gaya
belajar masing-masing anak mereka agar bantuan yang diberikan dapat efektif.
Setiap orang belajar dengan cara melihat, mendengar,
melakukan, mengecap, dan membaui. Pikiran akan mengorganisir informasi yang
diperoleh, dan otak mengolahnya dan memberi tempat untuk informasi yang baru
itu. Inilah yang dinamakan proses belajar alami. Tantangannya, proses belajar
ini unik dan berbeda-beda setiap orang. Seorang siswa mungkin pula belajar
dengan gaya yang berbeda dengan cara guru mengajar. Dalam keadaan ini maka
siswa harus mengubah apa yang diajarkan menjadi gaya belajar alami dirinya
sendiri.
Gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan
berbagai kegiatan di sekolah. Gaya yang dimiliki individu dalam belajar
berbeda-beda, menurut Thomas L. Madden ada lima gaya menyerap informasi yang
sifatnya tradisional, yaitu[13]:
a.
Auditori
(melalui indra pendengaran)
b.
Kinestetis
(melalui indra peraba)
c.
Visual
(melalui indra penglihatan)
d.
Olfaktori
(melali indra penciuman)
e.
Gustatori
(melalui indra pengecap)
Dari kelima gaya menyerap informasi ditetapkan ada
tiga Gaya belajar Utama, yaitu visual, Auditori, dan Kinestetis.
Gaya belajar secara Olfaktori (melalui indra penciuman) dan Gustatori
(melalui indra pengecap) akan memiliki aplikasi terbatas. Tetapi keduanya
merupakan proses belajar yang bagus sekali. Gunakanlah kedua cara itu ketika
mempelajari kelas memasak, kelas kimia, atau kelas-kelas lain di mana kedua
indra ini dapat digunakan.[14]
Dalam menerima informasi seseorang telah menggunakan
beberapa cara untuk memeaksimalkan gaya belajar mereka masing-masing berupa
gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Ketiga gaya belajar itu
mempunyai kekuatan sendiri-sendiri. Siswa yang memiliki gaya belajar visual
lebih mudah belajar melalui apa yang mereka lihat dengan membuat banyak simbol
dan gambar dalam catatan berulang-ulang (membaca berulang-ulang), siswa
auditori melakukan belajar melalui apa yang mereka dengar, mendengarkan melalui
contoh, cerita dan mengulang informasi melalui rekaman kaset, dan siswa
kinestetik belajar melalui gerak dan sentuhan dan penerapan informasi yang
diterima melalui gerakan atau mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta[15].
Pendapat di atas memberikan gambaran bahwa setiap pelajar
belajar dengan mengguakan ketiga modalitas namun ada kecendrungan pada salah
satu diantara ketiga gaya belajar yang ditandai dengan cara-cara ataupun
berbagai kegiatan yang dilakukan yang cenderung digunakan oleh seseorang siswa
dalam rangka upaya perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan, seperti
membaca, mendengar, mengamati, meniru (melalui visual, auditori dan
kinestetik).
[1] Tim
Perumus Kamus Besar Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,
Balai Pustaka, 1990),h. 13
[2]
Burhanuddin Salam, Cara Belajar yang Sukses di Perguruan Tinggi,(Jakarta,
Rineka Cipta, 2004),h. 7
[4] Muhibbin Syah, Psikologi
Belajar, (Jakarta: Logos, 1999), h. 60 - 61
[5] Abd. Rahman Abror, Psikologi
Pendidikan, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1993), cet. ke-4, h. 67
[6] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:
Logos, 1999), h.91- 92
[7]
Sudirman A.M., Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar: Pedoman bagi guru dan calon guru, (Jakarta: Rajawali
Pers, 1992), cet. ke-4, h. 22
[8] Slameto, Proses
Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester SKS, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), h. 78
[9] Ibid., h.52
[10] Nashar, Peranan
Motivasi & Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran, (Jakarta: Delia
Press, 2004), cet. ke-2, h. 52-53
[12] Muhammad
‘Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan
Hadits Nabi SAW, terjemahan Wawan Djunaedi Soffandi, judl asli “Al Hadiitsun-Nabawiy wa ‘Ilmun-Nafs”, (Jakarta:
Mustaqim, 2003), cet. ke-1, h. 217
[13] Thomas L. Madden, Feri
Up Your Learning: Petunjuk Belajar Yang Dipercepat Untuk Umur 12 Tahun Ke Atas,
(Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 143
[15] Bobbi DePorter &
Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan,
(Bandung: Kaifa, 2000), cet. Ke-4, h. 112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar