A.
Majlis Ta’lim Sebagai Wadah Pengembangan Kepribadian
Muslimah
1.
Pengertian Majlis Ta’lim
Secara leksikal majelis ta’lim berasal dari dua suku
kata, yaitu kata majelis dan kata taÌlim. Dalam bahasa Arab kata Majlis adalah bentuk isim makan (kata
tempat) dari kata kerja dari jalasa yang artinya tempat duduk, tempat sidang,
dewan.[1] Kata ta’lim dalam bahasa Arab merupakan
masdar dari kata kerja ‘allama-yu’allimu-ta’liiman
yang mempunyai arti pengajaran.[2]
Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengertian majelis
adalah Ïpertemuan atau perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat orang
berkumpul.[3] Dari pengertian lahir pengertian tentang
majelis ta’lim adalah tempat duduk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama
Islam.[4]
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa majelis ta.lim adalah tempat
perkumpulan orang banyak untuk mempelajari agama Islam melalui pengajian yang
diberikan oleh guru-guru dan ahli agama Islam.
2.
Tujuan Majlis Ta’lim
Mengenai
tujuan Majlis Ta’lim, mungkin rumusnya bermacam-macam. Sesuai dengan pandangan
ahli agama para pendiri majelis taÌlim dengan organisasi, lingkungan dan
jama’ahnya yang berbeda tidak pernah merumuskan tujuannya. Berdasarkan renungan
dan pengalaman Tuty Alawiyah, merumuskan
bahwa tujuan majlis
ta’lim dari segi
fungsinya, yaitu: pertama,
sebagai tempat belajar, maka tujuan
Majlis Ta’lim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong
pengalaman ajaran agama. Kedua,
sebagai kontak sosial maka tujuannya adala silaturahmi. Ketiga, mewujudkan
minat sosial, maka
tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran dan
kesejahteraan rumah tangga
dan lingkungan jama’ahnya.[5]
M. Habib Chirzin secara spesifik mengatakan
bahwa Majlis Ta’lim yang diadakan oleh masyarakat pesantren-pesantren yang ada
di pelosok pedesaan maupun perkotaan adalah:
a. Meletakkan dasar keimanan dalam
ketentuan dan semua hal-hal yang gaib.
b. Semangat dan nilai ibadah yang meresapi
seluruh kegiatan hidup manusia dan alam semesta.
c. Inspirasi, motivasi dan stimulasi agar
seluruh potensi jamaah dapat dikembangkan dan diaktifkan secara maksimal dan
optimal dengan kegiatan pembinaan pribadi dan kerja produktif untuk
kesejahteraan bersama.
d. Segala
kegiatan atau aktifitas
sehingga menjadi kesatuan
yang padat dan selaras.[6]
H.
M. Arifin mengemukakan tujuan Majlis Ta’lim, sebagai berikut:
“Tujuan Majlis
Ta’lim adalah mengokohkan landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya
di bidang mental
spiritual keagamaan Islam
dalam rangka meningkatkan kualitas
hidupnya secara integral,
lahiriyah dan batiniyahnya, duniawiyah dan ukhrawiyah
secara bersamaan sesuai tuntutan ajaran agama Islam yaitu iman dan takwa yang
melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya. Fungsi demikian
sejalan dengan pembangunan nasional kita.[7]
3. Peranan
Majlis Ta’lim
Majelis
taÌlim bila dilihat dari struktur organisasinya, termasuk organisasi pendidikan luar sekolah yaitu lembaga
pendidikanyang sifatnya non formal, karena dak di dukung oleh seperangkat
aturan akademik kurikulum, lama waktu belajar, tidak ada kenaikan kelas, buku
raport, ijazah dan sebagainya sebagaimana lembaga pendidikan formal yaitu
sekolah.[8]
Dilihat
dari segi tujuan, Majlis ta’lim termasuk sarana dakwah Islamiyah yang secara self.
standing dan self disciplined mengatur dan melaksanakan berbagai
kegiatan berdasarkan musyawarah untuk mufakat demi untuk kelancaran pelaksanaan
ta’lim Islami sesuai dengan tuntutan pesertanya.
Dilihat
dari aspek sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak
terdapat lembaga pendidikan Islam memegang peranan sangat penting dalam
penyebaran ajaran Islam di Indonesia. Di samping peranannya yang ikut
menentukan dalam membangkitkan sikap
atriotisme dan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan
Indonesia, lembaga ini ikutserta menunjang tercapainya tujuan pendidikan
nasional. Dilihat dari bentuk dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga
pendidikan Islam tersebut ada yang berbentuk langgar, suarau, rangkang.[9]
Telah
dikemukakan bahwa Majlis Ta’lim adalah lembaga pendidikan nonformal Islam.
Dengan demikian ia bukan lembaga pendidikan formal Islam seperti madrasah,
sekolah, pondok pesantren atau perguruan tinggi. Ia juga bukan organisasi massa
atau organisasi politik. Namun, majelis ta.lim mempunyai kedudukan tersendiri
di tengah-tengah masyarakat yaitu antara lain:
a. Sebagai wadah untuk membina dan
mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang
bertakwa kepada Allah SWT.
b. Taman rekreasi rohaniah, karena
penyelenggaraannya bersifat santai.
c. Wadah silaturahmi yang menghidup
suburkan syiar Islam.
d. Media penyampaian gagasan-gagasan yang
bermanfaat bagi pembangunan umat dan
bangsa.[10]
Secara
strategis Majlis Ta’lim menjadi sarana dakwah dan tabligh yang berperan sentral
pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat agamaIslam sesuai tuntunan
ajaran agama. Majlis ini menyadarkan umat Islam untuk, memahami dan mengamalkan
agamanya yang kontekstual di lingkungan hidup sosial. budaya dan alam sekitar
masing-masing, menjadikan umat Islam sebagai ummatan wasathan yang
meneladani kelompok umat lain. Untuk tujuan itu, maka pemimpinnya harus
berperan sebagai penunjuk jalan ke arah kecerahan sikap hidup Islami yang
membawa kepada kesehatan mental rohaniah dan kesadaran fungsional selaku
khalifah dibuminya sendiri.
Dalam
kaitan ini H.M. Arifin mengatakan: Jadi peranan secara fungsional Majlis Ta’lim
adalah mengokohkan landasan hidup manusia muslim Indonesia pada khususnya di
bidang mental spiritual keagamaan Islam dalam upaya meningkatkan kualitas
hidupnya secara integral, lahiriah dan batiniahnya, duniawi dan ukhrawiah
bersamaan (simultan), sesuai tuntunan ajaran agama Islam yaitu iman dan taqwa
yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya. Fungsi
demikian sejalan dengan pembangunan nasional kita.[11]
1. Materi yang Dikaji
di Majlis Ta’lim
Materi
yang pelajari dalam majelis ta.lim mencakup pembacaan, Al-Qur.an serta
tajwidnya, tafsir bersama ulum Al-Qur.an, hadits dan Fiqih serta ushul fiqh,
tauhid, akhlak ditambah lagi dengan materi-materi yang dibutuhkan para jamaah
misalnya masalah penanggulangan kenakalan anak, masalah Undang-Undang
Perkawinan dan lain-lain.
Menurut
pedoman Majelis Ta.lim KODI materi yang disampaikan dalam Majlis Ta’lim adalah:
a. Kelompok Pengetahuan Agama Bidang
pengajaran kelompok ini meliputi tauhid, tafsir, Fiqih, hadits, akhlak, tarikh,
dan bahasa Arab.
b. Kelompok Pengetahuan Umum Karena
banyaknya pengetahuan umum, maka tema-tema atau maudlu. Yang disampaikan adalah
yang langsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat.Kesemuanya itu dikaitkan
dengan agama, artinya dalam menyampaikan uraian-uraian tersebut berdasarkan
dalil-dalil agama baik berupa ayat-ayat Al-Qur.an atau hadits-hadits atau
contoh-contoh dari kehidupan RasulullahSAW.[12]
Penambahan dan pengembangan materi dapat saja
terjadi di Majlis Ta’lim melihat semakin majunya zaman dan semakin kompleks
permasalahan yang perlu penanganan yang tepat. Wujud program yang tepat dan
aktual sesuai dengan kebutuhan jamaah itu sendiri merupakan suatu langkah yang
baik agar majelis ta.lim tidak terkesan kolot dan terbelakang. Majlis Ta’lim
adalah salah satu struktur kegiatan dakwah yang berperan penting dalam
mencerdaskan umat, maka selain pelaksanaannya dilaksanakan secara teratur dan
periodik juga harus mampu membawa jamaah ke arah yang lebih baik lagi.
[1]
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus
Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), cet. Ke-14, h. 202
[2] Ibid, h. 1038
[3]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pustaka, 1999), cet. Ke-10, h. 615
[4] Dewan
Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam,
(Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet. Ke-4, jilid 3, h. 120
[5] Tuti
Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan
Majelis Ta’lim, (Bandung: Mizan, 1997), cet. Ke-1, h. 78
[6] M. Habib Chirzin, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta:
LP3ES), cet. Ke-3, h.77
[7] H.
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet.
Ke-3, h.55
[8] H.
Nurul Huda (e.d.), Pedoman Majelis Ta.lim, (Jakarta: Koordinasi Dakwah
Islam (KODI), 1986/1987), h. 13
[9] Zuhairi, dkk, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 192
[10] Dewan Redaksi
Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam, loc.cit
[11] H.M. Arifin, op.cit.,
h. 120
[12]
Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam, op.cit, h. 121-122.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar