E.
PEMBELAJARAN DENGAN QUESTION STRATEGY (QS)
Model pembelajaran induktif merupakan karya besar Hilda
Taba. Suatu strategi mengajar yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam mengolah informasi. Secara singkat model ini merupakan strategi mengajar
untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Model ini dikembangkan atas
dasar beberapa postulat sebagai berikut[1]:
- Kemampuan berpikir dapat diajarkan
- Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara
individu dengan data artinya, dalam setting kelas bahan ajar merupakan
sarana bagi siswa untuk mengembangkan operasi kognitif tertentu.
- Proses berpikir merupakan suatu tahapan yang
teratur.
Dalam pembelajaran salah satu
strategi untuk membuat siswa aktif dan kritis adalah dengan membuat
pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan yang disusun dengan baik dapat menciptakan
sikap kritis siswa dan juga menunjukan bahwa jenis pertanyaan yang diajukan
guru tentang materi bacaan berpengaruh pada jenis informasi yang diingat siswa.
Siswa dapat mengingat dengan baik informasi yang ditanyakan secara langsung.
Belajar sesuatu yang baru akan
lebih efektif jika siswa / mahasiswa itu aktif dan terus bertanya ketimbang
hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru/dosen. Salah sartu cara untuk
membuat siswa / mahasiswa belajar secara aktif adalah dengan membuat mereka
bertanya tentang materipelajaran/kuliah sebleum ada penjelasan dari guru/dosen.
Strategi itu dapat menggugah siswa/mahasiswa untuk mengapai kunci belajar yaitu
dengan bertanya[2].
Langkah pertama dalam
menentukan pertanyaan yang efektif adalah mengenal bahwa pertanyaan mempunyai
ciri yang berbeda. Beberapa pertanyaan hanya membutuhkan ingatan yang berupa
fakta, tetapi yang lain membutuhkan proses berpikir yang lebih rumit
(kompleks). Namun, kedua-duanya dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan sesuai
dengan jenis pertanyaannya. Moore (1986) mengemukakan ada beberapa istilah dan
klasifikasi untuk menggambarkan jenis pertnyaan seperti yang dikemukakan oleh
Bloom yang dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom. Bloom mengemukakan 6 klasifikasi pertanyaan atau 6 tingkat bentuk pertanyaan.
Sedangkan menurut Senders, tingkatan pertanyaan yang ada tersebut ditambah
menjadi tujuh tingkatan.
Setiap pertanyaan yang ada semuanya mengarah kepada aspek
kognitif seseorang yang ditunjukan dengan kemampuan intelektual seseorang.
Perilaku kognitif seseorang dapat berupa keterampilan yang dapat diamati maupun
yang tidak dapat diamati, antara lain pemahaman informasi, pengelolaan gagasan,
penilaian terhadap informasi atau perilaku. Keterampilan kognitif ini menurut
Taksonomi Bloom diatur ke dalam enam tingkatan
dan kepada tujuh tingkatan menurut Senders,
yaitu dari yang terendah (knowledge) hingga yang tertinggi (evaluation)[3]
. Secara keseluruhan, tingkatan
keterampilan kognitif tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
![]() ![]() |
Evaluasi
(evaluation)
|
Mengevaluasi
nilai suatu informasi
|
Sintesis
(Syhintesis)
|
Membangun
suatu pola dari bagian-bagian yang berbeda
|
|
Analisis
(analisis)
|
Menganalisis/memisahkan informasi
untuk pemahaman yang lebih baik
|
|
Aplikasi
(aplication)
|
Menerapkan
pengetahuan dalam situasi baru
|
|
Pemahaman
(Compherehension)
|
Memahami
informasi
|
|
Pengetahuan
(knowledge)
|
Mengingat
kembali (recall) data/informasi
|
Gambar : Cognitive
Domain (Taksonomi Bloom)
Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau
pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi serta pengembangan keterampilan
intelektual (jarolimek dan foster, 1981: 148). Taksonomi atau penggolongan
tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam) kelas/tingkatan
kelas, yaitu sebagai berikut[4]:
1.
Pengetahuan, adalah mencapai
kemampuan
ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan
itu berkenan dengan fakta, peristiwa pengertian, kaidah, teori, prinsip atau
metode. Dalam pengenalan, siswa diminta untuk memilih salah satu dari dua atau
lebih pilihan jawaban.[5] Contoh:
Kelompok padi yang
tumbuh pada sebidang sawah berdasarkan konsep ekologi merupakan...
a. Spesies
b.Ekosistem
c. Komunitas
d.Populasi
Sedangkan untuk pengingatan kembali, siswa
diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana.[6] Contoh:
Makhluk hidup dan faktor abiotik yang
membentuk suatu kesatuan yang terkoordinasi dan saling membutuhkan
disebut..........
2.
Pemahaman,
mencakup kemapuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. Dalam
pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang
sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Untuk
menjawab pertanyaan pemahaman siswa di minta untuk hafal suatu pengertian
kemudian menjelaskan dengan kalimat sendiri[7]. Pertanyaan
pemahaman biasanya menggunakan kata-kata perbedaan, perbandingan, menduga,
menggeneralisasi, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan mempekirakan. Contoh :




3.
Penggunaan/penerapan, mencakup kemampuan menerangkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah
yang nyata dan baru. Misalnya mengenal prinsip. Untuk penggunaan/penerapan ,
siswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih
generalisasi/abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, dan
cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya
secara benbar (Arikunto,1990:114). Contoh:
Rani berangkat berenang setiap
4 hari sekali, Anita berenang setiap 6 hari sekali dan Riska berenang setiap 8
hari sekali. Jika mereka berenang bersama pada hari Minggu tanggal 1 Januari
2008, pada hari dan tanggal berapa mereka dapat berenang bersama kembali?
4.
Analisis,
mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian sehingga
struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah
menjadi bagian yang kecil. Untuk analisis, siswa diminta untuk menganalisis
hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar
(Arikunto,1990:114). Contoh:
Mengapa tidak semua getaran
atau bunyi dapat didengarkan oleh telinga manusia?
(sebelumnya telah
disampaikan pelajaran tentang getaran/bunyi)
5.
Sintesis,
mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu
program kerja. Dalam sintesis, siswa diminta untuk melakukan generalisasi
(Arikunto,1990:115) Contoh:
Apabila kamu diberi
alat berikut:
a.
Cermin cekung f= 10 cm (satu buah)
b.
Mistar 100 cm
c.
Sumber cahaya berupa sebuah lilin, dan
d.
Tempat lensa
Coba lakukan
kegiatan sehingga dapat mengisi kolom berikut:
So
|
Si
|
1/so
|
1/si
|
1/so+1/si
|
1/f
|
Sifat
bayangan
|
5
cm
|
|
|
|
|
|
|
10
cm
|
|
|
|
|
|
|
15
cm
|
|
|
|
|
|
|
25
cm
|
|
|
|
|
|
|
30
cm
|
|
|
|
|
|
|
Apakah yang dapat
kamu simpulkan tentang harga 1/so+1/si dibandingkan dengan harga 1/f?
6.
Evaluasi,
mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria
tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil karangan. Dalam Evaluasi, siswa
diminta untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk
menilai suatu kasus
Contoh:
Apabila Magnesium hidroksida direaksikan dengan sulfur
trioksida hasilnya hanya garam saja, benarkah?
Menurut Suharsimi Arikunto, beberapa aspek kognitif yang
telah disebutkan tersebut, ada beberapa yang cocok untuk diterapkan secara
bertahap pada pendidikan anak sekolah dasar yaitu knowledge, comprehension, dan
aplication, mengingat usia mereka yang masih berada pada tahapan operasional
konkrit seperi yang dikemukakan oleh Piaget. Adapun analisis, sintesis, dan
evaluasi, dapat dilatih secara bertahap di SMP, SMU dan Perguruan Tinggi.
Pertanyaan tingkat
pengetahuan menurut Bloom hanya
mempersyaratkan informasi yang bisa ditemukan dengan mudah tanpa membutuhkan
proses berpikir yang rumit. Pertanyaan tingkat ini dinamakan juga pertanyaan
ingatan, seperti pertanyaan yang menggunakan kata tanya apa, siapa, di mana,
kapan, dan ke mana. Apabila dikaitkan dengn pertanyaan yang diajukan
guru dalam pertanyaan bacaan, jenis pertanyaan pengetahuan ini bisa disamakan
dengan pertanyaan yang diajukan pemahaman literal tingkat pengetahuan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Benyamin S. Bloom
membuat taksonomi belajar pada tahun 1956, maka sejak itu pula kita memahami
bagaimana anak-anak belajar. Guru juga dapat menggunakan taksonomi Bloom untuk
kepentingannya menhgajar, mulai dari tahap perencanaan yang di dalamnya
terdapat rumusan tujuan pembelajaran, pelaksanaan hingga sampai pada tahap akhir
yaitu tahap penilaian dan tindak lanjut, baik yang berhubungan dengan siswa
maupun yang sifatnya perbaikan program pembelajaran. Pada tahun 2001, Anderson
dan Krathwol merevisi taksonomy Bloom dengan mengkombinasikan proses kognitif
dan dimensi pengetahuan.
Perbedaan taksonomi Bloom yang original dengan hasil
revisi Anderson dan Krathwol terletak pada istilah (term) dan penekanannya
(emphasis). Nama-nama dari kategori diubah dari noun menjadi verb (kata
kerja) yang lebih akurat dan mencerminkan adanya proses berfikir secara aktif,
demikian pula halnya dengan istilah pada sub kategori, bahkan ada pula yang di reorganized. Seperti istilah knowledge diubah menjadi remembering,comprehension diubah menjadi understanding
dan synthesis diubah menjadi creating, demikian pula urutannya pun
mengalami perubahan dimana kedudukan synthesis
dan evaluation bertukar posisi,
menjadi evaluating dulu dan diakhiri
dengan creating. Hal tersebut dapat
terlihat pada bagan di bawah ini:


Hasil revisi ini dapat membantu para guru dalam mendesain
tujuan pembelajaran, merumuskan serta memperbaiki tujuan tersebut secara
efisien serta dapat memudahkan guru dalam menentukan teknik penilaian. Selain
daripada itu, taksonomi yang telah direvisi ini dapat digunakan pada setiap
jenjang persekolahan, serta mudah mengaplikasikannya.
Taksonomi pada hakikatnya merupakan kerangka kerja yang
dapat digambarkan kedalam dua dimensi yang sering disebut dengan tabel
taksonomi. Baris dan kolom pada tabel, berisi gambaran penetapan kategori dari
proses kognitif dan pengetahuan secara berturut-turut. Sel dalam tabel berisi
perpotongan antara pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Kedua dimensi
tersebut diilustrasikan pada tabel dibawah ini yang dapat membantu guru
merumuskan tujuan menjadi lebih jelas dan lebih fokus, sesuai dengan apa yang
diharapkan.Pada bagan dibawah ini, penulis sudah memodifikasikannya dengan
menggabungkan teori domain cognitive yang
dirumuskan oleh Senders.
Dimensi
pengetahuan
|
|
Dimensi proses kognitif
|
|||||
1.
Mengingat
|
2.
Menerjemahkan
|
3.
Memahami
|
4.
Menerapkan
|
5.
Menganalisa
|
6.
Mengevaluasi
|
7.
membuat
|
|
A.
Pengetahuan Faktual
|
|
|
|
|
|
|
|
B.
Pengetahuan Konseptual
|
|
|
|
|
|
|
|
C.
Pengetahuan Prosedural
|
|
|
|
|
|
|
|
D.
Pengetahuan Metakognitif
|
|
|
|
|
|
|
|
Burns dkk (1996) mengemukakan bahwa salah satu dasar
untuk merencanakan
strategi bertanya adalah menyusun (construct) tipe pertanyaan untuk
memilih jenis dan tingkat pemahaman yang berbeda. Burns dkk (1996) lebih lanjut
mengemukakan bahwa untuk pemahaman literal, jawabannya bisa langsung ditemukan
dalam bacaan, yang berisi informasi dasar yang merupakan rincian dari gagasan
utama, hubungan sebab akibat, urutan cerita dan seterusnya
Untuk menempatkan rincian (detail) dengan efektif, siswa
membutuhkan beberapa arahan tentang tipe rincian yang ditandai oleh pertanyaan
yang spesifik. Pertanyaan siapa misalnya untuk menanyakan nama orang, apa untuk
menanyakan nama benda atau suatu peristiwa, kapan unuk menanyakan
waktu,mengapa, untuk memberikan jawaban tentang alasan, dan seterusnya.
Pertanyaan pemahaman literal (pengetahuan menurut Moore)
merupaka prasyarat untuk tingkat pertanyaan pemahaman yang lebih tinggi. Oleh
sebab itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk bisa menjawab
pertanyaan literal terlebih dahulu sebelum meningkat ke pertanyaan yang lebih
tinggi.
Pertanyaan pemahaman (comprehension)
mempersyaratkan siswa mempunyai pemahaman yang memadai untuk mengoranisasikan
dan menyusun bahan pelajaran (bacaan) secara mental. Oleh sebab itu, siswa
harus menyeleksi fakta-fakta yang berhubungan dengan pertanyaan,memprafrasakan,
mendeskripsikan dan menggunakannya dalam membuat perbandingan (Moore,1986).
Menurut Crawley dan Mountain (1995) serta Burns, dkk
(1996) terdapat 2 tingkatan pemahaman literal, yaitu tingkat pengetahuan (knowledge)
dan tingkat pemahaman (comprehension). Burns dkk (1996) menamakan
pemahaman literal tingkat pemahaman dengan istilah inferensi (inference).
Pada pemahaman literal tingkat inferensi (inference) dibutuhkan bentuk pertanyaan
yang berhubungan dengan kegiatan memprafrasa atau meringkas, membandingkan,
mengklasifikasi, menuliskan outline, atau memasukkan informasi yang
ditemukan dalam bacaan ke dalam tabel.
Siswa bisa mengingat informasi, memprafrasakan, dan
menginterpretasikan apa yang telah mereka ingat belumlah cukup. Siswa juga
harus bisa mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari konteks lain. Moore
(1996) mengemukakan bahwa membaca pemahaman interpretatif sama dengan pemahaman
tingkat aplikasi menurut Bloom. Tingkat membaca pemahaman interpretatif bisa
membantu siswa mengidentifikasi hubungan antara pengalaman siswa itu sendiri
baik pengalaman langsung maupun tidak langsung (vicarious experience)
dengan pengalaman pelaku dalam bacaan, mengaplikasikan suatu hukum atau suatu
proses kepada suatu masalah, gagasan, atau situasi baru, kemudian siswa
menentukan suatu jawaban yang benar.
Contoh pertanyaan interpretatif bisa dilihat pada contoh
transkrip proses belajar mengajar berikut ini
G : Jadi, makanan yang mereka makan adalah makanan yang bersih.
Maria Poka tidak mempunyai ayah, tetapi dia hidup bahagia dengan ibunya.
Dia tidak membeda-bedakan temannya. Banyak teman-teman yang suka berteman
dengannya. Pada suatu hari ada teman yang ingin mencelakakannya,
tetapi dia tidak pernah mengadu pada ibunya. Siapa pelakunya ?
S : Maria Poka
G : Menurutmu, mengapa tidak mengadu kepada ibunya ?
S : Karena dia tidak mau kehilangan teman.
G : Bagaimana sikap Maria
Poka menurutmu ?
S : Maria punya sikap yang baik. Dia tetap mempertahankan berteman
daripada mengadu kepada ibunya.
G :Misalnya kamu jatuh, karena disenggol teman tanpa sengaja.
Bolehkah kita mengadu kepada ibu ?
S : Tidak, kita harus diam saja, kita tidak boleh cengeng.
Dari penggalan transkripsi kegiatan belajar mengajar di
atas terlihat guru mengajukan pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk
mengidentifikasi hubungan antara pengalaman siswa dengan pengalaman pelaku yang
ada di dalam teks. Pertanyaan itu seperti mengapa ia takut mengadu kepada
ibunya ? Bagaimana sikapnya menurutmu ? Misalnya kamu jatuh, bersenggolan
dengan teman, bolehkah kita mengadu kepada ibu ? Pertanyaan seperti itu
menggambarkan bahwa guru menghubungkan pengalaman pelaku dalam teks dengan
pengalaman siswa sendiri.
Pertanyaan analisis lebih tinggi tingkatnnya dari
pertanyaan aplikasi yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis yang lebih
tajam. Pertanyaan analisis mengarahkan siswa untuk menggunakan tiga jenis
proses kognitif sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi motif, alasan, dan / atau penyebab suatu kejadian
yang spesifik
2. Mempertimbangkan dan menganalisis informasi yang tersedia untuk
mencapai kesimpulan
3. Menganalisis suatu kesimpulan, inferensi atau generalisasi untuk
menemukan fakta serta mendukung atau membuktikan kebenarannya. Jadi, pertanyaan
analisis mengharuskan siswa menganalisis informasi untuk mengidentifikasi
penyebab, mencapai kesimpulan, atau menemukan fakta yang mendukung.
Strategi Bertanya
Beberapa strategi khusus bisa digunakan dalam mereaksikan
jawaban siswa. Dengan menggunakan strategi bertanya dalam kegiatan belajar bisa
membantu guru meningkatkan kualitas dan kuantitas tanggapan siswa dalam kelas.
1. Strategi Waktu Tunggu (Wait Time)
Sejumlah komentar sering
dilemparkan terhadap tanggapan siswa, akan tetapi baik dari segi kualitas
maupun kuantitas masih belum seperti yang diharapkan. Sering terjadi, siswa lebih bersikap diam
daripada menanggapi pertanyaan yang diajukan guru. Ketidakmampuan siswa
menjawab pertanyaan guru, bisa meningkatkan frustasi guru. Rahim (2003)
menemukan bahwa guru kurang memberikan waktu yang memadai kepada siswa untuk
bisa menjawab pertanyaan, guru sudah mengajukan pertanyaan itu pada siswa lain.
Hasil wawancara dengan beberapa orang siswa menunjukkan bahwa siswa merasa
tertekan apabila mereka tidak bisa menjawab pertanyaan guru, karena mereka
tidak diberikan waktu yang cukup untuk berpikir.
Untuk meningkan kuantitas dan
kualitas tanggapan siswa, ada salah satu strategi yang lebih dikenl dengan
strategi wktu tunggu (wait time). Yang dimaksud dengan strategi waktu
tunggu adalah waktu yang disediakan guru untuk memberikan kesmpatan kepada
siswa berpikir sebelum memberikan tanggapan.
2.Penguatan (Reinforcement)
Penguatan merupakan ujian yang
diberikan kepada siswa dan merupakan salah satu keterampilan yang mesti
dimiliki guru. Menurut Moore (1986), penguatan mencakup 2 kategori verbal dan
non verbal. Umumnya ujian yang diberikan guru kepada siswa ialah penguatan
verbal dengan menggunakan kata seperti bagus, ya, boleh, baik. Ketika guru
sangat yakin atas satu atau dua tipe penguatan yang favorit dan mengulangnya
beberapa kali, hasilnya mungkin tidak efektif. Misalnya, seorang guru sering
menggunakan kata “bagus” setiap kali siswa memberikan tanggapan. Hal ini tidak
bisa dikategorikan pada penguatan. Mengungkapkan komentar dengan mudah akan
kehilangan kekuatannya sebagai penguatan.
3. Pertanyaan Menggali (Probing Question)
Penguatan dan waktu tunggu
merupakan strategi yang bisa dilakukan guru untuk meningkatkan partisipasi
siswa dalam diskusi kelas. Disamping itu guru juga bisa menggunakan pertanyaan
menggali.
Pertanyaan menggali (probing question), adalah pertanyaan
yang diarahkan untuk mendorong siswa agar dapat menambah kualitas dan kuantitas
jawaban. Jenis ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
(Sanjaya,2006:159)
Pertanyaan menggali mengikuti
tanggapan siswa dan mendorong siswa berpikir melalui jawaban mereka secara
lebih lengkap dan jelas. Pertanyaan menggali bisa meningkatkan mutu jawaban dan
mengembangkan jawaban mereka sebelumnya. Pertanyaan menggali membutuhkan
jawaban siswa yang lebih jelas, akurat, dan menawarkan kespesifikan keaslian
jawaban (Sadker & Sadker dalam Moore, 1986).
Pertanyaan menggali paling
efektif pada tingkat analisis, sintesis, dan evaluasi. Namun, bisa juga
digunakan untuk pertanyaan tingkat yang lebih rendah. Berikut ini disajikan
contoh pertanyaan menggali dalam diskusi kelas.
Guru : Apa usaha kita agar
tetap sehat?
Siswa :
Kita harus memakan makanan yang yang bergizi.
Guru :
Siapa yang bisa menjelaskan apa yang dimaksud dengan makanan yang bergizi
Siswa : Makanan yang dibutuhkan oleh tubuh
kita.
Guru : Apa saja makanan yang dibutuhkan
oleh tubuh kita?
Siswa : Nasi,sayur,lauk pauk, buah
Guru : Apa lagi yang kita butuhkan?
Siswa : Susu
Guru : Menurutmu Apa yang terjadi kalau
kita tidak makan salah satu dari makanan tersebut?
Siswa : Kita akan sakit
Guru : Sakit apa?
Siswa : Saya disuruh makan buah oleh dokter
ketika saya tidak bisa makan karena bibir saya pecah-pecah.
Guru : Anak-anak, sakit apa yang diderita
oleh Ainul?
Siswa : Menurut saya Ainul itu sariawan, dan
seterusnya.
Dari dialog singkat
diatas, guru menanyakan serangkaian pertanyaan menggali pada berbagai tingkatan
pertanyaan. Guru tidak menerima begitu saja jawaban siswa “kita harus makan
makanan bergizi”. Guru melanjutkan pertanyaan “apa itu makanan bergizi”, untuk
menggali tanggapan siswa lebih rinci dan secara bertahap pindah kepada
tanggapan yang lebih mendalam. Lagi pula, pertanyaan menggali memberikan
kesempatan kepada siswa memikirkan jawaban lebih cermat. Pertanyaan menggali juga meningkatkan tingkat berpikir
dan kualitas tanggapan siswa.
4. Persamaan Interaksi
Umumnya guru mengakui bahwa
mereka memberikan perlakuan yang sama kepada semua siswa mereka. Namun, kalau
diperhatikan lebih cermat guru lebih bersikap keras terhadap anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan, terutama dalam menerapkan disiplin. Sebaliknya,
menurut Sadker & Sadker (dalam Moore, 1986) hasil penelitian menunjukkan
bahwa guru memberikan perhatian yang lebih siswa laki-laki daripada siswa
perempuan. Guru umumnya lebih menghargai jawaban anak laki-laki daripada anak
perempuan. Peneliti juga menemukan dalam pembelajaran matematika guru lebih
memberikan waktu yang lebih lama terhadap siswa laki-laki dibandingkan siswa
perempuan.
Keterampilan Bertanya
Pertanyaan yang dirumuskan dan digunakan dengan tepat
akan menjadi alat komunikasi yang ampuh antra pendidik dengan peserta
didik.oleh sebab itu pendidik harus menguasai berbagai teknik bertanya dan
pendidik harus mendengarkan dengan sunguh-sunguh apa yang dikemukan oleh siswa
serta memberikan tanggapan yang positif terhadap peserta didik.penguasaan
teknik bertanya merupakan suatu penunjang agar oeserta didikbelajar dengan
akitf sehinggan proses belajar dan mengajar akan menjadi pembelajaran efektif
dengan semakin aktifnya peserta didik.
Ada beberapa fungsi pertanyaan dalam proses belajar mengajar diantaranya[8]:
- memberikan Motivasi kepada siswauntuk berpikir dan memecahkan masalah
dengan kemampuan sendiri.
- Memberikan motivasi kepada siswa untuk berperan aktifdalam mproses
belajar mengajar.
- Membenagkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatyu masalah
yang dihadapi atau dibicarakan.
- Menuntun proses berpikir siswa karena dengan pertanyaan-pertanyaan
yang baik dapat membantu siswa dalam menentukan jawaban yang baik.
- Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang dibahas.
Muhammad uzer Usman mengemukakan dalam bukunya menjadi
guru profesional sebagaimana yang penulis kutip dari buku Ahmad Sabri
mengemukakan bahwa pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran
yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa diantaranya[9]:
1.
Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
2.
Membengkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu masalah yang
sedang dihadapi atau dibicarakan.
3.
Mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berpikir itu
sendiri sesungguhnya adalah bertanya.
4.
Menuntun proses berpikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membentu
siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik.
5.
Seorang guru dalam mengajukan pertanyaan harus memperhatikan beberapa
komponen keterampilan bertanya yaitu:
a.
Pertanyaan harus jelas dan singkat
Pertanyaan guru harus diungkapkan secara jelas dan
singkat dengan menggunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh siswa sesuai
dengan tarif perkembangan.
b.
Pemberian acuan sebelum memberikan pertanyaan, guru perlu memberikan acuan
berupa pertanyaan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang
diharapkan dari siswa.
c.
Pemindahan giliran adakalanya satu pertanyaan perlu dijawab oleh beberapa
dari siswa yang belum karena jawabannya belum memadai atau belum sempurna.
d. Penyebaran untuk melibatkan sebanyak-banyaknya di dalam
pelajaran, guru perlu menyeberkan giliran menjawab pertanyaan secara acak. Guru
hendaknya berusaha agar semua siswa mendapat giliran secara merata.
e.
Pemberian waktu berpikir.
Setelah memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa. Guru perlu memberikan
waktu berpikir beberapa detik atau menit sebelum menujuk salah seorang siswa untuk
menjawabnya.
f.
Pemberian tuntunan
bila siswa menjawab salah atau tidak dapat menjawab pertanyaan, guru
hendaknya memberikan tuntunan kepada siswa itu agar dapat sendiri dapat
menentukan jawaban yang benar.
6. Menutup pertanyaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
guru untuk mengakhiri kegiatan belajar mengajar. Hal ini bertujuan untuk
memberikan gambaeran secara menyeluruh tentang hal yang telah dipelajari siswa
dan untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa.
[3]Dimyati,
opcit. 26-27
[6] ibid
[8]Ahmad sabri,
Strategi Belajar Mengajar dan Mikro Teaching, (Jakarta, ciputat Press,
2005), h, 64
Tidak ada komentar:
Posting Komentar