A.
Suasana Keagamaan di Madrasah
1.
Pengertian Suasana Keagamaan di Madrasah
Keagamaan tidak identik dengan
agama, mestinya orang yang beragama adalah orang yang religius juga. Namun banyak terjadi, penganut suatu agama yang
gigih, tetapi dengan bermotivasi dagang atau peningkatan karir. Disamping
itu, ada juga orang berpindah agama karena dituntut oleh calon mertuanya, yang
kebetulan dia tidak beragama sama dengan yang dipeluk calon suami/istri.
Dicari dan diharapkan bagi anak-anak kita adalah bagaimana mereka dapat
tumbuh menjadi abdi-abdi Allah yang beragama baik. Yang dicari dan
diharapkan untuk anak-anak adalah bagaimana mereka dapat tumbuh menjadi
hamba-hamba Allah yang beragama baik, namun sekaligus orang yang mendalami cita
rasa religiusitasnya dan menciptakan damai murni karena fitrah religiusitasnya,
meskipun dalam bidang keagamaannya masih kurang.
Sikap agamis pada anak-anak
diperoleh dari kebiasaan (tradisi) dan lembaga (institution),
anjuran imajinasi, pergerakan aktifitas, ide motorik melalui cara meniru (imitation).
Namun sikap agamis dari para muda pada hakikatnya,salah satu keinginan alami untuk mengetahui arti dan
pentingnya praktek-praktek ibadah adalah karena agama dapat membimbingnya dalam kehidupan di dunia.[1]
Inti beragama adalah masalah
sikap didalam Islam, sikap beragama itu intinya adalah iman. Jadi,
yang dimaksud beragama pada intinya ialah beriman, (dalam pembahasan mendalam,
ditemukan bahwa iman itu adalah keseluruhan Islam tersebut). Jika kita
membicarakan bagaimana cara mengajarkan agama Islam, maka inti pembicaraan
kita adalah bagaiman cara mengajarkan agama Islam, maka inti pembicaraan
kita adalah bagaimana menjadikan anak didik kita orang yang beriman. [2]
Untuk menanamkan iman,
usaha-usaha inilah yang besar pengaruhnya.[3] Dengan adanya
penciptaan suasana religius dapat menciptakan ketenangan, kedamaian,
meningkatkan persaudaraan serta silaturrahim di antara pimpinan, karyawan, para
guru dan para siswa, maka penciptaan suasana keagamaan di madrasah ini dimulai
dengan mengadakan berbagai kegiatan keagamaan yang pelaksanaannya ditempatkan
dilingkungan madrasah. Hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya jenis dan bentuk kegiatan keagamaan serta
meningkatnya dukungan dari para siswa dan orang tua siswa.
Dengan demikian
suasana keagamaan adalah keadaan yang terjadi disuatu lingkungan yang dibangun
dari orang-orang yang hidup patuh dalam menjalankan ajaran agamanya baik dari
segi akidah, ibadah dan akhlaknya yang mencerminkan kehidupanya. Mulai dari
cara berpakaian, etika dalam pergaulan, tata krama berkata sampai pada tempat
tinggalnya sendiri seluruhnya tergambar orang-orang yang tekun dalam
menjalankan ajaran agamanya.
Suasana keagamaan
dan praktek-praktek keagamaan dilaksanakan secara terprogram dan rutin
(istiqomah) di madrasah, seperti menciptakan pembiasaan berbuat baik dan benar
menurut ajaran agama dan menggunakan sarana sebagai tempat pelaksanaan kegiatan
keagamaan secara terprogram. Dalam hal ini guru tidak hanya menyajikan
informasi tentang nilai keagamaan yang baik dan yang buruk, juga terlibat untuk
melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata dan siswa diminta memberikan
respon yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai keagamaan tersebut.
Kegiatan-kegiatan keagamaan dilaksanakan secara baik melalui kerjasama dan
keterlibatan secara langsung antara guru agama dan guru bidang studi lainnya
dengan menjadi tutor dan pembina pada kegiatan-kegiatan keagamaan.
Secara normatif, Basmar
mengatakan bahwa salah satu upaya penanggulangan kenakalan remaja yang cukup efektif adalah dengan jalan menanamkan pendidikan agama
dalam jiwa anak didik kita. Hal demikian dikarenakan pendidikan agama
menurut Zakiyah Drajat, bukanlah sekedar memberikan pelajaran agama
secara teratur dan sengaja oleh guru disekolah.[4] Lebih jauh dari
itu menurutnya adalah penanaman jiwa agama yang dimulai dari pendidikan
keluarga sejak kecil, dengan jalan membiasakan anak untuk berbuat baik.
2. Model-model Penciptaan Suasana keagamaan di Madrasah
Model adalah sesuatu yang dianggap
benar, tetapi bersifat kondisional. Karena itu, model penciptaan suasana keagamaan sangat
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tempat model itu akan diterapkan beserta
penerapan nilai-nilai yang mendasarinya. Ada beberapa macam model-model
penciptaan suasana keagamaan, antara lain: (1). Model Struktural, yaitu penciptaan suasana keagamaan yang disemangati
oleh adanya peraturan-peraturan, pembangunan kesan, baik dari dunia luar atas
kepemimpinan atau kebijakan suatu
lembaga pendidikan atau suatu organisasi. Model ini bersifat “top-down” yakni
kegiatan dibuat atas prakarsa atau intruksi dari pejabat/pimpinan atasan. (2).
Model Formal, yaitu penciptaan suasana keagamaan yang di dasari atas pemahaman bahwa
pendidikan agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah-masalah
kehidupan akhirat saja atau kehidupan
rohani saja. Peserta didik diarahkan untuk menjadi pelaku agama yang loyal,
memiliki sikap comitment (keperpihakan) dan dedikasi (pengabdian yang tinggi
terhadap agama yang dipelajarinya).Sementara itu, kajian-kajian keilmuan yang
bersifat empiris, rasional, analitis-kritis, dianggap dapat menggoyahkan iman
sehingga perlu ditindih oleh pendekatan keagamaan yang bersifat normative dan
doktriner. (3). Model mekanik, penciptaan suasana religious yang didasari oleh
pemahaman bahwa kehidupan terdiri dari berbagai aspek; dan pendidikan dipandang
sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan
berjalan menurut fungsinya.
3.
Urgensi
Penciptaan Suasana Keagamaan di
Madrasah
Untuk menciptakan
seorang siswa yang mempunyai akidah yang kokoh, rajin dalam beribadah serta
memiliki akhlak yang mulia, maka kita tidak akan hanya mengandalkan kepada
pelajaran-pelajaran agama Islam yang diberikan seorang guru di dalam kelasnya
saja. Karena kalau hanya mengandalkan mata pelajaran maka tidak akan mendapatkan hasil yang
maksimal. Untuk itu perlu adanya kerjasama yang erat antar setiap guru mata
pelajaran untuk saling membahu, tidak hanya sampai disana, kerjasam
masyarakat dan keluarga serta para tokohpun sangat diperlukan.
3. Faktor Penunjang Dan
Penghambat Dalam Penciptaan Suasana Keagamaan di Madraah
Sesuai dengan
masalah yang telah diangkat oleh peneliti tentang penciptaan suasana religius,
untuk mencapai target yang maksimal pastilah ada faktor penunjang dan
penghambatnya di dalam rangka mengembangkan IMTAQ dan IPTEK.
a. Faktor Penunjang dalam Penciptaan Suasana Keagamaan di Madrasah adalah:
1)
Tanggung Jawab Keluarga
Keluarga sebagai unit
terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang
asasi antara dua subyek manusia (suami-istri). Berdasarkan atas cinta kasih
dan pengabdian yang luhur membina kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar
Dewantoro dikatakan supaya orang itu (sebagai pendidik) mengabdi kepada sang anak. Motivasi pengabdian keluarga
(orang tua) ini semata-mata demi cinta kasih yang kodrati. Di dalam
suasana cinta dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung
seumur anak itu dalam tanggung jawab keluarga.[5] Keluarga adalah merupakan
lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena
dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan
isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi
tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap
manusia. Pendidikan yang diterima dalam kegiatan inilah yang akan digunakan
oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di
sekolah.
Tugas dan tanggung jawab
orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya lebih bersifat
pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan
kesosialan, seperti tolong menolong, bersama-sama menjaga kebersihan rumah,
menjaga kesehatan dan ketentraman rumah tangga dan sejenisnya.[6] Orang tua disini
satu sisi sebagai motivator utama, satu sisi juga menjadi faktor kendala,
selama orang tua mampu memberi motivasi yang tinggi kepada anaknya, itu menjadi
factor pendukung. Orang tua juga mempunyai peran terhadap kesadaran keagamaan
seseorang dalam hal meningkatkan kesadaran terhadap agama.
2)
Dukungan Guru
Pembina Lembaga
sekolah ini meneruskan pembinaan yang telah diletakkan dasardasarnya dalam
lingkungan keluarga. Sekolah menerima tanggung jawab pendidikan berdasarkan
kepercayaan keluarga. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menerima fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas
tanggung jawab yang meliputi :
a. Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku (undangundangpendidikan).
b. Tanggung jawab keilmuan
berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercayakan
kepadanya oleh masyarakat dan Negara.
c. Tanggung jawab fungsional ialah tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana
pendidikan (para guru, pendidik) yang menerima ketetapan ini
berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya.
Tanggung jawab ini merupakan
pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua (masyarakat) kepada sekolah dari para
guru.[7] Dukungan dari
guru-guru Pembina, selain itu para guru tidak hanya menyeluruh tapi mengajak
siswa untuk mengerjakan sesuatu yang sudah ada dalam program ISMUBA misalnya
sholat fardhu secara berjama’ah di masjid atau bentuk kegiatan lainnya.
3)
Fasilitas/Sarana Prasarana Penunjang
Pelaksanaan Proses
Belajar Mengajar. Kelas
harus diusahakan sebagai laboratorium belajar bagi pelajar. Artinya kelas harus menyediakan
berbagai sumber belajar seperti buku pelajaran, alat peraga dan lain-lain.
Di samping itu, harus
diusahakan agar pelajar diberi kesempatan untuk berperan sebagai bember belajar. Faktor lain yang
mempengaruhi kualitas pengajaran disekolah adalah karakteristik sekolah itu
sendiri. Karakteristik sekolah berkaitan dengan disiplin sekolah,
perpustakaan yang ada disekolah, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah, estetika
dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman dan kepuasan belajar,
bersih, rapih, dan teratur.[8]
4)
Perbaikan Sistem Secara Berkeseimbangan
Upaya untuk melakukan
perbaikan harus dilakukan secara terus menerus. Dengan cara seperti ini,
maka akan diperoleh hasil yang secara bertahap akan mengalami peningkatan
kualitas tersebut. Di evaluasi sehingga menimbulkan kualitas-kualitas baru yang
lebih baik. Sistem yang berlaku di sekolah. Sistem ini merupakan factor pendukung yang sangat berpengaruh.
Sekolah sudah mempunyi perangkat yang mapan dari segi tatanan, aturan,
sangsi semua tinggal menjalankan saja.
5) Adanya Tata Tertib yang Sudah Mapan.
Jika sekolah merupakan
lingkungan yang menengahi antara lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat luas dimana seseorang hidup. Bergerak dan melakukan interaksi
dengan orang lain untuk saling mempengaruhi, maka tidak benar anggapan yang
menyatakan bahwa segala tanggung jawab itu hanya ada dipundak salah
satu dari ketiga lingkungan tersebut, yakni lingkungan rumah, lingkungan
sekolah dan lingkungan masyarakat.
6) Kurikulum.
Kurikulum merupakan faktor
yang sangat penting dalam proses pendidikan karena kurikulum adalah circle or instruction,
dimana di dalam kurikulum itu tergambar secara jelas dan terencana bagaimana dan apa
saja yang harus
terjadi dalam proses belajar-mengajar. Menurut M. Arifin kurikulum adalah segala mata
pelajaran yang dipelajari dan juga semua pengalaman yang harus diperoleh serta
semua kegiatan yang dilakukan oleh anak didik. Dengan demikian kurikulum harus
didesain berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan manusia anak didik dan isinya
terdiri dari pengalaman yang edukatif, eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Oleh sebab itu Kementerian
Agama hanya memberi semacam rambu-rambu
yang harus ada dalam kurikulum pendidikan agama Islam, tidak sampai menyentuh ke
substansi materi.
Kurikulum yang disusun Kementerian Agama harus dibuat sangat terbentuk
sehingga sangat memungkinkan untuk guru dapat melakukan omporvisasi
terhadap kurikulum tersebut. Untuk menyempurnakan kurikulum, biarkan guru
bidang studi bekerja sama dengan NGO dan Institusi Agama di sekitar sekolah
dimana guru itu mangajar.
Dengan demikian lingkungan di sekitar
sekolah akan mempunyai rasa memiliki dan merasa bertanggung jawab terhadap
keberhasilan ataupun kegagalan proses pendidikan. [9] Dengan cara seperti ini
tidak ada lagi pihak yang “sembunyi tangan” dari kesalahan-kesalahan dan
kegagalan proses pendidikan agama Islam di sekolah. Karena pada
dasarnya institusi keagamaan disekitar sekolah lebih memahami realitas kehidupan
keagamaan masyarakatnya ketimbang guru bidang studinya. Sehingga yang diberikan di sekolah merupakan jawaban, ataupun pemenuhan kebutuhan
keagamaan masyarakat.
b. Faktor Penghambat dalam Penciptaan Suasana Keagamaan di Madrasah adalah :
1) Masyarakat Sekitar Madrasah
Masyarakat
dilingkungan sekolah sebagai lingkungan yang turut mewarnai karakteristik para
peserta didik, baik kemungkinan bersifat positif da negatif, diharapkan mampu
melakukan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dengan sekolah,
dengan tugas :
a. Turut melakukan pengawasan terhadap para peserta didik yang di indikasikan melakukan
penyimpangan sikap dan perilaku melanggar hukum.
b. Membantu menciptakan lingkungan yang aman, damai dan religius.
c. Mendorong terciptanya kerjasama yang baik, khususnya dalam pembinaaan kegiatan
keagamaan.
2) Tenaga Pengajar Yang Terbatas
Sama dengan teori barat,
pendidikan Islam merupakan tanggung jawab siapa saja dalam
perkembangan anak didik. Tugas pendidikan yang sekarang ini hampir ditumpahkan
semuanya kepada guru dalam perspektif Islam adalah mengupayakan perkembangan
seluruh potensi anak didik baik potensi psikomotor, kognitif maupun
potensi efektif.
Guru menempati
peranan suci dalam mengelolah kegiatan pembelajaran.Untuk setiap jenjang satuan
pendidikan (SD-SMU) kemampuan professional guru itu tidak diukur dari kemampuan
intelektualnya an sich, melainkan juga dituntut untuk memiliki
keunggulan dalam aspek moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggung jawab dan
keluasan wawasan pendidikannya dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Keluasan wawasan ini
dicirikan dengan tumbuhnya semangat keterbukaan dalam profesi (professional transparancy), keluasan dan diverifikasi
layanan (services) dalam menunaikan tugas profesionalnya.[11]
1)
Masyarakat Sekitar madrasah
Masyarakat
dilingkungan sekolah sebagai lingkungan yang turut mewarnai karakteristik para
peserta didik, baik kemungkinan bersifat positif da negatif, diharapkan mampu
melakukan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dengan sekolah,
dengan tugas:
a. Turut melakukan pengawasan terhadap para peserta didik yang di indikasikan melakukan
penyimpangan sikap dan perilaku melanggar hukum.
b. Membantu menciptakan lingkungan yang aman, damai dan religius.
c. Mendorong terciptanya kerjasama yang baik, khususnya dalam pembinaaan kegiatan
keagamaan.
2) Pada Tahap Awal Proses Penanaman Nilai, Anak diperkenalkan Akan Tatanan Hidup Bersama.
Tatanan hidup bersama dalam
masyarakat tidak selalu seiring dengan tatanan yang ada dalam keluarga. Pada tahap awal anak diperkenalkan
pada nilai
hidup secara instruksional, lalu semakin lama diperkenalkan pada penalarannya, tahap demi
tahap. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, maka semakin mendalam unsur
pemahaman, argumentasi dan penalarannya.
[1] . Mujammil Qomar dkk, Meniti Jalan Pendidikan
Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm.
109
[2]. Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 124
[5] . Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar
Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha- Usaha
Nasional, 1988), hlm. 16.
[7] Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar
Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha-Usaha Nasional, 1988), hlm. 16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar