A.
Anak
Tunagrahita
1. Pengertian Anak Tunagrahita
Anak
yang menderita tunagrahita (terbelakang mental) adalah mereka yang memiliki
kemampuan intelektual/IQ[1]
dan ketrampilan penyesuaian diri dibawah rata-rata teman-teman seusianya. Cacat
ini biasanya akan nampak jelas pada usia sekolah, karena di sekolah inilah anak
banyak dituntut untuk kerja akademik.
Sedangkan
pengertian secara umum dari gangguan ini adalah menunjuk pada suatu pola
tingkah laku yang menyimpang dari norma jika dilihat dari pandangan sistem
sosial. Perkembangan yang terganggu ini ditandai oleh penyimpangan dari keadaan
normal. Gangguan perkembangan ini dapat terjadi secara perlahan-lahan, namun
juga dapat terjadi secara mendadak, termasuk didalamnya jika terdapat anak yang
mengalami kesulitan dalam belajar. James D. Page memberikan definisi tentang
retardasi mental “Mental deficiency is a condition of subnornal mental
development, present at birthor early chilhood and characterized mainly by
limited intellegence and social inadequency.”.[2] (Defisiensi
mental adalah suatu kondisi perkembangan mental yang tidak normal, yang
menggambarkan pada kelahiran atau tabiat awal anak terutama oleh intelegensi
yang terbatas dan keadaan sosial yang tidak cukup).
Menurut
Asosiasi Amerika untuk Defisiensi Mental (Komite Ad Hoc pada Terminologi dan
Klasifikasi, 1992.p.s.). Retardasi mental adalah rendahnya fungsi intelektual
umum kaitannya dalam hubungan dengan dua atau lebih faktor yang terdiri dari
penyesuaian wilayah kemampuan : berkomunikasi, perlindungan diri, kehidupan di
rumah, keahlian sosial, bermasyarakat, perintah diri, kesehatan dan keamanan,
fungsi akademik, waktu luang dan pekerjaan. Retardasi mental dibuktikan sebelum
usia 18 tahun.[3]
Jadi
dapat disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan fungsi intelektual umum di
bawah rata-rata disertai dengan ketidakmampuan beradaptasi terhadap tuntutan
lingkungan yang muncul selama masa pertumbuhan. Saat munculnya gangguan ini
dibatasi sampai umur 17 tahun. Artinya bila gangguan itu baru muncul sesudah
umur 17 tahun, jadi sebelumnya individu tumbuh normal, maka harus dikategorikan
sebagai gangguan mental organik.[4]
Anak
seperti ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara berpikirnya
yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya rendah, demikian pula
dengan pengertian bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah. Gangguan perilaku
yang sangat menonjol pada anak ini adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan
masyarakat di sekitarnya, tingkah lakunya kekanak-kanakkan dan tidak sesuai dengan
umurnya.
2. Ciri-ciri dan Sifat Anak Tunagrahita
Anak-anak
dikatakan tergolong mental retarded jika taraf inteligensinya lebih rendah dari
70. Taraf inteligensi ini dapat digolongkan menjadi 3 golongan yakni taraf
inteligensi idiot, embicil, dan debil yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
:
a.
Taraf Inteligensi
Idiot
Individu pada taraf ini tidak dapat dilatih untuk
memenuhi kebutuhan fisiologisnya sendiri dan tidak sanggup merawat dirinya
sendiri. Tidak dapat melindungi dirinya terhadap bahaya, selalu harus dijaga
karena mudah jatuh dan suka memakan benda apa saja yang berada di tangannya.
Masih sering ngompol baik siang maupun malam dan umumnya harus dirawat seumur
hidup.
b.
Taraf Inteligensi
Embicil
Umumnya anak embicil dapat berpakaian dan makan
sendiri. Fungsi bicaranya terganggu karena itu perlu dilatih secara sabar.
Sebagian besar mereka masih dapat diajar membaca, menulis, dan mengerjakan
pekerjaan keterampilan praktis.
c.
Taraf Inteligensi
Debil
Mereka lebih mudah diajari untuk mengurus dirinya
daripada anak idiot dan embicil. Mereka dapat membantu pekerjaan dapur dan
pekerjaan lainnya yang tidak begitu menuntut berpikir, misalnya: menolong
membawakan barang, membantu membersihkan rumah, dan keterampilan praktis
lainnya.[5]
Penderita
cacat mental (retardasi mental) pada umumnya memiliki kelainan, terutama pada
kemampuan kognitifnya lambat. Besar kecilnya tergantung pada intelegensi yang
dimiliki, sifat-sifatnya
yang tampak adalah:
a. Lambat belajar.
b. Kemampuan mengatasi masalah kurang.
c. Kurang bisa menghubungkan sebab akibat.
d. Perbuatannya lucu.
e. Kontrol motoriknya kurang.
f. Kurang kemampuan dalam berkoordinasi.
g. Mulut selalu menganga.
h. Dalam memahami suatu pengertian
memerlukan waktu yang lama.
i.
Kesulitan
dalam sensoris.
j.
Hambatan
dalam perkembangan bicara.[6]
3. Faktor Penyebab Tunagrahita
a.
Faktor sebelum lahir
1)
Karena
kekurangan nutrisi, infeksi dan luka-luka serta keracunan sewaktu bayi dalam
kandungan.
2)
Sewaktu
mengandung menderita penyakit, antara lain: kolera, typhus, malaria tropika
kronis, gondok, syphilis, gabak, dan TBC, sehingga ada pengaruh buruk pada
janin. Bagi yang lahir mungkin akan menderita Toximia, yaitu peristiwa
keracunan pada darah sehingga terjadi gangguan pada sistem syaraf (Neuron).
3)
Terjadi
intoksinasi (keracunan) pada janin oleh obat-obat penenang yang beracun, antara
lain obat Tholidomide dan obat kontrasektif anti hamil yang sangat kuat yang
mengandung racun.
4)
Ibu
mengandung mengalami psikosa (gila) dapat pula mengalami panik, shock atau
dalam keadaan takut, hal ini bisa menyebabkan pada janin berupa kelemahan
mental.
5)
Kandungan
terkena pukulan yang hebat sehingga menimbulkan kerusakan atau cacat pada janin
dalam kandungan.[7]
b.
Faktor Ketika lahir
Pada saat lahir kepala bayi sering terganggu oleh
tekanan-tekanan dari dinding rahim dan dapat menyebabkan pendarahan pada bagian
dalam kepala janin. Tekanan-tekanan tersebut dapat disebabkan oleh:
1)
Kelahiran
dengan bantuan tang (tangver lossing) yang sulit.
2)
Asphixia,
yaitu lahir tanpa nafas disebabkan oleh adanya lendir dalam alat pernafasan
bayi atau ibunya mendapat zat pembius yang terlalu banyak.
3)
Prematurity
atau yang lahir sebelum masanya (waktunya).
4)
Primoginiture,
yaitu kelahiran pertama, ada kemungkinan bayi menderita defek mental.[8]
c.
Faktor sesudah lahir (0 sampai dengan 3 tahun)
1)
Pengalaman-pengalaman
traumatik, yaitu luka-luka pada kepala atau di kepala bagian dalam karena bayi
pernah jatuh, terpukul atau bayi pernah pingsan lama.
2)
Kejang
atau stuip, disebabkan anak menderita sakit dan panas badannya tinggi sekali.
3)
Infeksi pada otak atau selaput otak.
4)
Kekurangan
nutrisi zat makanan dan vitamin.
5)
Faktor
psikologis, yaitu anak kurang sekali mendapat perhatian dan cinta kasih, hal
ini menyebabkan retardasi pertumbuhan dari segala fungsi-fungsi jasmaniah dan
kejiwaanya terutama hambatan pada intelegensi dan emosinya.[9]
d.
Faktor Hereditas (keturunan)
1)
danya
kelainan dalam “chromosome” atau “gene” kedua orang tuanya. Oleh adanya gen
lemah mental dari kedua orang tuanya, dapat dimungkinkan anak yang lahir akan
mengalami kondisi lemah mental.
2)
Adanya
kelainan dalam “chromosome” atau “gene” dari salah satu orang tuanya, karena
ada salah salah satu gen lemah mental dari orang tuanya, maka ada kemungkinan anaknya
mengalami lemah mental.[10]
4. Klasifikasi Tunagrahita
a.
Klasifikasi menurut Penyebabnya
Menurut
penyebabnya anak tunagrahita dapat diklasifikasikan menjadi:
1)
Exogenous,
yakni keterbelakangan yang diperoleh misalnya karena kerusakan pada bagian otak
tertentu.
2)
Endogenous,
yakni keterbelakangan karena diturunkan oleh keluarga dan kadang-kadang karena
faktor kongenital.[11]
b.
Klasifikasi menurut Tujuan Pendidikan
Klasifikasi anak tuna mental untuk
tujuan pendidikan merupakan usaha untuk menyederhanakan dan mengarahkan
klasifikasi anak tersebut dalam hubungannya dengan sekolah dan kesejahteraan
mereka. Menurut klasifikasi untuk tujuan pendidikan ini, anak tunagrahita
dibagi menjadi:
1)
Anak
tunagrahita mampu latih (feebleminded, mentally deficient).
2)
Anak
tunagrahita mampu didik (mentally handicapped).
3)
Anak
lambat belajar (slow learner).[12]
c.
Klasifikasi menurut Taraf Intelegensi
Berdasarkan taraf intelegensinya,
orang-orang yang terbelakang mental dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
1) Idiot
Mereka adalah yang mempunyai taraf
intelegensi paling rendah (IQ dibawah 20). Orang-orang dari gologan ini
perkembangan jiwanya tidak akan lebih usia kejiwaan 3 tahun, sekalipun usianya
sudah mencapai remaja atau dewasa. Mereka tidak dapat bicara,tidak dapat
berjalan, sering mengompol dan harus ditolong selama hidupnya.
2)
Imbesil
Mereka yaitu yang mempunyai IQ 20
sampai dengan 50. Mereka mencapai taraf usia kejiwaan 3-7 tahun dan dapat
diajari untuk memelihara diri sendiri dalam kebutuhan-kebutuhannya yang paling
sederhana dan dapat menjaga diri sendiri dari bahaya, misalnya: ke kamar mandi,
memakai baju sendiri, menghindari api, berteduh dari hujan, dan sebagainya.
Mereka juga memerlukan bantuan orang lain seumur hidupnya.
3)
Debil atau Moron
Mereka mempunyai taraf intelegensi
antara 50 sampai dengan 70. Keterbelakangan mereka tidak separah dua jenis
diatas dan mereka dapat mencapai taraf usia kejiwaan 7,5-10,5 tahun. Mereka
masih dapat diajari berhitung, menulis dan melakukan pekerjaan-pekerjaan
sedehana, sekalipun ini harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan makan waktu
lama. Seorang debil yang mendapat latihan cukup tidak usah terus menerus
bergantung pada orang lain, karena dengan ketrampilannya ia dapat mencari
nafkah sendiri.
Dengan mengacu kepada ukuran tingkat fungsi
intelektual umum yang dimanifestasikan dalam bentuk IQ, seseorang akan dianggap
termasuk gologan berkemampuan subnormal bila mempunyai IQ yang kurang dari 70
menurut klasifikasi Terman atau bila memiliki IQ kurang dari 65 menurut
klasifikasi Wechler.[13]
Adapun menurut APA (American Psychological
Association) yang menempatkan tingkat retardasi mental mulai dari borderline
sampai pada yang paling parah yaitu profound (Colomen and Bruen, Jr,1972).
Secara lebih lengkap dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Retardasi
Mental Borderline (IQ: 68-83)
Individu yang fungsi intelektualnya
berada pada kategori garis batas (borderline) tidak dimasukkan dalam kategori
subnormal, hanya saja mereka memiliki kemampuan terbatas untuk dapat memahami
ide-ide terhadap apa yang telah mereka pelajari.
2)
Retardasi Mental Ringan (IQ: 52-67)
Klasifikasi ini diberikan kepada
orang dewasa dengan fungsi intelektual setara dengan anak usia 8 sampai 11
tahun.
3)
Retardasi Mental Menengah (IQ : 36-51)
Individu ini tingkat intelektualnya
tidak dapat berkembang melebihi tingkat intelektual anak-anak usia 4-7 tahun.
4)
Retardasi Mental Berat (IQ : 20-35)
Penderita ini tingkat
intelegensinya berada antara 20-35 dan hidupnya sangat tergantung dengan orang
lain.
5)
Retardasi Mental Parah (IQ < 20)
Pada penderita retardasi mental
parah mempunyai kemampuan yang sangat terbatas dan tidak mampu dilatih kecuali melakukan
hal-hal yang sederhana.[14]
[1]
Inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan dengan tepat segenap alat bantu
dari fikiran guna penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan baru. Inteligensi
juga merupakan keterampilan untuk memecahkan masalah, dan kemampuan untuk
belajar dari pengalamanpengalaman. Kartini Kartono, Patologi Sosial 3,
Gangguan-gangguan Kejiwaan (Jakarta : CV.Rajawali, 198), h. 105.
[2]
James D. Page, Abnormal Psychology, Clinical Approach to Psychological
Deviants, (New Delhi : Tata Mc. Graw Hill Publishing Company LTD, 1978), p.
354.
[3]Anita
E. Woolfolk, Educational Psychology, (United States of America: Allyn
and Bacon Company, 1995), sixth edition, p. 120.
[4] A.
Supratiknya, Mengenal Perilaku Abnormal, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),
h. 76.
[5]
Anwar Prabu Mangkunegara, Perkembangan Intelegensi Anak dan Pengukuran
IQ-nya, (Bandung : Angkasa, 1993), h. 45.
[6] Abu
Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1991), h. 60.
[7]
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung :
Mandar Maju,1989), h.31-32.
[8] Ibid,.
[9] Ibid., h. 34.
[10]
Kartini Kartono, Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah,
(Jakarta : CV Rajawali, 1991), h. 55.
[11]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pengertian-pengertian Dasar dalam
Pendidikan Luar Biasa,(tt.p : t.p., t.t.), h.45.
[12] Ibid., h. 46
[13]
Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Inteligensi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), h. 145.
[14] Ibid., h. 146-148.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar