Cari Blog Ini

Sabtu, 14 Juli 2018

PEMBELAJARAN DENGAN QUESTION STRATEGY (QS)


E.       PEMBELAJARAN DENGAN QUESTION STRATEGY (QS)
Model pembelajaran induktif merupakan karya besar Hilda Taba. Suatu strategi mengajar yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi. Secara singkat model ini merupakan strategi mengajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Model ini dikembangkan atas dasar beberapa postulat sebagai berikut[1]:
    1. Kemampuan berpikir dapat diajarkan
    2. Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data artinya, dalam setting kelas bahan ajar merupakan sarana bagi siswa untuk mengembangkan operasi kognitif tertentu.
    3. Proses berpikir merupakan suatu tahapan yang teratur.
Dalam pembelajaran salah satu strategi untuk membuat siswa aktif dan kritis adalah dengan membuat pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan yang disusun dengan baik dapat menciptakan sikap kritis siswa dan juga menunjukan bahwa jenis pertanyaan yang diajukan guru tentang materi bacaan berpengaruh pada jenis informasi yang diingat siswa. Siswa dapat mengingat dengan baik informasi yang ditanyakan secara langsung.
Belajar sesuatu yang baru akan lebih efektif jika siswa / mahasiswa itu aktif dan terus bertanya ketimbang hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru/dosen. Salah sartu cara untuk membuat siswa / mahasiswa belajar secara aktif adalah dengan membuat mereka bertanya tentang materipelajaran/kuliah sebleum ada penjelasan dari guru/dosen. Strategi itu dapat menggugah siswa/mahasiswa untuk mengapai kunci belajar yaitu dengan bertanya[2].
Langkah pertama dalam menentukan pertanyaan yang efektif adalah mengenal bahwa pertanyaan mempunyai ciri yang berbeda. Beberapa pertanyaan hanya membutuhkan ingatan yang berupa fakta, tetapi yang lain membutuhkan proses berpikir yang lebih rumit (kompleks). Namun, kedua-duanya dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan jenis pertanyaannya. Moore (1986) mengemukakan ada beberapa istilah dan klasifikasi untuk menggambarkan jenis pertnyaan seperti yang dikemukakan oleh Bloom yang dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom. Bloom mengemukakan 6 klasifikasi pertanyaan atau 6 tingkat bentuk pertanyaan. Sedangkan menurut Senders, tingkatan pertanyaan yang ada tersebut ditambah menjadi tujuh tingkatan.
Setiap pertanyaan yang ada semuanya mengarah kepada aspek kognitif seseorang yang ditunjukan dengan kemampuan intelektual seseorang. Perilaku kognitif seseorang dapat berupa keterampilan yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, antara lain pemahaman informasi, pengelolaan gagasan, penilaian terhadap informasi atau perilaku. Keterampilan kognitif ini menurut Taksonomi Bloom diatur ke dalam enam tingkatan dan kepada tujuh tingkatan menurut Senders, yaitu dari yang terendah (knowledge) hingga yang tertinggi (evaluation)[3] . Secara keseluruhan,  tingkatan keterampilan kognitif tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
                   
Evaluasi (evaluation)
Mengevaluasi nilai suatu informasi
Sintesis (Syhintesis)
Membangun suatu pola dari bagian-bagian yang berbeda
Analisis (analisis)
Menganalisis/memisahkan informasi untuk pemahaman yang lebih baik    
Aplikasi (aplication)
Menerapkan pengetahuan dalam situasi baru
Pemahaman (Compherehension)
Memahami informasi
Pengetahuan (knowledge)
Mengingat kembali (recall) data/informasi
Gambar : Cognitive Domain (Taksonomi Bloom)
Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi serta pengembangan keterampilan intelektual (jarolimek dan foster, 1981: 148). Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam) kelas/tingkatan kelas, yaitu sebagai berikut[4]:
1.    Pengetahuan, adalah mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenan dengan fakta, peristiwa pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode. Dalam pengenalan, siswa diminta untuk memilih salah satu dari dua atau lebih pilihan jawaban.[5]  Contoh:
Kelompok padi yang tumbuh pada sebidang sawah berdasarkan konsep ekologi merupakan...
a. Spesies 
b.Ekosistem         
c. Komunitas       
d.Populasi
     Sedangkan untuk pengingatan kembali, siswa diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana.[6] Contoh:
     Makhluk hidup dan faktor abiotik yang membentuk suatu kesatuan yang terkoordinasi dan saling membutuhkan disebut..........
2.    Pemahaman, mencakup kemapuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. Dalam pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Untuk menjawab pertanyaan pemahaman siswa di minta untuk hafal suatu pengertian kemudian menjelaskan dengan kalimat sendiri[7].  Pertanyaan pemahaman biasanya menggunakan kata-kata perbedaan, perbandingan, menduga, menggeneralisasi, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan mempekirakan. Contoh :
diantara gambar dibawah ini, yang dapat disebut segitiga sama kaki adalah:

a   b                     c                        d
3.    Penggunaan/penerapan, mencakup kemampuan menerangkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya mengenal prinsip. Untuk penggunaan/penerapan , siswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih generalisasi/abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, dan cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benbar (Arikunto,1990:114). Contoh:
Rani berangkat berenang setiap 4 hari sekali, Anita berenang setiap 6 hari sekali dan Riska berenang setiap 8 hari sekali. Jika mereka berenang bersama pada hari Minggu tanggal 1 Januari 2008, pada hari dan tanggal berapa mereka dapat berenang bersama kembali?
4.    Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang kecil. Untuk analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar (Arikunto,1990:114). Contoh:
Mengapa tidak semua getaran atau bunyi dapat didengarkan oleh telinga manusia?
(sebelumnya telah disampaikan pelajaran tentang getaran/bunyi)
5.    Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja. Dalam sintesis, siswa diminta untuk melakukan generalisasi (Arikunto,1990:115) Contoh:
Apabila kamu diberi alat berikut:
a.    Cermin cekung f= 10 cm (satu buah)
b.    Mistar 100 cm
c.    Sumber cahaya berupa sebuah lilin, dan
d.   Tempat lensa
Coba lakukan kegiatan sehingga dapat mengisi kolom berikut:
So
Si
1/so
1/si
1/so+1/si
1/f
Sifat bayangan
5 cm






10 cm






15 cm






25 cm






30 cm







Apakah yang dapat kamu simpulkan tentang harga 1/so+1/si dibandingkan dengan harga 1/f?
6.    Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil karangan. Dalam Evaluasi, siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus
Contoh:
Apabila Magnesium hidroksida direaksikan dengan sulfur trioksida hasilnya hanya garam saja, benarkah?
Menurut Suharsimi Arikunto, beberapa aspek kognitif yang telah disebutkan tersebut, ada beberapa yang cocok untuk diterapkan secara bertahap pada pendidikan anak sekolah dasar yaitu knowledge, comprehension, dan aplication, mengingat usia mereka yang masih berada pada tahapan operasional konkrit seperi yang dikemukakan oleh Piaget. Adapun analisis, sintesis, dan evaluasi, dapat dilatih secara bertahap di SMP, SMU dan Perguruan Tinggi.
 Pertanyaan tingkat pengetahuan menurut  Bloom hanya mempersyaratkan informasi yang bisa ditemukan dengan mudah tanpa membutuhkan proses berpikir yang rumit. Pertanyaan tingkat ini dinamakan juga pertanyaan ingatan, seperti pertanyaan yang menggunakan kata tanya apa, siapa, di mana, kapan, dan ke mana. Apabila dikaitkan dengn pertanyaan yang diajukan guru dalam pertanyaan bacaan, jenis pertanyaan pengetahuan ini bisa disamakan dengan pertanyaan yang diajukan pemahaman literal tingkat pengetahuan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Benyamin S. Bloom membuat taksonomi belajar pada tahun 1956, maka sejak itu pula kita memahami bagaimana anak-anak belajar. Guru juga dapat menggunakan taksonomi Bloom untuk kepentingannya menhgajar, mulai dari tahap perencanaan yang di dalamnya terdapat rumusan tujuan pembelajaran, pelaksanaan hingga sampai pada tahap akhir yaitu tahap penilaian dan tindak lanjut, baik yang berhubungan dengan siswa maupun yang sifatnya perbaikan program pembelajaran. Pada tahun 2001, Anderson dan Krathwol merevisi taksonomy Bloom dengan mengkombinasikan proses kognitif dan dimensi pengetahuan.
Perbedaan taksonomi Bloom yang original dengan hasil revisi Anderson dan Krathwol terletak pada istilah (term) dan penekanannya (emphasis). Nama-nama dari kategori diubah dari noun menjadi verb (kata kerja) yang lebih akurat dan mencerminkan adanya proses berfikir secara aktif, demikian pula halnya dengan istilah pada sub kategori, bahkan ada pula yang di reorganized. Seperti istilah knowledge diubah menjadi remembering,comprehension diubah menjadi understanding dan synthesis diubah menjadi creating, demikian pula urutannya pun mengalami perubahan dimana kedudukan synthesis dan evaluation bertukar posisi, menjadi evaluating dulu dan diakhiri dengan creating. Hal tersebut dapat terlihat pada bagan di bawah ini:
Hasil revisi ini dapat membantu para guru dalam mendesain tujuan pembelajaran, merumuskan serta memperbaiki tujuan tersebut secara efisien serta dapat memudahkan guru dalam menentukan teknik penilaian. Selain daripada itu, taksonomi yang telah direvisi ini dapat digunakan pada setiap jenjang persekolahan, serta mudah mengaplikasikannya.
Taksonomi pada hakikatnya merupakan kerangka kerja yang dapat digambarkan kedalam dua dimensi yang sering disebut dengan tabel taksonomi. Baris dan kolom pada tabel, berisi gambaran penetapan kategori dari proses kognitif dan pengetahuan secara berturut-turut. Sel dalam tabel berisi perpotongan antara pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Kedua dimensi tersebut diilustrasikan pada tabel dibawah ini yang dapat membantu guru merumuskan tujuan menjadi lebih jelas dan lebih fokus, sesuai dengan apa yang diharapkan.Pada bagan dibawah ini, penulis sudah memodifikasikannya dengan menggabungkan teori domain cognitive yang dirumuskan oleh Senders.
                         Dimensi pengetahuan

Dimensi proses kognitif
1.
Mengingat
2.
Menerjemahkan
3.
Memahami
4.
Menerapkan
5.
Menganalisa
6.
Mengevaluasi
7.
membuat
A. Pengetahuan Faktual







B. Pengetahuan Konseptual







C. Pengetahuan Prosedural







D. Pengetahuan Metakognitif








Burns dkk (1996) mengemukakan bahwa salah satu dasar untuk merencanakan strategi bertanya adalah menyusun (construct) tipe pertanyaan untuk memilih jenis dan tingkat pemahaman yang berbeda. Burns dkk (1996) lebih lanjut mengemukakan bahwa untuk pemahaman literal, jawabannya bisa langsung ditemukan dalam bacaan, yang berisi informasi dasar yang merupakan rincian dari gagasan utama, hubungan sebab akibat, urutan cerita dan seterusnya
Untuk menempatkan rincian (detail) dengan efektif, siswa membutuhkan beberapa arahan tentang tipe rincian yang ditandai oleh pertanyaan yang spesifik. Pertanyaan siapa misalnya untuk menanyakan nama orang, apa untuk menanyakan nama benda atau suatu peristiwa, kapan unuk menanyakan waktu,mengapa, untuk memberikan jawaban tentang alasan, dan seterusnya.
Pertanyaan pemahaman literal (pengetahuan menurut Moore) merupaka prasyarat untuk tingkat pertanyaan pemahaman yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk bisa menjawab pertanyaan literal terlebih dahulu sebelum meningkat ke pertanyaan yang lebih tinggi.
Pertanyaan pemahaman (comprehension) mempersyaratkan siswa mempunyai pemahaman yang memadai untuk mengoranisasikan dan menyusun bahan pelajaran (bacaan) secara mental. Oleh sebab itu, siswa harus menyeleksi fakta-fakta yang berhubungan dengan pertanyaan,memprafrasakan, mendeskripsikan dan menggunakannya dalam membuat perbandingan (Moore,1986).
Menurut Crawley dan Mountain (1995) serta Burns, dkk (1996) terdapat 2 tingkatan pemahaman literal, yaitu tingkat pengetahuan (knowledge) dan tingkat pemahaman (comprehension). Burns dkk (1996) menamakan pemahaman literal tingkat pemahaman dengan istilah inferensi (inference). Pada pemahaman literal tingkat inferensi (inference) dibutuhkan bentuk pertanyaan yang berhubungan dengan kegiatan memprafrasa atau meringkas, membandingkan, mengklasifikasi, menuliskan outline, atau memasukkan informasi yang ditemukan dalam bacaan ke dalam tabel.
Siswa bisa mengingat informasi, memprafrasakan, dan menginterpretasikan apa yang telah mereka ingat belumlah cukup. Siswa juga harus bisa mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari konteks lain. Moore (1996) mengemukakan bahwa membaca pemahaman interpretatif sama dengan pemahaman tingkat aplikasi menurut Bloom. Tingkat membaca pemahaman interpretatif bisa membantu siswa mengidentifikasi hubungan antara pengalaman siswa itu sendiri baik pengalaman langsung maupun tidak langsung (vicarious experience) dengan pengalaman pelaku dalam bacaan, mengaplikasikan suatu hukum atau suatu proses kepada suatu masalah, gagasan, atau situasi baru, kemudian siswa menentukan suatu jawaban yang benar.
Contoh pertanyaan interpretatif bisa dilihat pada contoh transkrip proses belajar mengajar berikut ini
G  : Jadi, makanan yang mereka makan adalah makanan yang bersih.           Maria Poka tidak mempunyai ayah, tetapi dia hidup bahagia dengan   ibunya. Dia tidak membeda-bedakan temannya. Banyak teman-teman         yang suka berteman dengannya. Pada suatu hari ada teman yang ingin               mencelakakannya, tetapi dia tidak pernah mengadu pada ibunya. Siapa  pelakunya ?
S   :  Maria Poka
G  : Menurutmu, mengapa tidak mengadu kepada ibunya ?
S   : Karena dia tidak mau kehilangan teman.
G    : Bagaimana sikap Maria Poka menurutmu ?
S   : Maria punya sikap yang baik. Dia tetap mempertahankan berteman daripada mengadu kepada ibunya.
G  :Misalnya kamu jatuh, karena disenggol teman tanpa sengaja. Bolehkah   kita mengadu kepada ibu ?
S   : Tidak, kita harus diam saja, kita tidak boleh cengeng.
Dari penggalan transkripsi kegiatan belajar mengajar di atas terlihat guru mengajukan pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk mengidentifikasi hubungan antara pengalaman siswa dengan pengalaman pelaku yang ada di dalam teks. Pertanyaan itu seperti mengapa ia takut mengadu kepada ibunya ? Bagaimana sikapnya menurutmu ? Misalnya kamu jatuh, bersenggolan dengan teman, bolehkah kita mengadu kepada ibu ? Pertanyaan seperti itu menggambarkan bahwa guru menghubungkan pengalaman pelaku dalam teks dengan pengalaman siswa sendiri.
Pertanyaan analisis lebih tinggi tingkatnnya dari pertanyaan aplikasi yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis yang lebih tajam. Pertanyaan analisis mengarahkan siswa untuk menggunakan tiga jenis proses kognitif sebagai berikut:
1.  Mengidentifikasi motif, alasan, dan / atau penyebab suatu kejadian yang spesifik
2.  Mempertimbangkan dan menganalisis informasi yang tersedia untuk mencapai kesimpulan
3.  Menganalisis suatu kesimpulan, inferensi atau generalisasi untuk menemukan fakta serta mendukung atau membuktikan kebenarannya. Jadi, pertanyaan analisis mengharuskan siswa menganalisis informasi untuk mengidentifikasi penyebab, mencapai kesimpulan, atau menemukan fakta yang mendukung.
Strategi Bertanya
Beberapa strategi khusus bisa digunakan dalam mereaksikan jawaban siswa. Dengan menggunakan strategi bertanya dalam kegiatan belajar bisa membantu guru meningkatkan kualitas dan kuantitas tanggapan siswa dalam kelas.
1.  Strategi Waktu Tunggu (Wait Time)
Sejumlah komentar sering dilemparkan terhadap tanggapan siswa, akan tetapi baik dari segi kualitas maupun kuantitas masih belum seperti yang diharapkan.  Sering terjadi, siswa lebih bersikap diam daripada menanggapi pertanyaan yang diajukan guru. Ketidakmampuan siswa menjawab pertanyaan guru, bisa meningkatkan frustasi guru. Rahim (2003) menemukan bahwa guru kurang memberikan waktu yang memadai kepada siswa untuk bisa menjawab pertanyaan, guru sudah mengajukan pertanyaan itu pada siswa lain. Hasil wawancara dengan beberapa orang siswa menunjukkan bahwa siswa merasa tertekan apabila mereka tidak bisa menjawab pertanyaan guru, karena mereka tidak diberikan waktu yang cukup untuk berpikir.
Untuk meningkan kuantitas dan kualitas tanggapan siswa, ada salah satu strategi yang lebih dikenl dengan strategi wktu tunggu (wait time). Yang dimaksud dengan strategi waktu tunggu adalah waktu yang disediakan guru untuk memberikan kesmpatan kepada siswa berpikir sebelum memberikan tanggapan.
2.Penguatan (Reinforcement)
Penguatan merupakan ujian yang diberikan kepada siswa dan merupakan salah satu keterampilan yang mesti dimiliki guru. Menurut Moore (1986), penguatan mencakup 2 kategori verbal dan non verbal. Umumnya ujian yang diberikan guru kepada siswa ialah penguatan verbal dengan menggunakan kata seperti bagus, ya, boleh, baik. Ketika guru sangat yakin atas satu atau dua tipe penguatan yang favorit dan mengulangnya beberapa kali, hasilnya mungkin tidak efektif. Misalnya, seorang guru sering menggunakan kata “bagus” setiap kali siswa memberikan tanggapan. Hal ini tidak bisa dikategorikan pada penguatan. Mengungkapkan komentar dengan mudah akan kehilangan kekuatannya sebagai penguatan.
3.  Pertanyaan Menggali (Probing Question)
Penguatan dan waktu tunggu merupakan strategi yang bisa dilakukan guru untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam diskusi kelas. Disamping itu guru juga bisa menggunakan pertanyaan menggali.
Pertanyaan menggali (probing question), adalah pertanyaan yang diarahkan untuk mendorong siswa agar dapat menambah kualitas dan kuantitas jawaban. Jenis ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. (Sanjaya,2006:159)
Pertanyaan menggali mengikuti tanggapan siswa dan mendorong siswa berpikir melalui jawaban mereka secara lebih lengkap dan jelas. Pertanyaan menggali bisa meningkatkan mutu jawaban dan mengembangkan jawaban mereka sebelumnya. Pertanyaan menggali membutuhkan jawaban siswa yang lebih jelas, akurat, dan menawarkan kespesifikan keaslian jawaban (Sadker & Sadker dalam Moore, 1986).
Pertanyaan menggali paling efektif pada tingkat analisis, sintesis, dan evaluasi. Namun, bisa juga digunakan untuk pertanyaan tingkat yang lebih rendah. Berikut ini disajikan contoh pertanyaan menggali dalam diskusi kelas.
Guru      : Apa usaha kita agar tetap sehat?
Siswa     : Kita harus memakan makanan yang yang bergizi.
 Guru         : Siapa yang bisa menjelaskan apa yang dimaksud dengan makanan yang  bergizi
Siswa         : Makanan yang dibutuhkan oleh tubuh kita.
Guru          : Apa saja makanan yang dibutuhkan oleh tubuh kita?
Siswa         : Nasi,sayur,lauk pauk, buah
Guru          : Apa lagi yang kita butuhkan?
Siswa         : Susu
Guru          : Menurutmu Apa yang terjadi kalau kita tidak makan salah satu dari makanan tersebut?
Siswa         : Kita akan sakit
Guru          : Sakit apa?
Siswa         : Saya disuruh makan buah oleh dokter ketika saya tidak bisa makan karena bibir saya pecah-pecah.
Guru          : Anak-anak, sakit apa yang diderita oleh Ainul?
Siswa         : Menurut saya Ainul itu sariawan, dan seterusnya.
Dari dialog singkat diatas, guru menanyakan serangkaian pertanyaan menggali pada berbagai tingkatan pertanyaan. Guru tidak menerima begitu saja jawaban siswa “kita harus makan makanan bergizi”. Guru melanjutkan pertanyaan “apa itu makanan bergizi”, untuk menggali tanggapan siswa lebih rinci dan secara bertahap pindah kepada tanggapan yang lebih mendalam. Lagi pula, pertanyaan menggali memberikan kesempatan kepada siswa memikirkan jawaban lebih cermat. Pertanyaan menggali juga meningkatkan tingkat berpikir dan kualitas tanggapan siswa.
4.  Persamaan Interaksi
Umumnya guru mengakui bahwa mereka memberikan perlakuan yang sama kepada semua siswa mereka. Namun, kalau diperhatikan lebih cermat guru lebih bersikap keras terhadap anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, terutama dalam menerapkan disiplin. Sebaliknya, menurut Sadker & Sadker (dalam Moore, 1986) hasil penelitian menunjukkan bahwa guru memberikan perhatian yang lebih siswa laki-laki daripada siswa perempuan. Guru umumnya lebih menghargai jawaban anak laki-laki daripada anak perempuan. Peneliti juga menemukan dalam pembelajaran matematika guru lebih memberikan waktu yang lebih lama terhadap siswa laki-laki dibandingkan siswa perempuan.
Keterampilan Bertanya
Pertanyaan yang dirumuskan dan digunakan dengan tepat akan menjadi alat komunikasi yang ampuh antra pendidik dengan peserta didik.oleh sebab itu pendidik harus menguasai berbagai teknik bertanya dan pendidik harus mendengarkan dengan sunguh-sunguh apa yang dikemukan oleh siswa serta memberikan tanggapan yang positif terhadap peserta didik.penguasaan teknik bertanya merupakan suatu penunjang agar oeserta didikbelajar dengan akitf sehinggan proses belajar dan mengajar akan menjadi pembelajaran efektif dengan semakin aktifnya peserta didik.
Ada beberapa fungsi pertanyaan dalam proses belajar mengajar diantaranya[8]:
  1. memberikan Motivasi kepada siswauntuk berpikir dan memecahkan masalah dengan kemampuan sendiri.
  2. Memberikan motivasi kepada siswa untuk berperan aktifdalam mproses belajar mengajar.
  3. Membenagkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatyu masalah yang dihadapi atau dibicarakan.
  4. Menuntun proses berpikir siswa karena dengan pertanyaan-pertanyaan yang baik dapat membantu siswa dalam menentukan jawaban yang baik.
  5. Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang dibahas.
Muhammad uzer Usman mengemukakan dalam bukunya menjadi guru profesional sebagaimana yang penulis kutip dari buku Ahmad Sabri mengemukakan bahwa pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa diantaranya[9]:
1.      Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
2.      Membengkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu masalah yang sedang dihadapi atau dibicarakan.
3.      Mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berpikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya.
4.      Menuntun proses berpikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membentu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik.
5.      Seorang guru dalam mengajukan pertanyaan harus memperhatikan beberapa komponen keterampilan bertanya yaitu:
a.   Pertanyaan harus jelas dan singkat
Pertanyaan guru harus diungkapkan secara jelas dan singkat dengan menggunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh siswa sesuai dengan tarif perkembangan.
b.   Pemberian acuan sebelum memberikan pertanyaan, guru perlu memberikan acuan berupa pertanyaan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang diharapkan dari siswa.
c.   Pemindahan giliran adakalanya satu pertanyaan perlu dijawab oleh beberapa dari siswa yang belum karena jawabannya belum memadai atau belum sempurna.
d.  Penyebaran untuk melibatkan sebanyak-banyaknya di dalam pelajaran, guru perlu menyeberkan giliran menjawab pertanyaan secara acak. Guru hendaknya berusaha agar semua siswa mendapat giliran secara merata.
e.   Pemberian waktu berpikir.
Setelah memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa. Guru perlu memberikan waktu berpikir beberapa detik atau menit sebelum menujuk salah seorang siswa untuk menjawabnya.
f.    Pemberian tuntunan
bila siswa menjawab salah atau tidak dapat menjawab pertanyaan, guru hendaknya memberikan tuntunan kepada siswa itu agar dapat sendiri dapat menentukan jawaban yang benar.
6. Menutup pertanyaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri kegiatan belajar mengajar. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaeran secara menyeluruh tentang hal yang telah dipelajari siswa dan untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa.


[1] Hamzah B Uno, loc.cit, h. 12
[2] Hisyam Zaini dkk, Strategi Belajar Aktif, (Yokyakarta, Nuansa Aksara Grafika, 2005), h. 46
[3]Dimyati, opcit. 26-27
[4] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta, Bumi Aksara, 2007, h. 155 
[5] ibid
[6] ibid
[7] Ibid, h. 156
[8]Ahmad sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Mikro Teaching, (Jakarta, ciputat Press, 2005), h, 64
[9] ibid

Tidak ada komentar: